Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin Di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan

(1)

RESPON MASYARAKAT DALAM PROGRAM BERAS MISKIN UNTUK KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN MUTIARA KECAMATAN

KISARAN TIMUR KABUPATEN ASAHAN

Diajukan Oleh: PANDU NARO PUTRA

060902016

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pandu Naro Putra, 060902016, Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan.

(Skripsi ini berisi 6 Bab, 109 Halaman, 1 Gambar, 49 Tabel, 38 Kepustakaan dan Lampiran)

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara masih bergelut dengan kemiskinan, seperti yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2010 bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa (13,33%) sedangkan di Sumatera Utara sendiri menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang juga dilaksanakan pada bulan Maret 2010 jumlah penduduk miskin ada sebanyak 1.490.900 jiwa (11,31%). Oleh karena adanya kemiskinan itu, pemerintah membuat program untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Salah satunya adalah Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) yaitu penyaluran beras bersubsidi kepada Rumah Tangga Miskin (RTM) yang menjadi sasaran dari program dengan harga Rp 1.600/ Kg di titik pendistribusian. Program Raskin ini tentunya akan mendapat respon dari masyarakat meskipun secara teori program tersebut akan mendapat respon yang positif. Namun, hal ini belum dapat dipastikan karena dalam menentukan Respon dapat dilihat dari tiga variabel yaitu persepsi, sikap dan partisipasi. Mengingat kondisi ini, setiap masyarakat di berbagai wilayah akan memiliki respon yang berbeda-beda terhadap suatu program yang diberikan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon Masyarakat Terhadap Program Raskin di Kelurahan Mutiara.

Metode penelitian menggunakan tipe deskriptif yaitu membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang bagaimana respon masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Mutiara dengan responden yang berjumlah 55 KK. Teknik pengumpulan data melalui angket kepada responden, observasi dan wawancara langsung kepada masyarakat serta instansi terkait yang bisa memperkuat data penelitian ini. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah deskriptif, data yang diperoleh dari penelitian diteliti dan jawaban-jawaban diklasifikasikan menurut macamnya serta ditabulasikan kedalam tabel frekuensi selanjutnya dianalisa dan menggunakan skala likert untuk mengukur variabel-variabelnya.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata Program Raskin mendapat Respon Netral dari masyarakat dengan nilai 0,40. Terdiri dari persepsi dengan nilai 0,16 dan sikap dengan nilai 0,31 serta partisipasi dengan nilai 0,16. Masyarakat berharap program Raskin tetap dilanjutkan dan mutu beras dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.


(3)

NORTH SUMATERA OF UNIVERSITY

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Pandu Naro Putra, 060902016, Community Response In Rice Program For Poor Families In The Mutiara Village of Kisaran Timur Sub-District of the Asahan Regency.

(This paper contains six Chapters, 109 Pages, 1 Figure, 49 Tables, 38 Bibliography and Appendix)

ABSTRACT

Society of North Sumatera, Indonesia in particular is still struggling with poverty, as noted by the Central Statistics Agency (CSA) in March 2010 that the number of people living below the poverty line reached 31.02 million (13.33%) while in North Sumatera itself according the National Social Economic Survey (NSES), which also took place in March 2010 the number of poor people there are as many as 1,490,900 people (11.31%). Due to poverty, the government make programs to address the problem of poverty. One is the Rice Program for Poor Families (PF), namely the distribution of subsidized rice to Poor Households (PHH), which became the target of the program at a price of Rp 1,600 / kg at the distribution point. The Rice Program for Poor Families is certainly going to get a response from the community, even if in theory the program will receive a positive response. However, this has not been established because in determining the response can be seen from three variables: perception, attitude and participation. Given these conditions, every community in the various regions will have different responses to a given program by the government. This study aims to determine the Community Response Against the Rice Program for Poor Families at the Mutiara Village.

The research method using descriptive type which makes the overall picture of how the community response. The research was conducted in the Mutiara Village with respondents who numbered 55 families. The technique of collecting data through questionnaires to the respondents, observation and interviews directly to the public and related institutions that can strengthen this research data. While the method used is descriptive analysis, data obtained from the research study and the answers were classified according to kinds and tabulated into a frequency table and then analyzed using a likert scale to measure the variables.

Based on the data collected and analyzed can be concluded that on average the Rice Program for Poor Families program got a response from the community with a neutral value 0.40. Consists of the perception of the value of 0.16 and 0.31 as well as attitudes to the value of participation with a value of 0.16. Community hope the program continues and the quality of Rice Program for Poor Families can be improved to be even better.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW sehingga skripsi yang berjudul: Respon

Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan. Skripsi ini telah selesai

disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan serta bimbingan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, MSP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, MA selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, pikiran dan perhatian secara ikhlas untuk membimbing serta mengarahkan penulis dari persiapan hingga penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Zuraidah selaku bagian Tata Usaha di FISIP USU yang telah banyak membantu administrasi peneliti.

5. Bapak Anian selaku Lurah Mutiara yang telah membantu dalam penelitian di lapangan.


(5)

6. Terima kasih buat kedua orang tua tercinta, H. Muhammad Syafe’i S.Sos, M.Si dan Hj. Pitta Beliana Siregar. Buat kedua Kakanda dan Abangda saya, Vevy Julianti S.Sos dan Afrina Aria Ningsih, SKG, Kak Inun, Briptu Antomi Saragih dan Briptu Andre Aruan yang telah turut mendo’akan saya sehingga dapat menyelesaikan kuliah di Departemen Ilmu Kesejahteran Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara di Medan.

7. Sahabat-sahabat yang lebih telah dahulu sarjana, Halim Murdani, S.Sos, Fahrur Rozi Nasution, S.Sos, Muhammad Anwar Munthe, S.Sos, Erwin, S.Sos, Immanuel Sembiring, S.Sos, Alfredo Damanik, S.Sos, Win Hally Sulubere, S.Sos, Ari Juniko Sialagan, S.Sos, Ananta Hidayat Purba, S.Sos, Ade Zul Affandi, S.Sos, Mustaqim Indra Jaya, S.Sos, Bobbi Simare-mare, S.Sos, Hermanto Sitindaon, S.Sos, Sari Astika, S.Sos dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan menyemangati saya.

8. Teman-teman terdekat penulis, Hilda Sari Affianti, SKG, Dian Harisa Afiliani, Zulfa Khairani, Masdiana yang telah membantu saya yang telah membantu dan mengemangati saya.

9. Sahabat-sahabat terbaik penulis Gassy, Beni, Ferri, Hammad, Opi, Ayu, Dahran, Ikhwanul serta semua angkatan 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

10.Bapak-bapak dan sahabat-sahabat Pak Naryo, Pak Lundu, Sukron, Lakso dan Abdul.

11.Teman-teman di Kisaran, Bobi Hartanto, Agus Muhrom, Bambang Kurniawan, Kiki, Dimas, Manda, Zulham, Heri dan teman-teman lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan dalam penyusunan skripsi ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Juni 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelian dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 8

1.4. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Respon Masyarakat ... 10

2.2. Pengertian Program ... 18

2.3. Program Beras Miskin (Raskin) Untuk Keluarga Miskin ... 19

2.3.1. Penentuan Pagu dan Alokasi ... 21

2.3.1.1. Organisasi dan Penanggung Jawab Raskin ... 21

2.3.3.2. Penentuan RTS Penerima Manfaat ... 22

2.3.3.3. Musyawarah Desa/ Kelurahan ... 23

2.3.3.4. Mekanisme Distribusi ... 24

2.3.3.5. Administrasi Distribusi ... 25

2.3.3.6. Biaya Operasional Raskin ... 26

2.3.2. Mekanisme Pembayaran dan Administrasi HPB Raskin ... 26

2.3.3. Indikator Keberhasilan Program ... 27

2.3.4. Pengaduan Masyarakat ... 28

2.3.5. Pengawasan dan Sosialisasi Program ... 28

2.4. Kemiskinan ... 30

2.4.1. Indikator Kemiskinan di Indonesia ... 34

2.4.2. Dimensi Kemiskinan di Indonesia ... 36

2.4.3. Sasaran dan Fokus Penanggulangan Kemiskinan ... 39


(8)

2.6.1. Pengertian Kesejahteraan Sosial ... 40

2.6.2. Pendekatan ... 42

2.7. Kerangka Pemikiran ... 45

2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 48

2.8.1. Defenisi Konsep ... 48

2.8.2. Defenisi Operasional ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

3.1. Tipe Penelitian ... 51

3.2. Lokasi Penelitian ... 51

3.3. Populasi dan Sampel ... 51

3.3.1. Sampel ... 52

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.5. Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 55

4.1. Sejarah Kelurahan ... 55

4.2. Kondisi Geografis ... 56

4.3. Kondisi Demografis ... 56

4.4. Lahan dan Bangunan ... 62

4.5. Sumber Air dan Penerangan ... 63

4.6. Sarana dan Prasarana ... 63

4.7. Peternakan, Perindustrian dan Kerajinan Tangan ... 64

4.8. Sistem Struktur Pemerintahan Kelurahan Mutiara ... 65

BAB V ANALISIS DATA ... 67

5.1. Identitas Umum Responden ... 67

5.2. Karakteristik Jawaban Responden ... 73

5.2.1. Persepsi Responden Terhadap Program Raskin ... 74

5.2.2. Sikap Responden Terhadap Program Raskin ... 82

5.2.3. Partisipasi Responden Terhadap Program Raskin ... 92

5.2.3.1. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Keikutsertaan Dalam Menikmati Hasil Program Raskin 92 5.3. Analisis Data Kuantitatif Responden Terhadap Program Raskin ... 98

5.3.1. Persepsi Responden Terhadap Program Raskin ... 99

5.3.2. Sikap Responden Terhadap Program Raskin ... 101

5.3.3. Partisipasi Responden Terhadap Program Raskin ... 103

BAB VI PENUTUP ... 105

6.1. Kesimpulan ... 105

6.2. Saran-saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sampel Berdasarkan Lingkungan ... 53

2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia ... 58

4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama... 59

5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku ... 60

6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 61

7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kategori Keluarga Miskin ... 62

8. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 68

9. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 68

10. Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 69

11. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 70

12. Distribusi Responden Berdasarkan Suku ... 70

13. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak... 71

14. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 72

15. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Perbulan ... 73

16. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Program ... 74

17. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Manfaat Program ... 75

18. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tujuan Program ... 76

19. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Program Raskin di Kelurahan ... 77

20. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Program Selain Raskin ... 77

21. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Raskin ... 78

22. Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Informasi Program ... 79

23. Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Tim Program Raskin ... 80

24. Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Menerima Program ... 80

25. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Raskin ... 81

26. Distribusi Responden Berdasarkan Pungutan Tambahan ... 82

27. Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Program ... 83

28. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Informasi Sosialisasi Program ... 83

29. Distribusi Responden Berdasarkan Kelanjutan Program ... 84

30. Distribusi Responden Berdasarkan Bantuan Program ... 85

31. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Sosialisasi Kepada Rumah Tangga Sasaran ... 86

32. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Kecukupan Kebutuhan ... 87

33. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Pembelian ... 87

34. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Pengadaan Program... 88

35. Distribusi Responden Berdasarkan Ketergantungan ... 89


(10)

37. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Harga Raskin ... 90

38. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Tanggapan Mutu Beras ... 91

39. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Keikutsertaan Dalam Pelaksanaan Program ... 92

40. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Himbauan Pemerintah ... 93

41. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Penyuluhan ... 94

42. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Ikut Serta Pemeliharaan Program ... 94

43. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Ikut Serta Dalam Penilaian Program ... 95

44. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Ikut Serta Dalam Musyawarah Sebelum Program Disalurkan ... 96

45. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Ikut Serta Membantu Pada Waktu Pembagian Program Raskin ... 97

46. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Andil Masyarakat ... 97

47. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Persepsi ... 100

48. Distribusi Responden Berdasarkan Tentang Sikap ... 101


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner 2. Tabel Penskoran

3. Nama-nama Sampel Penerima Raskin 4. Surat Penelitian

5. Surat Keterangan Selesai Penelitian 6. Peta Kecamatan Kisaran Timur 7. Peta Kelurahan Mutiara


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pandu Naro Putra, 060902016, Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan.

(Skripsi ini berisi 6 Bab, 109 Halaman, 1 Gambar, 49 Tabel, 38 Kepustakaan dan Lampiran)

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara masih bergelut dengan kemiskinan, seperti yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2010 bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa (13,33%) sedangkan di Sumatera Utara sendiri menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang juga dilaksanakan pada bulan Maret 2010 jumlah penduduk miskin ada sebanyak 1.490.900 jiwa (11,31%). Oleh karena adanya kemiskinan itu, pemerintah membuat program untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Salah satunya adalah Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) yaitu penyaluran beras bersubsidi kepada Rumah Tangga Miskin (RTM) yang menjadi sasaran dari program dengan harga Rp 1.600/ Kg di titik pendistribusian. Program Raskin ini tentunya akan mendapat respon dari masyarakat meskipun secara teori program tersebut akan mendapat respon yang positif. Namun, hal ini belum dapat dipastikan karena dalam menentukan Respon dapat dilihat dari tiga variabel yaitu persepsi, sikap dan partisipasi. Mengingat kondisi ini, setiap masyarakat di berbagai wilayah akan memiliki respon yang berbeda-beda terhadap suatu program yang diberikan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon Masyarakat Terhadap Program Raskin di Kelurahan Mutiara.

Metode penelitian menggunakan tipe deskriptif yaitu membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang bagaimana respon masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Mutiara dengan responden yang berjumlah 55 KK. Teknik pengumpulan data melalui angket kepada responden, observasi dan wawancara langsung kepada masyarakat serta instansi terkait yang bisa memperkuat data penelitian ini. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah deskriptif, data yang diperoleh dari penelitian diteliti dan jawaban-jawaban diklasifikasikan menurut macamnya serta ditabulasikan kedalam tabel frekuensi selanjutnya dianalisa dan menggunakan skala likert untuk mengukur variabel-variabelnya.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata Program Raskin mendapat Respon Netral dari masyarakat dengan nilai 0,40. Terdiri dari persepsi dengan nilai 0,16 dan sikap dengan nilai 0,31 serta partisipasi dengan nilai 0,16. Masyarakat berharap program Raskin tetap dilanjutkan dan mutu beras dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.


(13)

NORTH SUMATERA OF UNIVERSITY

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Pandu Naro Putra, 060902016, Community Response In Rice Program For Poor Families In The Mutiara Village of Kisaran Timur Sub-District of the Asahan Regency.

(This paper contains six Chapters, 109 Pages, 1 Figure, 49 Tables, 38 Bibliography and Appendix)

ABSTRACT

Society of North Sumatera, Indonesia in particular is still struggling with poverty, as noted by the Central Statistics Agency (CSA) in March 2010 that the number of people living below the poverty line reached 31.02 million (13.33%) while in North Sumatera itself according the National Social Economic Survey (NSES), which also took place in March 2010 the number of poor people there are as many as 1,490,900 people (11.31%). Due to poverty, the government make programs to address the problem of poverty. One is the Rice Program for Poor Families (PF), namely the distribution of subsidized rice to Poor Households (PHH), which became the target of the program at a price of Rp 1,600 / kg at the distribution point. The Rice Program for Poor Families is certainly going to get a response from the community, even if in theory the program will receive a positive response. However, this has not been established because in determining the response can be seen from three variables: perception, attitude and participation. Given these conditions, every community in the various regions will have different responses to a given program by the government. This study aims to determine the Community Response Against the Rice Program for Poor Families at the Mutiara Village.

The research method using descriptive type which makes the overall picture of how the community response. The research was conducted in the Mutiara Village with respondents who numbered 55 families. The technique of collecting data through questionnaires to the respondents, observation and interviews directly to the public and related institutions that can strengthen this research data. While the method used is descriptive analysis, data obtained from the research study and the answers were classified according to kinds and tabulated into a frequency table and then analyzed using a likert scale to measure the variables.

Based on the data collected and analyzed can be concluded that on average the Rice Program for Poor Families program got a response from the community with a neutral value 0.40. Consists of the perception of the value of 0.16 and 0.31 as well as attitudes to the value of participation with a value of 0.16. Community hope the program continues and the quality of Rice Program for Poor Families can be improved to be even better.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraannya, sehingga menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki dan dimanfaatkan terutama dari tingkat pendidikan formal maupun non formal dan membawa konsekuensi terhadap pendidikan informal yang rendah (Supriatna, 2000:196).

Defenisi kemiskinan terbagi atas tiga yaitu kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya dari suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang (Sudantoko, 2009:43-46).

Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang penanganannya membutuhkan keterkaitan berbagai pihak. Kemiskinan di Indonesia diiringi oleh masalah kesenjangan baik antar golongan penduduk maupun pembangunan antar wilayah, yang diantaranya ditunjukan oleh buruknya kondisi pendidikan dan kesehatan serta rendahnya pendapatan dan daya beli, sebagaimana tercermin dari rendahnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penduduk dikatakan miskin apabila memiliki pendapatan berada dibawah garis


(15)

kemiskinan yang dijadikan sebagai ukuran resmi kondisi kemiskinan di Indonesia (Sumodiningrat, 2009:5).

Bank Dunia (Situmorang) menggambarkan pengertian “sangat miskin” ini sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari USD 1 per hari dan “miskin” dengan pendapatan kurang dari USD 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, ternyata 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan “sangat miskin” dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut “miskin” pada tahun 2001. Garis kemiskinan (Sudantoko, 2009:52) di Indonesia didekati dengan pengeluaran minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per hari ditambah pengeluaran minimum bukan makanan berupa perumahan dan fasilitasnya, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan barang-barang lainnya.

Tahun 2010 BPS mengeluarkan standar baru indikator kemiskinan nasional sebesar Rp 211.000,- per bulan per orang yang diukur berdasarkan tingkat kebutuhan makanan dan non makanan. Standarisasi BPS dipandang sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dimana indikatornya yang pertama adalah bahan kebutuhan pokok yakni angka kecukupan gizi sebesar 2.100 kilo kalori per hari atau jika diekuivalen dengan rupiah berlaku maka sekira Rp 5.000 per hari per kepala atau Rp 155.615 per bulan per kepala. Indikator yang kedua adalah kebutuhan non makanan yakni sektor kesehatan, pendidikan dan transportasi. Ketiga sektor ini banyak diintervensi pemerintah melalui program-program seperti Jamkesmas dan Bantuan Operasional Sekolah (Okezone, 2010).

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009 - Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang


(16)

0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen. Selama Maret 2009 - Maret 2010, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,72 persen, yaitu dari Rp 200.262 per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp 211.726 per kapita per bulan pada Maret 2010 (BPS, 2010).

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.490.900 orang atau sebesar 11,31 persen terhadap jumlah penduduk seluruhnya. Kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.499.700. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 8.800 orang atau persentasenya berkurang sebesar 0,20 poin. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara mengindikasikan bahwa dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di daerah ini. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara yang berada di daerah perdesaan pada Maret 2010 sebanyak 801.900 orang dan di daerah perkotaan sebanyak 689.000 orang. Jika dibandingkan dengan penduduk yang tinggal pada masing-masing daerah tersebut, maka persentase penduduk miskin di daerah pedesaan sebesar 11,29 persen, sedangkan di daerah perkotaan sebesar 11,34 persen. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada bulan Maret 2010 garis kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 222.898 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan garis kemiskinannya sebesar Rp. 247.547 per kapita per


(17)

bulan dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp. 201.810 per kapita per bulan (BPS Sumut, 2010).

Melihat masih tingginya angka kemiskinan, penanggulangan kemiskinan adalah sebuah kebijakan strategis yang mau tidak mau diambil oleh pemerintah selaku agen pembangunan yang bertanggung jawab atas terselenggaranya perbaikan sosial pada segenap lapisan masyarakat. Namun demikian, upaya penanggulangan kemiskinan penduduk itu bersegi banyak. Analisis masalahnya tidak hanya layak ditujukan pada perspektif masyarakat yang menerima program perbaikan sosial ekonomi. Tidak kurang pentingnya adalah perlunya memberi perhatian khusus pada dinamika aparat pelaksana program itu sendiri (Sarman, 2000:1).

Salah satu program yan diluncurkan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan adalah program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin). Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyedia beras bersubsidi. Setiap rumah tangga menerima 15 Kg beras setiap bulan dengan harga Rp. 1.000 per kilogram di titik distribusi. Selain itu tujuan Raskin juga memberikan bantuan pangan/ beras kepada keluarga miskin dalam rangka mengatasi masalah kekurangan gizi makro masyarakat guna memenuhi kebutuhan pangan pokoknya penjualan beras pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan (Pemprov Sumut, 2003).

Program Raskin telah dimulai sejak tahun 1998. Program ini dilaksanakan secara lintas sektoral dan dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat. Perum Bulog bertugas melakukan penyediaan dan penyaluran Raskin sampai di titik distribusi. Sasaran Raskin adalah keluarga sangat miskin, miskin dan hampir miskin berdasarkan data dari BPS. Pemerintah Daerah melaksanakan pengelolaan dan pengawasan penyaluran,


(18)

pengangkutan raskin dari titik distribusi sampai ke titik bagi dan penyaluran sampai penerima manfaat melalui koordinasi oleh Tim Koordinasi Raskin Provinsi, Tim Koordinasi Raskin kabupaten/ kota, kecamatan, aparat desa atau kelurahan serta bekerja sama dengan lembaga musyawarah desa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat. Tahun 2008 pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati kenaikan harga beras untuk rakyat miskin (Raskin) menjadi Rp 1.600 per kilogram dari yang berlaku saat ini Rp 1.000. Kenaikan harga Raskin itu disebabkan adanya perluasan jangkauan sasaran Rumah Tangga Miskin (RTM) penerima Raskin dari 15,8 juta menjadi 19,1 juta pada tahun depan. Kebijakan kenaikan harga ini merupakan penyegaran dari tujuan awal kebijakan dasar yakni harga Raskin ditetapkan 50% dari harga beras yang berlaku di pasaran umum.

Program Raskin tidak hanya membantu ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga tetapi juga pada tingkat nasional dengan pembelian gabah dan beras yang dihasilkan oleh para petani. Melalui pengadaan beras untuk raskin ini kita harapkan dapat memacu produksi beras dalam negeri, sehingga swasembada beras tetap dapat dipertahankan. Program Raskin serta program penanggulangan kemiskinan yang saat ini sedang dilaksanakan merupakan bagian dari upaya pencapaian Millennium Development Goals (MDG’s). Oleh karenanya keberhasilan program penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab kita bersama, pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Menko Kesra, 2010).

Salah satu pemerintah daerah di Indonesia, lebih tepatnya salah satu pemerintah daerah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan. Menurut data demografis Kabupaten Asahan berdasarkan dari sumber BPS Kabupaten Asahan (2010) pada tahun 2009 setelah terpisah dengan Kabupaten Batu Bara, jumlah penduduknya diperkirakan 700.606 jiwa yang tersebar pada 25 kecamatan dengan 177


(19)

desa dan 27 kelurahan dengan luas wilayah daratan 3.719,45 Km² (371.945 Ha) dengan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Asahan 188,36 jiwa per Km2. Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan sebesar 70,58 persen dan sisanya 29,42 persen tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga sebanyak 168.019 rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4,2 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2009 sebesar 1,71 persen. Dilihat dari kelompok umur, persentase penduduk usia 0-14 tahun sebesar 35,17 persen, persentase penduduk usia 15-64 tahun sebesar 60,74 persen dan persentase penduduk usia 15-64 tahun ke atas sebesar 4,09 persen yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar 64,64 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 65 orang penduduk usia non produktif. Total penduduk keluarga miskin di Kabupaten Asahan diperkirakan sebanyak 36.737 keluarga di tahun 2008 (Berita Sore, 2009) atau diperkirakan 14,92 persen di tahun 2008 dari total jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Asahan (Kabar Indonesia, 2008). Pengeluaran rata-rata per kapita/ bulan penduduk Asahan tahun 2009, pada golongan pengeluaran kurang dari Rp. 200.000 sebanyak 5,11 persen, golongan pengeluaran Rp. 200.000 sampai Rp. 299.999 sebanyak 26,66 persen. Kemudian pada golongan pengeluaran Rp. 300.000 sampai Rp. 399.999 sebanyak 25,39 persen, golongan pengeluaran Rp. 400.000 sampai Rp. 499.999 sebanyak 15,99 persen dan sebesar 26,85 persen golongan pengeluaran rumah tangga diatas Rp. 500.000. Pola konsumsi rumah tangga berupa pengeluaran untuk makanan sebesar Rp. 274.630 dan pengeluaran untuk bukan makanan sebesar Rp. 187.974 per kapita/ bulan (BPS, Kab. Asahan,2009).

Kecamatan Kisaran Timur menurut sumber resmi Pemerintah Kabupaten Asahan (Pemkab Asahan, 2010) merupakan salah satu kecamatan dari 25 kecamatan di Kabupaten Asahan dengan jumlah penduduk sekitar 69.334 jiwa atau dengan jumlah rumah tangga


(20)

sekitar 14.087 Rumah Tangga yang tersebar di 12 Kelurahan dengan luas wilayah 38,92 Km2. Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh pihak kecamatan dan BPS Kabupaten Asahan menunjukkan bahwa penduduk yang dikategorikan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Kisaran Timur diperkirakan sebanyak 2.740 RTM (Kabar Indonesia, 2008).

Kelurahan Mutiara menurut sumber resmi Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan (BPS. Kab. Asahan, 2010) merupakan salah satu kelurahan dari 12 kelurahan di Kecamatan Kisaran Timur dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 sekitar 6.717 jiwa atau dengan jumlah rumah tangga sekitar 1.434 Rumah Tangga yang tersebar di 7 Lingkungan dengan luas wilayah 200 Ha (2 Km2). Program Raskin (Kantor Kelurahan Mutiara, 2009) juga dilaksanakan di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur sebanyak 269 Kepala Keluarga yang tersebar di 7 Lingkungan, dengan adanya program tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana ”Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan“.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin

Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Respon

Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan.


(21)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui respon masyarakat terhadap program beras miskin untuk

keluarga miskin di kelurahan mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan.

2. Dapat menjadi masukan bagi instansi atau lembaga terkait dan sumber informasi pemerintah guna peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi beban pengeluaraan keluarga miskin khususnya Pemerintah Kabupaten Asahan.

3. Dapat memberikan sumbangan positif terhadap khasanah keilmuan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

4. Menambah wawasan ilmiah bagi peneliti, terutama yang berhubungan program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras.

1.4Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penelitian ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.


(22)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, tekhnik pengumpulan data dan tekhnik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon Masyarakat

Pada pengamatan berlangsung perangsang-perangsangan. Stimulus berarti rangsangan dan respon berarti tanggapan. Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan. Respon lambat-laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang (Djamarah, 2002:23).

Menurut pendekatan kaitan Stimulus - Respon. Dalam hal ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh oleh banyak ahli, seperti

1. Pendekatan Kognitif

Pendekatan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang. 2. Pendekatan Psikoanalisa

Pendekatan kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dikeluarkan. 3. Pendekatan Fenomenologi


(24)

Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Hal ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.

Sedangkan respon atau tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika perangsang sudah tidak ada. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa sedemikian ini disebut tanggapan. Defenisi tanggapan ialah gambaran ingatan dari pengamatan (B.F. Skinner dalam Kartono, 1994:57). Dalam hal ini untuk mengetahui respon masyarakat dapat dilihat melalui persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat. Jadi berbicara mengenai respon tidak terlepas dari pembahasan persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat.

Persepsi menurut Morgan, King dan Robinson adalah suatu proses diterimanya suatu rangsangan (obyek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa) dengan cara melihat dan mendengar dunia disekitar kita. Dengan kata lain persepsi dapat juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami manusia (Morgan, King dan Robinson dalam Adi, 2000:105).

Jadi yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang dimulai dari penglihatan dan pendengaran hingga terbentuk tanggapan yang terjadi pada diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya (Mahmud, 1990:55). Sedangkan penglihatan dan pendengaran seseorang dapat dilihat melalui dengan cara mencermati, memahami dan menilai segala sesuatu yang terjadi di dalam lingkungan sehingga terbentuk tanggapan dari dirinya.

Fenomena lain yang terpenting dengan persepsi adalah atensi. Atensi adalah suatu proses penyeleksian input yang diproses dalam kaitan dengan pengalaman. Oleh karena itu


(25)

atensi ini menjadi bagian yang terpenting dalam proses persepsi. Sedangkan atensi itu banyak mendasarkan diri pada proses yang disebut filtering atau proses untuk menyaring informasi yang ada pada lingkungan, karena sensori channel kita tidak mungkin memproses semua rangsangan yang berada pada lingkungan kita (Adi, 2000:14).

Hal-hal yang mempengaruhi atensi seseorang dapat dilihat dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi atensi adalah :

1. Motif dan kebutuhan.

2. Preparator set, yaitu kesiapan seseorang untuk berespon terhadap suatu input sensori tertentu tetapi tidak pada input yang lain.

3. Minat (Interest).

Faktor eksternal yang mempengaruhi atensi adalah:

1. Intensitas dan ukuran. Misalnya makin keras suatu bunyi maka akan semakin menarik perhatian seseorang.

2. Kontras dengan hal-hal baru. 3. Pengulangan.

4. Pergerakan (Adi, 2000:105).

Bila berbicara tentang respon tidak lepas dari perubahan konsep sikap. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika ia menghadapi suatu rangsangan.

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu sepserti perubahan lingkungan atas situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengharapkan suatu objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek (Adi, 2000:178).

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada


(26)

orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya (Walgito, 1999:110).

Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan subjek-objek. Tidak ada sikap yang tanpa objek. Objek ini bisa berupa benda, orang, ideologi, nilai-nilai sosial, lembaga masyarakat dan sebagainya.

b. Sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan.

c. Karena sikap dapat dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah, meskipun relatif sulit berubah.

d. Sikap tidak menghilang walau kebutuhan sudah dipenuhi.

e. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat beragam sesuai dengan objek yang menjadi pusat perhatiannya.

f. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan (Adi, 2000:179).

Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untk secara aktif berperan serta dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang sama. Strategi yang biasa diterapkan adalah melalui strategi penyadaran. Untuk berhasilnya program pembangunan desa tersebut, warga masyarakat dituntut untuk terlibat tidak hanya dalam aspek kognitif dan praktis tetapi juga ada keterlibatan emosional pada program tersebut. Hal ini diharapkan dapat memberi kekuatan dan perasaan untuk ikut serta alam gerakan perubahan yang mencakup seluruh bangsa.

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting bahkan mutlak diperlukan dalam mengukur respon. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dan terorganisasikan dalam seluruh tahapan pembangunan, sejak tahap


(27)

sosialisai, persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pemahaman, pengendalian, evaluasi sehingga pengembangan atau perluasannya. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untuk secara aktif berperan serta dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Partisipasi atau keikutsertaan para pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan ini akan membawa manfaat dan menciptakan pertumbuhan ekonomi didaerah (Suprapto, 2007:8).

Partisipasi ditinjau dari fungsi yang diambil oleh masyarakat (pelaku) untuk suatu program, fungsi yang dapat diambil oleh masyarakat dalam berpartisipasi antara lain ialah:

1) Berperan serta dalam menikmati hasil pembangunan. Karena semua sudah dikerjakan oleh pihak luar maka masyarakat tinggal menerima berupa hasil pembangunan misalnya gedung sekolah, pos Keluarga Berencana (KB), pembibitan tanaman, masyarakat tinggal menerima bibitnya. Partisipasi ini jelas mudah, namun menikmati belum berarti memelihara.

2) Berperan serta dalam melaksanakan program pembangunan hal ini terjadi karena pihak luar masyarakat, sudah mengerjakan persiapan, perencanaan, dan menyediakan semua kebutuhan program. Masyarakat tinggal melaksanakan, dan setelah itu baru dapat menikmati hasilnya. Misalnya dalam membangun jalan, masyarakat ikut serta meratakan jalan dan menata/ merapikan batu. Pemagaran rumah, masyarakat tinggal memasang alat-alat/bahan yang sudah disediakan dan lain-lain.

3) Berperan serta dalam memelihara hasil program. Fungsi ini lebih sulit, apalagi kalau masyarakat tidak terlibat dalam pelaksanaan. Sulit, bukan saja karena tidak mempunyai keterampilan, tetapi yang lebih penting karena mereka merasa tidak memiliki program tersebut. Pada umumnya masyarakat bersedia memelihara satu gedung milik umum di desa jika mereka ikut ambil bagian dalam membangunnya,


(28)

bahkan ikut menyumbang sebagian bahan. Contoh lain, masyarakat bersedia menanam dan memelihara bibit tanaman dari proyek pembibitan kalau masyarakat ikut berkorban atau berpartisipasi selama pembibitan dipersiapkan dan dilaksanakan.

4) Berperan serta dalam menilai program. Fungsi ini kadang diambil masyarakat karena diminta oleh penyelenggara program dan masyarakat merasa program tidak sesuai dengan aspirasinya (Suprapto, 2007:11).

Dari beberapa fungsi diatas maka dapat diketahui bahwa partisipasi memiliki hubungan/ kaitan dengan frekuensi dan kualitas yaitu:

1. Frekuensi

Kaitan Partisipasi dengan Frekuensi ialah bahwa partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dimana keterlibatan tersebut harus memiliki frekuensi yang baik dan teratur agar masyarakat dapat melaksanakan program pembangunan dengan penuh persiapan, perencanaan, pemahaman dan evaluasi. Contoh: berperan serta dalam bersosialisasi untuk menilai suatu program.

2. Kualitas

Kaitan partisipasi dengan kualitas ialah bahwa dalam melaksanakan suatu program harus diperlukan sikap yang berkualitas pada masyarakat tersebut dan keterlibatan masyarakat yang bertata laku dengan baik maka mereka akan menjadi terinternalisasi dengan sikap dan nilai pribadi yang kondusif terhadap kualitas. Contoh: berperan serta dalam melaksanakan suatu program.

Partisipasi masyarakat juga mengikutsertakakan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada dimasyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan


(29)

upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi (Isbandi, 2007:27).

Partisipasi dapat dibagi menjadi 6 pengertian yaitu:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

2. Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan.

3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.

4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.

5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.

6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka (Mikkelsen, 1999:64).

Jadi definisi partisipasi di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan sampai pada tahap evaluasi.

Dalam merespon stimulus, tidak terlepas dari subjek dan objeknya. Subjek merupakan orang yang merespon dan objek merupakan stimulus atau yang akan direspon.


(30)

Dalam hal ini yang menjadi subjeknya adalah masyarakat sasaran penerima manfaat Raskin dan yang menjadi objeknya adalah program Raskin.

Masyarakat dalam bahasa Inggris adalah Society yang berasal dari kata Socius yang artinya kawan. Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang disekitar dan dengan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang-orang lain. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat-istiadat yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Koentjaraningrat menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat yang tertentu. Sedangkan Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat ialah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan (Koentjaraningrat dalam Wahyu, 1996:59).

Unsur atau ciri masyarakat menurut konsep Horton dan Hunt adalah:

1. Kelompok manusia, yang sedikit banyak memiliki kebebasan dan bersifat kekal. 2. Menempati suatu kawasan.

3. Memiliki kebudayaan.

4. Memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Fairchild, unsur atau ciri masyarakat adalah: 1. Kelompok manusia.

2. Adanya keterpaduan atau kesatuan diri berlandasakan kepentingan utama. 3. Adanya pertahanan dan kekekalan diri.

4. Adanya kesinambungan.

5. Adanya hubungan yang pelik diantara anggotanya.

Diantara istilah masyarakat yang telah dikemukakan diatas, tidak terdapat perbedaan pendapat tentang ungkapan yang mendasar, justru yang ada mengenai


(31)

persamaannya. Namun yang utama, masyarakat itu merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang melakukan antar hubungan, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tumbuh bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama dan merupakan suatu sistem hidup bersama dimana mereka menciptakan nilai, norma dan kebudayaan bagi kehidupan mereka (Horton, Hunt dan Fairchild dalam Setiadi, 2007:80).

Dengan akhirnya bahwa masyarakat mengandung pengertian yang sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat terdiri dari berbagai kelompok besar maupun kecil tergantung pada jumlah anggotanya. (Wahyu, 1996:60). Jadi yang dimaksud dengan respon masyarakat adalah tingkah laku balas atau tindakan masyarakat yang merupakan wujud dari persepsi dan sikap masyarakat terhadap suatu objek yang dapat dilihat melalui proses pemahaman, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan terhadap objek tersebut.

2.2 Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai:

1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.

2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.

3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Strategi pelaksanaan.

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk diopersionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan.


(32)

“A programme is collection of interrelated project designed to harmonize and integrated various action an activities for achieving averral policy abjectives” (suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integraft untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan.

Menurut Charles O. Jones (1996:295), pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:

1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.

2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran.

3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik.

Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik.

2.3 Program Beras Miskin (Raskin) Untuk Keluarga Miskin

Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyedia beras bersubsidi. Setiap rumah tangga menerima 15 Kg beras setiap bulan dengan harga Rp. 1.000 per kilogram di titik distribusi. Selain itu tujuan Raskin juga memberikan bantuan pangan/ beras kepada keluarga miskin dalam rangka mengatasi masalah kekurangan gizi makro masyarakat guna memenuhi


(33)

kebutuhan pangan pokoknya penjualan beras pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan.

Tujuan program Raskin berdasarkan Pedum adalah menguangi beban pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemberian bantuan pemenuhan sebagiam kebutuhan pangan dalam bentuk beras.

Program Raskin memiliki ciri spesifik yaitu :

1. Tidak disalurkan melalui pasar umum, tetapi penjualan langsung kepada penerima manfaat (bersubsidi).

2. Jumlah beras yang disediakan tidak tergantung pada permintaan pasar, tetapi berdasarkan kepada penerimaan jumlah keluarga penerima manfaat Raskin.

3. Tindak pelaksanaanya, Raskin melibatkan berbagai instansi sehingga untuk memperlancar operasinya perlu adanya petunjuk pelaksanaan.

Program Raskin ditujukan kepada keluarga miskin dan rawan pangan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan pemerintahan. Penerima manfaat yaitu keluarga miskin didesa/kelurahan yang berhak menerima beras Raskin, yang menjadi penerima manfaat dari program ini adalah :

a. Keluarga Prasejahtera (KPS) alasan ekonomi yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi indikator KPS yang ditetapkan oleh BKKBN, dengan bobot pengkategorian lebih ditentukan pada alasan ekonomi indikator keluarga prasejahtera alasan ekonomi yaitu :

1. Pada umumnya anggota keluarga belum mampu makan dua kali sehari.

2. Anggota keluarga belum memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan berpergian.


(34)

b. Keluarga Sejahtera 1 (KS I) alasan ekonomi yaitu keluarga yang belum memenuhi indikator KS I yang dietapkan oleh BKKBN, dengan bobot pengkategorian lebih ditekankan pada alasan ekonomi, indikatornya adalah :

1. Paling kurang seminggu sekali keluarga makan daging/ikan/telur.

2. Setahun terakhir anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.

3. Luas tanah rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni/jiwa.

2.3.1 Penentuan Pagu dan Alokasi

1. Kuantum Pagu Raskin Nasional ditetapkan berdasarkan besarnya subsidi Pangan (Raskin) yang disediakan Pemerintah dalam APBN.

2. Gubernur selaku penanggung jawab tim koordinasi program Raskin provinsi, mengalokasikan kuantum pagu Raskin kepada masing-masing pada data kemiskinan BPS yang ditetapkan dalam keputusan Gubernur.

3. Berdasarkan pagu Raskin kabupaten/ kota, tim koordinasi program Raskin masing-masing kabupaten/ kota mengaloksikan kuantum pagu Raskin kepada masing-masing kecamatan dan desa/ kelurahan, dengan mengacu pada data RTM dari BPS, dengan mempertibangkan kondisi objektif daerah yang ditetapkan dalam keputusan Bupati/ Walikota.

4. Tim Raskin Provinsi dapat mengusulkan, kepada Gubernur untuk merelokasi pagu Raskin ke kabupaten/ kota yang dinilai tidak dapat mendistribusikan beras Program Raskin sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

2.3.1.1 Organisasi dan Penanggung Jawab Raskin

Penanggung jawab pelaksanaan dan pemantauan Raskin di tingkat provinsi adalah Gubernur dan di kabupaten/ kota. Dalam pelaksanaan secara fungsional didukung oleh


(35)

Tim koordinasi Raskin di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/ kota yang terdiri dari instansi terkait dan berbagai pihak yang dipandang perlu (Perguruan tinggi, LSM dan institusi kemasyarakatan lainnya).

Penanggung jawab penyediaan dan pendistribusian beras Raskin dari gudang Perum Bulog sampai titik ditribusi, maupun penyelesaian administrasi dan penyelesaian pembayaran adalah Kasub Drive/ Kakanlog sesuai tingkatan wilayah operasionalnya. Dalam pelaksanaannya, Kasub Divre/ Kakanlog membentuk Satgas Raskin, Pemkab/ Pemko setempat sesuai dengan tingkatan wilayahnya turut bertanggung jawab dalam penyelesaian administrasi dan pembayaran Raskin.

Penanggung jawab data dasar untuk penetapan keluarga Sasaran Penerima Manfaat Raskin adalah Kepala BKKBN setempat. Penanggung jawab penetapan jumlah kelurga miskin dan kuantum beras adalah Gubernur/ Bupati/ Walikota sesuai tingkatan wilayahnya sebagai hasil konsultasi teknis dengan instansi terkait dengan mempertimbangkan kondisi objektif daerah yang bersangkutan.

Penanggung jawab pengesahan keluarga miskin yang menerima Raskin di setiap titik distribusi adalah camat sebagai hasil musyawarah desa yang ditetapkan oleh kepala desa yang ditetapkan oleh kepala desa/ lurah setempat. Penggung jawab penanganan pengaduan masyarakat adalah kepala dinas/ badan BPM bersama-sama unsur-unsur inspektorat dan pengawasan Drive/ Sub Divre/ Kanlog Bulog.

2.3.1.2 Penentuan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat

1. Data dasar penentuan RTM sasaran adalah hasil pendapatan sosial ekonomi BPS.

2. Prioritas penerima manfaat beras Raskin adalah untuk seluruh RTM dengan kategori sangat miskin, miskin dan untuk seluruh RTM dengan kategori hampir miskin.


(36)

3. Dalam hal ini penurunan RTM sasaran kategori hampir miskin ditentukan sesuai kondisi objektif di lapangan dan ditetapkan berdasarkan musyawarah desa/kelurahan setempat.

4. Identitas RTM penerima manfaat Program Raskin, harus sesuai dengan daftar nama dan alamat RTM yang telah ditetapkan BPS kabupaten/ kota.

2.3.1.3 Musyawarah Desa/ Kelurahan

1. Musyawarah Desa/ Kelurahan adalah forum komunikasi ditingkat desa/kelurahan yang dipimpin Kepala Desa/ Lurah, dihadiri oleh perangkat desa/kelurahan, lembaga pemberdayaan masyarakat dan tokoh agama untuk mendapatkan kesepakatan tentang:

- Daftar nama RTM penerima manfaat - Jadwal, waktu dan tempat distribusi

- Besaran biaya distribusi dari titik distribusi kepada RTM penerima manfaat.

2. Musyawarah desa/kelurahan dilaksanakan secara periodik minimal 1 (satu) tahun sekali dan diselenggarakan sebelum beras program Raskin di distribusikan.

3. Hasil musyawarah desa/kelurahan dituangkan dalam berita acara musyawarah desa/kelurahan yang ditandatangani kepala desa/lurah, badan permusyawaratan Desa (BPD) dan diketahui oleh Camat setempat, dengan melampirkan daftar nama-nama Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat (DPM-1) dan daftar hadir peserta musyawarah.

4. Daftar nama-nama RTM hasil musyawarah desa/musyawarah kelurahan ditempel dalam Papan Pengumuman desa/ kelurahan dan dilaporkan secara berjenjang ketingkat kecamatan, kabupaten/ kota dan Provinsi.


(37)

5. Daftar Rumah Tangga Miskin/ Sasaran Penerima Manfaat (DPM-1) dijadikan dasar sebagai penerbit Surat Permintaan Alokasi (SPA) oleh Bupati/ Walikota kepada perum BULOG melalui Sub Drive setempat.

2.3.1.4 Mekanisme Distribusi

1. Bupati/ Walikota mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Kepala Sub Divisi Regional Perum BULOG berdasarkan Alokasi pagu Raskin dan Rumah Tangga sasaran penerima manfaat di masing-masing kecamatan/ desa/ kelurahan.

2. SPA yang tidak dapat dilayani sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, maka pagu dapat direlokasikan kedaerah lain dengan penerbitkan SPA baru yang menunjukkan pada SPA yang tidak dapat dilayani,

3. Berdasarkan SPA, Sub Drive menerbitkan SPPB/ DO beras untuk masing-masing kecamatan/ kelurahan/ desa kepada pelaksana Raskin. Apabila terdapat tunggakan Harga Penjualan Beras (HPB) pada periode sebelumnya maka penerbitan SPPB/ DO periode berikutnya ditangguhkan sampai ada pelunasan. 4. Berdasarkan SPPB/ DO, pelaksanaan Raskin mengambil beras digudang

penyimpanan Perum BULOG, mengangkut dan menyerahkan beras Raskin kepada pelaksana Distribusi. Kualitas beras yang diserahkan, sesuai dengan standar kualitas BULOG. Apabila tidak memenuhi standar kualitas maka beras dikembalikan kepada pelaksana Raskin untuk ditukar/diganti.

5. Serah terima beras Raskin dari pelaksana Raskin kepada pelaksana distribusi di titik Distribusi dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang merupakan pengalihan tanggung jawab.


(38)

7. Mekanisme distribusi secara rinci diatur dalam Pedoman Teknis Raskin kabupaten/ kota. Disesuaikan dengan kondisi objektif masing-masing daerah.

2.3.1.5 Administrasi Distribusi

1. Penyerahan beras dititik Distribusi dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani oleh Satker Sub Drive sebagai pihak yang menyerahkan dan Pelaksanaan Distribusi Sebagai Pihak yang menerima beras. BAST tersebut diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Desa/ Lurah/ Camat atau pejabat yang mewakili/ ditunjuk. Nama dan identitas penandatanganan dicatumkan secara jelas dan dicap/ stempel/ desa/ kelurahan/ kecamatan.

2. Berdasarkan BAST, Sub Drive membuat rekapilutasi Berita Acara Raskin masing-masing desa/ kelurahan (MBA-0) yang ditandatangani oleh Satker Raskin Sub Drive dan Satker Raskin Kecamatan serta serta diketahui dan ditandatangani oleh Camat atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.

3. Berdasarkan MBA-0, Sub Drive membuat rekapilutasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin Kecamatan (MBA-1) yang ditandatangani oleh Kasub Drive dan Bupati/Walikota atau pejabat yang mewakili, serta seorang saksi dari Tim Program Raskin kabupaten/ kota. Nama dan identitas penandatanganan dicantumkan secara jelas dan dicap/ stempel.

4. Pembuatan MBA-1 bisa dilakukan secara bertahap tanpa harus menunggu selesainya seluruh pendistribusian bulan bersangkutan. Dengan demikian dalam satu kabupaten/kota untuk bulan alokasi yang sama dimungkinkan dibuat lebih dari satu (satu) MBA-1. MBA-1 Asli dikirimkan ke Drive provinsi dengan dilampiri copy SPA dan Rekap SPPB/ DO Asli (MDO). Sebelum MBA-1 berikut lampirannya dikirim ke Drive propinsi, terlebih dahulu dilakukan verifikasi untuk menguji kelengkapan dan ketetapan dokumen administrasi.


(39)

5. Selanjutnya dikirim ke kantor pusat Perum BULOG.\

2.3.1.6 Biaya Operasional Raskin

1. Biaya Operasi raskin disediakan untuk memenuhi kebutuhan biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan Raskin sampai dengan di Titik Distribusi menjadi perum BULOG.

2. Pengeluaran biaya operasional Raskin dilakukan secara efisiensi.

3. Biaya Raskin terdiri dari biaya umum dan biaya operasional, termasuk pajak, Biaya umum antara lain digunakan untuk pembuatan brosur, poster dan lain-lain.

4. Biaya operasional terdiri dari biaya distribusi dan biaya pendukung. Biaya distribusi meliputi biaya angkutan, pengemasan bila diperlukan, susut, cadangan resiko (uang palsu dll). Biaya pendukung antara lain meliputi biaya administrasi seperti ATK, materi, biaya transfer dan lain-lain. Biaya pendukung selanjutnya pembuatan laporan, honor, biaya koordinasi dan biaya rapat, biaya sosialisasi, monitoring dan evaluasi (yang tidak dibiayai dari APBN).

5. Ongkos dari titik distribusi sampai ke penerima manfaat di alokasikan dari APBN setempat atau swadaya masyarakat.

Pengeluaran biaya operasional Raskin harus di pertanggung jawabkan dengan dilengkapi bukti-bukti pengeluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan realisasi biaya operasional Raskin dilaporkan ke Drive Perum BULOG.

2.3.2 Mekanisme Pembayaran dan Administrasi HPB Raskin

a. Pembayaran Harga Penjualan Beras (HPB) Raskin dari Rumah Tangga sasaran penerima manfaat kepada pelaksana Distribusi dilakukan secara tunai Rp. 1.000,00/Kg netto.


(40)

b. Uang HPB Raskin tersebut langsung diserahkan kepada Satker Raskin Sub Drive dan dibuatkan tanda terima pembayaran (kuitansi atau TT HPB Raskin) rangkap 3 (tiga). Selanjutnya oleh Satker Raskin ditransfer di rekening milik Sub Drive di bank pemerintah yang telah ditentukan.

c. Apabila uang HPB Raskin disetorkan langsung oleh pelaksana distribusi ke rekening HPB Raskin milik perum BULOG Sub Drive, maka bukti setor asli harus diserahkan oleh pelaksana distribusi kepada Satker Raskin Sub Drive untuk kemudian diganti dengan tanda terima pembayaran (kuitansi atau model TT HPB Raskin) rangkap 3 (tiga) oleh pelaksana Raskin. Pelaksana raskin berkewajiban melakukan konfirmasi bukti setor tersebut pada Bank yang bersangkutan. Tanda Terima Pembayaran tersebut dinyatakan sah oleh Bank yang bersangkutan.

d. Bupati/Walikota selaku penanggung jawab program Raskin berkewajiban menyediakan Dana Talangan untuk RTM yang tidak memiliki kemampuan membayar tunai atau pelaksana distribusi yang belum menyetorkan HPB pada bulan bersangkutan.

e. Pembiayaan distribusi beras Raskin berasal dari gudang perum BULOG sampai titik distribusi menjadi beban perum BULOG sedangkan dari titik distribusi samapai RTM sasaran penerima menjadi beban Bupati/ Walikota.

2.3.3 Indikator Keberhasilan Program

Indikator keberhasilan pelaksanaan program Raskin adalah tepat sasaran penerima manfaat, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu dan tempat administrasi. Tepat sasaran penerima manfaat artinya Raskin hanya diberikan kepada Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat hasil musyawarah desa/kelurahan yang terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM-1) dan diberi identitas (Kartu Raskin atau bentuk lain). Tepat jumlah


(41)

artinya jumlah beras Raskin yang merupakan hak Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat adalah sebanyak 15 Kg netto per RTM perbulan sesuai dengan hasil musyawarah desa/kelurahan. Tepat harga artinya harga beras Raskin adalah Rp. 1.000/ Kg Netto (sekarang Rp. 1600/ Kg) di titik distribusi. Tepat waktu artinya pelaksanaan distribusi beras Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat sesuai dengan rencana distribusi. Tepat administasi artinya terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan tepat waktu.

2.3.4 Pengaduan Masyarakat

a. Pengaduan masyarakat tentang kritik dan saran dan pendapat perbaikan pelaksanaan program Raskin ditanggapi dan ditindaklanjuti secara fungsional yang dikoordinasikan oleh Tim Program Raskin Provinsi dan Kabupaten/ Kota tingkatan wilayahnya.

b. Tindak Lanjutamn pengaduan masyarakat secara teknis diselesaikan oleh masing-masing instansi, SKPD pelaksana program Raskin dan stakeholder sesuai dengan bidan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

c. Pengaduan masyarakat tentang pelaksanaan Raskin dapat berasal dari penerima Raskin atau masyarakat umum secara langsung, namun dapat juga melalui media massa (surat kabar, radio, televisi). Pengaduan dapat diperoleh melalui kotak pos, fax, email, telepone, laporan dari institusi kemasyarakatan dan pertemuan dengan lembaga independen, perguruan tinggi/institusi kemasyarakatan yang terkait lainnya.

2.3.5 Pengawasan dan Sosialisasi Program

Pengawasan pelaksanaan program Raskin dilakukan secara fungsional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan masyarakat pada


(42)

prinsipnya terbuka dan dilakukan melalui kepedulian dan pengaduan melalui Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) dan media massa.

Sosialisasi program Raskin bertujuan untuk menyebarluaskan informasi mengenai program Raskin kepada RTM sasaran penerima manfaat, masyarakat dan pelaksana program di tingkat provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan dan desa/ kelurahan. Sosialisasi program Raskin dilakukan oleh Tim Program Raskin tingkat pusat, provinsi, kabupaten/ kota, desa/ kelurahan secara berjenjang dan dapat mengikutsertakan pihak lain bilamana diperlukan.

Materi program Raskin yang disosialisasikan meliputi kebijakan program dan pelaksanaan teknis tentang penetapan RTM sasaran penerima manfaat, mekanisme distribusi, tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing pelaksana program dan juga kewajiban RTM sasaran penerima manfaat, mekanisme dan administrasi pembayaran, penyampaian kelurahan/pengaduan dari masyarakat serta penanganan tindak lanjutnya.

Sosialisasi program Raskin dapat juga dilakukan melalui media massa (cetak dan elektronik), penyebaran pamflet, brosur dan berbagai forum pertemuan sosial kemasyarakatan lainnya. Sosialisasi program Raskin merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan program Raskin, yang dapat dilakukan melalui berbagai cara mana yang paling efektif dan memungkinkan agar masyarakat umum dan khususnya masyarakat miskin dapat mengetahui secara persis latar belakang, kebijakan, mekanisme, hak-hak dan kewajibannya. Lebih dari itu, masyarakat harus mengetahui kemana dan bagaimana cara melaporkan atau mengadukan apabila ditemui adanya indikasi penyimpanan Raskin melalui jalur Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) yang tersedia (Pemprov Sumut, 2003).


(43)

2.4 Kemiskinan

Konsepsi umum mengenai kemiskinan biasa terkait dengan masalah ketiadaan sumber daya ekonomi dan sosial kultural karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam dan politik masyarakat tertentu. Ketiadaan modal sosial ekonomi inilah yang kemudian membatasi gerak aktivitas dan aktualisasi diri setiap individu dan dinamika sosial dalam masyarakat.

Kondisi kemiskinan merupakan masalah yang sampai hari ini tidak kunjung selesai. Sebab memiliki problematika dan dinamika tersendiri dalam masyarakat. Terlebih kemiskinan terkait dengan krisis sosial, ekonomi, dan politik (Syaifullah, 2008:9).

Ada 3 jenis kemiskinan yang merupakan suatu masalah di Indonesia: 1. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”. Dalam prakteknya, negara kaya mempunyai garis kemiskinan relatif yang lebih tinggi dari pada negara miskin seperti yang dilaporkan oleh Ravallion (1998:26). Paper tersebut menjelaskan mengapa, misalnya: angka kemiskinan resmi (official figure) pada awal tahun 1990-an mendekati 15 persen penduduk Amerika Serikat dan juga mendekati 15 persen di Indonesia (negara yang jauh


(44)

lebih miskin). Artinya banyak dari mereka yang dikategorikan miskin di Amerika Serikat akan dikatakan sejahtera menurut standar Indonesia. Tatkala negara menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan kekecualian Amerika Serikat, dimana garis kemiskinan pada dasarnya tidak berubah selama hampir empat dekade. Misalnya, Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan perkapita di bawah 50 persen dari median (rata-rata) pendapatan meningkat, garis kemiskinan juga relatif meningkat. Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan dan perlu disesuaikan tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama (Ravallion dalam Sudantoko, 2009:44).

2. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut “tetap (tidak berubah)” dalam hal standar hidup, garis kemiskinan absolut dapat membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan Amerika Serikat berubah dari tahun ke tahun, sehingga angka kemiskinan sekarang mungkin terbanding dengan angka kemiskinan satu dekade yang lalu, dengan catatan bahwa


(45)

definisi kemiskinan tidak berubah. Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya: pemberian kartu kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu negara dengan negara lain hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan ke dua negara tersebut. Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolut agar dapat membandingkan angka kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber daya financial (dana) yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia yaitu: a) USD 1 per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup di bawah ukuran tersebut; b) USD 2 per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut (Sudantoko, 2009:45).

3. Kemiskinan Struktural dan Kultural

Terminologi lain yang juga dikemukakan sebagai wacana adalah kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Soetandyo Wignjosoebroto dalam “Kemiskinan Struktural : Masalah dan Kebijakan” yang dirangkum oleh Suyanto (1995:59) mendefinisikan “kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau dialihkan bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan”. Dikatakan tidak menguntungkan karena tatanan itu tidak hanya menerbitkan, akan tetapi (lebih lanjut dari itu) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. Di dalam kondisi struktur yang demikian itu kemiskinan menggejala oleh sebab-sebab yang alami atau oleh sebab-sebab yang pribadi, melainkan oleh sebab tatanan sosial yang tidak adil. Tatanan yang tidak adil ini


(46)

menyebabkan banyak warga masyarakat gagal memperoleh peluang dan akses untuk mengembangkan dirinya serta meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga mereka yang malang dan terperangkap ke dalam perlakuan yang tidak adil ini menjadi serba kekurangan, tidak setara dengan tuntutan untuk hidup yang layak dan bermartabat sebagai manusia. Salah satu contoh adalah kemiskinan karena lokasi tempat tinggal yang terisolasi misalnya: orang Mentawai di Kepulauan Mentawai, orang Melayu di Pulau Christmas, suku Tengger di Pegunungan Tengger Jawa Timur dan sebagainya. Sedangkan kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Padahal indikator kemiskinan tersebut seyogyanya bisa dikurangi atau bahkan secara bertahap bisa dihilangkan dengan mengabaikan faktor adat dan budaya tertentu yang menghalangi seseorang melakukan perubahan-perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik. Kemiskinan karena tradisi sosio-kultural terjadi pada suku-suku terasing seperti halnya suku Badui di Cibeo Banten Selatan, suku Dayak di pedalaman Kalimantan dan suku Kubu di Jambi. Soetandyo Wignjosoebroto dalam “Kemiskinan, Kebudayaan dan Gerakan Membudayakan Keberdayaan” yang dirangkum oleh Suyanto (1995:59) mendefinisikan “kemiskinan adalah suatu ketidakberdayaan”. Artinya, berdaya tidak dalam kehidupan bermasyarakatnya itu dalam kenyataan akan banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh determinan-determinan sosial budayanya (seperti misalnya posisi, status dan wawasan yang dipunyainya). Sebaliknya, semua fasilitas sosial yang teraih dan dapat didayagunakan olehnya akan ikut pula menentukan keberdayaannya kelak di dalam pengembangan dirinya di tengah masyarakat. Acapkali timbul suatu rasa pesimis di kalangan orang miskin dengan merasionalisasi keadaan hal itu ”sudah takdir” dan


(47)

bahwa setiap orang itu sesungguhnya sudah mempunyai suratan nasibnya sendiri-sendiri yang mestinya harus disyukuri. Oleh karena itu, Soetandyo menyarankan ditingkatkan “Gerakan Membudayakan Keberdayaan” pada lapisan masyarakat bawah. Melek huruf, melek bahasa, melek fasilitas, melek ilmu, melek informasi, melek hak dan melek-melek yang lainnya adalah suatu keberdayaan yang harus terus dimungkinkan kepada lapisan-lapisan masyarakat bawah agar tidak terjebak ke dalam kemiskinan struktural (Suyanto dalam Sudantoko, 2009:45).

2.4.1 Indikator Kemiskinan di Indonesia

Menurut Chazali H. Situmorang dalam tulisannya yang berjudul “Penanganan Masalah Kemiskinan di Sumatera Utara (Poverty Reduction At North Sumatera)” yang salah satu sub bagian didalamnya menjelaskan tentang indikator kemiskinan, penduduk miskin di Indonesia dibedakan menjadi dua jenis. Yaitu penduduk miskin yang diakibatkan oleh kemiskinan kronis atau kemiskinan struktural yang terjadi terus-menerus (sebagaimana defenisi ini telah dikemukakan) dan kemiskinan sementara yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi krisis.

Dalam hal ini, karakteristik masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal :

1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan

2. Melakukan kegiatan usaha produktif

3. Menjangkau akses sumber daya sosial ekonomi

4. Menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik


(48)

5. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.

Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan ini menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha, meningkatkan pendapatan dan minkmati kesejahteraan secara bermartabat. Indikator nasional dalam menentukan jumlah penduduk yang dikategorikan miskin ditentukan oleh standar garis kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum. Baik berupa kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup layak. Penetapan nilai standar inilah yang digunakan untuk membedakan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Apabila penduduk dalam pengeluaran tidak mampu memenuhi kecukupan makanan setara 2100 kalori/ hari ditambah pemenuhan kebutuhan pokok minimum non-makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan dasar, pendidikan dasar, transportasi dan aneka barang/jasa lainnya maka ia dapat dikategorikan miskin (BPS, 1999). Sementara penduduk yang tidak mampu memenuhi kecukupan konsumsi makanan setara 1800 kalori/ hari dikategorikan fakir miskin. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1981 mendefenisikan, fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki sumber daya hidup berupa mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau seseorang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya yang layak bagi kemanusiaan.

Selain indikator-indikator kemiskinan diatas, indikator kemiskinan lainnya yaitu: 1. Angka buta huruf (dewasa) adalah proporsi seluruh penduduk berusia 1 tahun ke

atas yang tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.

2. Penolong persalinan oleh tenaga tradisional adalah penolong persalinan oleh dukun, keluarga atau tenaga tradisionil lainnya.


(49)

3. Penduduk tanpa akses air bersih adalah proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses air bersih. Yang termasuk air bersih disini adalah air kemasan, air leding/ PAM, pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung dengan jarak ke tempat penampungan lebih dari 10 meter.

4. Penduduk tanpa akses sanitasi adalah proporsi penduduk yang menggunakan jamban umum atau lainnya sebagai tempat buang air bersih.

5. Angka kesakitan adalah proporsi penduduk yang mempunyai gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari.

6. Angka pengangguran adalah proporsi penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, dan sudah punya pekerjaan namun belum mulai bekerja.

2.4.2 Dimensi Kemiskinan di Indonesia

Menurut Bank Dunia (World Bank, 2006) ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia :

1. Banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan AS$1,55 per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan.

2. Ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia.

3. Mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.


(50)

Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis kemiskinan AS$ 1 dan AS$ 2 perhari, suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia.

Analisis kemiskinan dan faktor-faktor penentunya di Indonesia, dan juga belajar dari sejarah pengentasan kemiskinan di Indonesia, menunjuk kepada tiga cara untuk mengentaskan kemiskinan. Cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah:

a. Melalui Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat Bagi Rakyat Miskin

Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan, baik dalam konteks pedesaan dan perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.

b. Membuat Layanan Sosial Bermanfaat Bagi Rakyat Miskin

Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya angka


(1)

Lampiran . Tabel Penskoran Respon Masyarakat Dalam Program Beras Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan

Mutiara

NO

RESPONDEN

Persepsi

Sikap

Partisipasi

18 19 20 22 23 27 29 30 31 32 34 36 38 42 43 44 45 46

1 1 1 -1 -1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 -1 1 -1 -1

2 0 0 1 1 -1 0 -1 1 1 0 1 0 0 -1 0 -1 1 1

3 1 -1 -1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1

4 0 1 0 1 -1 -1 -1 1 0 -1 0 1 1 0 0 -1 -1 -1

5 1 1 0 1 1 1 1 -1 1 0 1 0 0 1 -1 0 0 1

6 1 -1 -1 -1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 -1 1 1 0 1

7 0 1 0 0 1 1 -1 0 0 -1 0 1 1 0 0 -1 -1 -1

8 1 0 -1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 -1 1 1 1

9 -1 -1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 -1 -1 1

10 1 1 1 -1 0 1 -1 0 0 -1 0 0 1 -1 -1 0 0 -1

11 0 0 -1 0 -1 0 1 -1 1 1 -1 1 0 0 0 1 1 1

12 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 -1 -1 0 1

13 -1 0 -1 0 0 1 0 0 1 0 0 -1 1 1 1 0 1 -1

14 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 -1 1 0 -1 0 1 0 1

15 0 0 1 0 0 0 1 -1 1 0 1 0 0 0 -1 -1 1 1

16 1 1 0 -1 0 1 -1 0 0 1 0 -1 1 0 1 1 0 1

17 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1

18 1 0 1 -1 0 -1 1 -1 1 1 1 0 0 -1 1 1 0 -1

19 0 1 -1 0 1 1 0 0 1 -1 0 -1 1 0 0 0 1 1

20 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1

21 -1 0 -1 0 -1 1 1 -1 1 1 0 0 0 1 -1 0 -1 1

22 1 1 1 1 1 0 -1 0 1 -1 -1 -1 1 0 0 1 0 1

23 0 1 0 0 -1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 -1 0 1

24 0 0 -1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 -1 0 1 0 -1

25 1 1 0 -1 1 1 1 1 1 0 -1 0 1 1 -1 0 0 1

26 0 0 1 0 0 -1 0 0 1 1 1 -1 0 -1 0 1 1 1

27 1 1 0 -1 0 0 -1 1 0 0 0 1 0 0 1 -1 0 -1

28 0 0 -1 1 1 1 1 1 1 -1 1 0 1 0 -1 1 1 1

29 1 -1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1

30 -1 1 -1 -1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 -1 1 1 0 1

31 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 -1 -1 1 1 0 0 1 -1

32 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 -1 0 -1 1 0 1

33 0 0 -1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 -1 1

34 0 -1 0 1 -1 1 1 0 -1 -1 1 -1 1 0 1 1 1 -1


(2)

37 1 1 0 1 0 0 -1 0 -1 0 0 0 1 0 1 1 0 -1

38 0 0 -1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 -1 0 1

39 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 -1 1 1 -1 0 1 0

40 0 0 0 0 0 1 0 0 -1 1 0 0 0 0 1 0 0 -1

41 1 0 -1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 -1 -1 0

42 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 -1 0 -1 0 0 1

43 0 0 1 0 1 0 0 -1 -1 -1 1 -1 0 1 1 0 1 0

44 0 -1 -1 -1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 -1 0 -1

45 0 0 0 -1 0 -1 0 0 0 1 1 0 0 0 -1 0 1 1

46 -1 1 -1 0 0 1 1 0 -1 -1 1 -1 0 1 1 0 -1 0

47 0 0 0 -1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 -1 -1 1 -1

48 0 0 -1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 -1 0 0 0 0 0

49 -1 1 1 0 -1 1 1 0 -1 -1 1 -1 0 1 1 -1 1 1

50 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 -1 0 0 1

51 -1 1 1 0 1 0 0 1 0 -1 1 -1 -1 0 -1 0 1 0

52 0 -1 0 0 0 1 1 1 -1 0 1 0 0 1 -1 -1 0 1

53 0 1 1 0 -1 -1 1 1 1 1 -1 -1 1 0 1 0 0 0

54 0 0 0 -1 0 0 1 1 0 0 1 0 -1 0 0 0 1 1


(3)

Nama-nama Penerima Bantuan Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di

Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan:

1.

Maryam

2.

M. Karno

3.

M. Imron Sitorus

4.

M. Sofyan

5.

Suriana

6.

S. Sihotang

7.

Yulita Nasution

8.

Ayub

9.

Nurman

10. Sumirah

11. Herdiansyah

12. Asni Sitorus

13. Simah

14. Dedi Wahyudi

15. Suyanto

16. Surianto

17. Rahmadsyah

18. Nasrul

19. Paidi

20. Sunarti

21. Siti Aminah

22. Rusnaini

23. Suripno


(4)

24. Abdul Rahman

25. Abdul Kadir Lubis

26. Ramlan

27. Suradi

28. Hasanuddin

29. Ridwan Marpaung

30. Ahmad Syarif Marpaung

31. Buyung Sitorus

32. Nurhayati Sinaga

33. Hermansyah Situmorang

34. Amiruddin Lubis

35. Fatimah

36. Nurlela Hasibuan

37. Syafriandi Simajuntak

38. Amir Hasan

39. Nuraidah

40. Siti Syam

41. M. Ikhwan

42. Poniah

43. Jumila

44. Syamsiah

45. Rahmadi Siregar

46. Hasan Purba

47. Ramli Sinaga

48. Karniawati


(5)

49. Amnorsih Sinaga

50. Zakaria Sirait

51. Syahrian Efendi Sirait

52. Ahamad Tahir Marpaung

53. Sukimah Saragih

54. Tianih Simare-mare

55. Nalang Siagian


(6)