Respon Masyarakat Terhadap Program Beras Untuk Keluarga Miskin Di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

(1)

RESPON MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN DI DESA SEI SEMAYANG KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN

DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial

Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Disusun Oleh:

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2010

ADE ZUL AFFANDI NIM : 060902004


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Ade Zul Affandi

Nim : 060902004

ABSTRAK

Respon Masyarakat Terhadap Program Beras Untuk Keluarga Miskin Di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Skripsi ini Terdiri Dari 6 BAB, 128 Halaman, dan 41 Tabel.

Masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara masih bergelut dengan kemiskinan, seperti yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2010 bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa sedangkan di Sumatera Utara sendiri menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang juga dilaksanakan pada bulan Maret 2010 jumlah penduduk miskin ada sebanyak 1.490.900 jiwa. Karena adanya kemiskinan itu, pemerintah mrmbuat program untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Salah satunya adalah Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) yaitu penyaluran beras bersubsidi kepada Rumah Tangga Miskin(RTM) yang menjadi sasaran dari program dengan harga Rp 1000 di titik pendistribusian. Program Raskin ini tentunya akan mendapat respon dari masyarakat meskipun secara teori Program tersebut akan mendapat respon yang positif. Namun, hal ini belum dapat dipastikan karena dalam menentukan Respon dapat dilihat dari tiga variabel, yaitu persepsi, sikap, dan partisipasi. Mengingat kondisi ini, setiap masyarakat di berbagai wilayah akan memiliki respon yang berbeda-beda terhadap suatu program yang diberikan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon Masyarakat Terhadap Program Raskin di Desa Sei Semayang.

Metode penelitian menggunakan tipe deskriptif yaitu membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang bagaimana respon masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Desa Sei Semayang dengan responden yang berjumlah 110 Kk. Teknik prngumpulan data melalui angket kepada responden, observasi, dan wawancara langsung kepada masyarakat dan instansi terkait yang bisa memperkuat data penelitian ini. Sedangkan Metode analisis yang digunakan adalah Deskriptif, data yang diperoleh dari penelitian diteliti dan jawaban-jawaban diklasifikasikan menurut macamnya serta ditabulasikan kedalam tabel frekuensi selanjutnya dianalisa, dan menggunakan skala likert untuk mengukur variabel-variabel.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata Program Raskin mendapat Respon Netral dari masyarakat dengan nilai 0,32. Terdiri dari persepsi dengan nilai 0,39 dan sikap dengan nilai 0,64 serta partisipasi dengan nilai -0,08. Masyarakat berharap Program Raskin tetap dilanjutkan dan mutu beras dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... . xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon Masyarakat...8

2.2 Kemiskinan ... 16

2.2.1 Pengertian Kemiskinan ... 16

2.2.2 Faktor Penyebab Kemiskinan ... 20

2.2.3 Penanggulangan Kemiskinan ... 22

2.3 Rumah Tangga Miskin ... 23

2.4 Program Beras Untuk Keluarga Miskin ... 27


(4)

2.4.1.2 Organisasi Dan Penanggung Jawab Raskin...29

2.4.1.3 Penentuan Rumah Tangga Sasaran Penerima Dan Manfaat. . 30

2.4.1.4 Musyawarah Desa/Kelurahan...31

2.4.1.5 Mekanisme Distribusi ... 32

2.4.1.6 Administrasi Distribusi ... 33

2.4.1.7 Biaya Operasional Raskin ... 34

2.4.2 Mekanisme Pembayaran dan Administrasi HPB Raskin ... 34

2.4.3 Indikator Keberhasilan Program ... 35

2.4.4 Pengaduan Mayarakat ... 36

2.4.5 Pengawasan Dan Sosialiosasi Program ... 36

2.5 Kesejahteraan Sosial ... 37

2.6 Kerangka Pemikiran ... 38

2.7 Defenisi Konsep Dan Operasional ... 40

2.7,1 Denesi Konsep ... 40

2.7.2 Defenisi Operasional ... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 43

3.2 Lokasi Penelitian ... 43

3.3 Populasi Dan Sampel ... 43

3.3.1 Populasi ... 43

3.3.2 Sampel ... 44

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.5 Teknik Analisa Data ... 45


(5)

4.1 Sejarah Terbentuknya Desa Sei Semayang ... 47

4.2 Letak Dan Batas Wilayah Desa ... 48

4.3 Orbitasi ... 48

4.4 Kedaan Demografis... 48

4.4.1 Luas Dan Wilayah Penggunaan Lahan ... 49

4.4.2 Pembagian Wilayah ... 51

4.4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 52

4.4.4 Komposisi Penduduk Berdasrkan Jenis Kelamin ... 53

4.4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut ... 54

4.4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku ... 54

4.4.7 Komposisi Penduduk Berdasrkan Mata Pencaharian...56

4.4.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan...57

4.5 Sarana Dan Prasarana Desa Sei Semayng...57

4.5.1 Fasilitas Sarana Dan Tempat Ibadah...57

4.5.2 Fasilitas Kelayakan Jalan...58

4.5.3 Fasiulitas Sarana Pendidikan...59

4.5.4 Fasilitas Sarana Transportasi Desa Sei Semayang...60

4.5.5 Fasilitas Pengguna Sarana Komunikasi, Listrik, Dan Air Minum...61

4.5.6 Pengguna Fasilitas Program KB...61

4.5.7 Sarana Kesehatan...62

4.6 Potensi Desa Sei Semayang...63

4.6.1 Potensi Jasa Dan Usaha Perdagangan...63

4.6.2 Potensi Hasil Peternakan Dan Perikanan...64


(6)

4.7.1 Struktur Pemerintahan Desa Sei Semayang...65

4.7.2 Aparat Ketertiban Dan Ketentraman Desa...66

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Karakteristik Umum ... 67

5.1.1 Data Jenis Kelamin Responden... 68

5.1.2 Data Usia Responden ... 68

5.1.3 Data Agama Responden ... 69

5.1.4 Data Latar Belakang Pendidikan Responden ... 70

5.1.5 Data Suku Responden... 71

5.1.6 Data Jumlah Anak Responden ... 72

5.1.7 Data Pekerjaan Responden ... 73

5.1.8 Data Penghasilan Responden ... 74

5.2 Analisa Respon Terhadap Program Raskin ... 74

5.2.1 Persepsi Responden Terhadap Program Raskin ... 75

5.2.2 Sikap Respomden Terhadap Program Raskin ... 85

5.2.3 Partisipasi ... 92

5.3 Analisis Data Kuantitatif Responden Terhadap Program Raskin ... 100

5.3.1 Persepsi Responden Terhadap Program Raskin ... 101

5.3.2 Sikap Responden Terhadap Program Raskin... 103

5.3.3 Partisipasi Responden Terhadap Program Raskin ... 105


(7)

6.1 Kesimpulan ... 107 6.2 Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 128 LAMPIRAN


(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Ade Zul Affandi

Nim : 060902004

ABSTRAK

Respon Masyarakat Terhadap Program Beras Untuk Keluarga Miskin Di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Skripsi ini Terdiri Dari 6 BAB, 128 Halaman, dan 41 Tabel.

Masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara masih bergelut dengan kemiskinan, seperti yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2010 bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa sedangkan di Sumatera Utara sendiri menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang juga dilaksanakan pada bulan Maret 2010 jumlah penduduk miskin ada sebanyak 1.490.900 jiwa. Karena adanya kemiskinan itu, pemerintah mrmbuat program untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Salah satunya adalah Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) yaitu penyaluran beras bersubsidi kepada Rumah Tangga Miskin(RTM) yang menjadi sasaran dari program dengan harga Rp 1000 di titik pendistribusian. Program Raskin ini tentunya akan mendapat respon dari masyarakat meskipun secara teori Program tersebut akan mendapat respon yang positif. Namun, hal ini belum dapat dipastikan karena dalam menentukan Respon dapat dilihat dari tiga variabel, yaitu persepsi, sikap, dan partisipasi. Mengingat kondisi ini, setiap masyarakat di berbagai wilayah akan memiliki respon yang berbeda-beda terhadap suatu program yang diberikan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon Masyarakat Terhadap Program Raskin di Desa Sei Semayang.

Metode penelitian menggunakan tipe deskriptif yaitu membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang bagaimana respon masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Desa Sei Semayang dengan responden yang berjumlah 110 Kk. Teknik prngumpulan data melalui angket kepada responden, observasi, dan wawancara langsung kepada masyarakat dan instansi terkait yang bisa memperkuat data penelitian ini. Sedangkan Metode analisis yang digunakan adalah Deskriptif, data yang diperoleh dari penelitian diteliti dan jawaban-jawaban diklasifikasikan menurut macamnya serta ditabulasikan kedalam tabel frekuensi selanjutnya dianalisa, dan menggunakan skala likert untuk mengukur variabel-variabel.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata Program Raskin mendapat Respon Netral dari masyarakat dengan nilai 0,32. Terdiri dari persepsi dengan nilai 0,39 dan sikap dengan nilai 0,64 serta partisipasi dengan nilai -0,08. Masyarakat berharap Program Raskin tetap dilanjutkan dan mutu beras dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tidak ada satu negara di muka bumi ini yang melewatkan pembangunan. Pembangunan sudah menjadi bagian dari proses terbentuknya peradaban manusia. Tujuan dari pembangunan di indonesia adalah untuk meningkatkan tingkat hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia seperti yang diamanatkan oleh UUD tahun 1945.

Pada dasarnya pembangunan harus ditujukan untuk membangun kehidupan penduduk yang bermartabat, berkualitas secara berkelanjutan, antara lain menyangkut akses penduduk khususnya penduduk miskin terhadap pemenuhan hak dasar atas pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan air bersih, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, perlindungan hak atas tanah, rasa aman, serta kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program pembangunan.

Fungsi pembangunan dapat dirumuskan ke dalam tiga tugas utama yang harus dilakukan sebuah negara dan bangsa, yakni pertumbuhan ekonomi, perawatan masyarakat dan pengembangan manusia. Fungsi perawatan masyarakat dan pengembangan manusia inilah yang sebenarnya merupakan substansi dari pembangunan kesejahteraan sosial yang menopang pembangunan ekonomi (Suharto, 2005 : 6).

Sementara itu, salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam pembangunan yaitu masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan, bahkan sampai sekarang dapat dikatakan semakin memprihatinkan. Kemiskunan tercermin dari belum terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin.Hak-hak dasar tersebut antara lain adalah hak atas pangan, kesehatan, perumahan, pendidikan, pekerjaan, tanah, sumber daya alam, air bersih, dan sanitasi, rasa aman serta hak


(10)

untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik dan proses pembangunan. Sedangkan dampak dari kemiskinan yaitu jutaan anak tidak biasa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya akses terhadap pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, dan tidak adanya perlindungan terhadap keluarga..

Oleh karena itu, kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulanggannya tidak dapat ditunda dengan dalil apapun dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Kemiskinan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis atau kemiskinan struktural yang terjadi terus menerus dan kemiskinan sementara yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi krisis dan bencana alam(Grafika:2001:53)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah persentase penduduk miskin pada periode 1997-2007 meningkat dari tahun ke tahun. Pada periode 1999 jumlah penduduk miskin meningkat 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. persentase jumlah penduduk miskin dari 17,47% menjadi 23,43% pada periode yang sama.

Peningkatan jumlah persentase penduduk miskin terjadi karena adanya kenaikan BBM, pada maret 2008 (posisi terakhir angka kemiskinan dari BPS), jumlah penduduk miskin mencapai 34,96 juta orang (15,42%), dibandingkan dengan jumlah miskin pada tahun 2007 yang berjumlah 37,17 juta orang (16,58%) (Depkeu.go.id).

Sementara itu, jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2010 ( penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 31,02 juta (13,33


(11)

Sedangkan di Sumatera Utara sendiri menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin ada sebanyak 1.490.900 orang atau sebesar 11,31% terhadap jumlah penduduk seluruhnya. Kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.499.700.(http;//sumut.BPS.go.id.2010.pdf di akses pada

tanggal 28 agustus 2010 pukul 10.35 wib).

Tidak hanya itu, meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia terjadi karena tidak adanya kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokoknya menurut standart yang dibuat oleh Bank Dunia, yang dikenal dengan garis kemiskinan yang menunjukkan batas terendah seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia yang layak. Tidak terpenuhinya kebutuhan pokok merupakan bentuk tidak adanya kesejahteraan manusia dan akan mengarah pada timbulnya masalah baru pada kehidupan manusia.

Dalam model kebutuhan pokok telah diidentifikasikan kebutuhan dasar yaitu makanan, pakaian, kesehatan, pendidikan, kebersihan, transportasi dan partisipasi masyarakat. Sementara menurut Abraham Maslow, kebutuhan yang ada pada manusia adalah bawaan, dan tersusun menurut tingkatan atau bertingkat. Kebutuhan manusia yang tersusun secara bertingkat yaitu kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta kasih dan memiliki, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Menurut Maslow, kebutuhan yang ada di tingkat paling dasar, merupakan kebutuhan yang pemuasannya lebih mendesak daripada yang ada diatasnya. Artinya kebutuhan pokok manusia terutama pangan merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk dipenuhi karena kebutuhan ini berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia.

Karena adanya kemiskinan itu, maka pemerintah membuat program untuk mengatasi kemiskinan. Program-program yang telah dibuat oleh pemerintah tidaklah sedikit. Program pemerintah yang telah berjalan antara lain yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), Program Bantuan Untuk Keluarga Miskin (Gakin),


(12)

Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Semua itu merupakan upaya pemerintah dalam mencoba memerangi kemiskinan. Hal ini berarti pula Pemerintah telah berusaha memikirkan perubahan strategi pembangunannya yaitu salah satunya dengan menggunakan model kebutuhan pokok.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan (pokok) yang menjadi hak setiap warga negara, maka pemerintah menetapkan kebijakan penyediaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin (Raskin). Penyaluran beras bersubsidi ini telah membantu sebagian besar masyarakat miskin sehingga beban pengeluaran rumah tangga untuk kebutuha pangan dapat dikurangi, yang pada akhirnya memberikan kontribusi positif dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Program ini dibentuk agar keluarga miskin mempunyai akses yang baik terhadap pangan, dalam hal harga dan ketersediaan.

Program raskin sebagai implementasi kebijakan subsidi pangan terarah merupakan upaya peningkatan kesejahteraan sosial pemerintah terhadap keluarga miskin.Secara vertikal, program Raskin akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan ketahanan pangan rumah tangga. Sedangkan secara horizontal maka program ini merupakan transfer energi yang mendukung program perbaikan gizi, peningkatan kesehatan, peningkatan kualitas pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja

(Jukni Pelaksanaan Raskin Pripinsi Sumatera Utara, 2004).

Program Raskin dimulai sejak tahun 1998 dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK) Beras. Program ini merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mendistribusikan pendapatan kepada keluarga miskin sebagai akibat krisis

pukul 16.15 WIB).

Pada tahun 2002 OPK beras diubah menjadi program beras untuk keluarga miskin (raskin). Dengan maksud untuk mempertajam sasaran program. Dengan nama Raskin, maka masyarakat akan lebih memahami bahwa bantuan beras ini hanya untuk keluarga miskin,


(13)

selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga yang tidak tergolong miskin akan merasa malu apabila menerima program ini. Program Raskin ini merupakan sebuah program beras bersubsidi bagi keluarga yang menyediakan 15 Kg/kepala keluarga/ bulan dengan harga Rp 1.000,00/Kg dititik distribusi (pusat informasi Desa Sei Semayang.

Program raskin dilaksanakan diseluruh wilayah Indonesia karena program Raskin merupakan program nasional yang ditujukan bagi semua warga masyarakat yang merupakan sasaran penerima Raskin. Hal ini berarti Program Raskin beroperasi disemua wilayah tanpa membedakan kondisi kemiskinan wilayah karena Rumah Tangga Miskin (RTM) tersebar disemua wilayah dari propinsi sampai desa/kelurahan. Namun demikian, tinjauan dokumen menunjukkan bahwa pada beberapa kasus yang terdapat di kecamatan atau desa/kelurahan yang tidak menerima Raskin selama beberapa waktu tertentu karena adanya tunggakan, penyelewengan pelaksanaan, atau permintaan pihak kecamatan

Mei 2010 pukul 17.20 WIB)

Hasil penelitian program raskin sebelumnya pernah dilaksanakan di 8(delapan) provinsi terpilih, yaitu Sumatra Utara, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat, didapatkan bahwa kuantitas Raskin yang dibeli keluarga miskin lebih sedikit dari jatah yang seharusnya, yaitu 20 kg/KK miskin, dengan alasan pemerataan sebagai akibat jumlah KK miskin lebih besar daripada jumlah beras yang di drop di desa. Harganya lebih tinggi daripada yang seharusnya Rp 1000/kg, karena alasan biaya ankut / transportasi. Oleh sebab itu, masyarakat dibeberapa provinsi tersebut kebanyakan merespon negatif karena kuantitas beras yang mereka dapatkan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan rumah tangganya. Hal ini dikarenakan adanya pengurangan jatah beras yang dilakukan oleh penyalur tim raskin (http:// majalah pangan.com diakses pada 28 agustus 2010 pukul 11.00 WIB)


(14)

Program raskin juga dilaksanakan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal, karena sebagian besar masyarakatnya yang berjumlah 18 Dusun mayoritas masyarakat miskin. Dengan adanya program tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana respon masyarakat terhadap program raskin khususnya di Kecamatan Sunggal Desa Sei Semayang dengan judul “Respon masyarakat terhadap Program Beras Bagi Masyarakat Miskin di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,maka permasalahan dalam penelitian ini adalah ’’Bagaimana respon masyarakat terhadap program beras

bagi masyarakat miskin di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang’’.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk

’’Mengetahui respon masyarakat terhadap program beras bagi masyarakat miskin di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang’’.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak/instansi yang berkaitan langsung dengan Program Raskin dan juga menjadi acuan dalam membuat rencana kerja (program) dalam membahas kajian program kesejahteraan sosial berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintah.


(15)

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab iniberisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon Masyarakat

Pada pengamatan berlangsung perangsang-perangsan. Stimulus berarti rangsangan dan respon berarti tanggapan. Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan. Respon lambat-laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang (Djamarah, 2002:23).

Menurut pendekatan kaitan Stimulus - Respon. Dalam hal ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh oleh banyak ahli, seperti

a. Pendekatan kognitif

Pendekatan stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.

b. Pendekatan psikoanalisa

Pendekatan kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, ata Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.


(17)

c. Pendekatan fenomenologi

Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Hal ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.

Sedangkan respon atau tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika perangsang sudah tidak ada. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa sedemikian ini disebut tanggapan. Defenisi tanggapan ialah gambaran ingatan dari pengamatan (Kartono, 1984:57). Dalam hal ini untuk mengetahui respon masyarakat dapat dilihat melalui persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat.

Jadi berbicara mengenai respon tidak terlepas dari pembahasan persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat.

a. Persepsi menurut Morgan, King dan Robinson adalah suatu proses diterimanya suatu rangsangan (obyek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa) dengan cara melihat dan mendengar dunia disekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami manusia (Adi, 2000 : 105).

Jadi yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang dimulai dari penglihatan dan pendengaran hingga terbentuk tanggapan yang terjadi pada diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya (Mahmud, 1990:55).

Penglihatan dan Pendengaran seseorang dapat dilihat melalui dengan cara mencermati, memahami dan menilai segala sesuatu yang terjadi di dalam lingkungan sehingga terbentuk tanggapan dari dirinya.

Fenomena lain yang terpenting dengan persepsi adalah atensi. Atensi adalah suatu proses penyeleksian input yang diproses dalam kaitan dengan pengalaman. Oleh karena itu


(18)

atensi ini menjadi bagian yang terpenting dalam proses persepsi. Sedangkan atensi itu banyak mendasarkan diri pada proses yang disebut filtering atau proses untuk menyaring informasi yang ada pada lingkungan, karena sensori channel kita tidak mungkin memproses semua rangsangan yang berada pada lingkungan kita (Adi, 2000 : 14).

Hal-hal yang mempengaruhi atensi seseorang dapat dilihat dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi atensi adalah :

1. Motif dan kebutuhan.

2. Preparator set, yaitu kesiapan seseorang untuk berespon terhadap suatu input

sensori tertentu tetapi tidak pada input yang lain. 3. Minat (Interest).

Faktor eksternal yang mempengaruhi atensi adalah:

1. Intensitas dan ukuran. Misalnya makin keras suatu bunyi maka akan semakin menarik perhatian seseorang.

2. Kontras dengan hal-hal baru. 3. Pengulangan.

4. Pergerakan (Adi, 2000 : 105).

Bila berbicara tentang respon tidak lepas dari perubahan konsep sikap. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika ia menghadapi suatu rangsangan.

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu sepserti perubahan lingkungan atas situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengharapkan suatu objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek (Adi, 2000 : 178).

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada


(19)

orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya (Walgito, 1999:110).

Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan subjek-objek. Tidak ada sikap yang tanpa objek. Objek ini bisa berupa benda, orang, ideologi, nilai-nilai sosial, lembaga masyarakat dan sebagainya.

b. Sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan.

c. Karena sikap dapat dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah, meskipun relatif sulit berubah.

d. Sikap tidak menghilang walau kebutuhan sudah dipenuhi.

e. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat beragam sesuai dengan objek yang menjadi pusat perhatiannya.

f. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan (Adi, 2000:179).

Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untk secara aktif berperan serta dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang sama. Strategi yang biasa diterapkan adalah melalui strategi penyadaran. Untuk berhasilnya program pembangunan desa tersebut, warga masyarakat dituntut untuk terlibat tidak hanya dalam aspek kognitif dan praktis tetapi juga ada keterlibatan emosional pada program tersebut. Hal ini diharapkan dapat memberi kekuatan dan perasaan untuk ikut serta alam gerakan perubahan yang mencakup seluruh bangsa.

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting bahkan mutlak diperlukan dalam mengukur respon. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dan terorganisasikan dalam seluruh tahapan pembangunan, sejak tahap sosialisai, persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pemahaman, pengendalian, evaluasi


(20)

sehingga pengembangan atau perluasannya. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untuk secara aktif berperan serta dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Partisipasi atau keikutsertaan para pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan ini akan membawa manfaat dan menciptakan pertumbuhan ekonomi didaerah (Suprapto, 2007 : 8).

Partisipasi ditinjau dari fungsi yang diambil oleh masyarakat (pelaku) untuk suatu program, fungsi yang dapat diambil oleh masyarakat dalam berpartisipasi antara lain ialah:

1) Berperan serta dalam menikmati hasil pembangunan. Karena semua sudah dikerjakan oleh pihak luar maka masyarakat tinggal menerima berupa hasil pembangunan misalnya gedung sekolah, pos KB, pembibitan tanaman, masyarakat tinggal menerima bibitnya. Partisipasi ini jelas mudah, namun menikmati belum berarti memelihara.

2) Berperan serta dalam melaksanakan program pembangunan hal ini terjadi karena pihak luar masyarakat, sudah mengerjakan persiapan, perencanaan, dan menyediakan semua kebutuhan program. Masyarakat tinggal melaksanakan, dan setelah itu baru dapat menikmati hasilnya. Misalnya dalam membangun jalan, masyarakat ikut serta meratakan jalan dan menata/merapikan batu. Pemagaran rumah, masyarakat tinggal memasang alat-alat/bahan yang sudah disediakan,dll. 3) Berperan serta dalam memelihara hasil program. Fungsi ini lebih sulit, apalagi kalau

masyarakat tidak terlibat dalam pelaksanaan. Sulit, bukan saja karena tidak mempunyai keterampilan, tetapi yang lebih penting karena mereka merasa tidak memiliki program tersebut. Pada umumnya masyarakat bersedia memelihara satu gedung milik umum di desa jika mereka ikut ambil bagian dalam membangunnya, bahkan ikut menyumbang sebagian bahan. Contoh lain, masyarakat bersedia menanam dan memelihara bibit tanaman dari proyek pembibitan kalau masyarakat ikut berkorban atau berpartisipasi selama pembibitan dipersiapkan dan dilaksanakan.


(21)

4) Berperan serta dalam menilai program. Fungsi ini kadang diambil masyarakat karena diminta oleh penyelenggara program dan masyarakat merasa program tidak sesuai dengan aspirasinya (Suprapto, 2007 : 11 ).

Dari beberapa fungsi diatas maka dapat diketahui bahwa partisipasi memiliki hubungan/kaitan dengan frekuensi dan kualitas yaitu:

1. Frekuensi

Kaitan Partisipasi dengan Frekuensi ialah bahwa partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dimana keterlibatan tersebut harus memiliki frekuensi yang baik dan teratur agar masyarakat dapat melaksanakan program pembangunan dengan penuh persiapan, perencanaan, pemahaman dan evaluasi.

Contoh: berperan serta dalam bersosialisasi untuk menilai suatu program 2.Kualitas

Kaitan Partisipasi dengan Kualitas ialah bahwa dalam melaksanakan suatu program harus diperlukan sikap yang berkualitas pada masyarakat tersebut dan keterlibatan masyarakat yang bertata laku dengan baik maka mereka akan menjadi terinternalisasi dengan sikap dan nilai pribadi yang kondusif terhadap kualitas.

Contoh: berperan serta dalam melaksanakan suatu program

Partisipasi masyarakat juga mengikutsertakakan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada dimasyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi (Isbandi, 2007 : 27).

Partisipasi dapat dibagi menjadi 6 pengertian yaitu:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.


(22)

2. Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan.

3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.

4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.

5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.

6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka (Mikkelsen, 1999 : 64).

Jadi definisi partisipasi di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan sampai pada tahap evaluasi.

Dalam merespon stimulus, tidak terlepas dari subjek dan objeknya. Subjek merupakan orang yang merespon dan objek merupakan stimulus atau yang akan direspon. Dalam hal ini yang menjadi subjeknya adalah masyarakat sasaran penerima manfaat Raskin dan yang menjadi objeknya adalah program Raskin.

Masyarakat dalam bahasa Inggris adalah Society yang berasal dari kata Socius yang artinya kawan. Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang disekitar dan dengan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang


(23)

berinteraksi menurut sistem adat-istiadat yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Koentjaraningrat menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat yang tertentu. Sedangkan Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat ialah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan (Wahyu, 1996:59).

Unsur atau ciri masyarakat menurut konsep Horton dan Hunt adalah:

1. Kelompok manusia, yang sedikit banyak memiliki kebebasan dan bersifat kekal. 2. Menempati suatu kawasan.

3. Memiliki kebudayaan.

4. Memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Fairchild, unsur atau ciri masyarakat adalah: 1. Kelompok manusia.

2. Adanya keterpaduan atau kesatuan diri berlandasakan kepentingan utama. 3. Adanya pertahanan dan kekekalan diri.

4. Adanya kesinambungan.

5. Adanya hubungan yang pelik diantara anggotanya.

Diantara istilah masyarakat yang telah dikemukakan diatas, tidak terdapat perbedaan pendapat tentang ungkapan yang mendasar, justru yang ada mengenai persamaannya. Namun yang utama, masyarakat itu merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang melakukan antar hubungan, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tumbuh bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama dan merupakan suatu sistem hidup bersama dimana mereka menciptakan nilai, norma dan kebudayaan bagi kehidupan mereka (Setiadi, 2007:80).


(24)

Dengan akhirnya bahwa masyarakat mengandung pengertian yang sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat terdiri dari berbagai kelompok besar maupun kecil tergantung pada jumlah anggotanya. (Wahyu, 1986:60).

Jadi yang dimaksud dengan respon masyarakat adalah tingkah laku balas atau tindakan masyarakat yang merupakan wujud dari persepsi dan sikap masyarakat terhadap suatu objek yang dapat dilihat melalui proses pemahaman, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan terhadap objek tersebut (Elisa:2009).

2.2 Kemiskinan

2.2.1 Pengertian Kemiskinan

Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut adanya upaya untuk

melakukan pendefinisian dan pengukuran. Sehubungan dengan hal ini, perlu disadari bahwa masalah kemiskinan telah dipelajari oleh berbagai ilmuwan sosial yang berasal dari latar belakang disiplin yang berbeda. Oleh sebab itu, wajar pula apabila kemudian dijumpai berbagai konsep dan cara pengukuran tentang masalah kemiskinan. Dalam konsep ekonomi misalnya, studi masalah kemiskinan akan segera terkait dengan konsep standart hidup, pendapatan dan distribusi pendapatan. Sementara itu, ilmuwan sosial yang lain tidak ingin berhenti pada konsep-konsep tersebut, melainkan mengkaitkan dengan konsep kelas, stratifikasi sosial, struktur sosial dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial yang lain (Soetomo:1995:117).

Kemiskinan memiliki beberapa ciri yaitu:

a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar yaitu pangan, sandang dan papan.

b. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya seperti kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi.


(25)

c. Ketiadaan jaminan masa depan yang dikarenakan tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga.

d. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. e. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam. f. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

g. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

h. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental

i. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial seperti anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil.

Dalam membicarakan masalah kemiskinan atau pemiskinan, kita akan menemui beberapa istilah kategoritatif kemiskinan seperti kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, kemiskinan situsional (natural) dan kemiskinan kultural.

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien. Orang yang dalam kondisi ini dikategorikan dalam jenis kemiskinan absolut. Kemiskinan ini sangat ditentukan oleh nutrisi yang ditentukan oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi tersebut akan mempengaruhi jumlah kalori yang dibutuhkan terutama untuk dapat bekerja. Di Indonesia garis batas minimum kebutuhan hidup yang ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori per tahun.

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan Relatif muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain. Misalnya, Karto adalah orang yang sangat kaya di desanya, tetapi setelah dibandingkan dengan orang-orang di kota ternyata


(26)

Karto tergolong miskin atau sebaliknya. Contoh lain adalah Gito, ia merupakan orang yang tergolong miskin di Salatiga tetapi setelah dibandingkan dengan para petani di Gunung Kidul, ternyata dia termasuk kaya. Jadi, kemiskinan Karto dan kemiskinan Gito tadi dikategorikan kemiskinan relatif.

3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural lebih menunjuk kepada orang atau sekelompok orang yang telah miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang, tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah. Mereka tetap miskin atau menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha memperbaiki nasibnya tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada sistem atau struktur masyarakat yang berlaku. 4. Kemiskinan Situsional atau Kemiskinan Natural

Kemiskinan situsional/natural terjadi bila seseorang atau sekelompok orang tinggal di daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan oleh karenanya mereka menjadi miskin. Dengan kata lain, kemiskinan itu terjadi sebagai akibat dari situasi yang tidak menguntungkan seperti kemarau panjang, tanah tandus, gagal panen atau bencana alam.

5. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan penduduk terjadi karena kultural masyarakatnya. Masyarakat rela dengan keadaan miskinnya karena diyakini sebagai upaya untuk membebaskan diri dari sikap serakah yang pada gilirannya akan membawa kepada ketamakan. Misalnya, masyarakat yang menganut pietisme-dualistis mempunyai anggapan bahwa manusia tediri dari dua bagian yang saling bertentangan, yaitu jiwa (dianggap suci) dan raga (dianggap hina). Sementara itu, mereka juga beranggapan bahwa keselamatan manusia sangat ditentukan oleh pietas, yaitu kesalehan yang menolak kehinaan (Johanes:2000:24).


(27)

Friedman dalam Suharto, kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial, yang meliputi :

1. Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan). 2. Sumber keuangan (pekerjaan, kredit).

3. Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial).

4. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang dan jasa. 5. Pengetahuan dan ketrampilan.

6. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

Bappenas (2000) mendefinisikan kemiskinan dalam 3 kriteria yaitu : 1. Berdasarkan Kebutuhan Dasar

Suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain: pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pedidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

2. Berdasarkan Pendapatan

Suatu tingkat pendapatan atau pengeluaran seseorang, keluarga dan masyarakat berada di bawah ukuran tertentu (garis kemiskinan). Kemiskinan ini terutama disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset seperti lahan, modal dan kesempatan usaha.

3. Berdasarkan Kemampuan Dasar

Suatu keterbatasan kemampuan dasar seseorang dan keluarga untuk menjalankan fungsi minimal dalam suatu masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan menghambat seseorang dan keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat, maju dan berumur panjang serta memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan


(28)

yang menyangkut kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam menentukan pilihan terbaik bagi kehidupan pribadi.

Menurut BPS dan Depsos tahun 2006 kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang disebut garis kemiskinan atau batas kemiskinan. Garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.

2.2.2 Faktor Penyebab Kemiskinan

Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian tahun 1995 yang dilakukan pada tujuh belas provinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu:

1) Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesejahteraan, kurangnya alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya ketrampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga.

2) Rendahnya daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan jumlah produksi dan modal kerja.

3) Rendahnya penerapan teknologi, ditandai dengan rendahnya penggunaan input dan mekanisme pertanian.

4) Rendahnya potensi wilayah yang ditandai oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur kondisi fisik ini meliputi iklim, tingkat kesuburan, dan topografis wilayah, sedangkan infrastruktur meliputi irigasi transportasi, pasar, kesehatan, pendidikan, pengolahan komoditas pertanian, listrik, dan fasilitas komunikasi.


(29)

5) Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan.

6) Kurang berperannya kelembagaan yang ada, kelembagaan tersebut meliputi pemasaran, penyuluhan perkreditan dan sosial.

Lebih jauh Suyanto menyebutkan ada beberapa faktor penyebab kemiskinan yang terjadi dalam suatu masyarakat, seperti :

1. Kemiskinan karena kolonialisme; kemiskinan ini terjadi karena penjajahan yang dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain, sehingga bangsa yang dijajah menjadi tertindas baik ekonomi, politik dan sebagainya. Misalnya Indonesia yang ditindas Belanda.

2. Miskin karena tradisi sosio-kultural; hal ini berkaitan dengan suku bangsa tertentu yang kental kebudayaannya seperti suku kubu di Sumatera dan suku Dayak di pedalaman Kalimantan.

3. Miskin karena terisolasi; seseorang menjadi miskin karena tempat tinggalnya jauh dari keramaian sehingga sulit berkembang.

4. Kemiskinan struktural; kemiskinan struktural ialah kemiskinan yang ditenggarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan. Kemiskinan ini juga disebabkan oleh persaingan yang tidak seimbang antar negara atau daerah yang mempunyai keunggulan komperatif dengan daerah sekitarnya yang tidak mempunyai keunggulan kompratif (Suyanto:1995:23).

Faktor penyebab kemiskinan adalah keterkaitan hubungan antara status sosial ekonomi masyarakat dengan potensi wilayah suatu daerah yang menyebabkan daerah tersebut miskin. Dalam konteks penelitian ini faktor penyebab kemiskinan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Produktivitas tenaga kerja rendah sebagai akibat rendahnya teknologi. 2. Tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah


(30)

4. Rendahnya taraf kesehatan 5. Terbatasnya lapangan kerja

6. Rendahnya kualitas SDM dan rendahnya produktifitas

7. Sarana dam prasarana termasuk kelembagaan yang kurang baik.

2.2.3 Penanggulangan Kemiskinan

Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan dasar minimal dari setiap negara, peranan pemerintah sangat penting dalam menyalurkan pelayanan masyarakat. Pelayanan publik yang dilakukan birokrasi pemerintahan pada negara-negara berkembang terus menurus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengaruh arus informasi maupun dinamika dan tuntutan masyarakat. Dalam paradigma pembangunan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan masyarakat miskin selain dibutuhkan pelayanan publik yang efisien oleh birokrasi pemerintahan juga terciptanya suatu kondisi yang memberikan akses yang sama pada setiap penduduk dalam memperoleh pelayanan publik.

Terciptanya akses yang terbuka dan sama dalam pelayanan publik kepada lapisan masyarakat diperlukan bagi pemerataan hasil-hasil pembangunan dan pelayanan publik. Kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan untuk menggunakan pelayanan publik yang optimal dari birokrasi pemerintahan. Tentunya didukung oleh kesempatan untuk memanfaatkan dan mampu menggunakannya.

Banyak program pembangunan tidak mampu meningkatkan akses masyarakat terhadap program pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan dan bahkan gagal dalam mencapai program tersebut. Kendala yang sangat besar dalam pelayanan publik adanya perbedaan sosial ekonomi masyarakat yang beragam dengan kemampuan birokrasi pemerintahan. Pemerintah dalam melakukan pelayanan publik harus memperhatikan kondisi lokal sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan kelompok sasaran masyarakat.


(31)

Inti dasarnya terletak pada proses kebijakan publik dan pedekatan terhadap operasionalisasi kebijakan tersebut.

Upaya penanggulangan permasalahan di atas selama ini telah dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan yang dilaksanankan di segala bidang serta melalui program Operasi Pasar Khusus (OPK) atau Program Beras Prasejahtera serta bentuk program lainnya. Pemerintah juga berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan meratakan pendapatan melalui delapan jalur pemerataan yaitu :

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat banyak khususnya pangan, sandang, dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3. Pemerataan pembagian pendapatan.

4. Pemerataan kesempatan kerja. 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan wanita.

7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. 8. Pemerataan memperoleh keadilan (Moelyarto:1987:2)

2.3 Rumah Tangga Miskin

Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi

kebutuhan sesuai dengan standar yang berlaku. Saat ini sudah cukup banyak ukuran dan standar yang dikeluarkan oleh para pakar dan lembaga mengenai batas garis kemiskinan.

Standar kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Agraria dalam Nawawi (1997), adalah berdasarkan konsumsi sembilan bahan pokok yang dihitung berdasarkan harga setempat. Standar kebutuhan minimum perorang per bulan : 100 kg beras, 60 liter minyak tanah, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 4 meter tekstil kasar, 6 kg minyak goreng, 2 meter batik kasar dan 4 kg garam.


(32)

TABEL 2.1

KRITERIA RUMAH TANGGA MISKIN MENURUT BIRO PUSAT STATISTIK No. Variabel Kriteria Rumah Tangga Miskin

1 Luas lantai bangunan

tempat tinggal

Kurang dari 8 m² per orang

2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal

Tanah/bambu/kayu murahan

3 Jenis dinding tempat tinggal

Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

4 Fasilitas tempat buang air besar

Tidak punya/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5 Sumber penerangan

rumah

Bukan listrik

6 Sumber air minum Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan

7 Bahan bakar untuk

memasak sehari-hari

Kayu bakar/arang/minyak tanah

8 Konsumsi daging / susu / ayam per minggu

Tidak pernah mengkonsumsi/hanya satu kali perminggu

9 Pembelian pakaian baru untuk setiap ART dalam setahun

Tidak pernah membeli/hanya membeli satu stel dalam setahun

10 Makanan dalam sehari untuk setiap ART


(33)

11 Kemampuan membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik

Tidak mampu membayar untuk berobat

12

Lapangan Pekerjaan utama kepala rumah tangga

Petani dengan luas lahan 0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan Rp 600,000 per bulan

13 Pendidikan tertinggi

kepala keluarga

Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD

14

Pemilikan asset/tabungan

Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500,000 seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Sumber : Badan Pusat Statistik 2008

BKKBN mengambil keluarga batih sebagai unit pengertian, namun tidak menggunakan konsep kemiskinan, melainkan konsep kesejahteraan. Konsep kesejahteraan di sini jelas terkait dengan taraf hidup dan garis kemiskinan. Dengan sejumlah indikator yang dibuat oleh BKKBN, klasifikasi keluarga terdiri dari :

1) Keluarga Sejahtera tahap I adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum mereka tetapi belum memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis seperti interaksi keluarga, interaksi bertetangga dan pekerjaan-pekerjaan yang menentukan standar kehidupan yang baik.

2) Keluarga Sejahtera tahap II. Ditujukan dengan anggota keluarga melaksanakan ibadah agama secara teratur, sekali seminggu keluarga makan daging, ikan/telur. Setiap akhir tahun paling sedikit memperoleh satu stel pakaian baru, luas rumah


(34)

paling kurang 8 m untuk setiap penghuni. Kesehatan keluarga baik, memiliki penghasilan tetap, anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa baca tulisan latin. Anak umur 7-15 tahun bersekolah dan Pasangan Usia Subur (PUS) yang telah memiliki 2 anak atau lebih memakai alat kontrasepsi

3) Keluarga Sejahtera tahap III. Ditujukan dengan anggota keluarga berusaha meningkatkan pengetahuan agama, sebagian penghasilan keluargaditabung, makanan empat sehat lima sempurna dan keluarga makan bersama sehari dalam sekali serta dimanfaatkan untuk berkomunikasi. Ikut dalam kegiatan di masyarakat tempat tinggal, rekreasi minimal enam bulan sekali, mendapat informasi dari surat kabar, TV, radio, majalah dan anggota keluarga mampu menggunakan transportasi setempat.

4) Keluarga Sejahtera IV plus. Di samping ditujukan dengan keadaan keluarga seperti keluarga sejahtera tahap III juga ditambah dengan keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan materi untuk kegiatan sosial dan ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.

Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin menurut LP3S adalah: 1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan umumnya rendah.

4. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas.

5. Diantara mereka beusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

6. Makan dua atau sekali tetapi jarang makan telur atau daging (makanan bergizi). 7. Tidak bisa berobat ketika sakit.


(35)

8. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga atau dipimpin kepala keluarga perempuan.

Keluarga dirumuskan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Pengertian keluarga dapat dilihat dari arti sempit dan arti luas. Kelurga dalam arti sempit didefenisikan dengan keluarga/kelompok yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang belum dewasa/belum kawin. Sedangkan keluarga luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan keluarga yang luas daripada hanya ayah, ibu dan anak-anaknya.

Jadi yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah suatu unit masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan tinggal dalam satu rumah yang standart ekonominya lemah atau tingkat pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan dasar pokok seperti sandang, pangan dan papan.

2.4 Program Beras untuk Keluarga Miskin

Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyedia beras bersubsidi. Setiap rumah tangga menerima 15 Kg beras setiap bulan dengan harga Rp. 1.000 per kilogram di titik distribusi. Selain itu tujuan Raskin juga memberikan bantuan pangan/beras kepada keluarga miskin dalam rangka mengatasi masalah kekurangan gizi makro masyarakat guna memenuhi kebutuhan pangan pokoknya penjualan beras pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan.

Tujuan program Raskin berdasarkan Pedum adalah menguangi beban pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemberian bantuan pemenuhan sebagiam kebutuhan pangan dalam bentuk beras.


(36)

Program Raskin memiliki ciri spesifik yaitu :

1. Tidak disalurkan melalui pasar umum, tetapi penjualan langsung kepada penerima manfaat (bersubsidi).

2. Jumlah beras yang disediakan tidak tergantung pada permintaan pasar, tetapi berdasarkan kepada penerimaan jumlah keluarga penerima manfaat Raskin.

3. Tindak pelaksanaanya, Raskin melibatkan berbagai instansi sehingga untuk memperlancar operasinya perlu adanya petunjuk pelaksanaan.

Program Raskin ditujukan kepada keluarga miskin dan rawan pangan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan pemerintahan. Penerima manfaat yaitu keluarga miskin didesa/kelurahan yang berhak menerima beras Raskin, yang menjadi penerima manfaat dari program ini adalah :

a. Keluarga Prasejahtera (KPS) alasan ekonomi yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi indikator KPS yang ditetapkan oleh BKKBN, dengan bobot pengkategorian lebih ditentukan pada alasan ekonomi indikator keluarga prasejahtera alasan ekonomi yaitu :

1. Pada umumnya anggota keluarga belum mampu makan dua kali sehari.

2. Anggota keluarga belum memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan berpergian.

3. Bagian lantai yang terluas dari tanah.

b. Keluarga Sejahtera 1 (KS I) alasan ekonomi yaitu keluarga yang belum memenuhi indikator KS I yang dietapkan oleh BKKBN, dengan bobot pengkategorian lebih ditekankan pada alasan ekonomi, indikatornya adalah :

1. Paling kurang seminggu sekali keluarga makan daging/ikan/telur.

2. Setahun terakhir anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.


(37)

2.4.1 Penentuan Pagu dan Alokasi

1. Kuantum Pagu Raskin Nasional ditetapkan berdasarkan besarnya subsidi Pangan (Raskin) yang disediakan Pemerintah dalam APBN.

2. Gubernur selaku penanggung jawab tin koordinasi program Raskin provinsi, mengalokasikan kuantum pagu Raskin kepada masing-masing pada data kemiskinan BPS yang ditetapkan dalam keputusan Gubernur.

3. Berdasarkan pagu Raskin Kabupaten/Kota, tim koordinasi program Raskin masing-masing Kabupaten/Kota mengaloksikan kuantum pagu Raskin kepada masing-masing Kecamatan dan Desa/Kelurahan, dengan mengacu pada data RTM dari BPS, dengan mempertibangkan kondisi objektif daerah yang ditetapkan dalam keputusan Bupati/Walikota.

4. Tim Raskin Provinsi dapat mengusulkan, kepada Gubernur untuk merelokasi pagu Raskin ke Kabupaten/Kota yang dinilai tidak dapat mendistribusikan beras Program Raskin sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

2.4.1.2 Organisasi dan Penanggung Jawab Raskin

Penanggung jawab pelaksanaan dan pemantauan Raskin di tingkat provinsi adalah Gubernur dan di Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaan secara fungsional didukung oleh Tim koordinasi Raskin di tingkat provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota yang terdiri dari instansi terkait dan berbagai pihak yang dipandang perlu (Perguruan tinggi, LSM dan institusi kemasyarakatan lainnya).

Penanggung jawab penyediaan dan pendistribusian beras Raskin dari gudang Perum Bulog sampai titik ditribusi, maupun penyelesaian administrasi dan penyelesaian pembayaran adalah Kasub Drive/Kakanlog sesuai tingkatan wilayah operasionalnya. Dalam pelaksanaannya, Kasub Divre/Kakanlog membentuk Satgas Raskin, Pemkab/Pemko


(38)

setempat sesuai dengan tingkatan wilayahnya turut bertanggungjawab dalam penyelesaian administrasi dan pembayaran Raskin.

Penanggung jawab data dasar untuk penetapan keluarga Sasaran Penerima Manfaat Raskin adalah Kepala BKKBN setempat. Penanggung jawab penetapan jumlah kelurga miskin dan kuantum beras adalah Gubernur/Bupati/Walikota sesuai tingkatan wilayahnya sebagai hasil konsultasi teknis dengan instansi terkait dengan mempertimbangkan kondisi objektif daerah yang bersangkutan.

Penanggung jawab pengesahan keluarga miskin yang menerima Raskin di setiap titik distribusi adalah camat sebagai hasil musyawarah desa yang ditetapkan oleh kepala desa yang ditetapkan oleh kepala desa/lurah setempat. Penggung jawab penanganan pengaduan masyarakat adalah kepala dinas/badan BPM bersama-sama unsur-unsur inspektorat dan pengawasan Drive/Sub Divre/Kanlog Bulog.

2.4.1.3 Penentuan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat

1. Data dasar penentuan RTM sasaran adalah hasil pendapatan sosial ekonomi BPS 2. Prioritas penerima manfaat beras Raskin adalah untuk seluruh RTM dengan

kategori sangat miskin, miskin dan untuk seluruh RTM dengan kategori hampir miskin.

3. Dalam hal ini penurunan RTM sasaran kategori hampir miskin ditentukan sesuai kondisi objektif di lapangan dan ditetapkan berdasarkan musyawarah desa/kelurahan setempat.

4. Identitas RTM penerima manfaat Program Raskin, harus sesuai dengan daftar nama dan alamat RTM yang telah ditetapkan BPS Kabupaten/Kota.


(39)

2.4.1.4 Musyawarah Desa/Kelurahan

1. Musyawarah Desa/Kelurahan adalah forum komunikasi ditingkat desa/kelurahan yang dipimpin kepala Desa/Lurah, dihadiri oleh perangkat desa/kelurahan, lembaga pemberdayaan masyarakat dan tokoh agama untuk mendapatkan kesepakatan tentang:

- Daftar nama RTM penerima manfaat - Jadwal, waktu dan tempat distribusi

- Besaran biaya distribusi dari titik distribusi kepada RTM penerima manfaat.

2. Musyawarah desa/kelurahan dilaksanakan secara periodik minimal 1 (satu) tahun sekali dan diselenggarakan sebelum beras program Raskin di distribusikan. 3. Hasil musyawarah desa/kelurahan dituangkan dalam berita acara musyawarah

desa/kelurahan yang ditandatangani kepala desa/lurah, badan permusyawaratan Desa (BPD) dan diketahui oleh Camat setempat, dengan melampirkan daftar nama-nama Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat (DPM-1) dan daftar hadir peserta musyawarah.

4. Daftar nama-nama RTM hasil musyawarah desa/musyawarah kelurahan ditempel dalam Papan Pengumuman Desa/Kelurahan dan dilaporkan secara berjenjang ketingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi.

5. Daftar Rumah Tangga Miskin/Sasaran Penerima Manfaat (DPM-1) dijadikan dasar sebagai penerbit Surat Permintaan Alokasi (SPA) oleh Bupati/Walikota kepada perum BULOG melalui Sub Drive setempat.


(40)

2.4.1.5 Mekanisme Distribusi

1. Bupati/Walikota mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Kepala Sub Divisi Regional Perum BULOG berdasarkan Alokasi pagu Raskin dan

Rumah Tangga sasaran penerima manfaat di masing-masing

Kecamatan/Desa/Kelurahan.

2. SPA yang tidak dapat dilayani sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, maka pagu dapat direlokasikan kedaerah lain dengan penerbitkan SPA baru yang menunjukkan pada SPA yang tidak dapat dilayani,

3. Berdasarkan SPA, Sub Drive menerbitkan SPPB/DO beras untuk masing-masing Kecamatan/Kelurahan/Desa kepada pelaksana Raskin. Apabila terdapat tunggakan Harga Penjualan Beras (HPB) pada periode sebelumnya maka penerbitan SPPB/DO periode berikutnya ditangguhkan sampai ada pelunasan. 4. Berdasarkan SPPB/DO, pelaksanaan Raskin mengambil beras digudang

penyimpanan Perum BULOG, mengangkut dan menyerahkan beras Raskin kepada pelaksana Distribusi. Kualitas beras yang diserahkan, sesuai dengan standar kualitas BULOG. Apabila tidak memenuhi standar kualitas maka beras dikembalikan kepada pelaksana Raskin untuk ditukar/diganti.

5. Serah terima beras Raskin dari pelaksana Raskin kepada pelaksana distribusi di titik Distribusi dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang merupakan pengalihan tanggung jawab.

6. Pelaksanaan Distribusi menyerahkan beras kepada Rumah Tangga Miskin.

7. Mekanisme distribusi secara rinci diatur dalam Pedoman Teknis Raskin Kabupaten/Kota. Disesuaikan dengan kondisi objektif masing-masing daerah.


(41)

2.4.1.6 Administrasi Distribusi

1. Penyerahan beras dititik Distribusi dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani oleh Satker Sub Drive sebagai pihak yang menyerahkan dan Pelaksanaan Distribusi Sebagai Pihak yang menerima beras. BAST tersebut diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Desa/Lurah/Camat atau pejabat yang mewakili/ditunjuk. Nama dan identitas penandatanganan dicatumkan secara jelas dan dicap/stempel/desa/kelurahan/Kecamatan.

2. Berdasarkan BAST, Sub Drive membuat rekapilutasi Berita Acara Raskin masing-masing desa/kelurahan (MBA-0) yang ditandatangani oleh Satker Raskin Sub Drive dan Satker Raskin Kecamatan serta serta diketahui dan ditandatangani oleh Camat atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.

3. Berdasarkan MBA-0, Sub Drive membuat rekapilutasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin Kecamatan (MBA-1) yang ditandatangani oleh Kasub Drive dan Bupati/Walikota atau pejabat yang mewakili, serta seorang saksi dari Tim Program Raskin Kabupaten/Kota. Nama dan identitas penandatanganan dicantumkan secara jelas dan dicap/stempel.

4. Pembuatan MBA-1 bisa dilakukan secara bertahap tanpa harus menunggu selesainya seluruh pendistribusian bulan bersangkutan. Dengan demikian dalam satu Kabupaten/Kota untuk bulan alokasi yang sama dimungkinkan dibuat lebih dari satu (satu) MBA-1. MBA-1 Asli dikirimkan ke Drive provinsi dengan dilampiri copy SPA dan Rekap SPPB/DO Asli (MDO). Sebelum MBA-1 berikut lampirannya dikirim ke Drive propinsi, terlebih dahulu dilakukan verifikasi untuk menguji kelengkapan dan ketetapan dokumen administrasi.


(42)

2.4.1.7 Biaya Operasional Raskin

1. Biaya Operasi raskin disediakan untuk memenuhi kebutuhan biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan Raskin sampai dengan di Titik Distribusi menjadi perum BULOG.

2. Pengeluaran biaya operasional Raskin dilakukan secara efisiensi.

3. Biaya Raskin terdiri dari biaya umum dan biaya operasional, termasuk pajak, Biaya umum antara lain digunakan untuk pembuatan brosur, poster dan lain-lain. 4. Biaya operasional terdiri dari biaya distribusi dan biaya pendukung. Biaya

distribusi meliputi biaya angkutan, pengemasan bila diperlukan, susut, cadangan resiko (uang palsu dll). Biaya pendukung antara lain meliputi biaya administrasi seperti ATK, materi, biaya transfer dan lain-lain. Biaya pendukung selanjutnya pembuatan laporan, honor, biaya koordinasi dan biaya rapat, biaya sosialisasi, monitoring dan evaluasi (yang tidak dibiayai dari APBN).

5. Ongkos dari titik distribusi sampai ke penerima manfaat di alokasikan dari APBN setempat atau swadaya masyarakat.

6. Pengeluaran biaya operasional Raskin harus di pertanggung jawabkan dengan dilengkapi bukti-bukti pengeluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan realisasi biaya operasional Raskin dilaporkan ke Drive Perum BULOG.

2.4.2 Mekanisme Pembayaran dan Administrasi HPB Raskin

a. Pembayaran Harga Penjualan Beras (HPB) Raskin dari Rumah Tangga sasaran penerima manfaat kepada pelaksana Distribusi dilakukan secara tunai Rp. 1.000,00/Kg netto.

b. Uang HPB Raskin tersebut langsung diserahkan kepada Satker Raskin Sub Drive dan dibuatkan tanda terima pembayaran (kuitansi atau TT HPB Raskin) rangkap


(43)

3 (tiga). Selanjutnya oleh Satker Raskin ditransfer di rekening milik Sub Drive di bank pemerintah yang telah ditentukan.

c. Apabila uang HPB Raskin disetorkan langsung oleh pelaksana distribusi ke rekening HPB Raskin milik perum BULOG Sub Drive, maka bukti setor asli harus diserahkan oleh pelaksana distribusi kepada Satker Raskin Sub Drive untuk kemudian diganti dengan tanda terima pembayaran (kuitansi atau model TT HPB Raskin) rangkap 3 (tiga) oleh pelaksana Raskin. Pelaksana raskin berkewajiban melakukan konfirmasi bukti setor tersebut pada Bank yang bersangkutan. Tanda Terima Pembayaran tersebut dinyatakan sah oleh Bank yang bersangkutan.

d. Bupati/Walikota selaku penanggung jawab program Raskin berkewajiban menyediakan Dana Talangan untuk RTM yang tidak memiliki kemampuan membayar tunai atau pelaksana distribusi yang belum menyetorkan HPB pada bulan bersangkutan.

e. Pembiayaan distribusi beras Raskin berasal dari gudang perum BULOG sampai titik distribusi menjadi beban perum BULOG sedangkan dari titik distribusi samapai RTM sasaran penerima menjadi beban Bupati/Walikota.

2.4.3. Indikator Keberhasilan Program

Indikator keberhasilan pelaksanaan program Raskin adalah tepat sasaran penerima

manfaat, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu dan tempat administrasi. Tepat sasaran penerima manfaat artinya Raskin hanya diberikan kepada Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat hasil musyawarah desa/kelurahan yang terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM-1) dan diberi identitas (Kartu Raskin atau bentuk lain). Tepat jumlah artinya jumlah beras Raskin yang merupakan hak Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat adalah sebanyak 10 Kg netto per RTM perbulan sesuai dengan hasil musyawarah desa/kelurahan.


(44)

Tepat harga artinya harga beras Raskin adalah RP. 1.000/Kg Netto di titik distribusi. Tepat waktu artinya pelaksanaan distribusi beras Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat sesuai dengan rencana distribusi. Tepat administasi artinya terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan tepat waktu.

2.4.4 Pengaduan Masyarakat

a. Pengaduan masyarakat tentang kritik dan saran dan pendapat perbaikan pelaksanaan program Raskin ditanggapi dan ditindaklanjuti secara fungsional yang dikoordinasikan oleh Tim Program Raskin Provinsi dan Kabupaten/Kota tingkatan wilayahnya.

b. Tindak Lanjutamn pengaduan masyarakat secara teknis diselesaikan oleh masing-masing instansi, SKPD pelaksana program Raskin dan stakeholder sesuai dengan bidan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

c. Pengaduan masyarakat tentang pelaksanaan Raskin dapat berasal dari penerima Raskin atau masyarakat umum secara langsung, namun dapat juga melalui media massa (surat kabar, radio, televisi). Pengaduan dapat diperoleh melalui kotak pos, fax, email, telepone, laporan dari institusi kemasyarakatan dan pertemuan dengan lembaga independen, perguruan tinggi/institusi kemasyarakatan yang terkait lainnya.

2.4.5 Pengawasan dan Sosialisasi Program

Pengawasan pelaksanaan program Raskin dilakukan secara fungsional sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan masyarakat pada prinsipnya terbuka dan dilakukan melalui kepedulian dan pengaduan melalui Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) dan media massa.

Sosialisasi program Raskin bertujuan untuk menyebarluaskan informasi mengenai program Raskin kepada RTM sasaran penerima manfaat, masyarakat dan pelaksana


(45)

program di tingkat provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Sosialisasi program Raskin dilakukan oleh Tim Program Raskin tingkat pusat, provinsi, Kabupaten/Kota, Desa/Kelurahan secara berjenjang dan dapat mengikutsertakan pihak lain bilamana diperlukan.

Materi program Raskin yang disosialisasikan meliputi kebijakan program dan pelaksanaan teknis tentang penetapan RTM sasaran penerima manfaat, mekanisme distribusi, tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing pelaksana program dan juga kewajiban RTM sasaran penerima manfaat, mekanisme dan administrasi pembayaran, penyampaian kelurahan/pengaduan dari masyarakat serta penanganan tindak lanjutnya.

Sosialisasi program Raskin dapat juga dilakukan melalui media massa (cetak dan elektronik), penyebaran pamflet, brosur dan berbagai forum pertemuan sosial kemasyarakatan lainnya. Sosialisasi program Raskin merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan program Raskin, yang dapat dilakukan melalui berbagai cara mana yang paling efektif dan memungkinkan agar masyarakat umum dan khususnya masyarakat miskin dapat mengetahui secara persis latar belakang, kebijakan, mekanisme, hak-hak dan kewajibannya.

Lebih dari itu, masyarakat harus mengetahui kemana dan bagaimana cara melaporkan atau mengadukan apabila ditemui adanya indikasi penyimpanan Raskin melalui jalur Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) yang tersedia.

2.5 Kesejahteraan sosial

Kesejahteraan sosial sering diidentikkan dengan kesejahteraan masyarakat dan kesejahteraan umum. Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik.


(46)

Menurut Walter A. Friedlander pengertian kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standart hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat (Muhdin, 1992:1).

Menurut Elizabeth Wickenden kesejahteraan sosial adalah peraturan perundangan, prigram, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat. Sementara itu dalam UU No. 6 tahun 1979 tentang ketentuan –ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusi sesuai dengan pancasila (Adi, 2000:1).

Berdasarkan definisi diatas, dapat diambil penngertuan bahwa kesejahteraan social mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi, ataupun kehidupan spiritual.

2.6 Kerangka pemikiran

Kemiskinan adalah masalah yang masih terus dihadapi oleh bangsa kita. Kemiskinan pada pada umumnya didefinisikan berdasarkan segi ekonomi, khususnya pendapatan berupa uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-material yang diterima seseorang. Berbagai upaya penanggulangan yang dibuat oleh pemerintah melalui program belum dapat


(47)

mennyelesaikan masalah ini. Meskipun demikian pemerintah berusaha untuk mensejahterakan masyarakat miskin di Indonesia dengan berbagai prigram, adapun salah satu programnya adalah beras bagi masyarakat miskin.

Program raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Setiap rumah tangga menerima 10 kg beras setiap bulan dengan harga Rp 1.000/kg di titik distribusi. Program ini merupakan kelanjutan dari program OPK yang diluncurkan pada juli 1998.

Respon masyarakat adalah tingkah laku balas/tindakan masyarakat yang merupakan wujud dari persepsi, sikap, dan partisipasi masyarakat, dimana persepsi itu meliput i pengetahuan masyarakat tentang program, tujuan, manfaat, raskin dan atensi. Sikap meliputi tentang penilaian masyarakat tentang program, penolakan atau penerimaan, dan mengharapkan atau menghindari dari program raskin. Partisipasi meliputi tentang menikmati, melaksanakan, memelihara, menilai, frekuensi dan kualitas dimana masyarakat dapat memahami dan menilai positip atau negatip suatu program yang telah dilaksanakan.

Tujuan program Raskin berdasarkan Pedoman Umum (Pedum) adalah meningkatkan/membuka akses pangan rumah tangga miskin dan mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemberian bantuan pemenuhan sebagian kebutuhan pangan dalam bentuk beras.Dapat diketahui bahwa keseluruhan program yang dibuat oleh pemerintag pasti menimbulkan respon dari maeyarakat. Begitu juga dengan program Raskin yang buat oleh pemerintah dan sedang berlangsung di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.


(48)

Untuk menjelaskan bagaimana alur dari penelitian ini dapat dilihat melalui skema berikut ini:

BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.7 Defenisi Konsep dan Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah suatu makna yang berada di dalam pikiran atau di dunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata (Silalahi, 2008:49).

Respon

Persepsi Sikap Partisipasi

Program Raskin:

Masyarakat

1. Pengertian 2. Pengetahuan 3. Pemahaman

1. penilaian 2. Penolakan/

penerimaan 3. Mengharapkan/

Menghindari

1. Menikmati 2. Melaksanakan 3. Membayar 4. Menilai 5. Kedatangan 6. Kualitas


(49)

Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah,

1. Respon masyarakat adalah tingkah laku balas atau tindakan masyarakat yang merupakan wujud dari persepsi dan sikap masyarakat terhadap suatu objek yang dapat dilihat melalui proses pemahaman, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan terhadap objek tersebut.

2. Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi.

3. Keluarga miskin adalah suatu unit masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan tinggal dalam satu rumah yang standar ekonominya lemah atau tingkat pendapatannya relatip kurang untuk memenuhi kebutuhan dasar pokok seperti sandang, pangan dan papan.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan. Yang dimaksud dengan Respon masyarakat terhadap program beras bagi masyarakat miskin di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah proses tingkah laku balas atau tindakan masyarakat yang merupakan wujud dari persepsi dan sikap masyarakat terhadap suatu proses, pemahaman, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan program raskin dari pemerintah yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam pendistribusian bahan pangan (beras) pokok memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban keuangan/finansial mereka keluarga miskin.

2.7.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-empiris. Bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Oleh karena itu diperlukan operasionalnya dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus di amati. (Nawawi, 1998:120).


(50)

Berangkat dari pemikiran diatas, maka yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Persepsi masyarakat mengenai program raskin yang diukur :

a. Pengetahuan masyarakat tentang program beras untuk keluarga miskin b. Pengertian masyarakat tentang tujuan dan sasaran dari program raskin Tersebut

c Pemahaman masyarakat terhadap manfaat dari program raskin tersebut. 2. Sikap masyarakat terhadap program raskin yang indikatornya diukur melalui :

a. Penilaian masayarakat terhadap program raskin

b. Penolakan atau penerimaaan dari masyarakat terhadap program raskin c. Mengharapkan atau menghindari kehadiran program raskin bagi masyarakat. 3. Partisipasi terhadap program raskin dapat diukur melalui :

a. Frekuensi keterlibatan dalam pelaksanaan

b. Datang ketempat penyaluran Raskin sesuai dengan jadwal c. Menilai hasil dari program

d. Membayar Raskin sesuai dengan harga yang telah ditetapkan e. Menikmati manfaat bantuan raskin

f. Melaksanakan program Raskin dengan penuh persiapan, perencanaan, pemahaman dan evaluasi.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe penelitian

Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu mengganbarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek penelitian deskriptif dalam pelaksanaannya lebih terstruktur, sistematis dan terkontrol, peneliti memulai dengan subjek yang telah jelas dan mengadakan penelitian atas populasi atau sample dari subjek tersebut untuk menggambarkannya secara akurat (Silalahi, 2009:28).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang Bagaimana respon masyarakat terhadap program beras bagi masyarakat miskin di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang yang berkedudukan di provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 18 dusun yang akan diteliti secara komperehensif. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena Desa Sei Semayang merupakan salah satu desa yang menerima program beras bagi masyarakat miskin.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen dimana penyelidik tertarik. Populasi dapat berupa organisme, orang atau sekelompok orang, masyarakat,


(52)

organisasi, benda, objek, peristiwa, atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan tidak secara mendua (Silalahi,2009:253).

Berdasarkan pengertian diatas maka yang akan menjadi populasi dalam penelitian ini adalah masyakat Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang yang menerima program raskin dari pemerintah, yang terdiri dari 18 Dusun yang didalamnya terdapat 1100 KK dan nantinya akan ditarik sampel dalam penelitiian ini..

3.3.2 Sampel

Sampel adalah seperangkat prosedur untuk pemilihan unit-unit dari populasi yang dijadikan sebagai sampel (Silalahi,2009:255). Jika jumlah sampel lebih dari 100 maka yang di ambil adalah 10-20% dari jumlah populasi dan ini di anggap representatif. Maka yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari populasi yakni keluarga. Jumlah seluruh keluarga adalah sebanyak 1.100 kepala keluarga, maka yang menjadi sampel adalah 110 KK.

Dalam hal ini maka setiap dusun telah diambil 10% dari setiap populasi, maka penulis menetapkan pada dusun Aman damai berjumlah 8 KK, pada dusun Sidodadi 5 KK, dusun BTN 1 KK, dusun Gg.mesjid 4 KK, dusun Kalirejo 4 KK, dusun dusun Bridodi 11 KK, dusun Pulerojo 6 KK, dusun Karangrejo 6 KK, dusun Pasar Besar 11 KK, dusun Pasar kecil 4 KK, dusun Gg.horas 3 KK, dusun Kongo kongsi 20 KK, dusun Pondok miri 5 KK, dusun implasment 3 KK, dusun keligun 6 KK, dusun pasar VI 8 KK, dusun sempat arih 3 KK, dusun telaga dingin 2 KK. Jadi semua sampel berjumlah 110 KK dan telah diwakili masing-masing dalam 18 dusun yang telah menjadi populasi terhadap pengambilan sampel tersebut.

Sedangkan teknik dalam pengambilan sampel penelitian ini dengan menggunakan teknik simple random sampling, dimana setiap populasi memiliki kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel.


(1)

5.3.3. Partisipasi Responden Terhadap Program Beras Untuk Keluarga Miskin

Data hasil pemberian skor variable partisipasi responden terhadap Program Beras Untuk Keluarga Miskin merupakan hasil rata-rata ∑ skor variabel partisipasi (V3):jumlah sub variabel partisipasi. Jumlah sub variabel partisipasi ada 4 sub variabel, sehingga rata-rata V3= ∑ skor variabel : 4 (lihat lampiran). Data hasil pengukuran partisipasi masyarakat terhadap program beras untuk keluarga miskin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.40

Partisipasi Responden Terhadap Program Beras Untuk Keluarga Miskin

No Kategori Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2 3 Positif Netral Negatif 41 19 50 37,3 17,3 45,4

Jumlah 110 100,00

Sumber : Kuesioner 2010

Tabel 5.40, menunjukkan bahwa terdapat 41 orang atau 37,3% responden memiliki partisipasi yang positif terhadap Program Beras Untuk Keluarga Miskin. Responden dalam kategori ini memahami dan mengerti maksud dan tujuan program beras untuk keluarga miskin serta berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan program beras untuk keluarga miskin.

Responden yang berpartisipasi dengan netral sebanyak 19 orang atau 17,3%. Responden dalam kategori ini memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang program, akan tetapi jarang memberikan kontribusi atau peran dalam hal mengikuti kegiatan program beras untuk keluarga miskin.

Kemudian terdapat 50 responden lain atau 45,4% yang memiliki respon negatif terhadap Program Beras Untuk Keluarga Miskin. Hal ini diakibatkan oleh tingkat ekonomi


(2)

responden yang rendah sehingga mengharuskan mereka untuk bekerja keras sepanjang hari, sehingga tidak begitu memiliki waktu mengikuti kegiatan-kegiatan program beras untuk keluarga miskin seperti berpartisipasi dalam pelaksanaan program, ikut menilai program maupun membeli beras pada saat adanya penyaluran.

Dari data di atas, dapat kita analisis apakah partisipasi Responden termasuk respon positif atau negatif, dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk respon netral dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total responden. Hasil akhir dapat dilihat apakah partisipasi positif atau negatif dengan adanya batasan nilai pada skala likert.

Partisipasi positif : 41 x 1 = 41 Partisipasi netral : 19 x 0 = 0 Partisipasi negatif : 50 x -1 = -50 +

= -9 / 110

= - 0,08 (Partisipasi negatif karena berada diantara -1 sampai dengan - 0,33)


(3)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa data, maka dapat disimpulkan bahwa respon masyarakat terhadap program beras untuk keluarga miskin dapat dilihat dari tiga variabel, yaitu :

a. Persepsi

Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa responden memiliki persepsi yang positif terhadap program raskin dengan nilai 0,39.

b. Sikap

Sikap masyarakat terhadap program raskin adalah positif dengan nilai 0,64 c. Partisipasi

Hasil analisa data menunjukkan responden memiliki partisipasi negatif terhadap program raskin dengan nilai -0,08

d. Maka dapat dilihat secara rata-rata respon masyarakat adalah netral dengan nilai (0,39 + 0,64 + -0,08)/3 = 0,32


(4)

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran penulis adalah :

1. Disarankan kepada pemerintah Desa Sei Semayang agar program Raskin tetap dilaksanakan. Adapun yang menjadi alasan saran ini karena respon dari masyarakat baik terhadap program ini juga karena kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan paling dasar karena kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan paling dasar karena menyangkut kelangsungan hidup manusia.

2. Disarankan kepada pemerintah Desa Sei Semayang dan masyarakat penerima Raskin agar program Raskin disosialisasikan secara baik dan lebih luas lagi sehingga penerima program mengetahui hak mereka dan masyarakat luas dapat lebih memahami lagi program ini dan transparansi sebagai tujuan Raskin ini dapat lebih tercapai.

3. Disarankan kepada pemerintah Desa Sei Semayang agar meningkatkan mutu beras sehingga masyarakat merasa lebih puas ketika menerima beras dari program Raskin tersebut.

4. Diharapkan bagi penerima programm ini agar tidak tergantung kepada program Raskin, tetapi dapat menggunakan program ini sebagai kesempatan untuk dapat membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan lainnya.

5. Kepada masyarakat agar lebih berpartisipasi pada program-program yang diberikan oleh pemerintah, apalagi yang menyangkut kepentingan masyarakat itu sendiri agar dapat memperoleh hasil yang lebih maksimal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdilah Hanafi dan Mulyadi Guntur Waseso. 1984. Penelitian untuk Mengevaluasi Efektifitas Program Kemasyarakatan. Surabya, Usaha Nasional Surabaya

Indonesia.

Adi, Isbandi Rukminto. 1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Dasar-Dasar Pemikiran, Jakarta :PT Raja Grafindo

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002, Psikoligi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Kartono, kartini, 1990, Psikologi Umum, Bandung : mandar Maju.

Mardimin, Johanes. 2000. Dimensi Kritis Prises Pembangunan di Indonesia. Yogyakarta :Kanisius

Muhidin, Syarif. 1992. Pengantar Kesejahteraan Sosia. Sekolah tinggi Kesejahteraan Sosial. Bandung.

Nawawi, Hadar. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Unuversity Press.

Silalahi, Ulber. 2008. MetodePenelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. PT. Refika Aditama. Bandung Soetomo, 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta: PT Dunia Pustaka

Jaya.

Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suharto, Edi, Ph.D. 2005. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat. Bandung. PT Refika Aditama

Sutan, 2007, Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kecamatan Medan Johor. Medan : Studi Pembangunan FISIP USU.


(6)

Suyanto, Bagong. 1995. Perangkap Kemiskinan, Problem dan Strategi Pengentasannya. Surabaya: Airlangga Uneversity Press.

Wahyu Ms. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya : Usaha Nasional.

Walgito , Bimo. 1999. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yokyakarta : Penerbit Andi

Sumber-sumberLain :

pukul 16.15 WIB).

Mei 2010 pukul 17.20 WIB)

(http://www.menkokesra.go.id/content/view/163/118 diakses pada tanggal 10 Juli 2010 pukul 18.05 WIB).

Juknis Pelaksanaan Raskin Propinsi Sumatera Utara, 2003

Program Pembangunan Nasional, 2000-2004.2001, Jakarta: Sinar Grafika.

Sumatera Dalam Angka. Badab Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 dan 2007

Kompas Edisi 9 Mei 2008. pada tanggal 28 Juni 2010 pukul 16:45 WIB. (

(http;//sumut.BPS.go.id.2010.pdf di akses pada tanggal 28 agustus 2010 pukul 10.35 wib). (http:// majalah pangan.com diakses pada 28 agustus 2010 pukul 11.00 WIB)