Program Tebar Da’i Pada Komunitas Pemulung Dan Anak Jalanan Oleh Yayasan Media Amal Islami (Mai) Di Lebak Bulus Jakarta Selatan
ANAK JALANAN OLEH YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI (MAI)
DI LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
AHMAD ZAKY NIM. 109051000093
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2013 M
(2)
AMAL ISLAMI
(MAI)
DI LEBAK BULUS
JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi
svarit-'
syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)Oleh AHMAD ZAKY
NrM. r090s1000093
JURUSAN
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN
ISLAM
FAKULTAS
ILMU
DAKWAH DAN
ILMU
KOMUNIKASI
UIN SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435rJt20t3
M
bimbingan
(3)
Il
rfn8uedis-7f-trbilllni-Ka
8<-'
l
rin8ue4 e1o33uye1o33uy de>18ue.le4 srr?1ar{aS u1o83uy de>1Eue;ery €nlo)
qesobeunyrl Buuprg tlaTuenuef g0 ."u€Ief
'tuelsl uerer,{ue4 u€p rse>lrunwo) uesnrnl
uped (t.ruoX.S)
I
S n}es u1e:1s euef:us ;e1e8 qeloradueu Inlun lerefs nles qeles re8eqas €rurJolrp qupns rur rsdrr4g' t
I 07, rrenrr€f 9 g : 1uBEu4 eped ege4e1 qellnledeprg guuf g
NIfl
rs€{mntuo;nlull
u€p tl?/''>lec nrulJ sellnleg qesobeuntrAl Euepl5 ru€l€pue>11fnlp qelel 66uBlBIos
utru{uf
snlng{eqoT
Ip
(Ivr\D
rruBIsIluruv
ulpol4l uusu,{un qolo usuulef >IBuy uup Sunlnruod sBl-runuox upudr,eq r"qoJ
ruur30"r4,, :1npnfteq Suef rsdu4s(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1'
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhisyarat salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1)
di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarra.
2'
Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsiini
telah sayacantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
rufN
Syarif Hidayatullah Jakarta.3.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karyaini bukan
asli karya saya ataumerupakan tiruan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatulla Jakarta.
Jakarta, 12 Desemb er 2013
(5)
ii
ABSTRAK
AHMAD ZAKY
Program Tebar Da’i pada Komunitas Pemulung dan Anak Jalanan oleh Yayasan Media Amal Islami (MAI) di Lebak Bulus Jakarta Selatan
Penelitian ini didasari bahwa kepedulian dakwah Islam kepada kaum bawah khususnya pemulung dan anak jalanan kurang dikedepankan. Padahal kalau kita lihat kegiatan dakwah sudah sedemikian maju. Jika ditelusuri dakwah di televisi sudah semakin menjamur dan juga banyak tabligh akbar yang digelar di daerah-daerah. Namun demikian sangat sedikit dakwah yang menyentuh komunitas pemulung dan anak jalanan. Padahal mereka sangat membutuhkan uluran tangan dan kepedulian kita sebagai ummat muslim untuk membantu problem mereka khususnya pengetahuan agama mereka. Yayasan Media Amal Islami (MAI) salah satu lembaga yang memang peduli terhadap komunitas pemulung dan anak jalanan tersebut. Yayasan ini membuat sebuah program yan diperuntukkan untuk mereka yaitu program tebar da’i. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana program tebar da’i pada komunitas pemulung dan anak jalanan yang dilakukan oleh Yayasan MAI? Metode dan materi apa saja yang disampaikan dalam program tersebut?
Teori yang digunakan adalah teori medan dakwah yang melihat bahwa dakwah dimulai dengan proses ikhtiar untuk membentuk khairul ummah dan teori tahapan dakwah yang melihat bahwa tahapan dakwah dimulai dengan membentuk masyarakat dakwah, yang kedua tahap pembangunan, dan yang terakhir adalah tahap kemandirian. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu kegiatan penelitian yang pencarian faktanya dilakukan dengan mengembangkan teori-teori yang ada serta melakukan pengamatan langsung di lapangan mengenai subjek yang akan diteliti dengan pendekatan kualitatif dengan cara observasi dan wawancara.
Dalam program tebar da’i konsep yang dipakai adalah menebar da’i kepada pemulung dan juga anak jalanan. Da’i yang diterjunkan dalam program ini sudah terlebih dahulu dibina agar kompetensi mereka dalam membina mad’u yaitu pemulung dan anak jalanan lebih baik. Metode yang digunakan dalam program tebar da’i ini adalah mauidzah hasanah dengan cara billisan. Sedangkan materi yang disampaikan seputar masalah ketauhidan, fiqih, ilmu Alqur’an dan ilmu Akhlak.
(6)
iii
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi
yang telah menganugerahkan berjuta rahmat dan kasihnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsa ini.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW, yang dengan pengorbanan dan ketulusan hatinya membantu membukakan
jalan pengetahuan bagi umat manusia.
Skripsi ini penulis persembahkan khusus kepada ayahanda tercinta Bapak H. Tarmizi dan ibunda tercinta Ibu Hj. Lilis Suryani, karena hanya atas do’a, cinta kasih dan kesabaran yang selalu beliau tanamkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini .
Selanjutnya dengan selesainya skripsi ini, penulis ucapakan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, terutama sekali penulis
sampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. H. Arief
Subhan, MA., Wadek Bid. Akademik Dr. Suparto, M.Ed., Wadek Bid.
Kemahasiswaan Drs. Wahidin Saputra, MA., dan Wadek Drs. Jumroni, M.Si.,
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengaplikasikan ilmu
yang telah diperoleh dalam bentuk karya tulis ini, semoga Allah memberikan
(7)
iv
2. Kepada Bapak Drs. Jumroni, M.Si, sebagai Ketua Jurusan dan Ibu Umi
Musyarafah, MA, sebagai Sekretaris jurusan, penulis ucapkan banyak-banyak
terima kasih karena telah banyak membantu penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dan skripsi ini.
3. Drs. Wahidin Saputra, MA, dosen pembimbing yang telah berkenan
mencurahkan perhatian dan meluangkan waktunya untuk memberikan
pengarahan dan petunjuk yang sangat berharga bagi penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan dan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selalu
mendukung laju dan gerak penulis dalam dunia perkuliahan dan seluruh staf
akademik dan administrasi yang telah memberikan pelayanan kepada penulis
selam studi.
5. Pimpinan dan segenap staf perputakaan Dakwah dan Komunikasi serta
perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kepada Bapak Ustadz Aslih Ridwan MA. penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bantuan dan izin beliau maka saya dapat melakukan
penelitian di yayasan MAI.
7. Kepada Bapak Ustadz M. Nur, Amd. Penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar besarnya atas segala bantuan dan pemikirannya dan meluangkan waktu
bagi penulis dalam masa penelitian
8. Kepada Saudari Lina dan juga kawan-kawannya penulis ucapkan terima kasih
(8)
v
macam informasi tentang Program tebar da’i yang dilaksanakan oleh yayasan MAI.
9. Kepada kakakku Muhammad irfan, dan Nubdzatun Tsaniyah, adikku
Khairunnisa dan Abdullah Muhsin, kakak iparku Andriansyah Putra dan
keponakanku tercinta Sarah zahratul Husna dan Azzam. Yang selalu
memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi dan dan skripsi ini.
10.Kepada sahabatku Priyan, Darwis, Sihabudin, Hasbul, Tri Wibowo, Wanda,
Angga, Chairul, Reza, Syamsul, Aziz Fatkhullah, Revina, Uswah, Afifah,
Fatma, dan teman-teman KPI C 2009. Penulis ucapkan terima kasih karena telah
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat
(9)
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN . ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
D. Metodologi Penelitian ... 6
E. Tinjauan Pustaka ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Program Dakwah ... 10
1. Pengertian Program ... 10
2. Pengertian Dakwah ... 10
3. Pengertian Program dakwah ... 12
4. Kriteria Keberhasilan Program atau Kegiatan Dakwah ... 13
B. Teori Tentang dakwah ... 15
C. Bentuk-Bentuk Dakwah ... 16
1. Dakwah billisan ... 16
2. Dakwah bilqolam ... 17
(10)
vii
D. Metode dan Materi Dakwah ... 19
1. Metode Dakwah ... 19
2. Materi Dakwah ... 20
E. Sekilas Tentang Da’i ... 21
F. Kehidupan Pemulung dan Anak Jalanan ... 25
1. Pemulung ... 25
2. Anak Jalanan ... 27
G. Yayasan ... 29
1. Pengertian Yayasan ... 29
2. Hubungan Yayasan dan Dakwah ... 31
3. Tujuan dan Kegiatan Usaha Yayasan………. 32
3. Fungsi Yayasan ... 39
BAB III PROFIL YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI (MAI), PROGRAM TEBAR DA’I DAN KOMUNITAS PEMULUNG DAN ANAK JALANAN LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN A. Mengenal Lebih Dekat MAI ... 40
B. Visi dan Misi Yayasan MAI ... 40
C. Aspek Legal Yayasan MAI ... 41
D. Program Dakwah Yayasan MAI ... 42
E. Struktur Organisasi Yayasan MAI ... 44
F. Profil Program Tebar Da’i ... 44
G. Komunitas Pemulung dan Anak Jalanan Lebak Bulus... 46
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA A. Program Tebar Da’i Pada Komunitas Pemulung dan Anak Jalanan 52 B. Metode Program Tebar Da’i ... 58
(11)
viii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 63 B. Saran-saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(12)
1
A. Latar Belakang Masalah
Kepedulian masyarakat terhadap kaum bawah dirasakan kian hari kian
menipis. Ini disebabkan bahwa masyarakat cenderung memikirkan kehidupan
dirinya daripada orang lain yang memang sangat membutuhkan bantuan dan
uluran tangan mereka.
Pemulung dan anak jalanan adalah salah satunya, oleh karena itu
pembinaan terhadap mereka sangat perlu agar mereka mendapatkan manfaat
untuk mereka sendiri dan tidak memberi dampak yang buruk terhadap
kehidupan sosial masyarakat.
Sebagai muslim kita tentu disunnahkan oleh baginda Nabi Muhammad
SAW untuk selalu membantu sesama muslim yang memang perlu pertolongan
kita. Apalagi mengatasi problem kaum bawah seperti pemulung dan anak
jalanan adalah memang suatu kewajiban. Semasa kecil mereka sampai
terbilang dewasa, banyak dari pemulung yang tidak tahu bagaimana caranya
shalat, caranya membaca Al-qur’an, berahklak dengan baik. Karena kehidupan mereka sebatas hanya mencari barang barang bekas, dan barang bekas setiap
harinya. Dan kalau ini dibiarkan terus tanpa pembinaan maka akan
berimplikatif terhadap kehidupan dirinya yang jauh akan nilai-nilai Islam.
Untuk mendukung dan mewujudkan tujuan perubahan tersebut maka
dibutuhkan dakwah Islam yang sesuai dengan kebutuhan mereka, sehingga
pemulung dan anak jalanan dapat menjadi manusia yang yang bersikap dan
(13)
Dakwah berasal dari bahasan arab yakni da’a-yad’u-da’watan, artinya mengajak, menyeru, memanggil.1 Sedangkan orang yang melakukan ajakan
disebut dengan da’i artinya orang yang memanggil. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 104 yang bunyinya,
ْ ْني ف رْع ْل ب رمْأي رْيخْل لإ عْدي ٌ َمأ ْم ْنم ْ ْل
حلْف ْل مه ك ٰل أ ۚ ر ْن ْل ع
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”.(QS. Ali Imran :104)
Dakwah merupakan aktivitas yang mulia, ia menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang Islam dan mengajak orang lain agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan nilai-nilai Islam itu sendiri. Dakwahpun sering di lakukan dengan cara bil-lisan yang lebih banyak mendiskusikan pada penekanan informatif persuasive dan dakwah bil-hal yang lebih menekankan terhadap
persoalan yang bersifat praktis yang mampu merangsang mad’unya dengan
cepat melakukan perubahan dalam kegiatan sehari-hari2.
Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk memengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan dengan menggunakan cara tertentu3. Cara tertentu tersebut adalah dengan sesuai syariat Islam yang telah diajarkan oleh Baginda Nabi besar Muhammad SAW.
1
Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 1
2
Djamal Abidin ASS, Komunikasi dan Bahasa Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) cet ke-1 h. 1
3
Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Prima Duta, 1983), h. 2
(14)
Namun demikian seyogyanya dalam dakwah harus membutuhkan
strategi yang matang dalam pelaksaannya. Supaya tujuan dakwah tersebut
dapat tercapai. Strategi pada hakikatnya adalah perpaduan antara planning
(perencanaan) dan management (manajemen) untuk mencapai suatu tujuan4.
Sedangkan strategi dakwah yaitu metode, sisat, taktik, atau manuver yang
dipergunakan dalam kegiatan dakwah5. Strategi tidak hanya berfungsi sebagai
peta jalan yang hanya menunjukkan peta arah saja melainkan harus mampu
menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya6.
Yayasan Media Amal Islami (MAI) adalah salah satu lembaga yang
peduli terhadap kaum bawah khususnya pemulung dan juga anak jalanan.
Yayasan tersebut fokus berdakwah kepada kaum bawah yang memang sangat
memerlukan uluran tangan.
Media Amal Islami adalah yayasan independen (non partisan) yang
berdiri sejak tahun 1999, bergerak di bidang Dakwah, Pendidikan, Sosial dan
Ekonomi. Tujuan Yayasan tersebut adalah menjadikan sebuah lembaga
dambaan ummat, yang unggul dalam menetaskan kaum dhu’afa menjadi kaum yang mandiri dan berakhlak shaleh.
Yayasan tersebut mempunyai program yang sangat unik dalam
menyampaikan dakwah mereka terhadap komunitas pemulung dan juga anak
jalanan yaitu tebar da’i. Tebar da’i yang dalam benak kita adalah konsep menyebarkan para da’i atau komunikator dalam menyampaikan pesan Islam
4
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori da Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 32
5
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah …, h. 107
6
(15)
kepada khalayak umat. Program ini sangat unik karena dilakukan kepada
komunitas pemulung dan anak jalanan yang kita lihat sangat jarang para da’i
yang terjun langsung ke komunitas tersebut hanya untuk menyebarkan dakwah
Islam dengan menggunakan lembaga dalam menyiasatinya.
Oleh karena itu penulis tertarik mengambil penelitian yang diberi judul “Program Tebar Da’i pada Komunitas Pemulung dan Anak Jalanan oleh Yayasan Media Amal Islami (MAI) di Lebak Bulus Jakarta Selatan”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar skripsi ini lebih terarah maka penulis membatasi masalah pada
program tebar da’i pada komunitas pemulung dan anak jalanan oleh
yayasan Media Amal Islami (MAI).
2. Perumusan Masalah
Agar penelitian ini tidak melenceng dari fokusnya, maka perlu dirumuskan
masalah-masalah yang sesuai dengan fokus penelitian di atas. Adapun
rumusan masalah pada peneltian ini ialah sebagai berikut:
a. Bagaimana program tebar da’i di komunitas pemulung dan anak jalanan oleh yayasan Media Amal Islami (MAI)?
b. Metode apa yang digunakan program tebar da’i di komunitas pemulung dan anak jalanan oleh yayasan Media Amal Islami?
c. Materi dakwah apa yang disampaikan para da’i dalam program tersebut?
(16)
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
a. Mengetahui lebih jauh program tebar da’i pada komunitas pemulung dan anak jalanan oleh yayasan Media Amal Islami (MAI).
b. Mengetahui metode dan materi dakwah apa yang digunakan program
tebar da’i di komunitas pemulung dan anak jalanan oleh yayasan
Media Amal Islami.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memeiliki manfaat, yaitu :
a. Secara akademis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan
pengetahuan tentang dakwah bagi khazanah keilmuan Islam serta
dapat menjadi referensi bagi peminat dakwah yang selanjutnya akan
menjadi bahan penelitian di masa yang akan datang.
b. Secara praktis
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan motivasi dan kontribusi
serta menambah wawasan bagi kalangan praktisi dakwah dan aktivis
dakwah khususnya yayasan Media Amal Islami (MAI) agar konsisten
dalam memperjuangkan nilai-nilai dakwah Islam terutama kepada
komunitas pemulung dan anak jalanan serta umum lainnya dalam
(17)
D. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.7
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah hasil penelitian yang deskriptif mengenai fokus permasalahan yang dikaji, serta tersusun berdasarkan data dan perilaku-perilaku yang diamati.
1. Objek dan Sumber Data
a. Objek penelitian ini adalah Yayasan Media Amal Islami (MAI) yang
berperan dalam program dakwah tebar da’i di komunitas pemulung
dan anak jalanan
b. Sumber data penelitian ini adalah data tertulis maupun lisan yang
menyangkut inti permasalahan penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan metodologi penelitian yang akan digunakan, yakni metodologi penelitian kualitatif, maka data akan dikumpulkan melalui: a. Observasi : yaitu penulis melakukan pengamatan terhadap program
tebar da’i yayasan Media Amal Islami (MAI) dan mencatat semua yang berkaitan dengan kegiatan dakwah mereka. Dengan metode ini
penulis mengadakan pengamatan langsung ke tempat program tersebut
dijalankan. Peneliti mengadakan pengamatan sebanyak kurang lebih
dua kali.
7
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 4.
(18)
b. Wawancara : penulis melakukan wawancara dengan Ustadz M. Nur,
A.Md. Selaku ketua bidang dakwah yayasan MAI, dan juga Anak
Pemulung.
c. Dokumentasi : dalam hal ini penulis mengumpulkan dokumentasi
berupa foto-foto kegiatan program tebar da’i tersebut.
3. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, yakni
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi saham yang dapt
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.8
Dengan demikian melalui teknik analisis kualitatif, penelitian ini
mengumpulkan informasi melaui instrumen-instrumen penelitian kualitatif
(observasi, wawancara, dan dokumentasi, lalu mengolahnya untuk menjadi
sebuah bahan ilmiah yang bisa disuguhkan dalam bentuk laporan tertulis.
D. Tinjauan Kepustakaan
Dalam penelitian ini penulis mengkaji terlebih dahulu karya ilmiah
yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti.
Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka, penulis akhirnya menemukan skripai yang memiliki judul yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti, skripsi tersebut antara lain, skripsi dari Ikhlas Al’Ala, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2007
8
(19)
yang berjudul Aktivitas Dakwah Yayasan Pesantren Islam Bina Sani Cemerlang Al Futuwwah dalam Mengantisipasi Pemurtadan. Saudara Ikhlas memaparkan bagaimana dakwah yayasan tersebut dalam menangkal pemurtadan terhadap komunitas pemulung, sedangkan yang membedakan
dengan skripsi penulis yaitu penulis menggunakan program tebar da’i di
komunitas pemulung dan anak jalanan dan tidak fokus kepada masalah pemurtadan.
Kemudian skripsi dari Saudara Ahmad Rifqi yang juga Mahasiswa UIN Jakarta, beliau meneliti tentang Strategi Dakwah sanggar Budaya Betawi si Pitung dalam Pembinaan Pemuda di Wilayah Rawa Belong Jakarta Barat. Disini saudara Rifqi fokus kepada pembinaan pemuda sedangkan bedanya dengan skripsi penulis adalah penulis lebih memfokuskan kepada pembinaan
komunitas pemulung dan juga anak jalanan oleh program tebar da’i tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab. Lima bab tersebut disusun secara berurutan guna menjelaskan isi skripsi dengan lebih jelas, sistematis dan mendetail. Berikut gambaran mengenai penyusunan bab dalam skripsi ini:
Bab satu, Pendahuluan: bab ini membahas tentang latar belakang pemilihan judul skripsi, pembatasan dan perumusan masalah yang akan diteliti, manfaat dan tujuan penelitian, serta metodologi penelitian.
Bab dua, Tinjauan Teoritis: dalam bab ini dibahas teori-teori yang berkenaan dengan judul skripsi yang dipilih.
Bab tiga, Profil: pada bab ini diberikan gambaran mengenai profil Yayasan Media Amal Islami (MAI).
(20)
Bab empat, Analisis Data: semua data yang diperoleh dari berbagai
sumber dianalisis dan dituangkan dalam bentuk tulisan pada bab ini.
Bab lima, Penutup: penutup meliputi penarikan kesimpulan yang
menjawab masalah yang telah dirumuskan, serta kritik dan saran.
Di luar lima bab di atas, skripsi ini dilengkapi pula dengan halaman
daftar pustaka, serta lampiran-lampiran data yang diperoleh selama masa
(21)
10
TINJAUAN TEORITIS
A. Program Dakwah
1. Pengertian Program
Secara bahasa (etimologi) kata program berasal dari kata bahasa Inggris yaitu Programme yang artinya acara atau rencana. Sedangkan menurut istilah program adalah rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha yang akan dijalankan.1
Secara Istilah (terminologi) Program juga dapat diartikan sebagai suatu deretan kegiatan yang digambarkan untuk melaksanakan policies
(rencana-rencana kegiatan) dalam mencapai tujuan. Sesuatu rentetan kegiatan yang menjadi tuntunan dalam pelaksanaan suatu policy.2
Dengan demikian program bisa disebut juga suatu kegiatan yang dijalankan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan apakah tujuannya untuk menghasilkan keuntungan ekonomi ataukan keuntungan dalam bidang lain.
Keuntungan dalam bidang lain seperti bidang dakwah Islam, program juga bisa diperuntukan untuk keuntungan dakwah Islam. Namun program yan dijalankan juga harus dilandasi oleh Al-qur’an dan hadits. 2. Pengertian Dakwah
Dakwah berasal dari kata da’aa-yad’u-da’watan, artinya:
“menyeru, mengajak atau memanggil”3
. Di dalam Al-qur’an Allah berfirman dalam surah Al-Qasash ayat 87 yang artinya :
1
Morissan, Manajemen Media Penyiaran, (Jakarta: Pranada Media Grup, 2008), cet ke-1 h.199
2
Hasanudin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet ke-1 h. 109
3
(22)
Artinya: “...., dan serulan mereka kepada jalan Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang memersekutukan
Tuhan.” (QS. Al-Qasash: 87) .
Orang yang berdakwah disebut dengan da’i dan orang yang
menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u. Para pakar mendefinisikan dakwah sebagai berikut:
a. Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai
upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai perintah tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.4
b. Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin
memberikan definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu
mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk
(hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari
kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan
akhirat.5
c. Prof. Dr. Hamka menyatakan bahwa dakwah adalah seruan panggilan
untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif
dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar
ma’ruf nahi munkar.6
d. Letjend. H. Soedirman, mendefinisikan dakwah sebagai usha untuk
merealisasikan ajaran Islam di dalam kenyataan hidup sehari-hari baik
kehidupan seseorang, maupun kehidupan masyarakat sebagai
4
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), cet ke-1, h. 1
5
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah…, h. 1
6
(23)
keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka pembangunan bangsa
dan umat, untuk memeroleh keridhaan Allah SWT.7
Bisa ditarik kesimpulan bahwa dakwah menjadikan perilaku muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang harus didakwahkan kepada seluruh umat manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur: da’i (subjek), maaddah (materi), thoriqoh (metode),
washilah (media), dan mad’u (objek) dalam mencapai maqashid (tujuan) dakwah yang melekat dengan tujuan Islam yaitu kebahagiaam hidup di dunia dan akhirat.8
Dakwah juga mengharuskan manusia untuk selalu menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan. Sehingga tercipta manusia yang arif disegala aspek kehidupan.
3. Pengertian Program Dakwah
Program yang tadi telah disebutkan di atas adalah serentetan kegiatan yang dijalankan untuk melaksanakan suatu rencana kegiatan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Bisa diambil garis besar bahwasanya program dakwah bisa diartikan kegiatan yang dijalankan untuk melaksanakan suatu rencana dakwah.
Program dakwah atau bisa disebut juga kegiatan dakwah meliputi kegiatan tabligh, kegiatan pengembangan masyarakat, dam kegiatan manajemen dakwah atau kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan dakwah.9
Kesemua itu merupakan suatu kesatuan yang memiliki target dan tujuan keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan dakwah tersebut.
7 Hasanudin, …, h. 41 8
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah…,h. 2
9
(24)
4. Kriteria Keberhasilan Program atau Kegiatan Dakwah
Keberhasilan suatu program atau kegiatan dakwah biasanya
disebabkan oleh hal sebagai berikut :
a. Kemungkinan pertama karena pesan dakwah yang disampaikan oleh
da’i memang relevan dengan situasi dan kebutuhan masyarakat, yang merupakan satu keniscayaan yang tidak mungkin ditolak, sehingga
mereka menerima pesan dakwah itu dengan antusias.
b. Kemungkinan kedua karena faktor pesona da’i, yakni da’i tersebut memiliki daya tarik personal yang menyebabkan masyarakat mudah
menerima pesan dakwahnya, meski kualitas dakwah yang disampaikan
sederhana.
c. Kemungkinan ketiga karena kondisi psikologi masyarakat mudah
disentuh dan dalam kondisi haus akan siraman rohani, dan mereka
terlanjur memiliki persepsi positif terhadap da’i, sehingga pesan dakwah uang sebenarnya kurang jelas di tafsirkan sendiri oleh
masyarakat dengan penafsiran yang jelas.
d. Kemungkinan keempat, yaitu karena dakwah yng disampaikan
dikemas dengan menarik, sehingga masyarakat yang semula acuh tak
acuh terhadap agama, setelah melihat paket dakwah yang diberi
kemasan lain, misalnya lewat kesenian, stimulasi. Maka dakwah yang
dilaksanakan pun berhasil dan dapat diterima oleh masyarakat secara
positif.10
10
(25)
Sebenarnya keberhasilan suatu program atau kegiatan dakwah tidak
lah diukur oleh banyaknya jamaah yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Namun lebih jauh lagi keberhasilan suatu program dakwah dapat diukur
dari munculnya kesadaran beragama pada masyarakat. Baik kesadarannya
berupa tingkah laku, sikap ataupun berupa keyakinan11.
Dengan demikian disinilah tugas dai yaitu menumbuhkan kesadaran
pada masyarakat melalui dakwahnya itu. Allah SWT berfirman dalam
surat al- Dzariat Ayat 56 yang artinya sebagai berikut :
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (al-Dzariat:56).
Program dakwah juga dikatakan berhasil apabila seseorang yang
bukan muslim menjadi muslim dan seseorang yang muslim mau
menjalankan syariat agamanya12 yang dahulunya tidak dijalankan karena
belum mendapatkan pencerahan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat Fushilat ayat 34 yang artinya :
Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah –olah telah
menjadi teman yang sangat setia”. (Fushilat: 34).
Dari ayat tersebut bisa disimpulkan jika dikaitkan dengan
keberhasilan program dakwah bahwasanya keberhasilan tersebut dapat
11
Hasanudin, Manajemen Dakwah…, h. 82
12
(26)
terlaksana jika seorang lawan telah menjadi kawan, atau dengan kata lain,
seseorang yang bukan muslim sudah menjadi muslim.13
B. Teori Tentang Dakwah
Amrullah Achmad memperkenalkan dua macam teori tentang dakwah,
yaitu teori medan dakwah dan teori tahapan dakwah. Teori medan dakwah
melihat dakwah sebagai Ikhtiar seorang muslim untuk mewujudakan Khairu
al-Ummah. Artinya usaha seorang muslim yang mempunyai kualifikasi untuk
berdakwah untuk mewujudkan umat yang terbaik14.
Ikhtiar itu merupakan refleksi tauhidi yang wajib ditunaikan yang inti
pendorongnya adalah nilai al-birr dan al-taqwa. Khairu Ummah adalah
tujuan dari ikhtiar tersebut adalah wujud dari ketauhidan, pelaksanaan amar
ma’ruf nahi munkar. Dalam praktiknya, ikhtiar dimaksud berhadapan dengan
situasi sosio kultural yang telah dimuati dengan nilai-nilai jahili, yang
berlawanan dengan Khairu al-Ummah.15
Sedangkan teori tahapan dakwah menjelaskan tentang tiga tahap dalam
berdakwah, yaitu tahap takwin, tandzim, dan pendelegasian.
Tahap pertama adalah takwin yang merupakan tahap pembentukan
masyarakat dakwah dalam bentuk internalisasi dan sosialisasi ajaran tauhidi.
Tahap ini dimulai dari ittishal fardhi, yaitu keluarga terdekat, lalu ittishal
jama’i yaitu masyarakat pada umumnya. Kegiatan utamanya dimulai dari dakwah billisan (tabligh) dan dakwah bil hal (pengembangan masyarakat).16
13
Hasanudin, Manajemen Dakwah…, h. 82 14
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah ...., h. 119-120
15
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah ...., h. 120
16
(27)
Tahap kedua adalah tandzim, tahap ini subtahapnya meliputi
pembangunan masjid, pembentukan lembaga ukhuwah Islamiyah dan
ukhuwah basyariyah (piagam madinah), dan lain-lain.17
Tahap utama ketiga adalah tahap pelepasan dan kemandirian.18 Tahap
ini adalah tahap akhir dari pembinaan mad’u sehingga setelah dibina mad’u
menjadi manusia yang mandiri dalam menata kehidupannya.
C. Bentuk-bentuk Dakwah
Berdasarkan bentuk-bentuk penyampaiannya metode dakwah dapat
dikelompokkan dalam tiga katagori yitu :
1. Dakwah Bil-Lisan,
Yaitu dakwah dilakukan dengan menggunakan lisan. Dakwah
bil-Lisan adalah merupakan salah satu cara di dalam penyampaian
pesan-pesan dakwah dengan menggunakan lisan atau dikenal juga dengan istilah
metode ceramah.
Ceramah adalah suatu tehnik atau metode dakwah yang banyak
diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seorang da’i pada suatu
aktivitas dakwah. Ceramah dapat pula bersifat propaganda, kampanye,
berpidato, sambutan, mengajar dan lain sebagainya. Metode ceramah
sebagai salah satu metode atau tehnik berdakwah tidak jarang
dipergunakan oleh da’i-da’i ataupun para utusan Allah dalam usaha nenyampaikan risalah-Nya.
Dengan demikian untuk dakwah bil-Lisan merupakan ilmu yang
membicarakan tentang cara-cara berbicara di depan massa (orang banyak),
17
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah…, h. 122
18
(28)
dengan tutur kata yang baik agar mampu mempengaruhi para pendengar
untuk mengikuti paham ajaran yang dipeluknya. Oleh karena itu antara
metode ceramah dengan bentuk dakwah bil-lisan tidak ada perbedaan yang
prinsifil namun hanyalah berbeda istilah belaka (sinonim).19
2. Dakwah Bil-Qalam,
Yaitu dakwah dengan menggunakan tulis menulis berupa artikel atau
naskah yang kemudian dimuat di dalam majalah atau surat kabar, brosur
bulletin dan sebagainya.
Suatu cara atau retorika di dalam penyampaian isi dakwah dengan
cara melalui qalam (tulisan). Dalam hal ini dapat dicontohkan melalui
media cetak (surat kabar dan majalah).
Dakwah sebagai suatu kegiatan komunikasi keagamaan dihadapkan
kepada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin
canggih memerlukan suatu adaptasi terhadap kemajuan ini, artinya dakwah
dituntut agar dikemas dengan terapan media komunikasi sesuai dengan
ragam mad’u. atau dengan bahasa lain dakwah yang demkian merupakan
dakwah yang komunikatif. 20
3. Dakwah Bil-Haal,
Yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang
langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah dengan
karya subjek dakwah serta ekonomi sebagai materi dakwah.21 Dakwah
Bil-Haal adalah suatu istilah yang terdiri dari dua kata yang digabungkan yaitu
19
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam…, h. 104-105 20 Hamzah Ya’kub,
Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: Di Ponegoro, 1972), h. 47-48
21
Rafi Udin dan Maman Abdul Dzaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah. (Bandung: Pustaka setia, 1997), h. 50
(29)
kata dakwah dan kata hal ( ح ) yang berarti berubah, haal ( ح) berarti hal ikhwal. Haal ( ح) bisa juga berarti perpindahan, gerakan (gerak), berarti menunjukkan keadaan.22
Kata bil-haal berarti menunjukkan suatu keadaan atau tindakan,
sedangkan dakwah secara umum mengandung arti suatu usaha untuk
merubah dan memperbaiki keadaan yang kurang baik kearah yang lebih
baik dalam kaitan ini dakwah bil-haal sebagai uraian dalam upaya dakwah
dengan menggunakan metode praktis dalam menjalankan dan
memperaktekan ajaran agama itu sendiri.
Secara umum pengertian dakwah bil-haal adalah segala gerak amal
perbuatan dalam berinteraksi terhadap sesama manusia, alam dan
lingkungannya, baik perbuatan itu berupa ibadah, akhlak maupun
muamalah yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam untuk mencapai
keridhoan Allah.
Pengertian dakwah bil-haal secara luas adalah seluruh kegiatan
dakwah di dalam bentuk perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan
suatu lingkungan masyarakat. 23
bil-haal adalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan yang
meliputi keteladanan. Metode dakwah ini dapat dilakukan oleh setiap
individu tanpa harus memiliki keahlian khusus dalam bidang dakwah.
Dakwah bil-haal dapat dilakukan misalnya, dengan tindakan nyata yang
dari karya nyata tersebut hasilnya dapat dirasakan secara kongkrit oleh
22
Mahmud Yunus, Kamus Besar Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penterjemah Al-Qur’an, 1973), h. 111
23
Husein As Segaf, Pembangunan Nasional Dakwah Bil Haal, (Mimbar Ulama No. XV/ 159) h. 66
(30)
masyarakat, seperti pembangunan rumah sakit atau fasilitas-fasilitas yang
digunakan untuk kemaslahatan umat.24
D. Metode dan Materi Dakwah
1. Metode Dakwah
Secara etimologi, kata metode berasal dari dua kata, yaitu meta yang
berarti melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dengan demikian,
arti metode ialah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan.25
Metode dakwah dapat diaktualisasikan melalui dakwah yang
disampaikan dengan hikmah, mauizzah hasanah dan mujadalah dengan
cara yang baik dan tidak menggunakan paksaan ataupun kekerasan. Selain
itu juga dengan melalui Tarbiyah Islamiyah yang asasnya adalah minhaj
al-qur’an dan metode rasul yaitu dengan menanamkan akhlak yang mulia, nilai-nilai kehidupan yang kokoh dan pemahaman Islam yang benar. Serta
mendirikan bangunan Islami sebagai tempat mereka dididik dengan
pendidikan Islam. 26
Metode dakwah sangat diperlukan dalam proses dakwah guna
keberhasilan dan perkembangan dakwah Islam. Tanpa metode dakwah
yang tepat dan sesuai dengan kontekstualitasnya, sulit rasanya
perkembangan dakwah akan berhasil dengan baik.
24
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 223
25
M. Munir, S. Ag, M.A., dkk., Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 6
26Jum’ah A
min Abdul Ajis, Fiqih Dakwah, (Solo: Era Intermedia, 2000), cet. Ke-3, h.65-66
(31)
2. Materi Dakwah
Pada dasarnya materi dakwah adalah seluruh ajaran Islam yang
secara murni tertulis dalam Al-qur’an dan diperjelas oleh Nabi Muhammad SAW dalam Al-Hadits sebagai sumber utama materi dakwah.
Berkaitan dengan materi dakwah ini Barmawy Umari menjelaskan bahwa
materi dakwah ada sepuluh bagian, yaitu:
a. Aqidah, menyebarkan dan menanamkan pengertian aqidah Islamiah
yang berpangkal dari rukun iman yang prinsipil dan segala
perinciannya.
b. Akhlak, yaitu menerangkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia) dan
akhlakul mazmumah (akhlak yang tercela) dengan segala dasarnya,
hasilnya dan akibatnya, kemudian diikuti dengan contoh-contoh yang
telah berlaku dalam sejarah.
c. Ahkam, yaitu menjelaskan aneka ragam hukum yang meliputi
soal-soal ibadah, muamalat, ahwalus syakhsiah yang wajib diamalkan oleh
setiap muslim dan masalah lainnya.
d. Ukhuwah, yaitu menggambarkan persaudaraan yang dikehendaki
Islam antar penganutnya sendiri serta sikap pemeluk Islam terhadap
golongan lain (non) muslim.
e. Sosial, yaitu yang mengemukakan bagaimana solidaritas menurut
hukum agama, tolong menolong, kerukunan hidup sesuai dengan
ajaran Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi.
f. kebudayaan, yaitu memupuk bentuk-bentuk kebudayaan yang tidak
(32)
kebudayaan dengan sifat asimilasi dan akulturasi sesuai dengan ruang
dan waktu.
g. Kemasyarakatan, yaitu menguraikan kontruksi masyarakat yang penuh
ajaran Islam, dengan tujuan keadilan dan kemakmuran bersama.
h. Amar Ma’ruf, yaitu mengajak manusia untuk berbuat baik guna memperoleh sa’adatuddaraini (Kebahagiaan dunia akhirat).
i. Nahi Munkar, yaitu melarang manusia dari perbuatan jahat agar
terhindar dari malapetaka yang akan datang.27
E. Sekilas Tentang Da’i
1. Pengertian Da’i
Da’i secara etimologis berasal dari Bahasa Arab, bentuk isim fa’il (kata menunjukkan pelaku) dari asal kata dakwah artinya orang yang
melakukan dakwah. Secara terminologis da’i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf (aqil baligh) dengan kewajiban dakwa. Jadi dai
merupakan orang yang melakukan dakwah, atau dapat diartikan sebagai
orang yang menyampaikan pesan dakwah kepada orang lain (mad’u).28
Setiap muslim yang hendak menyampaikan dakwah, khususnya da’i hendaknya memiliki kepribadian yang bersifat rohaniah (psikologis) atau
kepribadian yang bersifat jasmaniah (fisik).29
Da’i di sini bukanlah sekedar seorang Khatib yang berbicara dan
memengaruhi manusia dengan nasihatnya, suaranya, serta kisah-kisah
yang diucapkannya. Bukan itu saja, seorang da’i haruslah mengerti hakikat
27
Barmawy Umar, Azas-azas Ilmu Dakwah, (Solo: CV. Ramadhani, 1987). Cet. Ke-2. h.57-58
28
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah ...., h. 261
29
(33)
Islam, dan dia tahu apa yang sedang berkembang dalam kehidupan
sekitarnya serta semua problema yang ada.30
a. Kriteria Seorang Da’i
Apabila seseorang ingin menjadi da’i maka ia harus memiliki kriteria sebagai berikut :
1) Memiliki kualifikasi akademi tentang Islam.
2) Memiliki monsistensi antara amal dan ilmu.
3) Santun dan lapang dada.
4) Pemberi.
5) Tidak mengharapkan pemberian orang lain.
6) Qana’ah dan kaya hati. 7) Mampu berkomunikasi.
8) Memiliki ilmu Bantu yang relevan.
9) Memiliki rasa percaya diri dan rendah hati.
10)Tidak kikir ilmu.
11)Anggun.
12)Selera tinggi.
13)Sabar.
14)Memiliki nilai lebih, seperti wara’ dan keterampilan31.
Para da’i dan da’iyah memiliki peranan yang sangat penting
dalam setiap perkembangan dakwah. Menjadi seorang da’i tidaklah mudah. Da’i harus memiliki bekal dan persiapan. Memahami secara
mendalam ilmu, makna-makna serta hokum-hukumnya terkandung
30
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah…, h. 263. 31
Dr. Akhmad Mubarrok, MA, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pusaka Firdaus, 1999), cet. Ke-2, h. 153
(34)
dalam Al-Qur’an dan As-sunnah. Bentuk pemahaman ini adalah
pertama, paham terhadap aqidah Islam dengan baik dan benar,
berpegang teguh pada dalil Al-Qur’an, As-sunnah dan Ijma’ Ulama
Ahlussunnah wa Jam’ah. Kedua, pemahaman terhadap tujuan hidup dan posisinya di antara manusia. Ketiga, pemahaman terhadap
ketergantungan hidup untuk akhirat dengan tidak menunggalkan
urusan dunia.32
b. Tugas Seorang Da’i
Tugas da’i adalah tugas para rasul. Para rasul merupakan panutan
seluruh da’i.33 Di antara panutan yang paling utama adalah Nabi Muhammad s.a.w. sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Ahzab:
45-46 yang artinya sebagai berikut:
Artinya: “Hai Nabi sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru lepada Agama Allah dengan izan-Nya dan
untuk jadi cahaya dan menerangi.” (al-Ahzab: 45-46).
Dari Surat di atas bisa diambil kesimpulan bahwasanya tugas
seorang da’i adalah sebagai pemberi pengetahuan tentang ke Islaman yaitu jalan Allah yang lurus kepada orang-orang yang belum
mengetahui tentang pengetahuan tersebut. Lebih jelasnya Allah
menerangkan lebih lanjut tentang tugas seorang da’i dalam firmannya
dalam surat al-Hajj ayat 67 yang artinya :
32
Dr. Akhmad Mubarrok, MA, Psikologi Dakwah…, h. 153
33 Sai’d al-Qahtani,
(35)
….
Artinya: “Dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesunggguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.” (QS. Al -Hajj: 67).
Dengan tambahan ayat di atas jelaslah bahwasanya tugas sorang
da’i adalah sebagai penyeru, sebagai pembawa kabar tentang agama
Allah, mengajarkan kepada kebaikan dan menjauhi keburukan. Amar
Ma’ruf Nahi Munkar.
Artinya: ”Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab berima, tentulah itu lebih baik bagi mereka: di antara mereka yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(QS. Ali Imran:110).
c. Senjata dan Strategi Da’i
Seorang da’i memerlukan senjata dan strategi berdakwah yang
jitu, yang di antaranya adalah:
1) Pemahaman yang mendalam yang didasarkan pada ilmu yang
dimiliki sebelum melakukan tugas dakwah. Pemahaman tersebut
juga harus didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits.
2) Beriman kepada Allah secara mendalam yang dapat membawa
pengaruh, cinta-Nya, takut dan berharap kepada Allah serta
mengikuti jejak langkah Rasulullah s.a.w. dalam segala hal.
(36)
s.w.t. di dalam segala hal, selalu bergantung kepada-Nya, selalu
bertawakkal, memohon pertolongan, ikhlas kepada-Nya serta selalu
Jujur dalam segala percatan dan perbuatan.34
F. Kehidupan Pemulung dan Anak Jalanan
1. Pemulung
Pemulung adalah pemungut sampah (barang bekas, sisa) yang
bekerja mandiri tanpa anak buah serta menjualnya kepada penampung.
Modal mereka biasanya didapat dari penampung tetapi banyak di antara
mereka yang bekerja tanpa modal. Biasanya pemulung tinggal dimana
saja, atau di tempat penampung, dan mereka memuat sampahnya ke dalam
keranjang yang digendong di dalam gerobak dan didorong sendiri.35
Jika berbicara tentang pemulung maka lekat sekali dengan
penampung karena penampung adalah orang yang menampung semua
hasil sampah pemulung yang dapat bekerja sendiri atau dibantu oleh istri,
suami anak atau pembantu. Penampung mempunyai modal, bertempat
tinggal tetap dan mempunyai kendaraan motor, truk atau jip. Kata lain
yang populer di Jakarta untuk penampung ini adalah “lapak” dan orang
seperti itu dipanggil akrab oleh anak buahnya dengan kata “boss”36.
Penampung kecil biasanyanya mengkoordinir beberapa pemulung
dan menyerahkan hasil barang bekas perolehannya pada penampung besar.
Sedangkan penampung besar biasanya memiliki tanah yang luas serta
34 Sai’d al-Qahtani, Menjadi Da’
i yang Sukses, …., h.86-87 35
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya di Jakarta Timur, (Jakarta: Universitas Tarumanegara, 1990), h. 2
36
(37)
mengkoordinir pemulung dan penampung kecil dan menyerahkan
barangnya ke agen atau langsung ke pabrik.37
a. Area Pemukiman Pemulung
Areal pemukiman pemulung umumnya disediakan oleh para
penampung dengan cara kontrak atau tanah milik penampung
pribadi.38 Namun demikian, secara rinci tipe pemukiman pemulung
dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
1) Pemukiman terbuka, pemukiman tanpa lindungan tertutup atau
shelter seperti di emper toko, kolong jembatan, dan fasilitas umum
lainnya39.
2) Pemukiman tertutup, pemukiman dengan lindungan tertutup atau
shelter, yang masih terdiri dari dua macam, yaitu: 1) pemukiman di
lokasi sampa, dalam gubuk seng atau kardus bekas, dan 2)
pemukiman di lokasi penampung, dalam tempat bersama yang liar
di pinggir sungai, di bawah jembatan, di sepanjang rel kereta api,
tempat adanya air dan penerangan40.
b. Ruang Gerak Kerja Pemulung
Ruang gerak kerja pemulung biasanya tergantung pada daerah
operasi mereka yang pada akhirnya juga tergantung dari permintaan
pemulung tempat pasaran dan situasi kegiatan ekonomi yang paling
menentukan.41
37
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya ..., h. 2
38
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya ..., h. 2
39
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya ..., h. 9
40
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya ..., h. 9
41
(38)
Misalnya, stock kertas bekas di luar bulan-bulan perbelanjaan
ramai seperti tahun baru atau lebaran sedang berkurang sehingga
import diaktifkan, maka penampung merasa harga jual terlampau
rendah dan otomatis mereka berpindah kejenis barang lainnya untuk
sementara waktu.42
2. Anak Jalanan
Mereka yang disebut anak jalanan sejati adalah anak yang
menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan untuk bekerja dan
bersosialisasi dengan orang lain, usia mereka bervariasi.43
Survei yang dilakukan oleh Sanusi tahun 1995 di DKI Jakarta dan
Surabaya terhadap 300 responden, mengungungkapkan bahwa 2.3% atau
sebgian kecil dari mereka berusia di bawah 6 tahun dan lebih dari 70%
berusia 6-15 tahun. Sebanyak 19%-24% berusia 16-18 tahun.44
Anak jalanan seringkali diasosiasikan dengan anak jalanan laki-laki.
Informasi mengenai anak jalanan perempuan masih sangat minim di
Indonesia. Survei berskala kecil dengan responden sebanyak 300 anak atau
kurang, mengungkapkan bahwa 90% dari anak jalanan adalah laki-laki.
Dalam kebanyakan kasus, anak jalanan dipersepsikan berkaitan dengan
industri seks komersial anak-anak.45
Pendapat umum mengemukakan bahwa anak jalanan dipersepsikan
sebagai pembuat masalah atau anak nakal. Orang yang tinggal di
42
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya di Jakarta Timur, Op. cit h. 9
43
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia: Analaisis Situasi, (Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya Jakarta, Departemen Sosial, UNICEF, 1999), h. 100
44
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …, h. 100
45
(39)
komunitas pinggiran seringkali harus melakukan perilaku yang tidak dapat
diterima masyarakat untuk mengisi perut dan hiduo sebagai manusia.
Perilaku mereka dapat dikatakan sebagai konsekuensi logis dan stigma
sosila dan pengucilan yang mereka alami.46
Persepsi orang mengenai anak jalanan ini sebenarnya berhubungan
dengan bagaimana masyarakat memerlakukan mereka (menolak dan
merendahkan), dan situasi ini memaksa mereka untuk berperilaku sesuai
dengan persepsi masyarakat terhadap mereka.47
a. Faktor Penyebab
Banyak yang berpendapat bahwa kemiskinan adalah faktor utama
yang menyebabkan anak untuk bekerja dan hidup di jalanan. Namun
kemiskinan bukanlah faktor utama anak-anak hidup dan mencari
nafkah di jalanan. Faktor-faktor lain adalah sebagai berikut:
1) Faktor sosio-ekonomik makro, kegagalan kebijakan ekonomi
makro dalam menempatkan kebutuhan keluarga dan anak-anak
sebagai prioritas. Ditinggalkannya sektor pertanian berskla kecil,
pemilihan industri dan kebun di area pinggiran, secara umum tidak
memerhitungkan mengenai keluarga dan anak-anak sebagai subjek
pembangunan nasional.48
2) Berkurangnya modal sosial dalam masyarakat, pentingnya modal
sosial sebagai indikator ekonomi keluarga terkadang tidak digubris
46
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …,h. 102
47
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …,h. 102
48
(40)
oleh orang tua khususnya ayah. Dan ini menyebabkan anak harus
rela hidup di jalan untuk mencari nafkah.49
3) Kejadian traumatik, sejumlah anak jalanan berasal dari keluarga yang mengalami trauma akibat bencana.50
4) Sektor ekonomi informal di daerah perkotaan, sektor informal di perkotaan merupakan magnet kuat yang menarik anak-anak miskin untuk membantu keuarga mencari nafkah.51
5) Keberadaan subkultur jalanan, bagi anak-anak yang ditinggalkan orang tua atau melarikan diri dari keluarga, komunitas jalanan menyediakan subkultur alternatif bagi mereka sendiri. Dalam subkultur ini, seorang anak dapat menjadituan atas dirinya sendiri. Mereka mempunyai kelompok kecil tersendiri yang tidak terlalu terikat, dengan budaya yang memadukan kebebasan dan kesetiaan.52
G. Yayasan
1. Pengertian Yayasan
Dalam edisi khusus ensiklopedi Indonesia dikatakan bahwa yayasan
itu adalah badan hukum, yang artinya mempunyai akte atau surat wasiat
untuk tujuan tertentu dan dijalankan oleh pengurus atau pimpinan yayasan.
Yayasan juga bukanlah lembaga yang sengaja didirikan untuk mencari
keuntungan.53
49
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …,h. 105
50
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …, h. 110 51
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …,h. 111
52
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …,, h. 112
53
Hasan Sadhaly, Yayasan Ensiklopedi Indonesia Edisi Khusus, (Jakarta: PT. Ikhtiar Bara-Van hoeve), Jilid 7, h. 3978
(41)
Yayasan juga bisa diartikan sebagai badan hukum yang didirikan
dengan maksud mengusahakan sesuatu seperti sekolah dan sebagainya,
dan mempunyai modal atau anggaran.54 Yayasan juga bisa di maknai
sebagai badan atau lembaga yang didirikan oleh orang-orang yang
memang mempunyai tujuan bersama, mempunyai tugas dan tanggung
jawab dan jauh dari mencari keuntungan tetapi harus mempunyai modal
demi kelangsungan berdirinya lembaga tersebut.
Menurut R. Ali Ridho dalam bukunya yaitu “Badan Hukum dan
Kedudukan Badan Perseroan, Yayasan wakaf” : yayasan adalah suatu badan hukum yang dilahirkan oleh pernyataan sepihak. Pernyataan itu
harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tertentu dengan
menunjukkan bagaimana kekayaan itu diurus dan digunakan55.
Jadi dapat diambil benang merah bahwasanya yayasan mempunyai
beberapa kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Yayasan merupakan badan hukum. Artinya yayasan secara hukum
dianggap bisa melakukan tindakan-tindakan yang sah dan mempunyai
akibat hukum walaupun nanti secara nyata yang bertindak adalah
organ-organ yayasan, baik pembina, pengawas maupun pengurusnya.
b. Yayasan memiliki kekayaan yang dipisahkan. Artinya, yayasan
mempunyai aset, baik bergerak maupun tidak, yang pada awalnya
diperoleh dari modal atau kekayaan yang telah dipisahkan. Maka,
54
W.J.S. Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), h. 1154
55
R. Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Perseroan, (Yayasan wakaf, Bandung: Alumni 2001, h. 107
(42)
yayasan secara hukum memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dan
mandiri.
c. Yayasan mempunyai tujuan tertentu yang merupakan pelaksanaan
nilai-nilai , baik keagamaan, sosial, maupun kemanusiaan. Dari hal ini
diketahui bahwa yayasan sejak awal didesain sebagai organisasi
nirlaba yang tidak bersifat untuk mencapai keuntungan (profit
oriented) sebagaimana badan usaha, seperti perseroan terbatas, CV,
Firma dan lain-lain.Pemisahan harta kekayaan tersebut sebenarnya
bertujuan mencegah jangan sampai kekayaan awal yayasan masih
merupakan bagian dari harta pribadi atau harta bersama pendiri. Jika
tidak demikian nantinya harta tersebut masih tetap sebagai kekayaan
milik pendiri yayasan.
d. Yayasan tidak mempunyai anggota. Maksudnya, yayasan tidak
mempunyai semacam pemegang saham sebagaimana perseroan
terbatas atau sekutu-sekutu dalam CV atau anggota-anggota dalam
badan usaha lainnya. Namun, yayasan tentu saja digerakkan oleh
organ-organ yayasan, baik pembina, pengawas dan terlebih lagi peran
utama pengorganisasian yayasan berada di tangan pengurus dengan
pelaksana hariannya.
2. Hubungan Yayasan dan Dakwah
Jika kita menelaah antara hubungan yayasan dengan dakwah bisa
disimpulkan bahwasanya yayasan adalah wadah atau saluran untuk
(43)
mendukung maka dakwah dapat terorganisir dengan baik. Namun harus
diingat dakwah seperti halnya yayasan adalah untuk kepentingan bukan
untuk mencari keuntungan.
Seperti halnya yayasan MAI (Media Amal Islami) yang didirikan
untuk mengentaskan problem kaum bawah seperti halnya pemulung dan
anak jalanan. Di sini bisa dilihat bahwasanya yayasan ini bukan mencari
keuntungan untuk mencari uang dari pembinaan komunitas pemulung dan
anak jalanan namun lebih dari itu adalah sebagai pembimbing mereka
dalam mengentaskan kesulitan mereka dengan pencerahan dakwah Islam.
Dan hal tersebut bukanlah mencari keuntungan tetapi lebih kepada
kepentingan untuk menyosialisasikan dakwah Islam.
3. Tujuan Dan Kegiatan Usaha Yayasan
Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi
dan dilihatdari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial.
Dari sejak awal, sebuah yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial
atau untuk mencari keuntungan, akan tetapi tujuannya tidak lebih dari
membantu atau meningkatkan kesejahteraan hiduporang lain.Keberadaan
yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yangmenginginkan
adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala
keinginan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, itu diwujudkan di dalam
(44)
Keberadaan Yayasan sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, menimbulkan berbagai kontroversi sebab yayasan yang pada
dasarnya bertujuan untuk kepentinganmasyarakat, seringkali justru
dijadikan wadah melakukan perbuatan melanggarhukum. Yayasan yang
demikian, umumnya telah menyimpang dari maksud dantujuan yang telah
ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya. Usaha yang semuladifokuskan pada
usaha yang bersifat sosial dan kemanusiaan itu dibelokkan arahnya
sehingga kepentingan individulah yang diprioritaskan. Selain itu, beberapa
yayasan melakukan usaha layaknya badan usaha yang bertujuan mengejar
keuntungan.Dengan mengejar keuntungan, Yayasan itu umumnya tidak
segan untuk melakukan tindakan melawan hukum dan bertentangan
dengan kepentingan umum.
Dengan bergesernya fungsi yayasan menjadi suatu badan usaha
mengakibatkan tujuan aslinya menjadi kabur, salah arah, dan hampir – hampir tidak terkendali. Tampak disini yayasan digunakan untuk
menjalankan usaha bisnis dan komersial dengan segala aspek
manifestasinya.
Dengan ketiadaan peraturan yang jelas ini, maka semakin
berkembang dan bertumbuhanlah yayasan – yayasan di Indonesia dengan cepat, pertumbuhan mana tidak diimbangi dengan pertumbuhan peraturan
dan pranata yang memadai bagi yayasan itu sendiri, sehingga masing – masing pihak yang berkepentingan\ menafsirkan pengertian yayasan
(45)
Dalam rangka menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar
yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan
prinsip keterbukaan dan akutabilitas kepada masyarakat, maka pada
tanggal 6 Agustus 2001 disahkan Undang – Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 yang mulai berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2002 dan diubah
dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004, yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dan berlaku sejak tanggal 6 Oktober 200556.
Pengundangan Undang – Undang Yayasan ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman
yang benar kepada masyarakat mengenai yayasan, sehingga dapat
mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka
mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Tujuan dari Undang – Undang ini, memberikan pemisahan antara peran yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini
yayasan sebagai pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut
karena adanya penyertaan modal maksimal 25% dari kekayaan yayasan,
agar tidak terjadi benturan kepentingan dan tumpang tindih kepentingan,
terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada larangan terhadap organ
yayasan.
Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan jelas menegaskan bahwa Yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan.
56
L.Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif Atau Komersial, (CV. Novindo Pustaka Mandiri), Jakarta,2001, h. 8
(46)
Pada pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha
ataupun mendirikan suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 tahun 2001 menyebutkan :
” Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian
maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut
serta dalam suatu badan usaha.”
Pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ketentuan pada Pasal (3) ini tidak diubah tetapi penjelasan pasal ini mempertegas bahwa
yayasan tidak dapat digunakan sebagai wadah usaha. Dengan perkataan
lain yayasan tidak dapat langsung melakukan kegiatan usaha, tetapi harus
melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain
dimana yayasan mengikut sertakan kekayaannya.
Pada Pasal 7 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan bahwa :
” Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.”
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa yayasan harus bertujuan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, dimana yayasan boleh melakukan kegiatan
usaha
asalkan laba yang diperoleh dari hasil usaha tersebut dipergunakan dan
diperuntukkan untuk tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang
memperoleh laba ini diperlukan agar yayasan tidak tergantung selamanya pada
(47)
Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 200 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :
”Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang –
undangan yang berlaku.”
Dalam penjelasan Pasal 8 (delapan) ini, dijelaskan bahwa cakupan
kegiatan usaha yayasan menyangkut Hak Azasi Manusia, kesenian, olahraga,
perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu
pengetahuan. Dari penjelasan itu, kita dapat menyatakan bahwa tujuan dari
sebuah yayasan adalah meningkatkan derajat hidup orang banyak atau
mensejahterakan masyarakat. Mengentaskan kemiskinan, memajukan
kesehatan, dan memajukan pendidikan merupakan kegiatan usaha yang harus
menjadi prioritas bagi yayasan.
Semua tujuan yayasan diharapkan berakhir pada aspek kepentingan
umum/kemanfaatan publik sebagaimana maksud dan tujuan yayasan yang
seharusnya.
Sebagai perbandingan di Inggris difinisi dari tujuan sosial, keagamaan dan
kemanusiaan ini, sering kali dikaitkan dengan pengertian charity atau sosial.
Di Inggris dalam Charitable Uses Acts of 1601 mengemukakan ada 4
klasifikasi dari Charity yaitu mengatasi kemiskinan (The Relief Of Poverty),
memajukan pendidikan (The Advancement of Education), memajukan agama
(The Advancement Of religion), dan tujuan – tujuan lain untuk kepentingan umum (And Other Purpose of Beneficial to The Community).
(48)
Pada klasifikasi diatas mencakup aspek kepentingan umum atau
kemanfaatan bagi publik umumnya. Jadi, suatu sumbangan atau kegiatan
bersifat charitable ( sosial ) dan kemanusiaan bila ia bermanfaat untuk
masyarakat pada umumnya.
Yayasan tujuannya bersifar sosial, keagamaan dan kemanusiaan,namun
Undang – Undang tidak melarang yayasan untuk menjalankan kegiatan usaha.namun tidak semata – mata untuk mencari laba, seperti yayasan yang mengusahakan poliklinik atau rumah sakit. Undang – Undang menghendaki rumah sakit atau poliklinik berbentuk yayasan, namun jika dilihat dari
kegiatan usahanya, rumah sakit atau poliklinik ditujukan juga untuk mencari
laba, namun tujuan yayasan itu bersifat sosial dan kemanusiaan. Jadi disini
rumah sakit tidak dapat dikatagorikan untuk mencari keuntungan tetapi
bertujuan untuk sesuatu yang idiil atau filantropis atau amal walaupun tidak
mustahil yayasan itu mendapat keuntungan.
Yayasan sebagai philantropis adalah suatu kegiatan yang diminati menuju
kesejahteraan masyarakat. Arti dari philantropis itu adalah kedermawanan
sosial,
yang dijalankan dalam kerangka kesadaran dan kesepakatan perusahaan dalam
menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. Contoh lain dalam
pencapaian nilai philantropis pada yayasan adalah melalui yayasan yang
dirikan oleh perusahaan atau group perusahaan. untuk pencapaian program
Corporate Social Responcibility (CSR). Perusahaanlah yang menyediakan
modal awal, dana rutin atau dana abadi pada yayasan yang didirikannya.
(49)
untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial.
Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang – undang Nomor 16 Tahun 2001, diterangkan bahwa kegiatan usaha yayasan penting dilakukan dalam rangka
tercapainya maksud dan tujuan yayasan. Agar yayasan bisa melakukan
kegiatan usaha, yayasan memerlukan wadah atau sarana. Untuk itu, yayasan
diperbolehkan mendirikan badan usaha supaya bisa melaksanakan kegiatan
usahanya. Bahwa ketika mendirikan badan usaha, yayasan harus
mengutamakan pendirian badan usaha yang memenuhi hajat hidup orang
banyak, misalnya badan usaha yang bergerak dibidang penanganan Hak Azasi
Manusia, kesenian, olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan
hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan dapat kita lihat bahwa disini bidang – bidang usaha tersebut selalu berorientasi pada kepentingan publik. Di samping
itu, dalam mendirikan badan usaha tersebut organ yayasan perlu
mempertimbangkan beberapa hal berikut yaitu : badan usaha tersebut tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum, badan usaha tidak melanggar
kesusilaan, badan usaha itu tidak melanggar aturan dan ketentuan yang
berlaku pada Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001.
3. Tata Cara Pendirian Yayasan Dan Penyesuaian Anggaran Dasar
Sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004, belum ada keseragaman tentang cara
mendirikan yayasan. Pendirian yayasan hanya didasarkan pada kebiasaan
(50)
mengatur tentang cara mendirikan yayasan.
Di dalam hukum perdata, pembentukan yayasan terjadi dengan surat
pengakuan (akta) diantara para pendirinya, atau dengan surat hibah/wasiat
yang dibuat dihadapan notaris. Dalam surat – surat itu ditentukan maksud dan tujuan, nama, susunan dan badan pengurus, juga adanya kekayaan yang
mewujudkan yayasan tersebut.
Sehingga Pendirian suatu yayasan di dalam hukum perdata disyaratkan
dalam dua aspek yaitu:
a. Aspek material
i. harus ada suatu pemisahan kekayaan
ii. suatu tujuan yang jelas
iii. ada organisasi ( nama,susunan dan badan pengurus )
b. aspek formal, pendirian yayasan dengan akta otentik57.
4. Fungsi Yayasan
Dari Penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwasanya fungsi yayasan
tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuan tersebut untuk
agama, kegiatan sosial ataukah untuk pendidikan dan sebagainya. Oleh
karena itu tidak dibenarkan untuk segenap pengelola yayasan yang
menyimpang dari fungsi awal yayasan didirikan.
57
http://ansharus.blog.ca/2011/03/27/tujuan-dan-kegiatan-yayasan-10897247/, Tujuan dan Kegiatan Yayasan, (Diakses pada 13 Januari 2014)
(51)
40
PROFIL YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI (MAI), PROGRAM TEBAR DA’I DAN KOMUNITAS PEMULUNG DAN ANAK JALANAN
LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN
A. Mengenal Lebih Dekat Media Amal Islami (MAI)
Yayasan Media Amal Islami (MAI) adalah Yayasan Independen non
partisan yang didirikan oleh seorang pejuang dakwah H. Aslih Ridwan, MA
sejak tahun 1999. SK Menteri Hukum dan HAM RI No. 09.12430.250/078.6
yang bergerak di bidang dakwah, sosial, pendidikan, dan ekonomi.1
Aktifitas Ketua Umum MAI, H. Aslih Ridwan, MA. adalah pengisi
acara “Nasi Ulam” (Nasihat Ulama) di Bens Radio, ketua GPMI (Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia), dan sebagai Account Executive Majalah
Aulia.2
B. Visi dan Misi Yayasan MAI
Sebagai sebuah lembaga pada umumnya maka yayasan MAI ini
mempunya visi dan misi sebagai berikut :
1. Visi Yayasan MAI
Menjadikan sebuah lembaga dambaan umat yang unggul dalam
menetaskan kaum dhuafa menjadi kaum mandiri dan berakhlak shaleh3.
2. Misi Yayasan MAI
a. Melaksanakan dakwah bil lisan dan bil hal kepada masyarakat dhua’fa b. Meringankan beban kaum dhua’fa
1
Company Profile Yayasan MAI, tanggal 07 Oktober 2013
2
Company Profile Yayasan MAI, tanggal 07 Oktober 2013
3
(52)
c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dan pelatihan bagi kaum
dhua’fa
d. Mengembangkan manajemen ilmu pengetahuan sehingga tercipta
kesejahteraan umat
e. Mengajak kaum yang berkemampuan untuk aktifdan peduli terhadap
kaum dhua’fa
f. Mendorong dan memfasilitasi para kader yang terlibat aktif untuk
menjadi pengajar dan pembina dengan memberikan ruang dan
kesempatan yang besar untuk mengembangkan diri, meningkatkan
keilmuan dan kesejahteraannya.4
C. Aspek Legal Yayasan MAI
Seperti Yayasan resmi pada umumnya MAI mempunyai aspek kelegalan
yayasan mereka, aspeknya sebagai berikut
1. Akte Pendirian
No. Akte : 01
Tanggal Akte : 19 Juni 2007
Notaris : Ny. Ratna Wijayanti, SH.
2. SK Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor : C-3225.HT.01.02TH.2007
Tanggal : 01 Oktober 2007
3. Surat Tanda Daftar Yayasan
Nomor : 08.31.74.06.1001-1321
Tanggal : 16 Desember 2008
4
(53)
4. Surat Izin Dinas Sosial Jakarta selatan
Nomor : 09.12430.250/078.6
Tanggal : 27 April 2009
5. Surat Keterangan Domisili
Nomor : 4343/1.824.1/08
Tanggal : 02 Desember 2008
6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor : 02.143.782.7-016.000
Tanggal : 12 Juli 2007
D. Program Dakwah Yayasan MAI
Dalam melakukan kegiatan dakwahnya, yayasan MAI mempunyai dua
program dakwah yaitu dakwah bil hal dan bil lisan, kualifikasinya sebagai
berikut :
1. Program Dakwah Bil Hal
a. Program asrama yatim dan dhua’fa MAI Lebak Bulus Jakarta b. Program pendidikan untuk anak yatim dan dhua’fa berupa :
1) PKBM di Lebak Bulus Jakarta
2) Madrasah Diniyah : di Lebak Bulus Jakarta dan Desa Pedurenan
Gunung Sindur
3) PAUD : di desa Curug Parung dan desa Pedurenan Gunung Sindur.
c. Program Layanan Sosial dan Kesehatan untuk dhua’fa d. Program pembangunan sarana ibadah dan Dakwah :
1) Pembangunan asrama yatim dan dhua’ffa Lebak Bulus Jakarta (tahap akhir)
(1)
menysupinya dengan humor, kuis dan games ceria. Dan juga setiap tahun kita mengadakan menasik haji sekaligus jalan-jalan ke tempat rekreasi seperti kota tua supaya banyak yang tertarik.
T: Apa materi yang disampaikan da’i dalam program tebar da’i?
J: Bagi seoarang jadi materinya seperti tauhid untuk memperbaiki keimanan mereka, syariah dan hukum untuk memperbaiki ibadah mereka, al-qura’an supaya mereka bisa mengaji dan yang terpenting ilmu akhlak supaya mereka tertata dalam pergaulannya.
T: Apa kesulitan yang dihadapi dalam program tebar da’i?
J: Jadi kesulitannya masalah komunikasi antar da’i dan pengurus ketika dilapangan dan meyakinkan mereka yaitu pemulung dan anak jalanan untuk terus istiqomah dalam kegiatan ini. Karena banyak kaum yang memang terus berusaha memurtadkan mereka dengan berbagai cara
T: Apa harapan yang ingin dicapai dalam program tebar da’i?
J: Harapannya sih semoga program ini terus istiqomah dijalannya, dengan terus membina kaum bawah .
Responden
Ustadz M. Nur
(2)
SUSUNAN WAWANCARA DENGAN SAUDARI LINA (ANAK
PEMULUNG) SELAKU SANTRI YANG DIASUH OLEH YAYASAN MAI
DALAM PROGRAM TEBAR DAI
1. Sudah berapa lama dian diasuh oleh yayasan MAI?
2. Pengetahuan apa saja yang diberikan da’i dalam program tebar da’i?
3. Bagaimana da’i dalam memberikan pengetahuan agama kepada para santri? 4. Kakak dengar disini da’i nya ketika mengajar ada games ceria seperti apa
gamesnya?
5. Bagaimana perbedaan suasana belajar ketika berada di lapak dengan suasana belajar di asrama?
6. Kapan saja waktu da’i memberikan pengajaran kepada para santri 7. Bagaimana kesan kalian sejak diberikan pengajaran oleh para da’i?
(3)
HASIL WAWANCARA DENGAN SAUDARI LINA
T: Sudah berapa lama dian diasuh oleh yayasan MAI? J: Sudah satu tahun lebih
T: Pengetahuan apa saja yang diberikan da’i dalam program tebar da’i? J: Fiqih, Bahasa Arab, Akidah Akhlak, Al-Qur’an, Shalat dll.
T: Bagaimana da’i dalam memberikan pengetahuan agama kepada para santri? J: Baik, kadang kalau lagi becanda-becanda waktunya serius, serius.
T: Kakak dengar disini da’i nya ketika mengajar ada games ceria seperti apa gamesnya?
J: Gamesnya kaya tebak-tebakan, dan sambung surat gitu kak, misalnya ketika games tebak-tebakan da’i memberikan pertanyaan rebutan kepada kita. Kalau sambung surat da’i menyebutkan potongan surat terus kita yang meneruskan
T: Bagaimana perbedaan suasana belajar ketika berada di lapak dengan suasana belajar di asrama?
J: Lebih nyaman klo disini soalnya lebih fokus aja, dan tidak ada gangguan
T: Kapan saja waktu da’i memberikan pengajaran kepada para santri? J: dari jam 9 sampai jam 12 siang dan dilanjutkan TPA di sore hari
T: Bagaimana kesan kalian sejak diberikan pengajaran oleh para da’i?
J: Menyenangkan kak, dari tadinya kita gak bisa sama sekali baca Al-Qur’an jadi bisa sholat kita juga udah mulai rajin dan bermanfaat banget buat kita disini jadi tau tentang agama
Responden
(4)
DOKUMENTASI
1. Asrama Yayasan MAI yang diperuntukkan untuk pemulung dan anak jalann
(5)
3. Ruangan Dapur Asrama Yayasan MAI
(6)
5. Ruangan yang dipakai da’i dalam program tebar da’i
6. Proses Pembinaan terhadap pemulung dan juga anak jalanan