14
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Selama beberapa tahun terakhir ini, perkembangan industri “cafe” atau “coffee house” tampak berkembang pesat di Kota Medan. Jumlah kafe maupun gerai kopi
coffee shop bertambah drastis mengisi hampir setiap titik kota ini. Kalau dihitung, sedikitnya ada puluhan cafe baru berdiri. Dengan kata lain, bisnis ini tampaknya
semakin menjanjikan. Jika kita telusuri jalan-jalan yang dipenuhi café ataupun coffee shop, di daerah jalan
Dr Mansur, Jalan Halat Medan, Jalan Setia Budi, bahkan di café-café dalam mal, selalu saja ramai tak sepi pengunjung. Dan sekitar separuhnya diisi oleh anak muda. Dengan
melepas tawa, sesekali mereka menyeruput minuman yang mereka pesan dan melahap camilan di tengah udara panas dan suara bising oleh lalu lalang kendaraan di sekitarnya.
Lokasi di sepanjang jalan Dr. Mansyur – Medan misalnya, kini dipadati dengan berbagai “coffee shop” dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan. Ada yang
menampilkan live performance band, giant screen multimedia yang digunakan saat acara nonton bareng, jaringan internet Wi-Fi gratis, ada pula yang menawarkan suasana
pedesaan dan klasik. Pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Medan, M. Ishak, mengatakan industri kuliner seperti “coffee shop” akan mampu berkembang pada tahun
ini. “Perkembangan
bisnis coffee shop yang marak di kota Medan saat ini
mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di kota ini semakin baik dan maju pada tahun 2013” katanya sumber : Medan Bisnis.com.
Nongkrong di cafe atau restoran siap saji usai bubaran sekolah, kuliah atau pulang kerja, belakangan ini merupakan tren gaya hidup remaja dan eksekutif. Anak muda dan
nongkrong adalah dua hal yang sudah melekat. Di sekolah-sekolah usai jam pelajaran, di kampus-kampus di antara jam kuliah, bahkan di kantor-kantor sepulang jam kantor,
akan mudah dijumpai kelompok-kelompok remaja dan orang muda duduk-duduk di cafe atau resto.
Salah satu “Coffee House” yang cukup diminati oleh pengunjung cafe adalah “uleekareng”. “Coffee House” ini pertama kali dibuka di jalan Setia Budi pada tahun
2009. Seiring dengan perkembangan dan minat yang besar atas keberadaan “Coffee
Universitas Sumatera Utara
15
House Ulee Kareng” ini. Pemilik berinisiatif untuk membuka cabang “Ulee Kareng 2” di jalan Dr. Mansyur.
Pemilihan lokasi Dr. Mansyur dipilih karena pangsa pasar “Coffee House” ini adalah generasi muda khususnya mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Hal ini sejalan
dengan yang dikatakan salah seorang pengunjung “Coffee House” ini bernama Mahdi, Mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2007 mengatakan bahwa mahasiswa
Universitas Sumatera Utara sering menghabiskan waktu di tempatnya, untuk sekedar berkumpul bersama teman – teman atau memanfaatkan jaringan Wi – Fi untuk mencari
informasi yang berguna bagi kepentingan pendidikan. Di tengah persaingan “Coffee House” di kota Medan, khususnya di kawasan
sekitar jalan Dr. Mansyur, cafe “Ulee Kareng” melakukan kegiatan promosi yang berbeda.Kata promosi tentunya sudah diketahui, dan sering didengar oleh orang-orang.
Promosi biasanya dikaitkan dengan penjualan dalam memperkenalkan suatu produk, ataupun jasa yang dikemas secara menarik. Kata promosi digunakan dalam pengertian
yang lebih luas, yang mengacu pada kegiatan pemasaran dari suatu organisasi dan perusahaan. Michael Ray mendefenisikan promosi sebagai koordinasi dari seluruh
upaya yang dimulai dari pihak penjual untuk membangun berbagai saluran informasi dan persuasi untuk menjual barang dan jasa atau memperkenalkan suatu gagasan
Morissan, 2010:16. Promosi penjualan yang dilakukan oleh “Coffee House Ulee Kareng”
menggunakan media baru yakni internet. Akun ini dikenal dengan nama Uleekareng2. Akun ini biasanya mempublikasikan seputar acara nonton bareng yang
dilaksanakan oleh “Coffee House Ulee Kareng”. Pertumbuhan iklan di internet memiliki kecenderungan meningkat mengikuti
pertumbuhan penggunaan smartphone di masyarakat. Anak – anak muda perlahan tumbuh dan berkembang dengan pemanfaatan teknologi yang besar. Kebiasaan
penggunaan internet yang besar membentuk pasar baru bagi pengiklan. Kecenderungan peningkatan pemasangan internet yang semakin besar bisa kita lihat gambar 1.1
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 1.1 Persentase pertumbuhan belanja iklan berdasarkan jenis media di seluruh
dunia periode Januari-September 2012
Sumber : nielsen Dibandingkan dengan media massa lain yang sudah lama ada. Pertumbuhan belanja
iklan menggunakan internet mengalami kenaikan besar. Kenaikan yang besar ini menunjukkan bahwa iklan di internet sedang banyak diminati pengiklan di seluruh
dunia. “Coffee House Ulee Kareng” mengikuti tren positif ini dengan melakukan promosi
melalui internet. Pemilihan internet sebagai media promosi dipilih karena pertimbangan biaya. Tidak seperti media yang lain yang membutuhkan biaya relatif besar, promosi
melalui media internet relatif lebih kecil. Jangkauan yang dapat terkena dampak pesan Twitterini sesuai dengan pangsa pasar pengunjung kafe. Twittersebagai media baru
sedang digandrungi oleh banyak anak muda, sesuai dengan sasaran promosi “Coffee House Ulee Kareng”. Sasaran promosi pada jejaring sosial adalah mahasiswa yang
didominasi anak muda, karyawan swasta dan pengusaha muda. Media Twitterlebih responsif daripada media lain. Sifatnya yang interaktif memudahkan pengelola “Coffee
House Ulee Kareng” mendapatkan masukkan langsung dari pengunjung. Selain itu, Indonesia termasuk ke dalam lima besar Negara pengguna Twitter
setelah Amerika Serikat, Brazil, Jepang, dan juga Inggris. Jumlah pengguna Twitter di Indonesia sendiri per bulan Februari 2012 mencapai 19. 5 juta orang. Data ini adalah
hasil riset dari Semiocast, lembaga riset media sosial yang berpusat di Paris, Prancis.
Universitas Sumatera Utara
17
Gambar 1.2 Lima Negara Pengguna Twitter Terbanyak
Sumber: Hasil riset dari Semiocast, lembaga riset media sosial yang berpusat di Paris, Prancis, tahun 2012
Dengan begitu, Twitter menjadi salah satu media yang sangat potensial untuk membangun citra dan berdagang, baik untuk individu maupun perusahaan. Angka
dalam tabel mengindikasikan adanya lalu lintas informasi yang fantastis. Banyak merek yang sudah memanfaatkan Twitter untuk berpromosi karena kemudahan persebaran
informasinya. Persebaran informasi di Twitter terjadi dengan mudah dan cepat. Hanya dengan melalui proses 1-2 kali klik.
Mungkin apa yang membuat Twitter sedemikian populernya adalah karena kesederhanaannya, Twitter memerlukan usaha yang lebih sedikit dibandingkan media
sosial lainnya seperti MySpace atau Facebook. Apapun alasannya, Twitter saat ini telah dipergunakan oleh lebih dari 1 juta orang yang terhubung setiap harnya, bersosialisasi
dan selalu berbagi informasi. Data ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan peran
yang lebih besar telah banyak ditemukan berkaitan dengan internet dan media sosial. Indonesia saat ini memiliki populasi penduduk sekitar 245 juta jiwa yang 39 juta
diantaranya adalah pengguna internet dan dan sekitar 64 diantaranya berusia remaja atau berkisar antara usia15-19 tahun. Ini adalah data yang dilansir oleh Departemen
Komunikasi dan Informasi Depkominfopada tahun 2010. Peningkatan penggunga internet ini sangat signifikan dengan penetrasi sekitar 16,1 dari jumlah populasi.
Universitas Sumatera Utara
18
Angka ini membuat Indonesia masuk dalam kategori empat besar pengguna internet di Asiahttp:www.internetworldstats.com.
Sebagian besar pengguna internet di Indonesia adalah pengguna situs jejaring sosial. Data terakhir September 2011 menyebutkan, situs jejaring sosial Facebook saat
ini memiliki 750 juta pengguna aktif dan 1.8 Miliar pengguna Facebook. Untuk pengguna Twitter, Indonesia merupakan negara yang menjadi Twitter user peringkat ke
dua dunia dengan 12 dari keseluruhan Twitter userdi dunia. Dengan adanya perkembangan tersebut, membuat segala bentuk informasi, aktualisasi diri hingga
pertukaran pesan bisnis semakin cepat dan hampir tidak terkendali aworldoftweets.frogdesign.com.
Sebuah contoh pemasaran melalui internet dan media sosial yang cukup berhasil terjadi di Bandung. Produsen kripik ‘Maicih’ menjual produknya melalui promosi lewat
twitter. ‘Maicih’ yang asalnya hanya produk lokal biasa perlahan menjelma menjadi produk yang menghasilkan miliaran rupiah dalam sebulan. ‘Maicih’ melakukan promosi
lewar Twitter. Setiap hari produsen menginformasikan tempat mangkal produknya melalui jejaring sosial ini. Perlahan tapi pasti produk ini mulai dibicarakan di media
sosial dan akhirnya menyebar bagai virus kompasiana.com. Sejak diluncurkan akhir Juni 2010 lalu, keripik Maicih memang menjadi salah satu
hot isu dan fenomenal di kalangan anak muda urban, terutama para peselancar dunia maya. Maklum saja, cara memasarkan keripik Maicih memang beda dengan keripik
pedas lainnya—yang notabene sudah lebih dulu beredar di Bandung. Melalui jaringan kekerabatan serta gencarnya promosi lewat twitter, maicih mencoba menciptakan isu
atau word of mouth WOM. Salah satunya, dengan tingkat kepedasan keripik. Keripik yang mereka jajakan memiliki tingkat kepedasan yang berbeda. Mulai dari level satu
sampai lima, dan langsung ke level 10 yang tingkat pedasnya paling tinggi. Dalam waktu seketika keripik maicih menjadi pembicaraan seluruh Indonesia.
Melihat contoh keberhasilan dari ‘Maicih’, ‘Coffee House UleeKareng’ coba mereplikasi kesuksesan ini dengan akun twitter uleekareng2. Isi promosi akun
Uleekareng2 banyak berisi informasi seputar acara nonton bareng yang dilaksanakan “Coffee House Ulee Kareng”. Berbeda dengan kafe – kafe lain yang menawarkan
diskon untuk menarik pengunjung, “Coffee House Ulee Kareng” justru menarik bayaran pada setiap acara nonton bareng. Bayaran yang ditarik sebesar Rp. 25.000,-.
Universitas Sumatera Utara
19
Walaupun harus membayar, nonton bareng yang dilaksanakan di “Coffee House Ulee Kareng” selalu dipadati pengunjung. Pemilik “Coffee House Ulee Kareng” juga
menjadikan akun twitter ini sebagai media bagi para konsumen dalam menyampaikan keluh kesah mereka mengenai pelayanan yang diberikan oleh “Coffee House Ulee
Kareng”. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana promosi akun
uleekareng2 melalui media Twitterkepada pengunjung “Coffee House Ulee Kareng”
1.2 Fokus Masalah