Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Indonesia tentang sistem dan bentuk negara yang dicita-citakan apakah berbentuk Islam atau nasionalis.
7
Tetapi, pada masa awal Orde Baru, di mana terjadinya kemunduran politik pemerintah menggagas untuk membentuk wadah ulama agar dapat mengawasi
dan membatasi gerak Islam .
Pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta terbentuklah sebuah organisasi tempat
berkumpulnya para ulama yang kemudian diberi nama Majlis Ulama Indonesia MUI, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan
dan u’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Majelis ini bertujuan
mengamalkan ajaran Islam untuk turut serta dalam mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil, dan makmur yang diridhai Allah, dalam wadah negara
kesatuan Republik Indonesia. Majelis Ulama Indonesia MUI adalah organisasi keagamaan yang
bersifat independen, tidak berafiliasi kepada salah satu partai politik, ma hab,
atau aliran keagamaan Islam yang ada di Indonesia.
8
Dalam khittah pengab- diannya telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
9
1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi Warasatul Anbiya; 2. Sebagai pemberi fatwa mufti;
7
Bahtiar Effendi, Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998 , Cet. I, h. 60
8
A umardi A
ra, Menuju MAsyarakat Madani: Gagasan, Fakta dan Tanggapan, Bandung: Rosdakarya, 2000, cet. I, h. 65
9
Muhammad Atho Mud har, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia; Sebuah Studi
Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, Jakarta: INIS, 1993, h. 63
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat Ri’ayat wa khadim al ummah; 4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid, dan
5. Sebagai penegak amar maruf nahi munkar Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama,
uama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis
Ulama Indonesia adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di
kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian, dalam arti
tidak tergantung dan terpengaruh kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan mengambil keputusan atas nama
organisasi. Sebagai wadah ulama MUI harus berfungsi menjembatani hubungan antara pemerintah negara dengan masyarakat dalam kerangka amar ma’ruf nahi
munkar, dan dalam hubungan ini MUI diharapkan mampu memadukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam anggaran dasar MUI disebutkan bahwa majelis ini diharapkan melaksanakan tugasnya dalam pemberian fatwa dan nasihat, baik kepada
pemerintah maupun kepada masyarakat. Pada dasarnya, umat Islam sangat mengharapkan adanya fatwa, karena fatwa mempunyai penjelasan tentang
kewajiban-kewajiban agama faraidl, batasan-batasan hudud, serta menyatakan tentang haram atau halalnya sesuatu. Fatwa tidak hanya di pahami sebagai sebuah
produk hukum yang harus di ketahui, tapi lebih jauh dari itu fatwa merupakan
prosedur dalam melaksanakan ajaran agama.
10
Fatwa tidak boleh dikeluarkan oleh sembarangan pihak, apalagi masalah yang berhubungan dengan khalayak
banyak, karena pasti akan menimbulkan kontroversi dan masalah baru. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI mempunyai daya terima yang tinggi di
kalangan umat Islam Indonesia, karena dalam MUI tergabung ulama dari semua komponen umat Islam seperti Ormas Islam, Pesantren, Perguruan tinggi Islam
dan lainya, dan juga di karenakan adanya kesan keanekaragaman pemahaman ajaran agama. Dalam sistem hukum Islam, fatwa mempunyai peranan yang cukup
signifikan dalam memberikan hukum keagamaan pada masyarakat, sekalipun fatwa itu sendiri tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi
masyarakat, apalagi dalam konteks negara yang berlandaskan bukan pada hukum Islam seperti Indonesia. Dalam hal seperti ini, fatwa mempunyai peranan
yang penting dalam proses pengambilan kebijakan politik atau kebijakan pemerintah dan perundangan-undangan.
Meskipun dalam wacana akademis dikenal bahwa fatwa merupakan salah satu produk hukum Islam yang berupa opini legal formal dari seorang atau
beberapa ahli hukum Islam yang tidak mengikat secara hukum, namun lebih bersifat normatif atau komunikatif. Tetapi sifat yang tidak mengikat tersebut
dalam realitas empirik di Indonesia, seringkali dijadikan pedoman berprilaku oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa
10
Abdul Samat Musa, dkk, Prinsip dan Pengurusan Fatwa di Negara Asean, Negeri Sembilan: INFAD, 2006, h. 79
dan bernegara,
11
terutama fatwa-fatwa yang ditetapkan oleh MUI. Dan juga kalau kita cermati banyak materi yang diserap dalam sejumlah peraturan perundang-
undangan, atau peraturan pemerintah seperti narkotika, perbankan, pornografi, perwakafan, produk halal, pemotongan hewan ternak dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh bagian penelitian dan pengembangan Litbang Media Indonesia mengenai respon masyarakat terhadap
fatwa MUI, menunjukkan bahwa respon tersebut sangat signifikan. Terutama fatwa yang berkenaan masalah keyakinan dan aliran kepercayaan. Salah satu
bukti konkrit bahwa fatwa MUI menjadi acuan bertindak bagi masyarakat dan pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah kasus Ahmadiyah,
penyerangan masyarakat terhadap kelompok Ahmadiyah dibeberapa tempat khususnya pada tahun 2002-2003 dan perlakuan diskriminatif pemerintah
terhadap aliran tersebut mengacu pada fatwa MUI Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Ahmadiyah sebagai aliran diluar Islam, sesat, menyesatkan serta bahaya
bagi ketertiban Negara.
12
Kontan saja, fatwa ini memberikan pengaruh dan isu yang panas di kalangan masyarakat Indonesia, sehingga menimbulkan demonstrasi dan
pembubaran dari komunitas tersebut, lebih dari itu bahwa pengaruh fatwa ini sangat besar terhadap pelaku politik Indonesia di mana setelah adanya fatwa MUI
kebijakan politik pemerintah seakan mengikuti isi dari fatwa, padahal kalau di
11
Asrorun Ni’am Sholeh dalam Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, h. vi
12
Siti Musdah Maulia, “Fatwa Majelis Ulama Indonesia”, Jauhar Volume 4, No.2 Desember 2003, h. 183
teliti kekuatan hukum fatwa tidak bisa mengikat. Ini menggambarkan bahwa fatwa dan lembaga pembuat fatwa yang dalam hal ini MUI memiliki pengaruh
terhadap pemerintahan Indonesia seperti suatu lembaga Negara ketika menetapkan keputusan atau kebijakan politik, yang padahal kalau diteliti lembaga
ini bukanlah suatu lembaga Negara seperti MPR, DPR, dan dia tidak termasuk kedalam kancah trias politika seperti yang dikemukakan oleh Montesquieu.
Terlebih setelah berakhir masa pemerintahan Orde Baru yang ditandai lahirnya masa reformasi yang terjadi pada Mei 1998. Masa ini telah membawa
banyak perubahan mendasar dalam kehidupan dan berbangsa Indonesia.
13
Maka fatwa MUI bagaikan sebuah dasar hukum yang diikuti oleh masyarakat bahkan
juga oleh pelaku politik pemerintah seperti keluarnya SKB Tiga Menteri tentang ajaran Ahmadiyah. Kedudukan MUI jika diperhatikan bagaikan sebuah lembaga
Negara, yang bila mengeluarkan suatu keputusan, maka masyarakat seperti mengikuti dengan sendirinya hasil fatwa tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti sejauh mana pengaruh fatwa yang dikeluarkan oleh MUI dalam proses
pengambilan kebijakan pemerintah dan hukum yang menjadi perbincangan berbagai kalangan masyarakat. Kemudian penelitian ini penulis angkat dalam
bentuk skripsi dengan judul: “ Pengaruh Fatwa MUI terhadap Proses pengambilan Kebijakan Pemerintah Indonesia .”
13
Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, Yoyakarta: UII Press, 2007, h. 42