Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (Ymai) Lebak Bulus Jakarta Selatan

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

FINTI FATIMAH NUR SAIDAH NIM. 109051000201

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M


(2)

ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANAK PEMULUNG DENGAN

PEMBIMBING DALAM UPAYA PEMBINAAN KEAGAMAAN

DI YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI (YMAI)

LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

FINTI FATIMAH NUR SAIDAH NIM. 109051000201

Pembimbing :

WATI NILAMSARI M.SI NIP. 197105201999032002

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M


(3)

(4)

LEMBAR PERYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan telah dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudia hari terbukti bahwa karya ini bukan asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerim|

Jakarta, 15 Januari 2014

FINTI FATIMAH NUR SAIDAH NIM. 109051000201


(5)

i Jakarta Selatan

Sebagai seorang anak dari pemulung anak-anak pemulung yang lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga pemulung seolah-olah harus mengurungkan impian memiliki masa depan yang cerah. Mereka tumbuh besar di lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa yang kerap memberikan contoh kurang baik, di masa pertumbuhannya anak pemulung seringkali mencontoh perilaku-prilaku tersebut. Anak-anak pemulung kerap berbicara kasar, terkadang bertengkar, mereka bahkan tidak mengenal agama mereka dengan baik karena keterbatasan pendidikan keagamaan di lingkungan mereka.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk pembinaan keagamaan yang dilakukan pembimbing kepada anak-anak pemulung di Yayasan Media Amal Islami dan juga untuk mengetahui bagaimana bentuk pola komunikasi yang terjadi antara pembimbing dengan anak-anak pemulung dalam proses pembinaan keagamaan di Yayasan Media Amal Islami

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik obsevasi, wawancara dan juga dokumentasi. Kemudian data yang telah di peroleh di analisa dan di jelaskan menggunakan metode deskriptif. Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pola komunikasi yang digagas oleh Onong Uchjana Efendi yang menjelaskan bahwa terdapat empat jenis pola komunikasi, yakni pola komunikasi pribadi yang terdiri dari komunikasi intrapribadi dan antarpribadi, pola komunikasi kelompok, pola komunikasi massa dan pola komunikasi bermedio.

Hasil penleitian menunjukan proses pembinaan di Yayasan Media Amal Islami dilakukan dalam bentuk Taman Pendidikan Al-Qur’an, sedangkan pola yang diterapkan dalam pembinaan keagamaan di Yayasan Media Amal Islami adalah pola komunikasi antarpribadi dan pola komunikasi kelompok. Pembimbing dalam melakukan proses pembinaan keagamaan menggunakan kedua pola tersebut secara bergantian dan saling mendukung antara pola komunikasi antarpribadi dan pola komunikasi kelompok. Dengan menggunakan kedua pola tersebut pembimbing dapat berinteraksi secara langsung (face to face) dengan anak-anak pemulung. Kedua pola komunikasi yang diterapkan dalam proses pembinaan memiliki tiga kesamaan sifat yaitu : mengunakan bahasa verbal (baik lisan maupun tulisan), menggunakan bahasa non-verbal sebagai bentuk penggambaran secara utuh terhadap pemberian suatu materi dan juga pola komunikasi yang digunakan selalu dilakukan secara tatap muka (face to face).


(6)

ii

KATA PENGANTAR





Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih sayang-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (YMAI) Lebak Bulus Jakarta Selatan”. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada utusan Allah SWT Sayyidina Muhammad SAW.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari jasa, bantuan, do’a dan dorongan semua pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Dr.Suparto, M.Ed selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam beserta Umi Musyarofah selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Noor Berkti Negoro, M.Si selaku Dosen Penasihat Akademik Kelas F Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Segenap Dosen-dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuanya kepada peneliti.

5. Wati Nilamsari M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terimakasih atas kesabaranya dalam membimbing peneliti.

6. Ayahku dan Ibuku tercinta, terimakasih atas doa-doa ayah dan ibu yang selalu mengalir untuk keberhasilan anakmu ini, semoga Allah berkenan mengabulkan setiap doa yang engkau panjatkan.

7. Adik-adiku tercinta A.Sulthon Choiruddin dan Putri Khofifah NS semoga kakakmu ini bisa menjadi contoh yang baik dan penyemangat untuk kalian. 8. Ust. Aslih Ridwan M.A selaku pendiri Yayasan Media Amal Islami, yang

telah mengijinkan dan mendukung peneliti melakukan penelitian di yayasan tersebut.

9. Segenap pengurus di Yayasan Media Amal Islami terutama Ust. Dzulfitri Sulaiman S.Pd yang telah banyak membantu selama peneliti melakukan penelitian di yayasan tersebut.

10.Ka Aderatna, Ka Ratnasari dan Ibu Siti Chuzaemah selaku pembimbing bagi anak-anak pemulung di Yayasan Media Amal Islami, terimakasih atas segala kesediaanya untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.


(7)

iii

terimakasih telah bersahabat bersama peneliti selama bertahun-tahun yang penuh dengan warana warni dan juga terimakasih atas perhatian dan kebaikan kalian untuk peneliti.

13.Kawan-kawan KPI-F merangkap KKN EKSIS terimakasih atas kebersamaanya selama tujuh semester.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Peneliti ucapkan trimakasih atas segala bentuk bantuanya.

Semoga segala betuk bantuan dan kebaikan yang telah diberikan dengan iklas untuk peneliti dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umunya dalam menambah wawasan Ilmu Pegetahuan.

Jakarta, Januari 2014 Finti Fatimah Nur Sidah


(8)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

1. Pembatasan Masalah ... 5

2. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

1. Pendekatan Penelitian ... 7

2. Subjek dan Objek Penelitian ... 7

E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

F. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 9

1. Teknik Pengumpulan Data ... 9

2. Analisi Data ... 11

G. Tinjauan Pustaka ... 12

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II : KERANGKA KONSEPTUAL ... 15

A. Pola Komunikasi ... 15

B. Teori Pola Komunikasi ... 16

C. Tradisi Sibernetika ... 20

D. Unsur-unsur Komunikasi ... 23

E. Pembinaan Keagamaan ... 27

1. Pengertian Pembinaan Keagamaan ... 27

2. Tujuan Pembinaan Keagamaan ... 29

F. Pemulung ... 30

1. Pengertian Pemulung ... 30

2. Kehidupan Pemulung ... 31

3. Anak-anak Pemulung ... 33

BAB III : GAMBARAN UMUM YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI (YMAI) ... 35

A. Yayasan di Indonesia ... 35

B. Perkembangan Yayasan Media Amal Islami ... 37

C. Profil Yayasan Media Amal Islami ... 39

D. VISI MISI Yayasan Media Amal Islami ... 40


(9)

v

F. Program Yayasan Media Amal Islami ... 42

G. Profil Pengajar Yayasan Media Amal Islami ... 43

H. Profil Anak-anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 44

BAB IV : ANALISA DAN TEMUAN LAPANGAN ... 46

A. Pembinaan Keagamaan Anak Pemulung Yayasan Media Amal Islami (YMAI) ... 46

B. Pola Komunikasi Yayasan Media Amal Islami (YMAI) ... 53

BAB V : PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Keterbatasan Penelitian ... 70

C. Saran ... 71


(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kerangka Subjek Penelitian ... 8

Tabel 2 : Data Entry Yayasan Untuk Tahun 2003 Sampai dengan Tahun 2012 ... 37

Tabel 3 : Profil Pembimbing Yayasan Media Amal Islami ... 44

Tabel 4 : Profil Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 45

Tabel 5 : Objek Penelitian : Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 45

Tabel 6 : Pembagian Kelas TPA Yayasan Media Amal Islami ... 47


(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami... 41

Gambar 2 : Proses Pembinaan Kelas TPA Ula ... 49

Gambar 3 : Proses Pembinaan Kelas TPA Wustho ... 50

Gambar 4 : Proses Pembinaan Kelas TPA Ula ... 51

Gambar 5 : Proses Komunikasi Antar Pribadi ... 58


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jakarta sebagai ibukota Indonesia merupakan kota yang menjadi pusat perdagangan, pusat ekonomi, pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat sosial dan bahkan sebagian besar perputaran uang berpusat di Jakarta. Ini menjadi daya tarik masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi1 ke Jakarta. Banyak dari mereka melakukan urbanisasi ke Jakarta dengan motif dorongan ekonomi, mereka beranggapan setelah mereka sampai di Jakarta mereka akan mendapatkan pekerjaan dan tentunya pendapatan yang lebih besar dari pekerjaan mereka di desa, tidak banyak dari mereka setelah berpindah dari desa ke kota mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan pendapatan yang lebih besar, begitupun sebaliknya tidak sedikit dari mereka setelah berpindah ke kota malah tidak mendapatkan hasil seperti yang mereka inginkan, kebanyakan mereka ini pergi ke Jakarta dengan modal nekad mereka mencari pekerjaan di kota tanpa berbekal keterampilan, keahlian serta tingkat pendidikan yang relatif rendah, setelah mereka sampai di Jakarta mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, mencari pekerjaan kesana-kemari tidak ada hasil yang mereka dapatkan.

Munculah berbagai macam pemasalahan di kota Jakarta. Sekian banyak tempat lapangan pekerjaan, ternyata belum cukup untuk mengurangi jumlah pengangguran. Disamping itu jumlah penduduk Jakarta hampir di

1

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Sumber : http://kbbi.web.id/urbanisasi, tanggal akses : 17.42 WIB 29 Januari 2014.


(13)

setiap tahunya bertambah, berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa jumlah penduduk DKI Jakarta bertambah 1,2 juta penduduk dalam kurun waktu 10 tahun yakni antara tahun 2000 hingga tahun 2010.2 Melihat banyaknya jumlah penduduk yang melakukan urbanisasi akhirnya mereka yang kurang berhasil setelah pindah ke Jakarta bekerja serabutan, apapun hal yang menghasilkan uang mereka kerjakan. Salah satunya adalah sebagai pemulung. Pemulung yang dimaknai sebagai orang yang kesehariannya memungut barang bekas seperti kertas bekas, botol bekas, kaca, bahan bekas lainya bahkan tembaga atau besi. Barang dikumpulkan kemudian dijual kepada pengumpul atau agen untuk dijual kembali kepada siapa saja yang akan memproses barang itu sehingga menjadi barang yang bernilai ekonomi.

Kehidupan sebagai seorang pemulung di kota Jakarta ini sangat sarat dengan problema baik dari sisi pribadi seorang pemulung maupun masyarakat luas. Problema dari sisi pribadi seorang pemulung antara lain adalah minimnya pendapatan yang mereka peroleh untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Kebanyakan dari para pemulung mendirikan tempat tinggal tidak jauh dari tempat mereka mencari barang-barang bekas atau TPA (tempat pembuangan akhir). Mereka mendirikan rumah non permanen dengan menggunakan barang-barang bekas seperti menggunakan kardus bekas, kayu bekas, seng-seng bekas, kondisi seperti ini tentulah sangat jauh dari kata layak, terlebih jika kita melihat ke lingkungan sekitar mereka mendirikan

2

Badan Pusat Statistik,

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=1, tanggal akses 17 September 2013 pukul : 14.48.


(14)

3

tempat tinggal, udara yang tercemar, minimnya ketersediaan air bersih, rawannya bencana alam seperti banjir dan selain itu bahaya berbagai macam penyakit menanti mereka.

Sebagai pemulung kehidupan mereka seolah termarjinalkan, tidak sedikit masyarakat yang menganggap keberadaan pemulung dianggap mengganggu kebersihan, keindahan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan masyarakat. Pemulung juga dianggap sebagai golongan sosial rendah, seringkali pemulung dicacimaki, dipukuli atau diusir dari tempat mereka mencari nafkah tanpa memberikan solusi yang terbaik bagi mereka.

Jika problema yang di alami para pemulung sedemikian pelik lantas bagaimana kehidupan para pemulung di masa mendatang. Anak-anak pemulung harus rela meninggalkan sekolah dan kehilangan kebahagiaan masa kecil mereka. Apabila yang demikian tetap terjadi maka kehidupan para pemulung di masa mendatang tidaklah berubah. Untuk itu hal yang demikian tidak boleh terjadi, anak-anak pemulung harus mendapat pendidikan yang layak dan setara dengan anak-anak lainya di negeri ini, anak pemulung harus memiliki mimpi dan untuk mewujudkan mimpi itu mereka harus memiliki pendidikan yang cukup. Hal lain yang perlu diperhatikan dari anak-anak pemulung adalah lingkungan sekitar mereka, anak-anak pemulung tumbuh besar di lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa di lingkungan para pemulung kerap memberikan contoh yang kurang baik, seperti berbicara kasar, melakukan kekerasan, mencuri, meninggalkan perintah agama dan tindakan tidak terpuji lainya. Di masa pertumbuhan seorang anak pemulung,


(15)

mereka kerap mencontoh perilaku-prilaku tidak terpuji yang dilakukan orang-orang dewasa. Anak-anak pemulung kerap bericara kasar, terkadang bertengkar, mereka bahkan tidak mengenal agama mereka.

Jika pemerintah belum mampu untuk menangani masalah ini sepenuhnya, maka kita sebagai masyarakat Indonesia khususnya masyarakat beragama Islam haruslah turut membantu menangai masalah ini. Sesuai dengan perintah Allah mengenai tolong-menolong dalam Qur’an Surat Al -Maidah ayat 2 :

                         

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Sesuai yang di perintahkan Allah SWT dalam hal ini Yayasan Media Amal Islami (YMAI) merupakan yayasan independen non partisipan3 yang dirintis oleh Ust. Aslih Ridwan MA berdiri sejak tahun 1999, memberikan pembinaan keagamaan secara cuma-cuma kepada anak-anak pemulung yang berada di daerah Lebak Bulus V Jakarta Selatan. Yayasan ini berdiri karena keprihatinan mereka terhadap anak-anak pemulung, mereka memberikan

3

Independen Non Partisipan maksudnya adalah tidak terikat dengan partai manapun. Sumber : Brosur YMAI.


(16)

5

pembinaan keagamaan terhadap anak-anak pemulung yang notabenya beragama Islam, mereka melakukan pembinaan keagamaan khususnya Islam seperti tatacara shalat, fiqih, akidah, dan juga tatacara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.

Melihat peran Yayasan Media Amal Islami dalam melakukan pembinaan keagamaan terhadap anak-anak para pemulung, maka peneliti tertarik untuk meneliti seperti apa pola komunikasi yang dilakukan oleh pembimbing-pembimbing di yayasan MAI tersebut dalam melakukan pembinaan keagamaan. Untuk itu peneliti telah merumuskan judul dalam penelitian ini, judul yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut ”Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (YMAI) Lebak Bulus Jakarta Selatan”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada analisis hubungan komunikasi antara pembimbing dengan anak-anak pemulung dalam pembinaan keagamaan di Yayasan Media Amal Islami (YMAI) dengan menggunakan teori pola komunikasi yang digagas oleh Onong Uchjana Efendi.


(17)

2. Perumusan Masalah

Bagaimana pola komunikasi yang terjadi antara pembimbing dengan anak-anak pemulung dalam proses pembinaan keagamaan di YMAI.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah di buat yaitu untuk mengetahui pola komunikasi yang terjadi antara pembimbing dengan anak-anak pemulung dalam pembinaan keagamaan di YMAI.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kajian pola komunikasi khususnya dalam konteks pembinaan terhadap anak-anak pemulung di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat utuk para pembimbing khususnya di Yayasan Media Amal Islami demi memperkaya pengetahuan mengenai pola-pola komunikasi dalam proses pembinaan terhadap anak-anak pemulung dan juga agar pembinaan yang terjadi bersifat efektif.


(18)

7

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan merupakan suatu penelitian ilmiah. Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong mendefisinikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penulis berupaya untuk menghimpun data, mengolah data dan menganalisis data dengan tujuan dapat memperoleh gambaran dan informasi yang luas serta mendalam tentang pola komunikasi yang menjadi objek penelitian.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah informan yang memberi data atau informasi kepada peneliti. Orang yang diteliti dikatakan subjek dalam hal ini karena merekalah yang memberi informasi.5

Adapun subjek utama penelitian ini adalah pengurus Yayasan Media Amal Islami yang berlokasi di Lebak Bulus Jakarta Selatan dan para pengajar di Yayasan Media Amal Islami. Pemilihan subjek ini dilakukan karena mereka memiliki perhatian, pengetahuan serta peranya dalam pembinaan keagamaan terhadap anak pemulung. Subjek pendukung

4

Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. 23; Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007), h. 4.

5

Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi (Cet. 3; Malang : UMM Press, 2010), h. 5.


(19)

dalam penelitian ini adalah anak-anak binaan, jumlah keseluruhan anak binaan di YMAI ada 110 anak binaan yang terdiri dari dua kelas TK A, TK B dan tiga kelas TPA yakni TPA Ula, TPA Wustho, TPA Aliy. Agar subjek yang diteliti sesuai dengan judul dari penelitian ini, maka peneliti hanya akan meneliti tiga kelas TPA yang ada di YMAI.

Tabel 1

Kerangka Subjek Penelitian

Selanjutnya adalah obejek penelitian. Objek penelitian adalah konsep atau kata-kata kunci yang diteliti atau topik penelitian.6 Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah

6

Hamidi, ibid., h. 5.

Subjek Penelitian Nama Subjek Jabatan Alasan

H.Aslih Ridwan,

MA Pendiri MAI

Karena beliau adalah pendiri YMAI yang memahami betul menganai sejarah berdirinya Yayasan Media Amal Islami

Dzulfitri Sulaiman,

S.Pd.I Bendahara MAI

Karena beliau adalah salah satu pengurus YMAI yang memiliki perhatian terhadap anak-anak binaan di YMAI

Aderatna

Ratna Sari

Siti Chuzaemah M Bahrul Alam Sutrisni Haikal Anwar Selviana Fadilah Rio Sutrisno Bella Safira Pendiri & Pengurus

YMAI

Anak-anak Pemulung binaan YMAI

Karena mereka termasuk anak-anak yang aktif berkomunikasi dengan pembimbing maupun teman sebaya saat proses pembinaan keagamaan berlangsung.

Pembimbing Pengajar

Beliau adalah pengajar TPA yang memberikan bimbingan mengenai pembinaan keagamaan, diharapkan beliau dapat memberikan informasi mengenai pola komunikasi dalam proses pembinaan keagamaan. TPA Aliy

TPA Wustha TPA Ula


(20)

9

pola komunikasi yang di gunakan oleh para pembimbing anak-anak pemulung dalam proses pemberian pembinaan keagamaan.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Media Amal Islami yang berada di Jl.Lebak Bulus 5 No.34, Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Oktober 2013.

F. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sesuai dan objektif dengan apa yang dibutuhkan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data-data penelitian tersebut di himpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan panca indra.7 Observasi yang dilakukan peneliti yakni melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan pembinaan keagamaan di YMAI.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Berbentuk tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer yaitu yang mengajukan pertanyaan,

7

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, “(Cet. 5; Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 134.


(21)

sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewe yang memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu.8 Peneliti melakukan wawancara terhadap subjek penelitian yakni Ust.Aslih Ridwan wawancara yang dilakukan adalah seputar sejarah berdirinya YMAI dan visi misi MAI, wawancara terhadap pembimbing yang ditanyakan adalah mengenai pola komunikasi yang digunakan, dan juga beberapa murid-murid di MAI mengenai efektifitas pola komunikasi yang digunakan oleh pembimbing. Wawancara ini menggunakan tehnik deep interview dan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara agar pertanyaan terarah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Ini dilakukan untuk memperoleh data-data mengenai hal yang akan diteliti, dan juga yang berhubungan dengan objek penelitian. Dokumentasi yang dilakukan selain berasal dari dokumen-dokumen mengenai YMAI seperti brosur, website-website yang berhubungan dengan YMAI juga dokumen-dokumen yang dikumpulkan oleh peneiti sendiri berupa foto-foto dan catatan-catatan saat peneliti melakukan penelitian. Adapun perlengkapan yang digunakan dalam proses dokumentasi antara lain adalah kamera digital, handphone digunakan sebagai alat perekam ketika melakukan wawancara dan juga alat-alat tulis.

8


(22)

11

2. Analisi Data

Analisis data merupakan proses sistematis pecarian dan pengaturan transkipi wawancara, catatan lapangan dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman dan untuk menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain.9

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Analisi data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah di baca dan diinterpretasikan. Dalam menganalisa data, peneliti mengolah data dari hasil observasi dan wawancara, data tersebut kemudian disusun dan dikategorikan berdasarkan hasil wawancara, dokumen maupun laporan yang kemudian di deskripsikan ke dalam bentuk bahasa yang mudah dipahami.10

Langkah-langkah dalam teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik triangulasi :

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Misalnya dengan membandingkan hasil wawancara pembimbing mengenai pola komunikasi dengan observasi langsung ketika porses pembinaan di YMAI.

2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan pendapat atau peresepsi orang lain. Misalnya dengan membandingkan hasil

9

Emzir, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), h. 85.

10

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, (Cet. 2; Jakarta : PT Rineka Cipta, 1998), h. 78.


(23)

wawancara terhadap pembimbing dengan hasil wawancara terhadap anak-anak pemulung yang di wawancara.

3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan dengan pola komunikasi dalam pembinaan keagamaan.

G. Tinjauan Pustaka

Sebelum menentukan judul dalam penelitian, penulis mengadakan survey dan tinjauan ke perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidaytullah Jakarta. Setelah melakukan pengamatan dan survey, penulis menemukan beberapa judul skripsi terdahulu yang memili kemiripan judul, antara lain :

Skripsi yang ditulis oleh Dewi Nur Jamilah ”Pola Komunikasi Pengajar dalam Pembinaan Perilaku Anak Jalanan di Yayasan Nanda Dian Nusantara Ciputat”.11 Skripsi ini meneliti tentang pola komunikasi yang dilakukan pengajar terhadap anak jalanan, fokus penelitian ini adalah menganai pembinaan perilaku anak jalanan. Perbedaan dengan skripsi yang saat ini sedang di tulis peneliti terletak pada subjek penelitian yakni pembimbing dan anak-anak pemulung di Yayaysan Media Amal Islami dan fokus penelitian yakni pembinaan keagamaan.

Skripsi yang ditulis oleh Herman Setiawan ”Pola Komunikasi Antara Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan

11

Dewi Nurjamilah, SKRIPSI S1 : Pola Komunikasi Pengajar dalam Pembinaan Perilaku Anak Jalanan di Yayasan Nanda Dian Nusantara Ciputat (Jakarta : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2012).


(24)

13

Ikhsan Vila Tomang Tangerang”.12 Skripsi ini membahasan mengenai pola komunikasi yang dilakukan pengasuh terhadap anak pengasuh terhadap pembinaan akhlak. Perbedaan dengan skripsi yang saat ini sedang di tulis peneliti terletak pada subjek penelitian yakni pembimbing dan anak-anak pemulung di Yayasan Media Amal Islami dan fokus penelitian yakni pembinaan keagamaan.

Skripsi yang ditulis oleh Rike Aryana ”Peran Penyuluh Agama dalam Pembinaan Akhlak bagi Anak Pemulung di Yayasan Media Amal Islami Lebak Bulus Jakarta Selatan”.13 Pada skirpsi ini meneliti tentang peran penyuluh agama dalam membentuk karakter anak-anak pemulung, fokus penelitian ini adalah khlak. Perbedaan dengan skripsi yang saat ini sedang di tulis peneliti terletak pada objek penelitian yakni pola komunikasi dan juga fokus penelitian yakni pembinaan keagamaan.

Skripsi yang ditulis oleh Zikri Maulana ”Peran Majelis Taklim ”Persatuan Remaja Islam (PERISTA)” Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja”.14 Skripsi ini meneliti tentang pengurus majelis taklim dalam peranya melakukan pembinaan keagamaan terhadap remaja. Perbedaan dengan skripsi yang saat ini sedang di tulis peneliti terletak pada subjek penelitian yakni

12 Herman Setiawan, SKRIPSI S1 : Pola Komunikasi Antara Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan Al-Ikhsan Vila Tomang Tangerang (Jakarta : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2010).

13

Rike Aryana, SKRIPSI S1 : Peran Penyuluh Agama dalam Pembinaan Akhlak bagi Anak Pemulung di Yayasan Media Amal Islami (Jakarta : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011).

14

Zikri Maulana, SKRIPSI S1 : Pera Majelis Takli ”Persatua Re aja Isla PERISTA ”

Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja (Jakarta : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2010).


(25)

pembimbing dan anak-anak pemulung di Yayaysan Media Amal Islami dan objek penelitian yakni pola komunikasi.

H. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, penulis membaginya menjadi lima bab yang pada tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab.

BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang, Fokus dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL : Pola Komunikasi, Teori Pola Komunikasi, Unsur-unsur dalam Komunikasi, Efektifitas Komunikasi, Pembinaan Keagamaan, Pemulung.

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI (YMAI) : Yayasan di Indonesia, Perkembangan Yayasan Media Amal Islami, Profil Yayasan Media Amal Islami, Visi Misi Yayasan Media Amal Islami, Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami, Program-program Yayasan Media Amal Islami, Profil Pengajar Yayasan Media Amal Islami dan Profil Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami

BAB VI HASIL TEMUAN LAPANGAN : PROGRAM YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI : Pembinaan Anak Pemulung Yayasan Media Amal Islami, Pola Komunikasi Yayasan Media Amal Islami dan Efektifitas Pola Komunikasi di Yayasan Media Amal Islami.


(26)

15 BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL A. Pola Komunikasi

Kata pola komunikasi terdiri dari dua unsur suku kata yaitu ”pola” dan ”komunikasi”. Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap.1 Adapun kata atau istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris disebut communication berasal dari bahasa latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini menurut Onong Uchjana adalah sama makna.2 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia komunikasi didefinisikan sebagai “proses pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami”.3

Sedangkan menurut Carl Hovland, Janis & Kelley Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku khalayak.4

Dari pengertian di atas maka pola komunikasi dapat di definisikan sebagai bentuk-bentuk penyampaian pesan yang dilakukan pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan)“.

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Cet. 3; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2005), h. 585.

2

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Cet. 21; Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 9.

3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Cet. 4; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2007), h. 585.

4


(27)

B. Teori Pola Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Efendi dalam bukunya ”Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi”, menjelaskan bahwa pola komunikasi dijelaskan menjadi tiga pola komunikasi yakni komunikasi pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi massa.5 Penjelasan mengenai pola-pola komunikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi Pribadi

Komunikasi pribadi atau personal communication adalah komunikasi seputar diri sesorang, baik dalam fungsinya sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Komunikasi pribadi terdiri dari dua jenis, yakni :

a. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Commnunication), adalah komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Dalam hal ini seseorang berperan menjadi komunikator dan juga komunikan. Jadi orang tersebut berdialog dengan dirinya sendiri, dia bertanya pada dirinya dan dirinya pula yang menjawab pertanyaan tersebut.

b. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), menurut A.Devito yang dikutip Onong Uchjana dalam bukunya Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan

5

Onong Uchjana Efendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Cet. 3; Bandung : PT Citra Aditya Bakti), h. 53-55.


(28)

17

beberapa umpan balik seketika.6 Dibandingkan dengan pola komunikasi yang lainnya komunikasi jenis ini dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan prilaku komunikan karena komunikasi dilakukan secara tatap muka face to face dan saat itu juga komunikator langsung dapat menerima respon atau feedback dari komunikan. Kemudian komunikasi antar pribadi terdiri dari dua jenis yakni :

a. Komunikasi Diadik (Dyadic Commmunication), adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang yakni seorang sebagai komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi berperan sebagai komunikan yang menerima pesan.

b. Komunikasi Triadik (Triadic Communication), adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan.

Apabila kedua jenis komunikasi antarpribadi tersebut dibandingkan maka komunikasi antarpribadi jenis komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatianya kepada seorang komunikan, sehingga komunikator menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya dan juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya suatu proses komunikasi.

6


(29)

2. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Ada dua jenis komunikasi kelompok, pertama komunikasi kelompok kecil (small group communication) komunikasi ini dilakukan dengan jumlah komunikan yang sedikit (lebih dari dua orang) dan komunikasi ini ditujukan untuk mempengaruhi kognisi komunikan, komunikasi ini terjadi secara dialogis, tidak linear melainkan sirkular, umpan balik terjadi secara verbal dan juga komunikan dapat menangapi uraian komunikator secara langsung seperti bertanya, menyanggah dan lain sebagaianya.7 Contoh komunikasi kelompok kecil adalah rapat, ceramah/pengajian, kuliah, seminar, dan lain-lain. Kedua komunikasi kelompok besar (large group communication), komunikasi ini dilakukan dengan jumlah komunikan yang lebih banyak/sangat banyak dan proses komunikasi berlasung secara linear dan ditujukan untuk mempengaruhi efeksi (kejiwaan) komunikan. Contoh komunikasi kelompok besar adalah rapat raksasa di sebuah lapangan, demo dengan jumlah masa yang banyak dengan seorang orator, dan lain-lain.

3. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara

7

Onong Uchjana Efendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Cet. 3; Bandung : PT Citra Aditya Bakti), h. 76-77.


(30)

19

serentak dan sesaat.8 Media yang digunakan dalam komunikasi massa antara lain adalah media cetak yakni koran dan majalah, dan media elektronik yakni radio, televisi, film dan yang terberu adalah internet. Sedangkan menurut Everett M. Rogers yang dikutip oleh Onong Uchana dalam bukunya Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi menyebutkan bahwa salah satu jenis media yang digunakan dalam komunikasi adalah media massa selain media modern seperti media cetak dan elektronik ada juga media tradisional yang meliputi teater rakyat, wayang kulit dan lain-lain. Sedangkan kareakteristik komunikasi massa menurut Riswandi dalam bukunya Ilmu Komunikasi terdiri dari 11 karakteristik9, yaitu :

1) Komunikator Terlembaga, seperti media cetak dan elektronik. Pesan yang disampaikan oleh media cetak dan elektronik membutuhkan proses yang panjang dan juga peralatan-peralatan yang cangging. 2) Pesan yang disampaikan di tujukan untuk khalayak luas dan bersifat

umum.

3) Komunikannya bersifat heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis dan kultural.

4) Pola penyampaian pesan media massa berjalan secara cepat dan mampu menjangkau khalayak luas.

5) Penyampaian pesan cenderung berjalan satu arah.

8

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 188.

9


(31)

6) Kegiatan komunikasi massa dilakukan secara terencana, terjadwal dan terorganisir.

7) Pesan yang disampaikan berlangsung secara berkala.

8) Isi pesan yang disampaiakan melalui media massa mencakup berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan baik yang bersifat informatif, edukatif maupun hiburan.

9) Media mengutamakan unsur ini daripada hubungan.

10)Media massa menimbulkan keserempakan, komunikan menerima pesan yang sama di waktu yang bersamaan.

11)Kemampuan alat indra yang terbatas, apabila ada komunikan yang memiliki pendengaran atau penglihatan kurang baik maka pesan tidak dapat diterima.

C. Tradisi Sibernetika (Cybernetic Tradition)

Tradisi Sibernetika merupakan salah satu dari tujuh pendekatan untuk memahami berbagai perbedaan dan persamaan yang ada dalam berbagai teori Ilmu Komunikasi.10 Pengertian mengenai tradisi sibernetika ini dijelaskan oleh Littlejohn dan Karren Foss dalam bukunya Theories of Human Communication menjelaskan bahwa :

Cybernetics is the tradition of complex systems in which many interacting elements influence one another. Theories in the cybernetic traddition explain how physical, biological, sosial and behaviorial processes work. Within cybernetics, communication is understood as a system of part, or variable, that influence one another. Shape and

10


(32)

21

control the character of the overall system and like any organism, achieve both balance and change.”11

Sibernetika merupakan tradisi yang kompleks mengenai suatu sistem yang dimana berbagai elemen didalamnya saling berinteraksi dan saling memengaruhi satu samalain. Teori-teori yang terdapat pada tradisi sibernetika menawarkan perspektif yang luas, yaitu bagaimana berbagai variasi yang luas dari proses fisik, biologis, sosial dan prilaku bekerja. Didalam sibernetika, kommunikasi di pahami sebagai sebuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian atau variable-variabel yang saling memengaruhi satu sama lain. Sistem juga sekaligus membentuk dan mengawasi karakter dari keseluruhan sistem dan sebagaimana setiap organisme, sistem tersebut juga mencapai keseimbangan dan juga perubahan. Sedangkan penjelasan mengenai sistem dijelaskan Littlejohn sebagai berikut :

“System are sets of interacting components that together something more than the sum of the part.”12

Sistem merupakan komponen yang saling berinteraksi yang bersama-sama membentuk sesuatu yang lebih dari sekedar kumpulan dari bagian-bagian itu. Setiap bagian dari sistem dibatasi oleh ketergantunganya dengan bagian yang lain, dan pola saling ketergantungan ini pada akhirnya mengatur sistem itu sendiri.13 Selain memiliki ketergantungan, sistem juga memiliki ciri yaitu kemampuanya untuk mengatur dan mengawasi diri sendiri ( self-regulation and control). Dengan kata lain, sistem memiliki kemampuan untuk

11

Stephen W Littlejhon & Karen A Foss, Theori of Human Communication (Belmont : Wadsworth Group, 2007), h. 39.

12 Ibid. 13


(33)

mengamati, mengatur dan mengawasi hasil kerjanya (output) dalam upayanya untuk tetap stabil mencapai tujuanya. Suatu sistem harus mampu menyesuaikan dirinya dan fleksibel terhadap setiap perubahan karena ia berada pada lingkunganya yang dinamis.14

Ada tiga macam variasi teori dalam tradisi sibernetika yaitu Basic System Theory, General System Theory dan Second Order Cybernetic.15 Penjelasan mengenai variasi dalam tradisi sibernatika tersebut adalah :

1. Basic System Theory

Teori ini adalah format dasar, pendekatan ini melukiskan seperti sebuah struktur yang nyata dan bisa di analisa dan diamati dari luar. Dengan kata lain seseorang dapat melihat bagian dari system dan bagaimana mereka saling berhubungan. Seseorang dapat mengamati secara obyektif mengukur antara bagian dari system dan seseorang dapat mendeteksi input maupun output dari system. Lebih lanjut mengoperasikan atau memanipulasi system dengan mengganti input dan tanpa keahlian karena semua diproses melalui mesin. sebagai alat bantu bagi para professional seperti system analyst, konsultan manajemen, dan system designer telah membangun sebuah system analisa dan mengembangkannya.

2. General System Theory

Teori ini diformulasikan oleh Ludwig Von Bertalanffy seorang biologis. Bertalanffy menggunakan General System Theory sebagai sarana

14

Ibid. 15

Stephen W Littlejhon & Karen A Foss, Theori of Human Communication (Belmont : Wadsworth Group, 2007), h. 41.


(34)

23

pendekatan multidisiplin kepada ilmu pengetahuan. System ini menggunakan prinsip untuk melihat bagaiamana sesuatu pada banyak bidang yang berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain. Pembentukan sebuah kosa kata untuk mengkomunikasikan lintas disiplin ilmu.

3. Second Order Cybernetic

Dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic sebelumnya. Second order Cybernetic membuat pengamat tak dapat melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar dengan sendirinya dikarenakan pengamat selalu ditautkan dengan system yang menjadi pengamatannya. Melalui perspektif ini kapanpun seseorang mengamati system ini maka seseorang akan saling mempengaruhi. Karena hal ini memperlihatkan bagaimana sebuah pengetahuan, sebuah produk menjerat antara yang mengetahui dan yang diketahui.

D. Unsur-unsur Komunikasi

Definisi mengenai pemahaman komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell yaitu “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” penjelasan definisi ini mencakup unsur-unsur komunikasi yaitu16 :

1. Sumber (source), biasanya juga disebut pengirim (sender), komunikator (communicator) atau pembicara (speaker). Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber

16

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Cet. 12; Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), h. 69-71.


(35)

boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahan atau bahkan suatu negara. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya (perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut kedalam seperangkat symbol verbal atau nonverbal yang idealnya di pahami oleh penerima pesan.

2. Pesan (message), yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat symbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Symbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mempresentasikan objek (benda), gagasan dan perasaan baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah) ataupun tulisan (surat, esai, artikel, novel, puisi, famflet).

3. Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesanya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal. Pada dasarnya komunikasi manusia menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan saluran, meskipun kita bisa juga menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan dari orang lain. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan : apakah langsung (tatap-muka) atau lewat media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (radio, televisi). Surat pribadi, telepon, selebarn, Overhead Projector (PRH), sistem suara (sound syestem) multimedia, semua itu dapat dikategorikan sebagai (bagian dari) saluran komunikasi.


(36)

25

4. Penerima (receiver), sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), komunikate (communicatee), penyandi-balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir dan perasaannya, penerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat symbol verbal dan atau nonverbal yang ia terima mejadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini disebut penyandian-balik (decoding).

5. Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia memberi barang yang ditawarkan menjadi bersedia membelinya atau dari tidak bersedia memilih partai politik tertentu menjadi bersedia memilihnya dalam pemilu) dan sebagainya.

Selain unsur-unsur komunikasi hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses komunikasi adalah sifat-sifat komunikasi. Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Teori, Ilmu dan Filsafat Komunikasi, sifat-sifat komunikasi dalam proses penyampaian pesanya, diklasifikasikan sebagai berikut17 :

1. Komunikasi Verbal (Verbal Communication). Pada dasarnya komunikasi verbal itu merupakan peroses komunikasi dengan menggunakan bahasa

17

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filasafat Komunikasi(Cet. 3; Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003), h.53.


(37)

verbal atau bisa dikatakan pesan verbal. Pesan verbal menurut Deddy Mulyana adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar utuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Suatu sistem kode verbal disebut bahasa, bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita.18 Sedangkan jenis-jenis komunikasi verbal adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi Lisan (Oral Communication), adalah komunikasi yang disampaikan secara tertulis. Keuntungan komunikasi tertulis adalah komunikasi ini dapat dipersiapkan terlebih dahulu.19

b. Komunikasi Tulisan (Written Communication), adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan. Komunikasi ini dapat dilakukan secara langsung berhadapan atau tatap muka dan dapat pula melalui telepon.20 2. Komunikasi Non-Verbal (Nonverbal Communication). Menurut Larry

A.Samovar dan Richard F.Poter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan

18

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar(Cet. 12;Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008), h.260-261.

19

HAW Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi(Cet. 2;Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000), h.99.

20


(38)

27

kata.21 Sedangkan jenisnya komunikasi nonverbal dapat dibedakan menjadi dua komunikasi Kial (Gestural/body communication) dan Komunikasi Gambar (Pictorial Communication).

3. Komunikasi Tatap Muka (Face-to-face Communication). Adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung secara tatap muka tanpa menggunakan perantara atau media apapun.

4. Komunikasi Bermedia (Mediated Communication). Adalah komunikasi yang dalam penyampaianya menggunakan media sebagai perantaranya, seperti menggunakan telepon, radio, televise dan yang paling bari adalah komunikasi menggunakan media internet. Komunikasi ini digunakan untuk menggantikan prinsip kerja komunikasi tatap muka

E. Pembinaan Keagamaan

1. Pengertian Pembinaan Keagamaan

Pembinaan Keagamaan terdiri dari dua unsur suku kata yaitu “pembinaan” dan “keagamaan”. Yang pertama adalah pembinaan, kata pembinaan setelah ditambah awalan pem dan akhiran an mempunyai arti proses, cara, penyempurnaan, pembaharuan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.22

Sedangkan kata kedua yakni ”keagamaan” memiliki awalan ke dan akhiran an, kata agama sendiri berasal dari bahasa sansakerta yang terdiri

21

Riswandi, Ilmu Komunikasi(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h.69. 22

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Cet. 3; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2005), h.152


(39)

dari dua unsur suku kata yaitu a dan gam, a diartikan dengan tidak dan gam diartikan dengan pergi yang berarti agama itu menurut bahasa sansekerta adalah tidak pergi atau tetap ditempat, di warisi turun temurun.23 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agama memiliki makna ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan keperibadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkunganya.24 Pengertian lain mengenai agama menurut Ali Negoro yang dikutip oleh Aflatun Muchtar dalam bukunya Tunduk Kepada Allah – Fungsi dan Peran Agama dalam Kehidupan Manusia bahwa ”Agama itu adalah suatu keyakinan pada Yang Maha Kuasa, yang dirasa oleh manusia sebagai kekuatan gaib yang mempengaruhi segala yang ada, serta mula jadi segala-galanya dalam alam ini”.25

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa pembinaan keagamaan adalah usaha yang dilakukan untuk memberikan pemahaman mengenai tata keimanan (kepercayaan) dan keperibadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkunganya.

23

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Cet. 5; Jakarta :UI Press, 1985), h. 9.

24

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Cet. 4; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2007), h. 12.

25

Aflatun Muchtar, Tunduk Kepada Allah Fungsi dan Peran Agama dalam Kehidupan Manusia (Jakarta : Khazanah Baru, 2001), h. 10.


(40)

29

2. Tujuan Pembinaan Keagamaan

Pada dasarnya setiap agama memiliki ajaran dan cara membahasakan diri yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian secara umum dapat dikatakan bahwa setiap agama pada dasarnya ingin menciptakan kebahagiaan bagi pengikutnya. Karena itulah agama sering disebut sebagai ”jalan” (the way). Tujuan pembinaan keagamaan menurut Hasan Langulung yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa tujuan pembinaan agama harus mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan aqidah dan iman, kemudian fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih sempurna, dan terakhir fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat.26

Menurut Zakiyah Darajat, ada beberapa fungsi agama dalam kehidupan manusia27 :

1. Memberikan bimbingan dalam hidup. Ajaran agama memberi bimbingan mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, ataupun berhubungan dengan tuhan. Bagi orang yang tingkah lakunya sesuai dengan apa yang diajarkan dalam agama, maka dalam menjalankan hidupnya ia bersikap wajar, tenang, tidak melanggar

26

Abiddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h.46. 27


(41)

hukum dan peraturan masyarakat dimana ia tinggal. Tidak akan mau mengambil hak orang lain yang jelas-jelas bukan haknya.

2. Penolong dalam menghadapi segala kesukaran. Jika orang yang beragama mengalami kesukaran, maka dia akan menghadapinya dengan tabah dan tenang serta tidak merasa putus asa. Karena ia berkeyakinan bahwa kesukaran yang dihadapi sebagai cobaan Tuhan kepada hambanya yang beriman. Tetapi, jika ia orang yang tidak beragama, maka ia akan menghadapi masalah itu dengan panik dan bingung bahkan putus asa.

3. Menentramkan batin. Banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama, selalu merasa gelisah dalam hidupnya. Tetapi setelah menjalankan perintah agama ia mendapatkan ketenangan hati bahkan agama dapat memberi jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang gelisah.

F. Pemulung

1. Pengertian Pemulung

Kata “pemulung” secara bahasa diartikan sebagai orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas dan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komuditas.28 Sedangkan menurut Sumadjoko pemulung adalah orang-orang yang pekerjaannya memilih, memungut, dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat di

28

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Cet. 4; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2007), h. 196.


(42)

31

manfaatkan atau barang yang dapat di olah kembali untuk di jual (Sumardjoko, 2003:174).

Barang bekas yang dikumpulkan diantaranya adalah botol plastic, botol kaca, besi, kardus, almunium, kaleng dan lain-lain, untuk selanjutnya barang-barang yang telah di kumpulkan tersebut di jual pada pengepul untuk di daur ulang menjadi barang-barang yang dapat dimanfaatkan dan bernialai ekonomis. Mereka mengumpulkan barang-barang bekas itu biasanya bermodalkan karung goni atau gerobak untuk digunakan sebagai wadah barang-barang bekas yang telah dikumpulkan.

2. Kehidupan Pemulung

Beberapa ahli mengemukakan tentang tiga faktor penyebab terjadinya kemiskinan. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Kemiskinan alami yang disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

b. Kemiskinan struktural yang diakibatkan oleh berbagai kebijakan, peraturan dan keputusan dalam pembangunan.

c. Kemiskinan kultural yang lebih banyak disebabkan oleh sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, prilaku atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan.29

Beberapa hal yang telah dijelaskan diatas menjadi beberapa penyebab sebagian masyarakat terjebak dalam kemiskinan dan itulah yang terjadi oleh para pemulung. Kehidupan pemulung merupakan kehidupan

29

Iwan Nugoro dan Rochmin Dahuri. Pembangunan Wilayah, Prespektif Ekonomi Sosial dan Lingkungan (Jakarta : LP3ES, 2004), h.166-168.


(43)

yang kompleks, penuh dengan persoalan baik dari sisi individu pribadi seseorang pemulung maupun persoalan masyarakat. Para pemulung di satu sisi dapat diterima masyarakat karena dilihat bahwa pemulung memiliki peranan penting dalam kebersihan suatu lingkungan atau daerah dan pada sisi lain ditolak karena kebanyakan masyarakat merasa terganggu dengan keberadaan pemulung, kebanyakan pemulung dianggap sebagai golongan sosial rendah yang sering terisolasi dari pergaulan dan interaksi sosial masyarakat. Mereka sering terpinggirkan dan terlepas dari perhatian masyarakat luas.

Kebanyakan pemukiman para pemulung berada tidak jauh dengan TPA(tempat pembuangan akhir) dimana mereka mencari barang-barang bekas. Mereka membangun gubuk-gubuk yang terbuat dari bahan bekas, seperti kardus bekas, triplek, bambu, seng dan lain-lainya. Mereka mengandalkan barang bekas apa saja, untuk dijadikan tempat berteduh. Pemukiman para pemulung tersebut tentu sangat jauh dari kata aman dan nyaman, keadaan lingkungan yang telah tercemar dengan sampah tentu saja menjadikan lingkungan pemukiman pemulung tersebut rawan akan banjir, bau yang menyengat, dan sudah tentu masalah kesehatan, penyakit umum yang sering terjadi pada para pemulung adalah infeksi saluran pencernaan, kolera dan demam berdarah.

Salah satu factor penyebab seseorang menjadi pemulung antara lain adalah tingkat pendidikan yang rendah, serta keterampilan yang terbatas. Untuk mengatasi himpitan ekonomi para pemulung yang begitu


(44)

33

mencekik, umumnya para pemulung mengerahkan seluruh anggota keluarganya bahkan anak-anak mereka untuk membantu mengerjakan tugas sebagai pemulung. Hal ini menyebabkan anak-anak pemulung tidak bersekolah, dan hal ini pulalah yang menjadi penyebab mereka terus berada di lingkarang garis kemiskinan.

3. Anak-anak Pemulung

Sebagai seorang anak lingkungan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi tumbuh kembang mereka di masa mendatang. Menurut Al-Ghazali anak merupakan amanat dan sebuah tanggung jawab yang diberikan Allah SWT kepada orangtuanya.30 Anak-anak Selayaknya seorang anak, anak-anak memiliki hak untuk tumbuh dan memiliki kehidupan yang baik, segala macam tanggungan kebutuhan merupakan tanggung jawab orang tua. Tetapi banyak kasus yang terjadi bahwa anak-anak juga dilibatkan dalam urusan pemenuhan ekonomi keluarga. Hal ini juga terjadi pada anak-anak pemulung. Masalah yang terjadi adalah kemiskinan, kemiskinan menjadi masalah pertama yang harus di hadapi oleh anak-anak pemulung, berada di lingkaran kemiskinan membuat anak dibebankan tanggung jawab dalam membantu memenuhi nafkah keluarga, anak-anak pemulungpun seolah-olah harus mengurungkan impian memiliki masa depan yang cerah. Kebanyakan dari mereka tidak bersekolah banyak diantara mereka yang ikut serta dalam aktivitas memulung untuk mengumpulkan rupiah ketimbang bersekolah. Jika terus

30

Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam (Cet. 3; Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1985), h.19.


(45)

seperti ini para pemulung akan terus berada dalam lingkaran garis kemiskinan. Anak-anak pemulung diusianya yang masih sangat dini mereka seharusnya belajar untuk bekal mereka kelak di masa mendatang. Akan tetapi karena keadaan mereka yang lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga pemulung, mereka harus mengurungkan niat untuk bermimpi seperti anak-anak lainya yang bisa bermain dan bersekolah di usianya.

Hal lain yang perlu diperhatikan dari anak-anak pemulung adalah lingkungan sekitar mereka, anak-anak pemulung tumbuh besar di lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa di lingkungan para pemulung kerap memberikan contoh yang kurang baik, seperti berbicara kasar, melakukan kekerasan, mencuri, meninggalkan perintah agama dan tindakan tidak terpuji lainya. Di masa pertumbuhan seorang anak pemulung, mereka kerap mencontoh perilaku-prilaku tidak terpuji yang dilakukan orang-orang dewasa. Anak-anak pemulung kerap bericara kasar, terkadang bertengkar, mereka bahkan tidak mengenal agama mereka.


(46)

35 BAB III

GAMBARAN UMUM YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI (YMAI) A. Yayasan di Indoesia

Penjelasan mengenai yayasan menurut KBBI adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Sedangkan pengertian menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.1 Chatamarrasjid menjelaskan bahwa yayasan sudah ada sejak awal sejarah. Lebih dari seribu tahun sebelum masehi, prinsip-prinsip universal yayasan sudah diletakan oleh tokoh-tokoh sosial dan kemanusiaan di masa lalu. Saat itu para Pharaoh telah memisahkan sebagian kekayaan untuk tujuan-tujuan keagamaan. Xenophon mendirikan yayasan dengan cara menyumbangkan tanah dan bangunan untuk kuil bagi pemujaan kepada Artines, pemberian makanan dan minuman bagi yang membutuhkan, dan hewan-hewan kurban. Plato menjelang kematiannya pada tahun 347 sebelum masehi memberikan hasil pertanian dari tanah-tanah yang dimilikinya, untuk selama-lamanya disumbangkan bagi Akademia yang didirikannya.2 Pembicaraan mengenai yayasan telah dikenal di banyak Negara dengan

1

Indonesia, Undang-undang tentang Yayasan, UU No. 16 tahun 2001, LN. No. 112 TLN. No. 4123, Pasal 1 angka 1.

2

Dr. Chatamarrasjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba (Jakarta : PT Citra Aditya Bakti) h. 1-2.


(47)

berbagi macam sebutan, di Belanda disebut Stichting, di Jerman disebut Stichtung, di Inggris dan Amerika Serikat disebut Foundation.

Data global Yayasan yang terdaftar di Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI hingga bulan April 2012 berjumlah 39.750 Yayasan, dengan perincian sebanyak 34.397 Yayasan\ yang mendapatkan surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan disebut juga Yayasan yang baru berdiri setelah disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, dan sebanyak 5.183 Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan telah melakukan perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 dan telah mendapat surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan (Tabel.5: Data Entry Yayasan untuk Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2012), dalam arti semua Yayasan tersebut telah terdaftar dan mendapat pengesahan dari Dirjen AHU Kemenkumham RI.3 Berdasarkan data entry Yayasan untuk tahun 2003 s/d 2012 pada Direktorat Perdata Dirjend AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 2012, sebanyak 39.750 Yayasan telah mendapat pengesahan ditunjuk dalam Tabel di bawah ini :

3

Bisdan Sigalingging, Sikap Pemerintah Terhadap Keberadaan Yayasan Yang Belum Menyesuaikan Diri Terhadap UU Yayasan Dan PP No.63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan UU Yayasan ( http://bisdan-sigalingging.blogspot.com/2013/05/sikap-pemerintah-terhadap-keberadaan.html), tanggal akses : 02.20 PM 22 Januari 2014.


(48)

37

Tabel 2

Data Entry Yayasan Untuk Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2012

No Tahun SK Yayasan Perubahan

Yayasan Jumlah

1. 2003 376 35 411

2. 2004 1106 158 1264

3. 2005 2104 341 2445

4. 2006 3085 574 3659

5. 2007 4151 701 4852

6. 2008 5017 880 5897

7. 2009 5007 780 5787

8. 2010 5278 720 5998

9. 2011 6354 824 7178

10. 2012 1919 170 2089

Jumlah 34.397 5.183 39.750

Sumber : Direktorat Perdata, Dirjen AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 20124

B. Perkembangan Yayasan Media Amal Islami

Pada mulanya Yayasan Media Amal Islami didirikan tahun 1999, pada saat itu di desa Pedurenan di pedalaman gunung Sindur terdapat wilayah yang dijadikan target permutadan oleh sekelompok misonaris Kristen, kemudian salah seorang warga bernama H.Nimang mewakafkan tanahnya demi kepentingan dakwah dengan kata lain untuk memerangi pemurtadan yang dilakukan sekelompok misionaris Kristen. Tanah wakaf tersebut dipercayakan oleh Ust Aslih Ridwan (biasa di sapa dengan sebutan Abu) yang saat ini menjadi pendiri Yayasan Media Amal Islami. Sebelum tanah wakaf tersebut dipercayakan kepada Ust Aslih, tanah wakaf tersebut telah dipercayakan untuk dikelola oleh yayasan lain, tetapi karena lokasi tanah wakaf terletak di pedalaman gunung sindur dan jarak tempuh dari daerah perkotaan yang begitu

4 Ibid.


(49)

jauh mereka tidak sanggup mengelola tanah wakaf tersebut. Pada mulanya di desa tersebut Ust Aslih Ridwan mendirikan Mandasah Diniah untuk program pendidikan yatim dan dhuafa. Kemudian barulah pada tahun 2009 Ust Aslih Ridwan mendirikan kantor Yayasan Media Amal Islami yang terletak di Jl Lebak Bulus 5 No.34, Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan yang saat ini merupakan kantor sekertariat dan pusat kegiatan-kegiatan Yayasan Media Amal Islami pada umumnya. Bangunan kantor YMAI ini terdiri dari tiga lantai, lantai pertama adalah aula serbaguna, dan kantor pengurus YMAI, dan juga satu kamar mandi dan satu tempat untuk berwudhu, lantai kedua terdiri dari dua ruang kelas untuk kegiatan TPA, PKBM, dll, tiga kamar mandi, ruang rapat dan juga ruang perpustakaan, kemudian lantai tiga terdiri dari dua kamar santri dan dapur.

Bangunan kantor YMAI sekaligus Asrama Santri bagi para Yatim dan Dhuafa dan juga sebagai tempat Pusat Kegiatan belum lama ini telah diresmikan oleh Menssos Republik Indonesia Bapak Salim Segaf pada tanggal 12 September 2013. Selanjutnya selama tahun 2011 anak-anak asuh Yayasan Media Amal Islami ini sudah menaungi kaum-kaum dhuafa yang tersebar di berbagai tempat, seperti di Gunung Sindur Bogor, Curug Bogor, Lebak Bulus Cilandak. Selama empat belas tahun kiprahnya di dunia dakwah Yayasan Media Amal Islami ini mendapat perhatian dari berbagai lapisan masyarakat dan Media. Seperti yang peneliti lihat beberapa waktu lalu (14/01/2014) anak-anak yatim dari yayasan ini menjadi tamu undangan dalam acara ulang tahun


(50)

39

artis Oki Setiana Dewi berita ini sempat masuk dalam Infotaiment GoSpot pada saluran TV Swasta RCTI.

C. Profil Yayasan Media Amal Islami

Media Amal Islami (MAI) yang berada di Jl.Lebak Bulus 5 No.34, Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan, merupakan Yayasan Independen Non Partisipan5 yang berdiri sejak tahun 1999, tedaftar pada Akte Notaris Ny. Ratna Wijawati, SH No.01/2007, bergerak di bidang Dakwah, Pendidikan, Sosial dan Ekonomi. Didirikan oleh seorang praktisi dakwah H. Aslih Ridwan, MA yang menjadikan kaum dhuafa sebagai objek utama sasaran dakwahnya.6

Aspek Legal

1. Akte Pendirian No. Akte : 01

Tanggal Akte : 19 Juni 2007

Notaris1 : Ny. Ratna Wijayawati, SH 2. SK Menteri Hukum & HAM RI

Nomor : C-3225.HT.01.02 TH 2007

Tanggal : 1 Oktober 2007 3. Surat Tanda Daftar Yayasan

Nomor : 08.31.74.06.1001-1321 Tanggal : 16 Desember 2008

5

Independen Non Partisipan maksudnya adalah tidak terikat dengan partai manapun. Sumber : Brosur Yayasan Media Amal Islami 2012.

6


(51)

4. Surat Izin Dinas Sosial Jakarta Selatan

Nomor : 09.12430.250/078.6

Tanggal : 27 April 2009 5. Surat Keterangan Domisili

Nomor : 4343/1.824.1/08 Tanggal : 2 Desember 2008 6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor : 02.143.782.7-016.000 Tanggal : 12 Juli 2007

D. VISI MISI Yayasan Media Amal Islami

Visi dan Misi yang ditujukan untuk mencapai keberhasilan dalam menjapai tujuan didirikanya YMAI ini sebagai berikut7 :

1. VISI

Menjadikan sebuah lembaga dambaan umat, yang unggul dalam

menetaskan kaum dhu’afa menjadi kaum yang mandiri dan berakhlak

yang shaleh. 2. MISI

a. Melaksanakan dakwah bil lisan dan bil hal kepada masyarakat dhu’afa. b. Meringankan beban kaum dhu’afa.

c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dengan pelatihan bagi

kaum dhu’afa.

7


(52)

41

d. Mengembangkan manajemen ilmu pengetahuan sehingga tercipta lembaga yang terus menerus memiliki nilai tambah.

e. Mengajak kaum yang berkemampuan untuk aktif dan peduli terhadap

kaum dhu’afa.

f. Mendorong dan memfasilitasi para pembina yang terlibat aktif untuk menjadi pengajar dan pembina sejati dengan memberikan ruang dan kesempatan yang besar untuk mengembangkan diri, meningkatkan keilmuan dan kesejahteraannya.

E. Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami Gambar 1

Struktur Organisasi MAI

Sumber : Brosur YMAI 2012 Penasihat

Prof. Dr. H. Hamdan Zoelva, MH. Ir. H. Dicky Ahmad Gustyana

Ketua Umum H. Aslih Ridwan, MA

Wakil Ketua M. Iqbal Siregar

Sekertaris Umum Sigit Kuntoro, S.Pd.I

Bendahara Umum Zhillan Sofandi

Kabid. Dakwah Muhammad Nur, A.Md

Kabid. Asrama Yatim & Dhuafa Fathi Ihsan

Kabid. Desa Binaan Dina Banonwati, S.Sos.I

Kabid. Umum Roy Karyadi

Kabid. Pendidikan Dzulfitri Sulaiman, S.Pd.I

Kabid. Fudrising Ahmad Gaidha, S.Sos


(53)

F. Program Yayasan Media Amal Islami

Media Amal Islami sebagai Media Dakwah yang memadukan antara dakwah bil lisan dan dakwah bil hal, mengatasi problem umat, terutama kalangan bawah yaitu, dhuafa anak jalanan dan pemulung. Program-program yang ada di YMAI antara lain8 :

1. Program Dakwah bil hal Media Amal Islami

a. Program Asrama Yatim & Dhuafa Media Amal Islami Lebak Bulus Jakarta. Dalam hal ini YMAI menampung anak-anak yatim dan dhuafa yang benar-benar sangat membutuhkan, mereka di asramakan di YMAI kemudian didik untuk dikembangkan kemampuan dan bakatnya.

b. Program Pendidikan untuk Yatim & Dhuafa. Program ini bertujuan agar para yatim dan dhuafa memiliki kesempatan untuk memiliki pendidikan yang setara dengan masyarakat pada umumnya, program ini berupa :

1. PKBM (Pendidikan Kegiatan Belajar Masyarakat) di Lebak Bulus Jakarta.

2. Madrasah Diniyah : di Lebak Bulus Jakarta dan Ds.Pedurenan Gn.Sindur.

3. PAUD : di ds.Curug Parung dan ds.Pedurenan Gn.Sindur

8

Brosur Yayasan Media Amal Islami 2013 dan Hasil wawancara dengan Dzulfitri Sulaiman, Jakarta : 17.56 - 26 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami.


(54)

43

c. Program Layanan Sosial & Kesehatan untuk Dhuafa. Program ini bertujuan untuk memberikan penyuluhan kesehatan dan juga kesehatan gratis untuk warga yatim dan dhuafa.

d. Program Pembangunan Sarana Ibadah dan Dakwah. Program ini memberikan sarana ibadah dan dakwah yang layak untuk warga kurang mampu, yatim dan dhuafa, diantaranya adalah :

1. Pembangunan Asrama Yatim & Dhuafa Lebak Bulus (Tahap Akhir)

2. Pembangunan Masjid Al-Kautsar di desa Gekbrong Cianjur 3. Pembangunan Gedung Sekolah di desa Curug Parung 2. Program Dakwah bil lisan MAI

Pusat Layanan Dakwah Media Amal Islami :

a. Layanan berbagai ceramah : Khotib Jum’at, Khotib Hari Raya dan PHBI

b. Layanan Kajian dan Konsultasi Problem Keluarga c. Pelatihan Da’I, Pengiriman Guru Tahsin

G. Profil Pengajar YMAI

Pengajar di MAI terdiri dari empat orang pengajar, yaitu Dewi Nurmala Sari, Ade Ratna, Ratnasari dan Siti Chuzaemah. Keempatnya adalah pengajar TPA di Yayasan Media Amal Islami. Berikut profil dari masing-masing pengajar :


(55)

Tabel 3

Profil Pembimbing YMAI Dewi

Nurmala Sari Ade Ratna Ratnasari

Siti Chuzaemah Tempat, Tanggal Lahir Teluk Betung, 26 Oktober 1993

Jakarta, 4 Juni 1991 Karawang, 5 Maret 1994 Jakarta, 22 September 1982 Status Perkawinan Belum Menikah Belum Menikah Belum

Menikah Menikah

Pendidikan

Terakhir D1 PGTK SMA

Sedang Kuliah S1 Manajemen Administrasi

Madrasah Aliyah

Pekerjaan Guru Guru Guru Guru

Mengajar di MAI Sejak (th)

Sejak Mei

2013 Sejak th.2012

Sejak awal didirikanya MAI th.2010 Sejak Januari 2013 Jabatan di

MAI Pengajar Pengajar Pengajar Pengajar

Sumber : Wawancara pribadi dengan para pengajar Media Amal Islami

H. Profil Anak-anak Binaan YMAI

Anak-anak binaan di Yayasan Media Amal Islami secara keseluruhan berjumlah 110 anak binaan. Terbagi menjadi empat kelas yakni kelas TK-A usia 3,5 – 4 tahun, TK-B usia 5 – 6 tahun, TPA Ula usia 7 – 8 tahun, TPA Wustho 9 -12 tahun dan TPA Aliy 13 – 15 tahun. Secara lebih jelasnya bisa di lihat pada tabel berikut :


(56)

45

Tabel 4

Profil Anak Binaan YMAI Jumlah Anak

Perempuan

Jumlah Anak

Laki-laki Total

Persentase (%) TK-A

3,5 – 4 tahun 15 8 23 21%

TK-B

5 – 6 tahun 3 11 14 12,7%

TPA Ula

7 – 8 tahun 15 14 29 26,4%

TPA Wustho

9 -12 tahun 16 15 31 28,1%

TPA Aliy

13 – 15 tahun 8 5 13 11,8%

Total 57 53 110 100%

Sumber : Wawancara pribadi dengan para pengajar Media Amal Islami

Sedangkan anak binaan yang menjadi objek pebelitian adalah anak-anak binaan yang berada di kelas TPA dengan alasan menurut peniliti sample inilah yang dirasa cocok dengan materi pembinaan keagamaan yang menjadi focus penelitian yang dilakukan, anak-anak binaan tersebut berjumlah 73 anak-anak binaan, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 5

Objek Penelitian : Anak Binaan YMAI Jumlah Anak

Perempuan

Jumlah Anak

Laki-laki Total

Persentase (%) TPA Ula

7 – 8 tahun 15 14 29 39.7%

TPA Wustho

9 -12 tahun 16 15 31 42.4%

TPA Aliy

13 – 15 tahun 8 5 13 17.8%

Total 39 24 73 100%


(57)

46

A. Pembinaan Keagamaan Anak Pemulung Yayasan Media Amal Islami (YMAI)

Pembinaan keagamaan untuk anak-anak pemulung di YMAI bertujuan agar mereka kelak anak-anak pemulung ini menjadi generasi yang Rabbani sesuai dengan syariat Islam memahami dan mengamalkan dengan baik ketentuan-ketentuan agama Islam1. Proses pembinaan keagamaan untuk anak-anak pemulung di YMAI diterapkan dalam program TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) yang dilaksanakan setiap hari senin s/d jumat (kamis libur). Dengan jumlah keseluruhan anak binaan di YMAI yang mengikuti program TPA adalah 73 anak binaan, pada pelaksanaanya program TPA ini terbagi menjadi tiga tingkatan yakni TPA Ula untuk anak-anak berumur antara 7 tahun – 8 tahun, TPA Wustho untuk anak-anak berumur 9 tahun – 12 tahun dan TPA Aliy untuk anak-anak berumur 13 tahun – 15 tahun.2 Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :

1

Hasil wawancara dengan Dzulfitri Sulaiman, Jakarta : 17.56 - 26 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami.

2

Hasil Observasi dan Wawancara Terhadap Pembimbing di Yayasan Media Amal Islami, Jakarta : Mei 2013.


(58)

47

Tabel 6

Pembagian Kelas TPA YMAI Jumlah Anak

Perempuan

Jumlah Anak

Laki-laki Total

Persentase (%) TPA Ula

7 tahun s/d 8 tahun

15 14 29 39.7%

TPA Wustho 9 tahun s/d 12 tahun

16 15 31 42.4%

TPA Aliy 13 tahun s/d 15 tahun

8 5 13 17.8%

Total 39 24 73 100%

Sumber : Wawancara pribadi dengan para pengajar Media Amal Islami

Waktu kegiatan TPA ini dilaksanakan setiap hari senin s/d jum’at

(kamis libur), kegiatan TPA ini dilaksanakan di ruang kelas A dan B lantai 2 gedung Yayasan Media Amal Islami. TPA Ula dilaksanakan pada pukul 16.00

– 17.00 WIB di ruang kelas B dengan bimbingan yang diberikan oleh Ade Ratna, kelas TPA Wustho pukul 15.00 – 16.00 WIB di ruang kelas A dengan bimbingan yang diberikan oleh Ratnasari, sedangkan kelas TPA Aliy yang dilaksanakan pukul 15.00 – 16.00 WIB di ruang kelas B dengan bimbingan yang diberikan oleh Siti Chuzaemah (Ibu Ema). Secara rinci jadwal kegiatan TPA YMAI adalah sebagai berikut :


(59)

Tabel 7

Jadwal Kegiatan TPA YMAI

TPA Ula TPA Wusho TPA Aliy

Hari

Kegiatan Senin –Jum’at (Kamis Libur)

Waktu Kegiatan

16.00 – 17.00

WIB 15.00 – 16.00 WIB

Ruang Kelas R. Kelas B R. Kelas A R. Kelas B

Pembimbing

Ade Ranta Ratnasari Siti

Chuzaemah

Sumber : Hasil Observasi dan Wawancara pribadi dengan para pengajar Media Amal Islami

Selain itu materi yang diberikan di setiap kelas TPA yang ada di YMAI berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan anak-anak binaan yang ada di kelas tersebut, berikut penjelasanya :

1. Kelas TPA Ula – Pembimbing Ade Ratna

Anak-anak binaan yang ada di kelas ini berjumlah 29 anak binaan mereka anak-anak yang berumur antara 7 tahun – 8 tahun, berdasarkan pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan peneliti saat kegiatan pembinaan berlangsung materi yang diberikan dalam proses pembinaan keagamaan adalah mengenal dan menghafal huruf-huruf hijaiyah atau baca iqra, calistung (baca tulis hitung) menggunakan bahasa arab, rukun iman dan rukun islam, cerita nabi-nabi, hafalan bacaan shalat dan juga peraktek

shalat kemudian hafalan do’a sehari-hari. Seperti yang dijelaskan Aderatna saat wawancara :

Kalau yang kecil-kecil si paling saya ajarin nulis, baca iqra, praktek wudhu, praktek shalat gerakanyanya gitu, misalnya shalat dhuhur empat rakaat. Trus juga paling Cuma cerita aja si ga terlalu yang berat-berat karena cepet bosen jugakan kalo kitanya


(60)

49

cerita yang kepanjangan yaa mereka bosen, jadi ceritanya yang cuman langsung yang penting aja.”3

Gambar 2

Proses Pembinaan Kelas TPA Ula

2. Kelas TPA Wustha – Pembimbing Ratnasari

Anak-anak binaan di kelas ini berjumlah 31 anak binaan yang berumur antara 9 tahun – 12 tahun. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan peneliti saat kegiatan pembinaan berlangsung materi yang diberikan dalam proses pembinaan keagamaan dalam kelas TPA Wustha ini adalah pendalaman mengenai huruf hijaiyah atau baca iqro yang ada di kelas ini adalah mulai iqra 3-6, hafalan surat-surat pendek, fiqih, sirah nabawi, asmaul husna dan aqidah. Seperti yang dijelaskan Ade Ratna :

Materi yang di berikan ada fiqih, aqidah akhlaknya, pembacaan tajwid sebagai dasar pembacaan al-Qur’an, sejarah-sejarah islam.”4

3

Hasil wawancara dengan Aderatna, Jakarta : 17.28 - 18 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami.


(61)

Gambar 3

Proses Pembinaan Kelas TPA Wustho

3. Kelas TPA Aliy – Pembimbing Siti Chuzaemah

Anak-anak di kelas TPA Aliy ini berumur sekitar 13 tahun – 15 tahun dengan jumlah 13 anak binaan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan peneliti saat kegiatan pembinaan berlangsung dalam kelas ini anak-anak binaan diberikan materi mengenai tajwid dan hukum membacanya serta penekanan makhroj huruf hijaiyah secara benar, karena anak-anak binaan dalam kelas ini adalah tingkat Zuz Ama dan Al-Qur’an, selain itu mereka juga diajarkan fiqih, hadist-hadis dan akhlak. Seperti yang dijelaskan Ibu Ema :

Kebetulan tingkat yang saya pegangkan kelas Al-Qur’an, jadi udah lebih paham dari kelas yang lain, jadi untuk sholat atau fiqih dasar mereka sudah paham sudah di pelajari di kelas sebelumnya, jadi kalau di kelas TPA Aliy atau Al-Qur’an yang di pelajari kosa kata bahasa Arab/mufradat dan belajar hadist-hadis dan yang

4

Hasil wawancara dengan Ratnasari, Jakarta : 04.22 - 18 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami.


(62)

51

terpenting bagi saya yaitu mereka membaca Al-Qur’an dengan makhorijul huruf yang benar dan paham tajwid-tajwidnya.”5

Gambar 4

Proses Pembinaan Kelas TPA Aliy

Dari ketiga kelas TPA yang ada di YMAI pada pelaksanaan pembinaan keagamaan anak-anak pemulung ditekankan untuk dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar yaitu dari segi pelafalan tajwid dan makhroj huruf. Tahapnya anak-anak pemulung yang sama sekali belum bisa membaca Al-Quran anak-anak tersebut diajarkan mengenal huruf-huruf hijaiyah. Untuk memudahkan anak-anak pemulung ini mempelajari huruf-huruf hijaiyah, anak-anak ini diharuskan untuk mempelajari sebuah buku panduan untuk membaca Al-Qur’an yakni Iqra’. Iqra sebagai buku panduan mempelajari

Al-Qur’an terdiri dari enam jilid, kesemua jilid tersebut harus dipelajari secara

berurutan, setiap jilid memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, yang

5

Hasil wawancara dengan Siti Chuzaemah, Jakarta : 04.40 - 18 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)