3.3.4 Drug Related Problems Kategori Interaksi Obat
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum frekuensi kejadian interaksi obat pada periode Oktober-Desember 2010 sebanyak 16 pasien 53,33 dengan
karakteristik kelompok usia 18-65 tahun 40,00; mendapatkan terapi kombinasi ≥ 2 antibiotika 46,67 dan 28 pasien 66,67 pada periode Januari-Maret 2011
dengan karakteristik laki-laki 40,48; kelompok usia 18-65 tahun 61,90; mendapatkan terapi kombinasi
≥ 2 antibiotika 35,71.
Tabel 4.8 Frekuensi kejadian DRP kategori interaksi obat pada kedua periode
No Karakteristik
Oktober-Desember 2010 Ya
Tidak Subjek
Frekuensi Frekuensi
16 pasien 53,33 14 pasien 46,67 1
Jenis Kelamin Laki-laki
8 26,67
7 23,33
Perempuan 8
26,67 7
23,33 2 Kelompok Usia
18 tahun 0,00
2 6,67
18 - 65 tahun 13
43,33 6
20,00 65 tahun
3 4,76
6 20,00
3 Jumlah Terapi Antibiotika Monoterapi
2 6,67
4 13,33
Kombinasi ≥ 2 antibiotika
14 46,67
10 33,33
No Karakteristik
Januari-Maret 2011 Ya
Tidak Subjek
Frekuensi Frekuensi
28 pasien 66,67 14 pasien 33,33 1
Jenis Kelamin Laki-laki
17 40,48
5 11,90
Perempuan 11
26,19 9
21,43 2 Kelompok Usia
18 tahun 0,00
0,00 18 - 65 tahun
26 61,90
11 26,19
65 tahun 2
4,76 3
7,14 3 Jumlah Terapi Antibiotika
Monoterapi 13
30,95 5
11,90 Kombinasi
≥ 2 antibiotika 15
35,71 9
21,43
Universitas Sumatera Utara
Kejadian interaksi obat yang mungkin terjadi diperkirakan berkisar antara 2,2 hingga 30 dalam penelitian pasien rawat inap di rumah sakit, dan berkisar
antara 9,2 hingga 70,3 pada pasien di masyarakat. Banyak penelitian gagal membedakan antara interaksi obat yang mungkin terjadi dan kejadian interaksi
obat yang betul-betul merugikanmembahayakan pasien. Jadi angka-angka yang dilaporkan cukup tinggi Asiam, 2003. Menurut laporan diperkirakan ± 7 dari
kejadian efek samping obat disebabkan oleh interaksi obat, dan kurang dari 13 dari populasi pasien yang meninggal karena efek samping obat ± 4 dari
kematian di rumah sakit dikarenakan interaksi obat. Tingginya frekuensi efek samping juga dikemukanan oleh Tam pada tahun 2008 dimana diperoleh 70
pasien 57,4 mengalami efek samping obat dari 122 pasien. Berdasarkan hasil analisis bivariat juga diketahui bahwa usia lansia p 0,001 dan jenis kelamin
laki-laki p 0,001, dan jumlah obat yang diterima p 0,001 berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian efek samping obat.
Peristiwa interaksi ini menjadi hal yang penting untuk selalu diperhatikan dengan melihat kebiasaan peresepan polifarmasi yang ada dalam praktek.
Walaupun secara teoritik atau eksperimental kemungkinan terjadinya interaksi sangat beraneka-ragam tetapi tidak semua interaksi tersebut bermakna atau
penting dalam klinik. Jadi, yang penting menjadi perhatian adalah interaksi yang bermakna secara klinik. Kepentingan klinik ini dilihat dari dampak yang terjadi
apakah mempengaruhi terjadinya efek toksis ataukah menyebabkan kegagalan tercapainya efek terapi FK UGM, 2011. Berikut adalah daftar antibiotika yang
berinteraksi dengan antibiotika lain atau obat lain.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4.9 halaman 57 diketahui bahwa interaksi obat yang paling banyak adalah interaksi antara seftriakson dengan furosemida yaitu sebesar
26,67 pada periode Oktober-Desember 2010 dan 28,57 pada periode Januari- Maret 2011. Seftriakson merupakan antibiotika golongan sefalosporin yang
memiliki efek samping minimal terhadap ginjal. Seftriakson walaupun memiliki efek samping yang minimal terhadap ginjal, namun penggunaannnya harus
dimonitor jika fungsi ginjal dan hati tidak normal ataupun diberikan bersama dengan obat-obat yang mengakibatkan efek samping pada ginjal seperti
furosemida dan gentamisin. Kombinasi antara seftriakson dengan furosemida dapat meningkatkan efek nefrotoksisitas dari keduanya. Begitu juga halnya
dengan kombinasi seftriakson dengan gentamisin harus dimonitor efek klinis dari
kombinasi ini walaupun pada pasien tanpa gangguan ginjal Setiabudy, 2007. 4.4 Gambaran Outcomes Pada Periode Oktober-Desember 2010 dan Periode
Januari-Maret 2011
Parameter outcomes yang lazim digunakan adalah kematian dan length of stay LOS atau lama rawat pasien di rumah sakit. Secara umum pada periode
Oktober-Desember 2010, tingkat kematian pasien jauh lebih besar 33,33 dibandingkan dengan periode Januari-Maret 2011 14,29. Berbeda dengan
lama rawat pasien dimana pada periode Oktober-Desember 2010 7,63 ± 5,78 lama rawat pasien jauh lebih singkat dibandingkan dengan periode Januari-Maret
2011 12,19 ± 7,363. Hal ini dikarenakan pada periode Oktober-Desember 2010, jumlah pasien dengan usia kelompok usia 65 tahun yang meninggal lebih
banyak dibandingkan dengan pada periode Januari-maret 2011 dimana pada kelompok usia ini risiko kematian lebih tinggi dengan lama rawat yang lebih
singkat.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Frekuensi outcomes pasien pada kedua periode
No Karakteristik Subjek
Oktober-Desember 2010 Kematian
Lama Rawat Frekuensi
Rata-rata ± SD n= 30
10 pasien 33,33
7,63 ± 5,78 1 Jenis Kelamin
Laki-laki 5
16,67 7,73 ± 6,18
Perempuan 5
16,67 7,53 ± 5,58
2 Kelompok Usia 18 tahun
1 3,33
3,00 ± 1,41 18 - 65 tahun
5 16,67
8,47 ± 5,76 65 tahun
4 13,33
6,89 ± 6,23 3 Jumlah Terapi Antibiotika
Monoterapi 1
3,33 8,67 ± 4,84
Kombinasi ≥ 2 antibiotika
9 30,00
7,38 ± 6,06
No Karakteristik Subjek
Januari-Maret 2011 Kematian
Lama Rawat Frekuensi
Rata-rata ± SD n = 42
6 pasien 14,29
12,19 ± 7,363 1 Jenis Kelamin
Laki-laki 2
4,76 13,05 ± 8,74
Perempuan 4
9,52 11,22 ± 5,55
2 Kelompok Usia 18 tahun
0,00 0,00
18 - 65 tahun 6
14,29 12,65 ± 7,54
65 tahun 0,00
8,80 ± 4,82 3 Jumlah Terapi Antibiotika
Monoterapi 1
2,38 11,11 ± 5,09
Kombinasi ≥ 2 antibiotika
5 11,90
13,00 ± 8,71 Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh gambaran secara umum kematian pasien
pada periode Oktober-Desember 2010 sebanyak 10 pasien 33,33 dengan karakteristik pasien laki-laki dan perempuan masing-masing 16,67; kelompok
usia 18-65 tahun 16,67; mendapatkan terapi kombinasi ≥ 2 antibiotika
30,00 dan lama rawat pasien laki-laki 7,73 hari; SD 6,181; kelompok usia 18-65 tahun 8,47 hari; SD 5,758; mendapatkan terapi tunggalmonoterapi
antibiotika 8,67 hari; SD 4,844. Untuk periode Januari-Maret 2011, kematian
Universitas Sumatera Utara
pasien sebanyak 6 pasien 14,29 dengan karakteristik perempuan 9,52; kelompok usia 18-65 tahun 14,29; dan mendapatkan terapi kombinasi
≥ 2 antibiotika 11,90. Sedangkan untuk lama rawat pasien laki-laki 13,05 hari;
SD 8,74; kelompok usia 18-65 tahun 12,65 hari; SD 7,54; mendapatkan terapi kombinasi
≥ 2 antibiotika 13,00 hari; SD 8,71. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Sajinadiyasa tahun
2011 dimana dari 75 pasien, yang mendapatkan monoterapi antibiotika 14,08 hari mempunyai lama perawatan yang lebih lama dibandingkan dengan yang
mendapatkan dual terapi 8,58 hari. Tingkat kematian yang lebih tinggi pada pasien yang mendapatkan monoterapi 30,00 antibiotika dibandingkan dengan
terapi kombinasi 20,00. Dari 75 sampel yang diteliti juga diperoleh hasil bahwa lama perawatan pasien kelompok usia 60 tahun 10,72 hari lebih lama
dibandingkan dengan kelompok usia ≥ 60 tahun 9,69 hari. Tingkat kematian
pasien pada kelompok usia 60 tahun 12,5 adalah lebih kecil dibandingkan dengan kelompok usia
≥ 60 tahun 34,28.
3.5 Korelasi Kejadian DRP Terhadap Outcomes Pada Periode Oktober- Desember 2010 dan Periode Januari-Maret 2011
3.5.1 Korelasi DRP Terhadap Kematian Pasien Periode Oktober-Desember 2010