Keanekaragaman Dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk Serta Pengaruhnya Dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L. : Brassicaceae)

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN

SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM

PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN

(Brassica rapa L.: Brassicaceae)

TRI ATMOWIDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2008

Tri Atmowidi NRP. A461030011


(3)

ABSTRACT

TRI ATMOWIDI. Diversity and Visiting Behavior of Insect Pollinators in Relation to Seed Set of Mustard (Brassica rapa L.: Brassicaceae). Under the supervision of DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA MANUWOTO, BAMBANG SURYOBROTO, and PURNAMA HIDAYAT.

Insects are known to be pollinators of many species of plants. Cross pollination by insects is esential for maintenance of genetic diversity of plants. Here, we studied the diversity and visiting behavior of insect pollinators and its effect to sed set of mustard planted in agricultural areas near the Gunung Halimun-Salak National Park, West Java.

Insect pollinators were observed in three plantations using scan method. Insect pollinators were observed every hour on sunny days, from 07.30 to 14.30. The length of each observation period was 10 minutes. Species richness and abundance of insect pollinators were assessed to measure its diversity. Visiting behavior i.e. foraging rate, flower handling time, and visit duration of six bees species of pollinator were measured using focal animal sampling. Seed set of mustards in relation to diversity of insect pollinators were measured by the number of racemes per plant, pods per plant, seeds per plant, and seed weight per plant from plants caged by insect screen and opened plants.

Results showed that, at least 19 species of insect pollinators belonging to four orders i.e. Hymenoptera, Diptera, Coleoptera, and Lepidoptera pollinated the mustard. Bees (Apidae: Hymenoptera), Apis cerana (43.1%), Ceratina sp. (37%), and A. dorsata (8.4%) showed a higher abundance compared to other species (<3%). The higher abundance and species richness of pollinators occurred in the morning (08.30-10.30 am), the most probably, it related to higher flower's resource, such as pollens and nectars. Enviromental factors, such as temperature, humidity, and light intensity affected the diversity of insects.

Visiting behavior of bee pollinators on mustard flowers varied. Foraging rate of Xylocopa spp. (22.6-24.6 flowers/minute) were higher than A. dorsata (18.5 flowers/minute), A. cerana (19.5 flowers/minute), and Ceratina sp. (5.5 flowers/minute). Contrast to foraging rate, flower handling time of Ceratina sp. (10.91 sec./flower) was higher than A. dorsata (3.24 sec./flower), A. cerana (3.08 sec./flower), and Xylocopa spp. (2.44-2.65 sec./flower). The total time of bees foraging on mustard flowers was longer for A. cerana (13.1 minutes), A. dorsata (10.6 minutes), and Ceratina sp. (9.8 minuts) than that of Xylocopa spp. (0.8-4.4 minuts). Based on visiting behavior studied, most probably, A. cerana, A. dorsata, and Ceratina sp. had a higher pollination effectiveness on mustard plants.

In relation to plant reproductive succes, insect pollinations increased the number of pod, seed per pod, seed weight, and seed germinations. The number of individual pollinators had a positive affect to the numbers of seed set.

Keywords: Pollination ecology, diversity, insect pollinators, social bees, solitary bees, visiting behavior, seed set, Brassica rapa.


(4)

RINGKASAN

TRI ATMOWIDI. Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae). Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA MANUWOTO, BAMBANG SURYOBROTO, dan PURNAMA HIDAYAT.

Asosiasi antara serangga penyerbuk dengan tanaman Angiospermae merupakan bentuk asosiasi mutualisme yang diduga telah terjadi sejak era Cretaceous (sekitar 130-90 jtl). Melalui proses koevolusi, asosiasi tersebut menghasilkan keanekaragaman tumbuhan dan serangga yang ditemukan pada saat ini. Bagi tumbuhan, asosiasi tersebut berdampak positif, terutama terjadinya penyerbukan silang. Bagi serangga, asosiasi dengan tumbuhan antara lain dimanfaatkan untuk mendapatkan nutrisi berupa serbuksari yang mengandung 15-30% protein dan nektar yang mengandung sekitar 50% gula dan senyawa lain, seperti lipid, asam amino, mineral, dan senyawa aromatik.

Penyerbukan merupakan proses bertemunya serbuksari dengan kepala putik. Pada tanaman Angiospermae, proses penyerbukan terjadi dalam tiga fase, yaitu lepasnya serbuksari dari kepalasari, perpindahan serbuksari dari kepalasari menuju kepala putik, dan perkecambahan serbuksari. Setelah penyerbukan dilanjutkan dengan pembuahan. Keberhasilan penyerbukan ditentukan oleh beberapa faktor, seperti viabilitas serbuksari, reseptibilitas kepala putik, interaksi genetik, dan keguguran post-zygotic.

Serangga merupakan agens penyerbuk yang penting pada berbagai spesies tanaman. Di lahan pertanian, serangga penyerbuk yang umum dijumpai adalah lebah madu dan bumble bees yang dilaporkan mengunjungi 20-30% spesies tanaman. Disamping lebah, serangga-serangga penyerbuk yang penting adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupu-kupu (Lepidoptera).

Penelitian ini mempelajari keanekaragaman dan perilaku kunjungan serangga penyerbuk, serta pengaruhnya dalam pembentukan biji tanaman caisin (Brassica rapa L.). Lokasi pertanaman caisin terletak di lahan pertanian tepi hutan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian tepi hutan diduga lebih spesifik, karena beberapa serangga penyerbuk yang bersarang di dalam hutan melakukan pencarian pakan di lahan pertanian tersebut.

Caisin merupakan tanaman sayuran penting di Indonesia dan Asia. Daun bertangkai, bentuk oval, warna hijau mengkilap. Bunga tersusun dalam tandan, muncul pada batang yang berdaun kecil, dengan beberapa percabangan. Bunga berwarna kuning terang, dengan 4 petal yang tersusun bersilangan dengan panjang 1.3-2.5 cm. Setiap bunga memiliki 6 benangsari, dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari kepala putik. Kepala putik tunggal berada di ujung tangkai putik. B. rapa dilaporkan bersifat self-incompatibility yang merupakan salah satu sistem penting tanaman berbunga untuk mencegah terjadinya pembuahan sendiri. Penyerbukan silang meningkatkan keanekaragaman genetik yang memberikan kekuatan hibrid (hibrid vigor) pada keturunannya.


(5)

Pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dilakukan pertanaman caisin selama 10 menit tiap jam, mulai pukul 07.30-14.30 pada saat cuaca cerah. Pengamatan dilakukan dengan scan method. Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati di tiga pertanaman pada tanggal 12 Januari-9 Pebruari 2006 untuk pertanaman pertama, 1-24 Maret 2006 untuk pertanaman kedua, dan 11 April-8 Mei 2006 untuk pertanaman ketiga. Pengamatan perilaku kunjungan meliputi jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga, dan lama kunjungan pada pertanaman caisin dilakukan dengan metode focal sampling. Pengamatan dilakukan pada enam spesies lebah, yaitu Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp, Xylocopa caerulea, X. confusa, dan X. latipes. Keberhasilan reproduksi tanaman caisin diukur dari banyaknya tandan, polong, biji, dan bobot biji yang dihasilkan dari pertanaman terbuka yang dibantu penyerbukannya oleh serangga dan dari tanaman dikurung yang penyerbukan tidak dibantu oelh serangga. Data dianalisis dengan Analisis of variance (Anova) yang dilanjutkan uji Scheffe dan uji-t. Data ditampilkan juga dalam tabel, scatter plot dan boxplot.

Penelitian ini menunjukkan serangga penyerbuk pertanaman caisin didominasi oleh Hymenoptera (5625 individu, 10 spesies). Serangga penyerbuk dari ordo Diptera (124 individu, 2 spesies), Coleoptera (129 individu, 1 spesies), dan Lepidoptera (77 individu, 6 spesies) ditemukan dengan kelimpahan rendah. Lebah Apis cerana, Ceratina sp., dan A. dorsata (Apidae: Hymenoptera) memiliki kelimpahan tinggi, masing-masing 43.11, 36.98, dan 8.36%, spesies lainnya dengan kelimpahan kurang dari 3%. Keanekaragaman serangga penyerbuk ditemukan tinggi di pagi hari (pukul 08.30-10.30) yang diduga berkaitan dengan tingginya sumberdaya yang tersedia (bunga, serbuksari, dan nektar). Keanekaragaman serangga bervariasi pada bulan pengamatan berbeda. Faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya juga berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk.

Perilaku kunjungan lebah penyerbuk pada bunga pertanaman caisin bervariasi tiap spesies. Jumlah kunjungan paling tinggi terjadi pada Xylocopa spp. (22.6-24.6 bunga/menit), diikuti A. cerana (18.5 bunga/menit), A. dorsata (19.5 bunga/menit), dan Ceratina sp. (5.5 bunga/menit). Kunjungan per bunga paling lama terjadi pada Ceratina sp. (10.91 detik/bunga), diikuti A. cerana (3.08 detik), A. dorsata (3.24 detik), dan Xylocopa spp. (2.44-2.65 detik). Kunjungan pada pertanaman caisin paling lama terjadi pada A. cerana (13.1 menit), diikuti A. dorsata (10.6 menit), Ceratina sp. (9.8 menit), dan Xylocopa spp. (0.8-4.4 menit). Berdasarkan tiga perilaku kunjungan yang diamati, A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. diduga mempunyai efektifitas polinasi yang tinggi pada pertanaman caisin.

Pada pertanaman caisin yang terbuka, dimana serangga berperan dalam penyerbukannya, terjadi peningkatan jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan perkecambahan biji. Kelimpahan individu serangga penyerbuk berpengaruh positif terhadap jumlah biji yang dihasilkan. Kata kunci: Ekologi polinasi, keanekaragaman, serangga penyerbuk, serangga

sosial, serangga soliter, perilaku kunjungan, pembentukan biji, Brassica rapa.


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(7)

KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN

SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM

PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN

(Brassica rapa L.: Brassicaceae)

TRI ATMOWIDI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Entomologi-Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS. 2. Dr. Sih Kahono


(9)

Judul Disertasi : Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae) Nama Mahasiswa : Tri Atmowidi

Nomor Pokok : A461030011

Program Studi : Entomologi-Fitopatologi

Disetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc.) (Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.)

Ketua Anggota

(Dr. Bambang Suryobroto) (Dr. Purnama Hidayat, M.Sc.)

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi-Fitipatologi

(Dr. Ir. Sri Hendrastuti, M.Sc.) (Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.)


(10)

PRAKATA

Pertama, penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kuasaNya, disertasi berjudul: Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae) dapat diselesaikan.

Disertasi ini memuat tiga topik. Topik pertama membahas keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin. Topik kedua membahas perilaku kunjungan serangga penyerbuk pada pertanaman caisin. Topik ketiga membahas pembentukan biji caisin dalam kaitannya dengan keanekaragaman serangga penyerbuk. Topik satu dan tiga telah diterbitkan di Hayati 14:155-161 dan topik kedua akan diajukan ke jurnal nasional terakreditasi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc., Dr. Bambang Suryobroto, dan Dr.Ir. Purnama Hidayat, M.Sc., masing-masing sebagai ketua dan anggota komisi, atas arahan dan bimbingan selama penelitian sampai penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Biologi, Dekan FMIPA, dan Rektor IPB atas ijin dan dukungan untuk tugas belajar, Dekan Sekolah Pascasajana (SPs) dan Rektor IPB yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa Sekolah Pascasajana, dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi yang memberikan beasiswa BPPS.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Bagian Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB, Kepala Laboratorium Ekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB, dan Kepala Laboratorium Sistematik Serangga, Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB atas ijin penggunaan laboratorium dan fasilitas yang diberikannya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dra. Pudji Aswari, Kepala Museum Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI atas ijin penggunaan fasilitas laboratorium dan museum untuk identifikasi dan verifikasi spesimen serangga. Demikian juga, terima kasih diucapkan kepada Dr Sih Kahono, Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Sc., Dr. Yayuk Rahayuningsih, Dra. Woro Nurjito, MS. Sebagai staf peneliti Museum Zoologi Puslitbang Biologi LIPI, atas bantuan identifikasi dan verifikasi spesimen serangga.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur dan staf peneliti Peduli Konservasi Alam (PEKA Indonesia) atas bantuan sebagian dana penelitian dan akomodasi. Penulis juga berterima kasih kepada Kepala Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan staf atas bantuannya kepada penulis di lapangan. Kepada rekan dan teman-teman di Departemen Biologi FMIPA IPB, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan, pengertian, dan kerjasamanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tuani Z. Rambe, kang “Kewen” dan kang Asep atas bantuan teknis selama di lapangan. Akhirnya, kepada istri dan keluarga, penulis menyampaikan terima kasih atas kesabaran, dukungan moral dan material selama menempuh studi di SPs IPB.

Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, April 2008 Tri Atmowidi


(11)

RIWAYAT HIDUP

TRI ATMOWIDI, anak ketiga dari pasangan suami-istri Sulman Mariadi Siswojohadi dan Pariyem Setyaningsih, lahir tanggal 27 Agustus 1967 di Kebumen, Jawa Tengah. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1981 di SD Bonjoklor I, Kecamatan Bonorowo, Kabupaten Kebumen. Pada tahun 1984 tamat dari SMP Negeri I Prembun, Kabupaten Kebumen, dan tahun 1987 menyelesaikan pendidikan menengah atas dari SMU Pius Bhakti Utama, Bayan, Kabupaten Purworejo. Tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan S1 (Drs.) dari Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan pascasajana S2 (M.Si) di Program Studi Entomologi-Fitopatologi, Sekolah Pascasajana IPB, dan tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan S3 di program studi yang sama.

Sejak tahun 1993 sampai sekarang, penulis menjadi staf pengajar di Departemen Biologi FMIPA IPB. Bulan Oktober 1999, penulis mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dan seminar Asian Science Seminar on Biodiversity selama dua minggu di Primate Research Institute, Kyoto University, Inuyama, Aichi, Jepang.

Penulis menikah dengan A. Tatik Hartanti pada tanggal 10 April 1994 dan sampai sekarang telah dikaruniai dua putra, Patricia Arindita Eka Pradipta dan Yosafat Dimas Anandita.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Identifikasi Masalah ... Tujuan Penelitian ... Pemecahan Masalah ... Hipotesis ... Manfaat Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA

PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae)

Pendahuluan ... Bahan dan Metode ... Hasil ... Pembahasan ... Kesimpulan ... 4 PERILAKU PENCARIAN PAKAN LEBAH PENYERBUK PADA

PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae)

Pendahuluan ... Bahan dan Metode ... Hasil ... Pembahasan ... Kesimpulan ... 5 PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.:

Brassicaceae) DALAM KAITANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK

Pendahuluan ... Bahan dan Metode ... Hasil ... Pembahasan ... Kesimpulan ... 6 PEMBAHASAN UMUM ... 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ...

13 14 17 18 22 22 22 24 24 25 36 38 41 57 65 66 72 73 85 89 90 92 93 98 101 102 107 108


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Contoh beberapa spesies lebah soliter dan lebah sosial ... 2 Pembentukan biji beberapa spesies tanaman yang dibantu

penyerbukannya oleh serangga ... 3 Spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada pertanaman

caisin ... 4 Jumlah individu (N), spesies (S), indeks keanekaragaman Shannon (H')

dan kemerataan (evenness) (E) serangga penyerbuk pada masing-masing waktu pengamatan ... 5 Kesamaan spesies penyerbuk tanaman caisin antar waktu pengamatan.

berdasarkan indeks kesamaan Sorensen ... 6 Parameter lingkungan yang meliputi intensitas cahaya (lux), suhu udara (oC), dan kelembaban udara relatif (%) di lokasi penelitian ...

7 Hubungan antara kelimpahan serangga penyerbuk total, A. cerana, A. dorsata, dan serangga penyerbuk non-Apis dengan faktor lingkungan berdasarkan hasil analisis of variance (Anova) ... 8 Sifat hidup dan sifat-sifat penting spesies Hymenoptera penyerbuk

pertanaman caisin ... 9 Jumlah kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman

caisin ... 10 Lama kunjungan per bunga enam spesies lebah penyerbuk pada

pertanaman caisin ... 11 Lama pencarian pakan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman

caisin ... 12 Rerata tandan, polong, dan biji yang dihasilkan tanaman caisin yang

terbuka dan tanaman yang dikurung serta persentase peningkatannya .... 13 Perkecambahan biji tanaman caisin terbuka dan dikurung ...

30 32 42 47 49 54 55 58 73 77 81 94 97


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian ... 2 Kemungkinan evolusi koloni lebah sosial dari lebah soliter ... 3 Morfologi tanaman caisin ... 4 Peta lokasi penelitian keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan

pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak ... 5 Pertanaman caisin yang digunakan untuk pengamatan keanekaragaman

serangga penyerbuk ... 6 Persentase individu masing-masing ordo serangga penyerbuk pada

pertanaman caisin ... 7 Beberapa serangga penyerbuk pertanaman caisin ... 8 Jumlah spesies serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan ... 9 Jumlah individu serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan ... 10 Jumlah individu 6 spesies Hymenoptera penyerbuk pada tanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda ... 11 Nilai indeks Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan

berbeda ... 12 Nilai kemerataan Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda ... 13 Kesamaan spesies penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda

berdasarkan indeks kesamaan Sorensen ... 14 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada

pertanaman caisin pertama ... 15 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada

pertanaman caisin kedua (pengamatan bulan Maret 2006) ... 16 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada

pertanaman caisin ketiga (pengamatan bulan April-Mei 2006) ... 23 29 33 38 39 41 44 45 45 46 47 48 48 50 50 51


(15)

17 Hubungan jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk dengan jumlah tanaman berbunga ... 18 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam

kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan Januari-Pebruari 2006 ... 19 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam

kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan Maret 2006 ... 20 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam

kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan April-Mei 2006 ... 21 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan

intensitas cahaya ... 22 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan

suhu udara ... 23 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan

kelembaban udara ... 24 Interaksi komponen-komponen dalam perilaku pencarian pakan dan

aliran energi ... 25 Struktur tungkai ke tiga Apis cerana ... 26 Enam spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin yang diamati

perilaku kunjungannya ... 27 Box plot jumlah kunjungan 6 spesies lebah pada bunga caisin ... 28 Box plot jumlah kunjungan A. cerana pada bunga caisin ... 29 Box plot jumlah kunjungan A. dorsata pada bunga caisin ... 30 Box plot jumlah kunjungan Ceratina sp.pada bunga caisin ... 31 Box plot jumlah kunjungan X. caerulea pada bunga caisin ... 32 Box plot jumlah kunjungan X. confusa pada bunga caisin ... 33 Box plot jumlah kunjungan X. latipes pada bunga caisin ...

51 52 53 53 55 56 56 67 69 73 74 74 75 75 76 76 77


(16)

34 Box plot lama kunjungan per bunga 6 spesies lebah pada bunga caisin .. 35 Box plot lama kunjungan per bunga A. cerana pada bunga caisin ... 36 Box plot lama kunjungan per bunga A. dorsata pada bunga caisin ... 37 Box plot lama kunjungan per bunga Ceratina sp pada bunga caisin ... 38 Box plot lama kunjungan per bunga X. caerulea pada bunga caisin ... 39 Box plot lama kunjungan per bunga X. confusa pada bunga caisin ... 40 Box plot lama kunjungan per bunga X. latipes pada bunga caisin ... 41 Box plot lama pencarian pakan 6 spesies lebah pada pertanaman caisin 42 Box plot lama pencarian pakan A. cerana pada pertanaman caisin ... 43 Box plot lama pencarian pakan A. dorsata pada pertanaman caisin ... 44 Box plot lama pencarian pakan Ceratina sp. pada pertanaman caisin .... 45 Box plot lama pencarian pakan X. caerulea pada pertanaman caisin .... 46 Box plot lama pencarian pakan X. confusa pada pertanaman caisin ... 47 Box plot lama pencarian pakan X. latipes pada pertanaman caisin ... 48 Pertanaman yang dikurung dengan kain kasa untuk mencegah

serangga penyerbuk mengunjungi bunga dan pertanaman terbuka ... 49 Skema rancangan acak kelompok yang digunakan dalam penelitian ini 50 Box plot jumlah polong per tanaman caisin terbuka dan dikurungan .... 51 Box plot jumlah biji per polong tanaman caisin terbuka dan dikurung .. 52 Box plot jumlah biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung ... 53 Box plot bobot biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung ... 54 Box plot tinggi tanaman caisin yang terbuka dan dikurung ... 55 Box plot perkecambahan biji tanaman caisin terbuka dan dikurung ... 56 Hubungan jumlah individu penyerbuk dengan jumlah biji ...

78 78 79 79 80 80 81 82 82 83 83 84 84 85 92 92 94 95 95 96 96 97 98


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe jumlah kunjungan per

menit 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu

pengamatan berbeda ... 2 HasilAnova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe lama kunjungan per

bunga 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda ... 3 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe lama pencarian pakan

6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda ... 4 Hasil uji-t two group tinggi tanaman, jumlah polong, jumlah biji per

polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman dari tanaman caisin yang dikurung dan terbuka ... 5 Hasil uji-t two group perkecambahan biji tanaman caisin yang dikurung

dan terbuka ... 117

120

123

126


(18)

1. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Asosiasi antara serangga penyerbuk (insect pollinators) dengan tanaman angiospermae merupakan bentuk asosiasi mutualisme yang spektakuler. Asosiasi ini diduga telah terjadi sejak awal Cretaceous (sekitar 130-90 jtl) melalui proses koevolusi yang menghasilkan keanekaragaman tumbuhan dan serangga seperti saat ini (Schoonhoven et al., 1998). Dominansi tumbuhan saat ini sangat bergantung pada hubungan mutualistik dengan serangga penyerbuk dan burung sebagai penyebar biji. Asosiasi mutualisme antara serangga dengan tumbuhan bervariasi antar spesies dan terjadi dalam spektrum luas. Bagi tumbuhan, asosiasi dengan serangga berdampak positif, terutama dengan terjadinya penyerbukan silang. Bagi serangga, asosiasi dengan tumbuhan memberi keuntungan, yaitu sebagai sumber pakan berupa serbuksari (pollen) dan nektar. Serbuksari mengandung 15-30% protein dan nektar mengandung sekitar 50% gula dan senyawa lain, seperti lipid, asam amino, mineral, dan senyawa aromatik (Schoonhoven et al., 1998).

Penyerbukan (pollination) merupakan bertemunya serbuksari dengan kepala putik (stigma). Sekitar 2/3 spesies tanaman berbunga memerlukan penyerbukan serangga untuk menghasilkan biji yang optimal. Proses penyerbukan dimulai dari lepasnya serbuksari dari kepalasari (anthesis) sampai serbuksari tersebut menempel di kepala putik. Pada tanaman Angiospermae, penyerbukan terjadi dalam tiga fase, yaitu lepasnya serbuksari dari kepalasari, perpindahan serbuksari dari kepalasari menuju kepala putik, dan perkecambahan serbuksari. Setelah terjadi perkecambahan, fase selanjutnya adalah pembuahan (fertilisasi). Kegagalan perkecambahan menyebabkan kegagalan penyerbukan karena serbuksari tidak mampu membuahi sel telur (Faegry & van Der Pijl, 1971). Keberhasilan penyerbukan umumnya tinggi pada penyerbukan silang dibandingkan penyerbukan sendiri (Barth, 1991). Beberapa faktor menentukan keberhasilan penyerbukan, seperti viabilitas serbuksari, reseptibilitas putik, interaksi genetik (inkompatibilitas), atau keguguran post-zygotic (Dafni, 1992).


(19)

Istilah efisiensi penyerbukan digunakan untuk mengakses bermacam-macam tahap dalam perjalanan serbuksari dari kepalasari sampai biji terbentuk. Evaluasi efisiensi penyerbukan berkaitan dengan aspek kuantitatif dalam tahap-tahap penyerbukan. Untuk pembentukan biji yang optimal, bunga umumnya memerlukan lebih dari satu kunjungan serangga. Menurunnya populasi serangga penyerbuk di alam menyebabkan pembentukan biji pada tanaman pertanian dan hortikultura menjadi kurang optimal.

Serangga merupakan agens penyerbuk yang sangat penting. Di lahan pertanian, serangga penyerbuk yang umum dijumpai adalah lebah madu dan bumble bees yang mengunjungi 20-30% spesies tanaman (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Disamping lebah, serangga penyerbuk tanaman yang penting adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupu-kupu (Lepidoptera) (Faegry & Van Der Pijl, 1971). Keanekaragaman serangga penyerbuk di suatu lokasi berkaitan dengan habitat sekitarnya. Keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian tepi hutan dipengaruhi juga oleh serangga penyerbuk di dalam hutan. Hal ini disebabkan karena pencarian pakan serangga di dalam hutan juga dilakukan di lahan sekitarnya, termasuk lahan pertanian tepi hutan. Steffan-Dewenter et al., (2002) melaporkan keanekaragaman Bombus spp. sebagai penyerbuk tanaman sawi (mustard) dan radish tinggi di habitat dekat hutan dan makin menurun dengan meningkatnya jarak dari hutan. Jarak pencarian pakan berkorelasi positif dengan ukuran tubuhnya. Ukuran tubuh lebah penyerbuk yang besar mempunyai daerah pencarian pakan yang luas.

Lebah merupakan penyerbuk terpenting karena beberapa sifat, diantaranya aktif mengumpulkan serbuksari dan nektar dan tubuh berambut yang membantu mengumpulkan serbuksari. Pada saat mengumpulkan serbuksari, lebah menyisir benangsari dengan tungkainya, selanjutnya serbuksari dikumpulkan ke dalam pollen baskets yang terletak pada sisi luar tibia tungkai belakang (Schoonhoven et al., 1998). Setiap koloni lebah mengkonsumsi sekitar 20 kg serbuksari dan 60 kg nektar setiap tahunnya. Berdasarkan teori pencarian pakan optimum (optimal foraging theory), serangga mengumpulkan sebanyak mungkin makanan dengan energi dan waktu seminimal mungkin. Dalam pencarian pakan, lebah madu


(20)

menunjukkan adanya flower constancy, yaitu cenderung mengunjungi bunga dari tanaman dalam satu spesies dalam setiap perjalanan (Schoonhoven et al., 1998). Pencarian pakan dilakukan oleh lebah madu pekerja untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anggota koloninya yang berjumlah sekitar 10-50 ribu individu.

Penelitian tentang perilaku pencarian pakan merupakan hal penting di bidang biologi penyerbukan. Perilaku pencarian pakan tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas serangga penyerbuk. Beberapa perilaku kunjungan tersebut adalah jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama pencarian pakan. Disamping itu, efektifitas penyerbukan juga dapat diukur dari banyaknya buah atau biji yang terbentuk (Dafni, 1992).

Di seluruh dunia, lebah dilaporkan membantu penyerbukan lebih dari 16% dari spesies tanaman berbunga dan sekitar 400 spesies tanaman pertanian. Di Amerika, lebah dilaporkan membantu penyerbukan lebih dari 130 spesies tanaman pertanian dengan nilai ekonomi mencapai US$ 9 juta setiap tahunnya. Di Inggris, serangga penyerbuk terutama lebah madu dan bumble bees membantu penyerbukan paling tidak 39 spesies tanaman dengan nilai ekonomi mencapai 202 juta pounds (Delaplane & Mayer, 2000). Secara keseluruhan, penyerbuk mampu memenuhi sekitar 15-30% kebutuhan hidup manusia (Roubik, 1995).

Penyerbukan serangga dilaporkan meningkatkan hasil panen pada berbagai spesies tanaman. Tanaman yang dibantu penyerbukan oleh serangga dilaporkan terjadi peningkatan hasil panen sebesar 41% pada cranberry, 7% pada blueberry, 26% pada tomat, 45% pada strawberry, 22-24% pada kapas (Delaplane & Mayer, 2000), 25% pada Crotalaria juncea, dan 4% pada kubis bunga (Brassica oleracea var Botrytis) (Ramadhani et al., 2000). Disamping meningkatkan hasil panen, lebah penyerbuk yang bersarang dalam tanah (ground-nesting bees) berperan dalam perbaikan tekstur tanah dan membantu penyerapan nutrisi oleh tanaman (Delaplane & Mayer, 2000).

Serangga membantu penyerbukan silang yang memberikan keuntungan bagi tanaman berupa pencampuran dan rekombinasi material genetik dari dua tanaman. Pencampuran dan rekombinasi material genetik tersebut meningkatkan


(21)

heterosigositas keturunannya (Barth, 1991). Disamping meningkatkan heterosigositas, penyerbukan silang juga meningkatkan keragaan (fitness), kualitas dan kuantitas biji dan buah, dan akhirnya dapat mencegah kepunahan spesies tanaman (Kearns & Inouye, 1997).

Tanaman caisin (Brassica rapa: Brassicaceae) merupakan tanaman sayuran penting di Indonesia dan Asia pada umumnya. Tanaman ini mulai berbunga setelah pertumbuhan daun mulai terhenti. Bunga tersusun dalam tandan, berwarna kuning terang, petal berjumlah 4 yang tersusun bersilangan, benangsari (stamen) berjumlah 6, dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari tangkai putik (stylus). Kepala putik tunggal berada di ujung stylus (Delaplane & Mayer, 2000). Tanaman caisin bersifat hermaprodit, namun demikian tanaman ini memerlukan penyerbukan silang karena bersifat self-incompatibility (SI) yang memerlukan penyerbukan silang untuk pembentukan biji (Takayama & Isogai, 2005). Angin tidak berperan penting dalam penyerbukan beberapa spesies Brassica (Delaplane & Mayer, 2000).

Penelitian ini mempelajari keanekaragaman dan perilaku kunjungan serangga penyerbuk serta pengaruhnya dalam pembentukan biji tanaman caisin. Dalam penelitian ini, tanaman sengaja ditanam di lahan pertanian tepi hutan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Keanekaragaman serangga penyerbuk dipelajari berdasarkan waktu dan lokasi yang berbeda, fenologi bunga, dan parameter lingkungan. Perilaku kunjungan serangga penyerbuk dipelajari dari jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama pencarian pakan pada pertanaman caisin. Perilaku kunjungan tersebut diamati pada enam spesies lebah, yaitu Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp., Xylocopa caerulea, X. confusa, dan X. latipes.


(22)

b. Identifikasi Masalah

1. Sedikitnya informasi tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada berbagai tanaman pertanian di Indonesia.

2. Sedikitnya informasi tentang perilaku kunjungan dan efektifitas penyerbukan masing-masing spesies serangga penyerbuk.

3. Sedikitnya informasi dan pemahaman tentang peranan serangga dalam membantu penyerbukan tanaman.

c. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin di lahan pertanian tepi hutan.

2. Mempelajari perilaku kunjungan enam spesies lebah penyerbuk yang meliputi jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), danlama kunjungan pada pertanaman caisin.

3. Mengukur hasil panen pertanaman caisin yang dibantu penyerbukannya oleh serangga dan tanpa serangga.

d. Pemecahan Masalah

Untuk mendapatkan penyelesaian terhadap masalah dan tujuan seperti di atas, dilakukan penelitian yang mencakup tiga aspek yaitu keanekaragaman dan perilaku kunjungan serangga penyerbuk, serta pengaruhnya dalam pembentukan biji pertanaman caisin. Lokasi penelitian dipilih di lahan pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak, di desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian tepi hutan diduga lebih spesifik, karena serangga penyerbuk yang bersarang di dalam hutan melakukan pencarian pakan di lahan pertanian tersebut. Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati di tiga pertanaman caisin yang ditanam pada waktu berbeda dan lokasi pertanaman terletak pada jarak 0-400 m dari tepi hutan.


(23)

Pengambilan data keanekaragaman serangga penyerbuk dilakukan dengan scan method (Martin & Bateson, 1993), selama sekitar 15 menit, mulai pukul 07.30-14.30 pada saat cuaca cerah. Data keanekaragaman serangga penyerbuk dianalisis berdasarkan jumlah spesies dan individu pada waktu berbeda dan di kaitkan dengan jumlah tanaman berbunga dan data lingkungan. Perilaku kunjungan diamati pada 6 spesies lebah penyerbuk, yaitu Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp., Xylocopa caerulea, X. confusa, dan X. latipes (famili Apidae) dengan metode focal sampling (Martin & Bateson, 1993). Perilaku kunjungan yang diamati adalah jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga, dan lama kunjungan pada pertanaman caisin. Data perilaku kunjungan tersebut digunakan untuk menduga efektivitas penyerbukan masing-masing spesies pada pertanaman caisin. Pengaruh keanekaragaman serangga penyerbuk terhadap pembentukan biji caisin diukur dari jumlah polong per tanaman, biji per polong, biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan perkecambahan biji. Secara keseluruhan, kerangka pemikiran penelitian dituangkan ke dalam diagram alur, seperti ditampilkan dalam Gambar 1.


(24)

e. Hipotesis

1. Ho: Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin tidak

bervariasi pada waktu pengamatan berbeda.

H1: Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin bervariasi

pada waktu pengamatan berbeda.

2. Ho: Perilaku kunjungan lebah penyerbuk tidak bervariasi antar spesies.

H1: Perilaku kunjungan lebah penyerbuk bervariasi antar spesies.

3. Ho: Pertanaman caisin terbuka dimana penyerbukannya dibantu oleh serangga

tidak menghasilkan jumlah biji lebih banyak dibandingan dengan pertanaman yang dikurung.

H1: Pertanaman caisin terbuka dimana penyerbukannya dibantu oleh serangga

menghasilkan jumlah biji lebih banyak dibandingan dengan pertanaman yang dikurung.

f. Manfaat Penelitian

1. Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin dalam penelitian ini dapat dijadikan gambaran umum tentang keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian.

2. Data tentang perilaku kunjungan lebah penyerbuk dapat digunakan untuk menentukan efektivitas penyerbukan masing-masing spesies.

3. Penyerbukan oleh serangga yang meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil panen tanaman sangat mendukung usaha intensifikasi pertanian. 4. Pemahaman tentang pentingnya keanekaragaman dan peranan serangga

dalam membantu penyerbukan tanaman menjadi landasan dalam usaha konservasi serangga penyerbuk dan habitatnya.


(25)

1. TINJAUAN PUSTAKA

a. Praktik Pertanian, Fragmentasi Habitat, dan Keanekaragaman Hayati

Bentang alam (lansekap) tropik didominasi oleh sistem pertanian (agroekosistem). Sistem pertanian intensif menyebabkan berkurangnya habitat alami, meningkatnya fragmentasi dan isolasi habitat yang menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati (Saunders et al., 1991) yang kemudian berakibat menurunnya stabilitas dan fungsi ekosistem (Naeem et al., 1995). Dalam kaitannya dengan serangga penyerbuk, fragmentasi habitat menyebabkan menurunnya jumlah spesies (species richness) dan kelimpahan individu (abundance), mengubah perilaku pencarian pakan (foraging behavior), dan merusak interaksi tanaman dengan serangga penyerbuk (Steffan-Dewenter et al., 2002). Kerusakan dan fragmentasi habitat menurunkan kompleksitas struktur lansekap yang berpengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan lebah soliter dan bumble bees (Steffan-Dewenter et al., 2002). Disamping itu, fragmentasi habitat dapat menurunkan pembentukan biji dan aliran gen (gen flow) dari populasi tanaman yang terisolasi (Didham et al., 1996). Disamping fragmentasi dan isolasi habitat, menurunnya keanekaragaman serangga penyerbuk juga disebabkan karena penggunaan pestisida (Shephered et al., 2000) dan pertanaman monokultur (Delaplane & Mayer, 2000). Perubahan penanaman polikultur menjadi monokultur mendorong terjadinya isolasi habitat yang dapat mempengaruhi struktur komunitas lebah (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999).

Usaha-usaha menjaga biodiversitas perlu dilakukan, terutama difokuskan pada ekosistem alami (Moguel & Toledo, 1999). Usaha menjaga biodiversitas dapat juga dilakukan dengan praktik pertanian tradisional, seperti agroforestry yang menghasilkan struktur lansekap mosaik dengan keanekaragaman vegetasi tinggi (Pimentel et al., 1992). Disamping itu, usaha untuk meningkatkan kekayaan spesies dan kelimpahan populasi lokal dapat dilakukan dengan memelihara struktur “koridor” sebagai penghubung organisme dalam memanfaatkan sumberdaya yang terpisah secara spasial (habitat connectivity) (Gonzales et al., 1998). Struktur konektivitas juga memungkinkan setiap individu berinteraksi


(26)

dengan individu lain melalui kemampuan menyebar (With et al., 1999). Disamping itu, habitat dengan konektivitas tinggi meningkatkan populasi musuh alami yang dapat mengendalikan populasi hama di bawah ambang batas (Thies & Tscharntke, 1999).

b. Struktur Habitat dan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk

Penelitian serangga penyerbuk dalam kaitannya dengan struktur habitat telah banyak dilaporkan. Steffan-Dewenter & Tscharntke (1999) melaporkan kelimpahan individu dan kekayaan spesies lebah liar (wild bees) pengunjung bunga sawi (Sinapsis arvensis: Brassicaceae) ditemukan tinggi di habitat alami dan kelimpahannya makin menurun dengan meningkatnya jarak dari habitat alami. Habitat alami merupakan source habitat bagi habitat di sekitarnya. Pada pertanaman kopi dalam sistem agroforestry, Klein et al. (2002) melaporkan intensitas penggunaan lahan berpengaruh terhadap keanekaragaman lebah penyerbuk. Kelimpahan dan kekayaan spesies lebah sosial makin meningkat dengan menurunnya intensitas penggunaan lahan, sedangkan kelimpahan lebah soliter makin meningkat dengan meningkatnya intensitas penggunaan lahan. Dalam kaitannya dengan struktur habitat, Steffan-Dewenter (2002) melaporkan kelimpahan lebah pengunjung bunga Centaurea jacea (Asteraceae) makin meningkat dengan meningkatnya struktur habitat. Struktur habitat juga berpengaruh terhadap aktifitas pencarian pakan lebah penyerbuk. Jumlah kunjungan lebah pada bunga di struktur habitat yang sederhana lebih tinggi dibandingkan dengan struktur habitat yang kompleks (Steffan-Dewenter et al., 2001). Proporsi dan keanekaragaman tipe habitat menjadi faktor penting bagi keberadaan lebah penyerbuk (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999).

c. Taksonomi dan Biologi Lebah Penyerbuk

Lebah (Superfamili Apoidea, Ordo Hymenoptera) terbagi dalam 2 Seri, yaitu Apiformes dan Spheciformes. Seri Apiformes memiliki 7 famili, yaitu Stenotritidae, Colletidae, Andrenidae, Halictidae, Melittidae, Megachilidae, dan Apidae. Seri Spheciformes memiliki 3 famili, yaitu Ampulicidae, Sphecidae, dan


(27)

Crabonidae. Di seluruh dunia, jumlah spesies lebah diperkirakan mencapai 16.000 (Michener, 2000). Berdasarkan struktur alat mulutnya, lebah dikelompokkan menjadi 2, yaitu lebah dengan alat mulut pendek (short-tongued bees) dan lebah dengan alat mulut panjang (long-tongued bees). Lebah dengan alat mulut pendek diduga sudah ada sejak munculnya tanaman Angiospermae awal yang mempunyai bentuk bunga dangkal (shallow). Lebah dengan alat mulut panjang muncul setelah adanya tanaman Angiospermai dengan struktur bunga yang lebih berkembang. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas bunga angiospermae, lebah dengan alat mulut panjang lebih diuntungkan. Lebah madu merupakan contoh lebah dengan alat mulut panjang (Winston, 1987).

Famili Apidae mempunyai 3 subfamili, yaitu Xylocopinae, Nomadinae, dan Apinae. Subfamili Xylocopinae memiliki 3 tribe, yaitu Manueliini (1 genus: Manuelia), Xylocopini (1 genus: Xylocopa), dan Ceratinini (2 genus: Ceratina dan Megaceratina). Subfamili Nomadinae mempunyai 10 tribe, sebagai contohnya tribe Nomadini dengan contoh genusnya Nomia. Subfamili Apinae mempunyai 19 tribe. Tribe Meliponini (contoh Trigona) dan Apini (1 genus: Apis) merupakan serangga sosial dengan tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989; Michener, 2000).

Lebah dalam subfamili Xylocopinae dan Nomadinae termasuk lebah soliter. Pada umumnya, induk betina lebah soliter tidak pernah bertemu dengan anaknya. Namun pada beberapa spesies Ceratina, Xylocopa, Nomia, dan Megachilidae ditemukan induk-anak atau anak-anak di dalam sarangnya. Diantara lebah dewasa sering menunjukkan pembagian kasta, yaitu mirip ratu dan mirip pekerja (Michener, 2000). Roubik (1989) menyatakan beberapa spesies Ceratina dan Xylocopa termasuk kelompok parasosial, yaitu sebagai komunal, kuasisosial, atau semisosial. Michener (2000) mengelompokkan Xylocopa sebagai lebah subsosial karena anak dan induk ditemukan dalam satu sarang dan induk secara aktif memberi makan anak-anaknya.

Trigona spp. dan Apis (subfamili Apinae) termasuk lebah sosial dengan tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989; Michener, 2000). Anggota Apinae dicirikan oleh adanya corbicula atau pollen basket pada permukaan luar tibia tungkai belakang yang digunakan untuk membawa serbuksari dan material


(28)

pembuat sarang (Roubik, 1989). Genus Apis memiliki 9 spesies, yaitu A. mellifera Linnaeus, A. cerana Fabricus, A. dorsata Fabricus, A. laboriosa Smith, A. florea Fabricus, A. andreniformis Smith, A. koschevnikovi Buttel-Reepen, A. nigrocincta, dan A. nuluensis (Michener, 2000). Lebah A. cerana dan A. mellifera merupakan lebah berukuran sedang (10-11 mm), sarang dibuat di dalam lubang yang terdiri beberapa sisir (multiple combs), jumlah pekerja mencapai 6 000-7 000 individu pada A. cerana dan dapat mencapai 100 000 individu pada A. mellifera (Winston, 1987). Sarang A. florea, A. andreniformis, A. dorsata, A. laboriosa ditemukan di tempat terbuka dengan sisir tunggal (single comb) (Michener, 2000).

d. Lebah Soliter dan Lebah Sosial

Dalam siklus hidupnya, lebah dapat bersifat soliter, sosial fakultatif, atau sosial obligat. Lebah soliter berbeda dengan serangga soliter pada umumnya, karena pada lebah soliter terjadi interaksi antara satu individu dengan individu lain dalam satu sarang. Koloni pada lebah dapat berupa asosiasi multifoundress, ketika beberapa lebah terkonsentrasi di suatu area, atau berupa asosiasi matrifilial, ketika lebah keturunannya hidup bersama dengan induk dalam satu sarang (Roubik, 1989). Sarang lebah soliter dibuat oleh induk betina dan induk tersebut memberi makan keturunannya. Biasanya induk mati atau meninggalkan sarang sebelum keturunannya dewasa. Oleh karena itu, sifat soliter pada lebah dapat berupa: “komunal”, jika sarang digunakan oleh induk dan betina soliter lain; “subsosial”, jika koloni terdiri satu betina dewasa yang memberi makan keturunannya; “kuasisosial”, jika koloni terdiri atas beberapa betina dewasa yang berumur sama dan menghasilkan keturunannya; atau “semisosial”, jika koloni dari lebah dewasa yang berumur sama, biasanya saudaranya, beberapa diantaranya tidak meletakkan telur. Koloni semisosial, kuasisosial, dan komunal secara kelompok disebut “parasosial” (Roubik, 1989).

Lebah sosial mempunyai tingkat lebih tinggi dibandingkan lebah soliter. Beberapa ciri lebah sosial adalah membentuk koloni, adanya pembagian kasta sebagai ratu, pekerja, dan jantan, dan pertemuan generasi dalam koloni. Dalam koloni terdapat 1 individu ratu, ratusan individu jantan, dan


(29)

beberapa-ratusan ribu individu pekerja. Lebah pekerja umumnya tidak kawin dan berperan dalam pemeliharaan koloni, sebagai penjaga, dan mencari pakan. Lebah ratu melakukan perkawinan dengan lebah jantan dan meletakkan telur (Michener, 2000). Lebah madu dan stingless bees (Trigona spp). merupakan lebah sosial dengan tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989). Kemungkinan tahapan evolusi lebah soliter ke sosial tertera dalam Gambar 2 dan beberapa contoh spesies lebah soliter dan sosial tertera dalam Tabel 1.

Gambar 2 Kemungkinan evolusi koloni lebah sosial dari lebah soliter. Lingkaran kecil menggambarkan sarang dan lingkaran besar menggambarkan koloni sarang (Roubik, 1989).


(30)

Tabel 1 Contoh beberapa spesies lebah soliter dan lebah sosial (Roubik, 1989).

Lebah soliter: komunal, kuasisosial, semisosial

Lebah subsosial dan eusosial primitif Lebah eusosial Colletidae Hylaeus Andrenidae Andrena Halictidae Nomia Lasioglossum Apidae Xylocopa Ceratina Euglossa Megachilidae Chalicodoma Halictidae Halictus Lasioglossum Apidae Bombus Ceratina Apidae Apis Melliponinae

e. Serbuksari dan Nektar sebagai Sumber Pakan

Serbuksari merupakan sumber pakan utama lebah karena mengandung 16-30% protein, 1-7 % pati, 0-15% gula, 3-10% lemak, dan 1-9% ashes. Nektar merupakan sumber gula dengan kandungan antara 25-75%. Perbandingan glukosa, fruktosa, dan sakarosa dalam nektar bervariasi pada berbagai spesies tanaman (Faegry & Van Der Pijl, 1971). Selain gula, nektar juga mengandung asam amino, protein, asam organik, phospat, vitamin, dan enzim dalam jumlah kecil (Barth, 1991).

Kualitas dan kuantitas nektar dan serbuksari menentukan perkembangan dan kelangsungan hidup koloni lebah. Oleh lebah, nektar diproses menjadi madu sebagai sumber energi bagi koloni. Serbuksari merupakan sumber utama protein bagi perkembangan larva dan perkembangan kelenjar pada lebah pekerja yang masih muda (Winston, 1987). Serbuksari mengandung protein, lemak, karbohidrat, sterol, vitamin, dan mineral yang semuanya merupakan nutrisi yang diperlukan lebah madu, namun nilai nutrisi serbuksari lebih ditentukan oleh kandungan proteinnya (Cook et al., 2003). Serbuksari dari spesies tanaman berbeda mempunyai komposisi dan konsentrasi asam amino berbeda. Serbuksari dengan kandungan asam amino esensial yang tinggi mempunyai nilai nutrisi yang


(31)

tinggi (Day et al., 1990). De Groot (1953) melaporkan asam amino esensial bagi lebah madu adalah methionine, arginine, tryptophan, lysine, isoleucine, phenylalanine, histidine, valine, leucine, dan threonine. Asam amino non esensial bagi lebah adalah tyrosine, cysteine, serine, hydroxyproline, alanine, glycine, dan proline.

Perilaku pencarian pakan pada lebah madu dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas nutrisi, termasuk gula, asam amino, dan air (Stone, 1994), dan kondisi iklim mikro (Bosch & Kemp, 2002). Preferensi lebah madu dalam menentukan kualitas serbuksari ditentukan oleh warna dan aromanya. Preferensi tersebut bukan merupakan innate preference, tetapi sesuatu yang dipelajari (acquired). Berdasarkan pembelajaran terhadap warna dan aroma, lebah madu dapat menentukan kualitas makanannya (Cook et al., 2003).

f. Serangga Penyerbuk dan Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji

Penggunaan serangga untuk membantu penyerbukan berbagai tanaman pertanian telah banyak dilaporkan. Penggunaan Bombus vosnesenskii sebagai penyerbuk tanaman tomat di dalam rumah kaca, meningkatkan ukuran buah (Dogterom et al., 1998). Buah tomat hasil penyerbukan serangga mempunyai daging buah lebih padat dan mengandung 20% vitamin C lebih tinggi dibandingkan buah tomat tanpa penyerbukan serangga (Kahono, komunikasi pribadi). Pada tanaman mentimun (Cucumis sativus L.), jumlah kunjungan lebah madu berpengaruh terhadap buah yang dihasilkan. Tanaman yang dikunjungi lebah madu menghasilkan buah tiga kali lebih banyak dibandingkan dari tanaman yang tidak dikunjungi lebah. Kunjungan lebah madu 6 kali meningkatkan lebih dari 50% buah, sedangkan kunjungan kurang dari 1 kali menyebabkan tanaman tidak atau sedikit menghasilkan buah (Gingras et al. 1999). Pada tanaman bunga matahari (Halianthus annuus), keberadaan lebah liar dapat meningkatkan efisiensi penyerbukan lebah madu melalui mekanisme interaksi perilaku interspesies. Keberadaan lebah liar dapat meningkatkan frekuensi lebah madu dalam mentransfer serbuksari ke bunga betina. Efisiensi penyerbukan lebah liar pada bunga matahari bervariasi dari 1 sampai 19 biji per kunjungan. Efisiensi


(32)

penyerbukan lebah madu meningkat pada waktu kelimpahan lebah liar tinggi (Greenleaf & Kremen, 2006). Peningkatan produksi biji dilaporkan juga terjadi pada beberapa tanaman yang dibantu penyerbukannya oleh serangga (Tabel 2).

Tabel 2 Pembentukan biji beberapa spesies tanaman yang dibantu penyerbukannya oleh serangga.

Spesies Tanaman

Produksi biji (%) Tanaman dikurung Tanaman tidak dikurung Sumber Pustaka Wild rosemary

(Andromeda glaucophylla)

0.7 33.6 Schoonhoven et al., 1998 Swamp laurel

(Kalmia polifolia)

0 55.6 Schoonhoven et al., 1998 Labrador tea

(Ledum groenlandicum)

1.0 96.2 Schoonhoven et al., 1998 Large cranberry

(Vaccinium macrocarpon)

4.0 55.7 Schoonhoven et al., 1998 Sarson

(Brassica campestris)

34.7 65.3 Khan & Chaudory, 1995 Toria

(Brassica napus)

7.46 92.54 Khan, 1995

g. Tanaman Caisin (Brassica rapa: Brassicaceae)

Famili Brassicaceae mempunyai lebih dari 300 genus dan 3000 spesies. Anggota famili ini merupakan komoditas sayuran penting, penghasil minyak biji, dan sebagai tanaman hias. Beberapa tanaman dari famili ini memiliki sifat anti kanker. Ciri khas tanaman dalam famili ini adalah tingginya kandungan glukosinolat. Oleh enzim mirosinase, senyawa glukosinolat diubah menjadi senyawa yang berasa pahit, seperti isotiosianat, tiosianat, nitril, dan goitrin yang bersifat goitrogenik (penyebab gondok). Pada spesies yang dibudidayakan dengan seleksi dan pemuliaan, kandungan glukosinolat menjadi sangat berkurang. Genus Brassica merupakan tanaman terpenting dari Brassicaceae yang memiliki sekitar 40 spesies (Rubatzky & Yamaguchi, 2000).


(33)

Brassica rapa (caisin) merupakan tanaman sayuran penting di Asia. Daun bertangkai, bentuk agak oval, warna hijau mengkilap, tegak, menempel pada batang, tangkai daun hijau muda, berdaging, tinggi tanaman sebelum berbunga berkisar 15-30 cm. Daun dipanen pada umur 30-40 hari setelah tanam (Rubatzky & Yamaguchi, 2000). Pembungaan tanaman ini terjadi setelah fase pertumbuhan daun mulai berhenti. Bunga berwarna kuning terang, tersusun dalam tandan, muncul pada batang yang berdaun kecil, dengan beberapa percabangan. Setiap bunga terdiri dari 4 petal, tersusun bersilangan dengan panjang 1.3-2.5 cm, dengan 6 benangsari, dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari tangkai putik. Kepala putik berada di ujung putik (Delaplane & Mayer, 2000) (Gambar 3). Takayama & Isogai (2005) melaporkan B. rapa bersifat self-incompatibility (SI) sehingga memerlukan penyerbukan silang untuk pembentukan biji yang optimum.

Gambar 3 Morfologi tanaman caisin (A), bunga caisin tersusun dalam tandan (B), satu bunga dengan 4 petal dan 6 benangsari (C), dan polong yang mengandung biji (D).

1 mm

7 mm

A B

C


(34)

Serbuksari tanaman caisin dilindungi oleh lapisan exine kompleks, tanpa kutikula, bertipe triseluler: 2 sel generatif dan 1 sel vegetatif. Sel generatif (sel sperma) terletak di dalam sitoplasma sel vegetatif yang hanya dipisahkan oleh membran sel. Stigma dan stylus merupakan organ glandular. Metabolisme organ tersebut berkaitan dengan proses pembungaan dan penyerbukan. Stigma mengandung sel-sel penerima (receptive cells) untuk mengenali serbuksari dan mengandung substrat untuk membantu perkecambahan. Stigma Brassicaceae hanya dilindungi oleh lapisan pelikel atau adesif sebagai cairan eksudat, sehingga digolongkan sebagai stigma “kering”. Cairan eksudat tersebut berperan penting dalam interaksi serbuksari-kepala putik, seperti meningkatkan adhesi serbuksari, membantu perkecambahan, melindungi dari serangan predator dan mikroba, dan mencegah dehidrasi stigma. Disamping itu, cairan eksudat berperan sebagai nutrisi bagi serbuksari selama pertumbuhan dan sebagai reward bagi penyerbuk (Dafni, 1992).

Spesies B. rapa, B. nigra, dan B. oleracea mempunyai genom tunggal (monogenomik), masing-masing dengan 10, 8, dan 9 pasang kromosom. Spesies Brassica dengan genom tunggal diyakini sebagai tetua (ancestor) bagi spesies yang bergenom ganda (amfidiploid), seperti B. carinata (n=17), B. juncea (n=18), dan B. napus (n=19) (Rubatzky & Yamaguchi, 2000).

h. Aplikasi Biologi Penyerbukan di Bidang Pemuliaan Tanaman

Berkaitan dengan kehidupan manusia, aplikasi biologi penyerbukan mempunyai arti penting dalam penyediaan pangan dan benih (biji). Beberapa metode pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan tanaman menyerbuk silang. Metode pemuliaan dapat digunakan untuk mengembangkan benih berbasis varietas bersari bebas. Benih caisin yang beredar di masyarakat kemungkinan besar adalah varietas bersari bebas. Disamping itu, dengan pemuliaan dapat dikembangkan varietas hibrida yang mempunyai sifat unggul.

Metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri dapat dilakukan melalui introduksi, seleksi massa atau seleksi galur murni, hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi. Metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang sedikit berbeda


(35)

dengan tanaman menyerbuk sendiri karena pada tanaman menyerbuk silang, dalam populasi alami terdapat individu-individu yang secara genetik heterozigot untuk kebanyakan lokus. Secara genotipe juga berbeda dari satu individu ke individu lainnya, sehingga keragaman genetik dalam populasi sangat besar. Beberapa metode yang populer pada tanaman menyerbuk silang, diantaranya pembentukan varietas hibrida, seleksi massa, seleksi daur ulang, dan dilanjutkan dengan pembentukan varietas bersari bebas atau varietas sintetik (Makmur, 1984). Fenomena lain yang dimanfaatkan dalam tanaman menyerbuk silang adalah ketegaran hibrida atau heterosis, yaitu meningkatnya ketegaran (vigor) dan besaran F1 melebihi kedua tetuanya, sedangkan pada tanaman yang menyerbuk sendiri terjadi tekanan inbreeding (Mohr & Schopfer, 1995).


(36)

3. KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA

PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae)

PENDAHULUAN

Lebah madu dan bumble bees merupakan serangga penyerbuk utama pada tanaman pertanian. Lebah tersebut dilaporkan mengunjungi 20-30% spesies tanaman (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Lebah mempunyai tubuh berambut dan pada tungkai ke tiga terdapat struktur khusus untuk membawa serbuksari. Dengan strukur tersebut, lebah efektif menangkap dan membawa serbuksari (pollen) ketika lebah tersebut menyentuh kepalasari (anther) suatu bunga. Serbuksari yang lengket memfasilitasi serangga dalam membantu penyerbukan tanaman (Schoonhoven et al., 1998). Disamping lebah, serangga penyerbuk pada tanaman adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupu-kupu (Lepidoptera) (Faegry & van Der Pijl, 1971). Pemeliharaan interaksi mutualisme antara tanaman dengan penyerbuk perlu dilakukan untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan.

Keanekaragaman serangga penyerbuk pada tanaman pertanian telah banyak dilaporkan. Di Jepang, Amano et al. (2000) melaporkan Osmia cornifrons sebagai lebah soliter merupakan penyerbuk utama pada tanaman apel, Bombus terrestris pada tanaman tomat, dan A. mellifera pada berbagai tanaman pertanian. Disamping ke tiga spesies tersebut, Trigona spp. (stingless bees) merupakan serangga yang perlu dipertimbangkan sebagai penyerbuk. Lebah T. carbonaria merupakan penyerbuk potensial pada tanaman Macadamia integrifolis, sedangkan T. silvetriana, T. fulviventrid, dan T. textacea dapat merusak korola bunga Thunbergia grandiflora.

Di lahan pertanian di Jawa Tengah dan Jawa Barat didominasi oleh empat ordo serangga penyerbuk, yaitu Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, dan Hymenoptera. Pada bunga kupu-kupu, Crotalaria juncea L. dan Tephrosia vogeli ditemukan 12 spesies serangga pengunjung, yaitu Xylocopa caerulea F., X. confusa Per., X. latipes Dr. (Apidae), Polistes sp. (Vespidae), Megachile clotho Smith., Megachile sp. (Megachilidae), dan Campsomeris sp. (Scoliidae), Papilio


(37)

memnon F., Graphium sarpedon Millon (Papilionidae), Delias belisama glauce B. (Pieridae), Celadima dilecta paradilecta F., dan Surendra viparna Horsf (Lycaenidae) (Ramadhani et al., 2000). Pertanaman tomat di lahan pertanian organik ditemukan Hylaeus sp. (Hymenoptera) dan Thrips sp. (Thysanoptera) sebagai penyerbuk utama (Fajarwati, 2005). Lebah Bombus vosnesenskii (Apidae) merupakan penyerbuk potensial pada pertanaman tomat di dalam rumah kaca (Dogterom et al., 1998).

Pada tanaman Centaurea jacea (Asteraceae) ditemukan lebah liar yang terdiri atas Bombus (126 individu), Lasioglossum (81 individu), Halictus (22 individu), dan Andrena (1 individu)(233 individu) dan lebah madu (227 individu) sebagai penyerbuk utama (Steffan-Dewenter et al., 2001). Pada tanaman bunga matahari (Halianthus annuus), lebah madu merupakan penyerbuk dengan kelimpahan paling tinggi (75%). Lebah tersebut mengumpulkan serbuksari umumnya dari bunga jantan dan nektar dari bunga betina, sedangkan lebah liar banyak mengunjungi bunga betina (Greenleaf & Kremen, 2006).

Penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada Brassicaceae telah banyak dilaporkan.Di Georgia, komposisi serangga penyerbuk pada tanaman canola (B. campestris dan B. napus) adalah lebah madu (64%), Xylocopa spp. (24%), Bombus spp. (7.5%), dan lebah lainnya (5%). Diantara lebah tersebut, lebah madu membawa serbuksari paling banyak. Tanaman tersebut juga dikunjungi oleh Diptera, Lepidoptera, dan Hemiptera (Delaplane & Mayer, 2000). Steffan-Dewenter & Tscharntke (1999) melaporkan pada tanaman sawi (S. arvensis) dikunjungi oleh 1745 individu serangga yang termasuk dalam 5 ordo. Lebah (179 individu) merupakan penyerbuk utama yang terdiri atas lebah soliter, Bombus sp., dan A. mellifera. Kunin (1993) melaporkan, B. kaber dan B. hirta dikunjungi oleh A. mellifera sebagai pengunjung utama, sedangkan B. californicus, B. vosneskii, B. occidentalis, B. sitkensis, Megachilidae, Halictidae, Andrenidae, Diptera, dan Lepidoptera merupakan pengunjung dengan kelimpahan rendah. Penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada tanaman caisin (B. rapa) di Indonesia masih sangat sedikit dilaporkan.


(38)

Dalam penelitian ini dipelajari keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin (B. rapa). Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati pada waktu pengamatan berbeda selama masa pembungaan berlangsung. Data keanekaragaman serangga penyerbuk dikaitkan dengan fenologi bunga dan faktor lingkungan, yang meliputi suhu udara, intensitas cahaya, dan kelembaban udara.

BAHAN DAN METODE a. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan pertanian yang terletak di tepi hutan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak di desa Cipeutey, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dengan ketinggian 845 m di atas permukaan laut (dpl) (Gambar 4). Lahan pertanian tersebut terletak diantara perkampungan penduduk dengan hutan sepanjang sekitar 1500 m. Lokasi penanaman caisin terletak pada jarak 0, 200, dan 400 m dari tepi hutan dengan topografi bergelombang yang ditanam berbagai tanaman pertanian, diantaranya cabe, kacang panjang, kacang tanah, caisin, markisah, terong-terongan, dan padi. Di sekitar lokasi penelitian terdapat aplikasi pestisida yang dilakukan oleh petani untuk mengendalikan hama.

Gambar 4 Peta lokasi penelitian keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak.


(39)

b. Penyemaian dan Penanaman Caisin

Biji caisin disemai dalam nampan 72 lubang pada media pupuk kandang asal kotoran sapi. Pada umur sekitar 25 hari, 200 benih caisin ditanam di lahan pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak. Penanaman dilakukan 3 kali, yaitu tanggal 30 Nopember 2005, 26 Januari dan 16 Maret 2006, masing-masing di lokasi 200, 0, dan 400 m dari tepi hutan. Pada saat penanaman sampai sebelum dilakukan pengamatan serangga, pertanaman dilindungi oleh paranet hitam untuk mengurangi sekitar 65% intensitas cahaya. Pemupukan tanaman dilakukan sekali, yaitu pada saat pengolahan lahan menggunakan pupuk kandang dengan dosis 40 kg per petak untuk 50 tanaman. Pengendalian hama dilakukan secara manual tanpa aplikasi pestisida.

c. Pengamatan Keanekaragaman Serangga

Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati pada 3 pertanaman caisin selama pembungaan berlangsung. Pengamatan dilakukan pada 100 tanaman caisin (Gambar 5) dengan metode scan sampling (Martin & Bateson, 1993) yang dilakukan selama 10-15 menit setiap jam mulai pukul 07.30-14.30. Pengamatan meliputi penghitungan jumlah spesies dan individu. Pengamatan keanekaragaman serangga pada pertanaman pertama, kedua dan ketiga masing-masing selama 21, 16, dan 16 hari. Penangkapan sampel serangga dilakukan dengan jaring dan serangga yang tertangkap diawetkan dalam ethanol 70% atau secara kering sebelum dilakukan identifikasi di laboratorium.

Gambar 5 Pertanaman caisin yang digunakan untuk pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk.


(40)

d. Pengukuran Parameter Lingkungan

Selama pengamatan serangga, dilakukan pengukuran parameter lingkungan yang meliputi intensitas cahaya (lux) dengan luxmeter, suhu udara (oC) dan kelembaban udara (%) dengan thermometer basah-kering. Data

kelembaban udara diperoleh dari data suhu udara basah-kering yang telah dikonversi berdasarkan tabel kelembaban.

e. Preservasi dan Identifikasi Serangga

Spesimen serangga diawetkan secara basah dalam ethanol 70% dan secara kering dengan metode standar (Borror et al., 1989). Spesimen yang telah dipreservasi secara kering kemudian dimasukkan dalam freezer suhu -20oC

selama 7 hari untuk membunuh parasit yang menempel pada spesimen. Identifikasi spesimen dilakukan sampai tingkat famili, subfamili, genus, atau spesies. Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman IPB, Laboratorium Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB, dan di Laboratorium Entomologi, Puslitbang Biologi, LIPI Cibinong. Spesimen diidentifikasi berdasarkan Sasaji (1971), Tsukada (1981, 1982, 1985, 1991), Goulet & Huber (1993), Zimmerman (1994), Borror et al., (1989), Kurahashi et al., 1997), Michener (2000), Amir (2002), dan Sola et al., (2005) serta dibandingkan dengan spesimen koleksi museum Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI Cibinong. Spesimen serangga disimpan di Laboratorium Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA dan sebagian disimpan di Laboratorium Sistematik Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB.

f. Analisis Data

Jumlah spesies (S), famili (F), ordo (O), dan kelimpahan individu (N) serangga penyerbuk pertanaman caisin ditampilkan dalam tabel dan grafik. Jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk dikaitkan dengan jumlah tanaman berbunga yang ditampilkan dalam grafik. Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pengamatan yang berbeda dianalisis dengan indeks dan


(41)

kemerataan Shannon. Kesamaan spesies penyerbuk yang ditemukan pada masing-masing pengamatan dihitung dengan indeks kesamaan Sorensen (Magurran, 1987). Rumus yang digunakan adalah:

H' = - Σ pi ln pi, E = H'/ln S, Cs = 2j/(a+b)

H': indeks keanekaragaman Shannon; E: kemerataan (evenness) Shannon; Cs: indeks kesamaan Sorensen; pi: proporsi kelimpahan spesies ke-i (ni/N); S: jumlah spesies total; j: jumlah spesies yang ditemukan di kedua pengamatan; a: jumlah spesies yang ditemukan pada pengamatan a; dan b: jumlah spesies yang ditemukan pada pengamatan b. Nilai masing-masing indeks dan kemerataanya ditampilkan dalam tabel dan grafik. Hubungan keanekaragaman serangga penyerbuk dengan parameter lingkungan digambarkan dalam scatter plot.

HASIL a. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk

Serangga penyerbuk yang diamati pada pertanaman caisin berjumlah 5955 individu yang termasuk dalam 19 spesies dan 4 ordo. Keempat ordo tersebut adalah Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Hymenoptera merupakan ordo yang paling dominan (5625 individu, 95%), sedangkan Diptera (124 individu, 2%), Lepidoptera (77 individu, 1%), dan Coleoptera (129 individu, 2%) merupakan ordo dengan kelimpahan individu rendah (Gambar 6).

Gambar 6 Persentase individu masing-masing ordo serangga penyerbuk pertanaman caisin.


(42)

Serangga penyerbuk pertanaman caisin didominasi oleh Hymenoptera (10 spesies, 4 famili), sedangkan Lepidoptera (6 spesies, 5 famili), Diptera (2 spesies, 1 famili), dan Coleoptera (1 spesies, 1 famili) dengan kelimpahan yang rendah. Tiga spesies lebah, yaitu Apis cerana (2567 individu, 43.1%), Ceratina sp. (2202 individu, 37%), dan Apis dorsata (498 individu, 8.4%) (Hymenoptera) ditemukan dengan kelimpahan tinggi. Spesies lainnya dengan kelimpahan rendah (< 3%) (Tabel 3).

Tabel 3 Spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada pertanaman caisin.

Serangga penyerbuk pertanaman caisin yang termasuk ordo Lepidoptera adalah Nyctemera sp. (0.5%), Parnara guttata (0.3%), Eurema hecabe (0.2%), Potanthus sp. (0.2%), Jamidesvirgulatus dan Neptis hylas masing-masing dengan kelimpahan kurang dari 0.1%. Serangga penyerbuk lain yang ditemukan pada

Takson Spesies Jumlah Individu Persentase

Jan-Peb Maret Aprl-Mei Total (%)

Hymenoptera

Apidae, Subf. Apinae Apis cerana 1468 733 366 2567 43.11

Apis dorsata 5 493 0 498 8.36

8 0 1 9 0.15

Apidae, Subf. Xylocopinae Xylocopa caerulea 37 27 5 69 1.16

Xylocopa confusa 28 21 20 69 1.16

Xylocopa latipes 7 2 6 15 0.25

1072 207 923 2202 36.98

Colletidae, Subf. Hylaeinae 32 13 62 107 1.8

Halictidae, Subf. Nomiinae 67 0 21 88 1.48

Scoliidae Compsomeris lindernii 0 1 0 1 0.02

Lepidoptera 0

Arctiidae 25 0 2 27 0.45

Pieridae Eurema hecabe 7 3 1 11 0.18

Lycaenidae Jamides virgulatus 0 4 1 5 0.08

Nymphalidae Neptis hylas 0 1 0 1 0.02

Hesperiidae Parnana guttata 12 7 1 20 0.34

10 0 3 13 0.22

Coleoptera 0

Scarabaeidae Popilia biguttata 42 39 48 129 2.17

Diptera 0

Syrphidae Shyrpus balteatus 82 37 4 123 2.07

Megaspis argyrocephala 1 0 0 1 0.02

Jumlah individu 2903 1588 1464 5955 100

Jumlah spesies 16 14 15 19

Rerata individu/hari 138 99 91

Trigona sp.

Ceratina sp.

Hylaeus sp.

Nomia sp.

Nyctemera sp.


(43)

pertanaman caisin adalah Popilia biguttata (Coleoptera) dan Syrphus balteatus (Diptera), masing-masing dengan kelimpahan sekitar 2% (Tabel 3). Jumlah individu serangga penyerbuk pengamatan bulan Januari-Pebruari (2903 individu) lebih tinggi dibandingkan Maret (1588 individu) dan April-Mei 2006 (1464 individu). Beberapa gambar Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera penyerbuk pada pertanaman caisin tertera dalam Gambar 7.

b. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Berdasarkan Waktu Pengamatan

Spesies serangga penyerbuk pertanaman caisin pada pengamatan bulan Januari-Pebruari sebanyak 16 spesies, bulan Maret sebanyak 14 spesies, dan April-Mei sebanyak 15 spesies (Tabel 3). Jumlah spesies pada pengamatan bulan Januari-Pebruari lebih tinggi dibandingkan bulan Maret dan April-Mei (Gambar 8). Jumlah individu serangga penyerbuk pada pengamatan bulan Januari-Pebruari (2903 atau 138 individu/hari) lebih tinggi dibandingkan bulan Maret (1584 atau 97 individu/hari) dan April-Mei 2006 (1464 atau 92 individu/hari) (Tabel 3, Gambar 9). Tiga spesies lebah, yaitu A. cerana, Ceratina sp., dan A. dorsata ditemukan dominan. Jumlah individu ketiga spesies tersebut ditemukan tinggi pada pukul 7.30-10.00, dengan puncak kunjungan terjadi pukul 08.30 untuk A. cerana dan Ceratina sp. dan pukul 09.30 untuk A. dorsata. Pada pukul 10.30- 14.30, kelimpahan ketiga spesies tersebut makin menurun. Pada pukul 12.30, kelimpahan Ceratina sp. lebih tinggi dibandingkan A. cerana dan A. dorsata (Gambar 10).

Berdasarkan data pengamatan total, 14 spesies ditemukan, paling tidak sekali pengamatan, di setiap waktu pengamatan. Ke 14 spesies tersebut adalah A. cerana, A. dorsata, X. caerulea, X. confusa, Ceratina sp., Hylaeus sp., Nomia sp. (Hymenoptera), Nyctemera sp., P. guttata, Potanthus sp., E. hecabe, J. virgulatus (Lepidoptera), P. biguttata (Coleoptera), dan S. balteatus (Diptera). Spesies yang hanya ditemukan di pagi dan siang hari adalah X. latipes, Trigona sp., dan C. lindenni, sedangkan N. hylas dan M. argyrocephala cenderung hanya ditemukan di siang-sore hari.


(44)

Gambar 7 Beberapa serangga penyerbuk pertanaman caisin: A. cerana (A), Ceratina sp. (B), A. dorsata (C), X. confusa (D), X. caerulea (E), X. latipes (F), Nomia sp. (G) (Hymenoptera), P. biguttata (Coleoptera) (H), dan S. balteatus (Diptera) (I), Nectemera sp. (J), E. hecabe (K), J. virgulatus (L), N. hylas (M), P. guttata (N), dan Potanthus sp. (O) (Lepidoptera).

B C

D F

G H I

J K L

M A


(45)

Gambar 8 Jumlah spesies serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan. Jumlah spesies yang ditunjukkan pada gambar merupakan jumlah spesies dari pengamatan total (Januari-Mei, 53 hari).

Gambar 9 Jumlah individu serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan. Jumlah individu yang ditunjukkan pada gambar merupakan rerata individu dalam 15 menit pengamatan.

0 5 10 15 20 25 30 35

07.30 08.30 09.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30 Waktu pengamatan (pukul)

Ju m la h in d iv id u Januari-Pebruari Maret April-Mei Rerata 4 6 8 10 12 14 16 18 20

07:30 08:30 09:30 10:30 11:30 12:30 13:30 14:30

Waktu pengamatan (pukul)

Ju m la h s p e si e s Maret Januari-Pebruari April-Mei Total pengamatan


(46)

Gambar 10 Jumlah individu 6 spesies Hymenoptera penyerbuk pada tanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda. Jumlah individu yang ditunjukkan pada gambar merupakan rerata individu dalam 15 menit pengamatan.

Secara umum, keanekaragaman serangga penyerbuk paling tinggi pada pengamatan bulan Maret (H'=1.39, E=0.53), disusul bulan Januari-Pebruari (H'=1.25, E=0.45), dan bulan April-Mei (H'=1.10, E=0.41) (Tabel 4). Berdasarkan waktu pengamatan, keanekaragaman dan kemerataan spesies penyerbuk meningkat mulai pukul 7.30-11.30, setelah waktu tersebut keanekaragaman dan kemerataan spesies relatif stabil (Gambar 11 dan 12).

Berdasarkan nilai indeks kesamaan Sorensen, kesamaan spesies penyerbuk di pagi (pukul 07.30-10.30), siang (pukul 11.30-12.30), dan sore hari (pukul 13.30-14.30) berkisar 85-97%. Kesamaan spesies penyerbuk antara pagi dan siang hari (Cs=0.97) lebih tinggi dibandingkan antara pagi dan sore hari (Cs=0.85) dan antara siang dan sore hari (Cs=0.88) (Gambar 13). Kesamaan spesies penyerbuk antar bulan pengamatan cenderung lebih tinggi di siang hari dibandingkan dengan pagi hari (Tabel 5). Hal ini menunjukkan keanekaragaman spesies penyerbuk di pagi hari lebih tinggi dibandingkan siang dan sore hari.


(1)

c. A. dorsata

Dep Var: LAMA_KNJ N: 19 Multiple R: 0.247 Squared multiple R: 0.061 Analysis of Variance

Source Sum-of-Squares df Mean-Square F-ratio P

LOKASI 49.717 1 49.717 1.100 0.309

Error 768.224 17 45.190

Scheffe Test.

Matrix of pairwise comparison probabilities:

1 2

1 1.000

2 0.309 1.000

d. A. ceratina

Dep Var: VAR00002 N: 12 Multiple R: 0.452 Squared multiple R: 0.204 Analysis of Variance

Source Sum-of-Squares df Mean-Square F-ratio P

VAR00001 2.100 2 1.050 1.153 0.358

Error 8.197 9 0.911

Scheffe Test.

Matrix of pairwise comparison probabilities:

1 2 3

1 1.000

2 0.358 1.000

3 0.799 0.581 1.000

e. X. caerulea

Dep Var: LAMA_KNJ N: 22 Multiple R: 0.318 Squared multiple R: 0.101 Analysis of Variance

Source Sum-of-Squares df Mean-Square F-ratio P

LOKASI 55.488 2 27.744 1.071 0.362

Error 492.077 19 25.899

Scheffe Test.

Matrix of pairwise comparison probabilities:

1 2 3

1 1.000

2 0.512 1.000

3 0.904 0.529 1.000


(2)

f. X. confusa

Dep Var: LAMA_KNJ N: 24 Multiple R: 0.435 Squared multiple R: 0.189 Analysis of Variance

Source Sum-of-Squares df Mean-Square F-ratio P

LOKASI 321.592 2 160.796 2.445 0.111

Error 1381.142 21 65.769

Scheffe Test.

Matrix of pairwise comparison probabilities:

1 2 3

1 1.000

2 0.728 1.000

3 0.122 0.556 1.000

g. X. latipes

Dep Var: LAMA_KNJ N: 12 Multiple R: 0.261 Squared multiple R: 0.068 Analysis of Variance

Source Sum-of-Squares df Mean-Square F-ratio P

LOKASI 1.936 1 1.936 0.730 0.413

Error 26.521 10 2.652

Scheffe Test.

Matrix of pairwise comparison probabilities:

1 2

1 1.000


(3)

Lampiran 4 Hasil uji T two group tinggi tanaman, jumlah polong, jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman dari tanaman caisin yang dikurung dan terbuka.

a. Tinggi tanaman

Two-sample t test on TINGGI grouped by PERLAKUAN

Group N Mean SD

1 150 113.920 16.343

2 150 116.320 13.512

Separate Variance t = -1.386 df = 287.8 Prob = 0.167

Difference in Means = -2.400 95.00% CI = -5.808 to 1.008 Pooled Variance t = -1.386 df = 298 Prob = 0.167

Difference in Means = -2.400 95.00% CI = -5.807 to 1.007 b. Jumlah polong

Two-sample t test on POLONG grouped by PERLAKUAN

Group N Mean SD

1 150 242.733 212.792 2 150 46.793 39.841

Separate Variance t = 11.085 df = 159.4 Prob = 0.000

Difference in Means = 195.940 95.00% CI = 161.030 to 230.850 Pooled Variance t = 11.085 df = 298 Prob = 0.000

Difference in Means = 195.940 95.00% CI = 161.154 to 230.726 c. Jumlah biji per polong

Two-sample t test on BIJI_POLONG grouped by PERLAKUAN

Group N Mean SD

1 150 12.843 3.171 2 150 6.479 2.374

Separate Variance t = 19.675 df = 276.1 Prob = 0.000

Difference in Means = 6.364 95.00% CI = 5.728 to 7.001

Pooled Variance t = 19.675 df = 298 Prob = 0.000

Difference in Means = 6.364 95.00% CI = 5.728 to 7.001


(4)

d. Jumlah biji per tanaman

Two-sample t test on BIJI grouped by PERLAKUAN

Group N Mean SD

1 150 3319.667 3123.882 2 150 321.520 308.434

Separate Variance t = 11.698 df = 151.9 Prob = 0.000

Difference in Means = 2998.147 95.00% CI = 2491.766 to 3504.528 Pooled Variance t = 11.698 df = 298 Prob = 0.000

Difference in Means = 2998.147 95.00% CI = 2493.751 to 3502.542 e. Bobot biji per tanaman

Two-sample t test on BBT_TNM grouped by PERLAKUAN

Group N Mean SD

1 150 6.373 6.805 2 150 0.618 0.626

Separate Variance t = 10.315 df = 151.5 Prob = 0.000

Difference in Means = 5.756 95.00% CI = 4.653 to 6.858 Pooled Variance t = 10.315 df = 298 Prob = 0.000


(5)

Lampiran 5 Hasil uji-t two group perkecambahan biji tanaman caisin yang dikurung dan terbuka.

a. Lokasi 1 (ulangan1)

Two-sample t test on KECAMBAH grouped by LOKASI_1

Group N Mean SD

1 20 94.350 3.924

2 20 90.450 3.886

Separate Variance t = 3.158 df = 38.0 Prob = 0.003

Difference in Means = 3.900 95.00% CI = 1.400 to 6.400 Pooled Variance t = 3.158 df = 38 Prob = 0.003

Difference in Means = 3.900 95.00% CI = 1.400 to 6.400 b. Lokasi 2 (ulangan2)

Two-sample t test on KECAMBAH_2 grouped by LOKASI

Group N Mean SD

1 20 90.200 3.105

2 20 88.600 2.415

Separate Variance t = 1.819 df = 35.8 Prob = 0.077

Difference in Means = 1.600 95.00% CI = -0.184 to 3.384 Pooled Variance t = 1.819 df = 38 Prob = 0.077

Difference in Means = 1.600 95.00% CI = -0.181 to 3.381 c. Lokasi 3 (ulangan3)

Two-sample t test on KECAMBAH_3 grouped by LOKASI

Group N Mean SD

1 20 93.600 3.515

2 20 91.850 3.083

Separate Variance t = 1.674 df = 37.4 Prob = 0.103

Difference in Means = 1.750 95.00% CI = -0.368 to 3.868 Pooled Variance t = 1.674 df = 38 Prob = 0.102

Difference in Means = 1.750 95.00% CI = -0.366 to 3.866 d. Lokasi total (rerata)

Two-sample t test on KECAMBAH_TOT grouped by LOKASI_TOT

Group N Mean SD

1 60 92.717 3.919

2 60 90.300 3.406

Separate Variance t = 3.605 df = 15.8 Prob = 0.000

Difference in Means = 2.417 95.00% CI = 1.089 to 3.744 Pooled Variance t = 3.605 df = 118 Prob = 0.000

Difference in Means = 2.417 95.00% CI = 1.089 to 3.744


(6)

ABSTRACT

TRI ATMOWIDI. Diversity and Visiting Behavior of Insect Pollinators in Relation to Seed Set of Mustard (Brassica rapa L.: Brassicaceae). Under the supervision of DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA MANUWOTO, BAMBANG SURYOBROTO, and PURNAMA HIDAYAT.

Insects are known to be pollinators of many species of plants. Cross pollination by insects is esential for maintenance of genetic diversity of plants. Here, we studied the diversity and visiting behavior of insect pollinators and its effect to sed set of mustard planted in agricultural areas near the Gunung Halimun-Salak National Park, West Java.

Insect pollinators were observed in three plantations using scan method. Insect pollinators were observed every hour on sunny days, from 07.30 to 14.30. The length of each observation period was 10 minutes. Species richness and abundance of insect pollinators were assessed to measure its diversity. Visiting behavior i.e. foraging rate, flower handling time, and visit duration of six bees species of pollinator were measured using focal animal sampling. Seed set of mustards in relation to diversity of insect pollinators were measured by the number of racemes per plant, pods per plant, seeds per plant, and seed weight per plant from plants caged by insect screen and opened plants.

Results showed that, at least 19 species of insect pollinators belonging to four orders i.e. Hymenoptera, Diptera, Coleoptera, and Lepidoptera pollinated the mustard. Bees (Apidae: Hymenoptera), Apis cerana (43.1%), Ceratina sp. (37%), and A. dorsata (8.4%) showed a higher abundance compared to other species (<3%). The higher abundance and species richness of pollinators occurred in the morning (08.30-10.30 am), the most probably, it related to higher flower's resource, such as pollens and nectars. Enviromental factors, such as temperature, humidity, and light intensity affected the diversity of insects.

Visiting behavior of bee pollinators on mustard flowers varied. Foraging rate of Xylocopa spp. (22.6-24.6 flowers/minute) were higher than A. dorsata

(18.5 flowers/minute), A. cerana (19.5 flowers/minute), and Ceratina sp. (5.5 flowers/minute). Contrast to foraging rate, flower handling time of Ceratina sp. (10.91 sec./flower) was higher than A. dorsata (3.24 sec./flower), A. cerana (3.08 sec./flower), and Xylocopa spp. (2.44-2.65 sec./flower). The total time of bees foraging on mustard flowers was longer for A. cerana (13.1 minutes), A. dorsata

(10.6 minutes), and Ceratina sp. (9.8 minuts) than that of Xylocopa spp. (0.8-4.4 minuts). Based on visiting behavior studied, most probably, A. cerana, A. dorsata, and Ceratina sp. had a higher pollination effectiveness on mustard plants.

In relation to plant reproductive succes, insect pollinations increased the number of pod, seed per pod, seed weight, and seed germinations. The number of individual pollinators had a positive affect to the numbers of seed set.

Keywords: Pollination ecology, diversity, insect pollinators, social bees, solitary bees, visiting behavior, seed set, Brassica rapa.