PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi Kasus Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)

(1)

PASCABANJIR

(Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)

Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding (Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Untuk Mencapai Derajat Master

Disusun Oleh :

ENDAH AMBARWATI

S 940 907 107

M A G I S T E R T E K N I K S I P I L K O N S E N T R A S I

TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL P R O G R A M P A S C A S A R J A N A

U N I V E R S I T A S S E B E L A S M A R E T S U R A K A R T A 2 0 0 9


(2)

PASCABANJIR

(Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)

Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding (Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)

TESIS

Disusun Oleh :

ENDAH AMBARWATI

S 940 907 107

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dosen Pembimbing :


(3)

PASCABANJIR

(Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri) Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding

(Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)

TESIS

Disusun Oleh :

ENDAH AMBARWATI

S 940 907 107

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Pendadaran Program Studi Magister Teknik Sipil pada hari Jumat, 30 Januari 2009

Dewan Penguji :


(4)

Endah Ambarwati, 2009, PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi Kasus Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri), Magister Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Banjir tanggal 26 Desember 2007 yang melanda wilayah DAS Bengawan Solo Hulu mengakibatkan kerusakan jembatan-jembatan pada ruas jalan nasional di Provinsi Jawa Tengah, salah satunya Jembatan Keduang (Nomor ruas: 24.109.006.0). Struktur atas merupakan komponen pertama yang langsung menerima beban sebelum diteruskan ke pilar dan pondasi. Kerusakan pada elemen struktur atas sering menimbulkan keraguan mengenai kinerja dan keamanan bangunan secara keseluruhan. Untuk lebih meyakinkan, apakah struktur atas mampu mendukung beban yang bekerja, perlu dilakukan penilaian kondisi strukturnya. Berdasarkan penilaian ini dapat dicari alternatif perbaikan struktur atas apabila ternyata kondisinya tidak aman untuk dioperasikan.

Pemeriksaan kondisi jembatan pada penelitian ini dilaksanakan dengan melihat langsung struktur yang rusak secara visual sesuai prosedur pemeriksaan

Bridge Management System (BMS). Pengukuran struktur jembatan menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass. Perhitungan pembebanan struktur atas menggunakan kombinasi pembebanan maksimum berdasarkan daya layan dan daya ultimit sesuai dengan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, kemudian melakukan analisis kapasitas struktur atas jembatan. Analisis tersebut meliputi analisis gelagar, analisis lateral bracing, dan analisis perletakan jembatan.

Hasil penilaian kondisi terhadap Jembatan Keduang menunjukkan bahwa jembatan dalam keadaan kritis. Hasil analisis stuktural menunjukkan gelagar jembatan tidak aman terhadap tegangan lentur, tetapi aman terhadap tegangan geser, lendutan dan torsi. Sambungan gelagar masih aman. Tegangan pada lateral bracing dan perletakan tidak aman. Tegangan lentur gelagar tepi 3793,2793 kg/cm2 > ijin (1900 kg/cm2) dan gelagar tengah 3511,6405 kg/cm2 > ijin (1900

kg/cm2). Tegangan geser gelagar tepi 633,8119 kg/cm < ijin (1100 kg/cm) dan

gelagar tengah 632,2430 kg/cm < ijin (1100 kg/cm). Lendutan gelagar tepi =

47,46 mm < fijin (83,33 mm) dan gelagar tengah 46,76 mm < fijin (83,33 mm).

Torsi gelagar 10390,8922 Nm < Tijin (2,3x105 Nm). Tegangan lateral bracing

1846,1158 kg/cm2 > ijin (1400 kg/cm2 ). Tegangan pada perletakan 174,4824

kg/cm2 > ijin (80 kg/cm2). Perbaikan lentur gelagar baja dapat dilakukan dengan

menambah cover plate. Pemasangan cover plate dengan dimensi 300x8 mm pada

flens dan webs dimensi 2x665x8 mm pada gelagar tepi dan 2x620x7 pada gelagar tengah mampu mengatasi kelebihan tegangan yang terjadi. Alternatif lain menggunakan prategang eksternal, dengan gaya prategang 81,6 ton pada gelagar tepi dan 82,5 ton pada gelagar tengah sudah mampu mengatasi kelebihan tegangan yang terjadi. Lateral bracing dilakukan penggantian dengan merubah dimensi dan meningkatkan mutu profil. Lateral bracing sudah aman dengan penggantian profil menggunakan double siku 90x90x13x13. Perletakan diperbaiki dengan mengganti beton dan memperbesar dimensi menjadi 600x500 mm atau meningkatkan mutu bahan dengan beton yang mempunyai tegangan minimal sama dengan kelebihan tegangan yang terjadi.

Kata kunci : struktur atas, penilaian kondisi, beban maksimum , kapasitas struktur, perbaikan


(5)

Endah Ambarwati, 2009, ASSESSMENT OF SUPERSTRUCTURE OF COMPOSIT BRIDGE AFTER FLOODING (Case Study : Keduang Bridge, Wonogiri Regency, Magister Rehabilitation and Maintenance of Building, Postgraduate Program, Sebelas Maret University

Flood happened in 26th Decembers 2007 occurred in upper Bengawan Solo river resulted in bridges damage of the national road in Central Java. One of them is Keduang Bridge (path number: 24.109.006.0). Superstructure is the first component that receive load before transfered to substructure. Superstructure element damage often creates a question about safety and capacity of the entire structure. To ensure that the superstructure really supports the total amount of load, the researcher needs to analyze the superstructure condition and component. This research, therefore, tends to figure out the safety of the bridge.

The research was conducted by checking the damage structure usually utilized the Bridge Management System (BMS) procedure. Bridge structure measurement was carried out by using Theodolite and waterpass, to figure out the detail bridge structure condition. Load measurement done in this research using the combination of maximum load based on the service ability and ultimate bearing capacity to RSNI T-02-2005 about Load Standard for bridge. Then, super structure analyzing was conducted. The analysis covers girder analyzing, lateral bracing analyzing, and bearings capacity.

The result of the Keduang bridge superstructure analyzing shows that the bridge is critical. Superstucture analysis shows that girder is unsafe to bending stress, but safe to shearing stress, deflection and torsion. Connection of girder is still safe. Stress of lateral bracing and bearings is unsafe. Bending stress of side girder is 3793,2793 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1900 kg/cm2) and middle girder is 3511,6405 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1900 kg/cm2). Shearing stress of side girder is 633,8119 kg/cm less than allowable shearing stress ( 1100 kg/cm) and middle girder is 632,2430 kg/cm less than allowable shearing stress ( 1100 kg/cm). Deflection of side girder is 47,46 mm less than allowable deflection ( 83,33 mm) and middle girder is 46,76 mm less than allowable deflection ( 83,33 mm). Torsion of girder is 10390,8922 Nm less than allowable torsion ( 2,3x105 Nm). Lateral bracing stress is 1846,1158 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1400 kg/cm2). Bearings capacity is 174,4824 kg/cm2, it is more than allowable stress ( 80 kg/cm2). Repairing of steel girder can be done by adding covers plate. Using cover plate at flens and web can reduce over stressing. Other alternative applies external prestress, with prestressed force 81,6 tons at side girder and 82,5 tons at middle girder have been can overcome excess of existing stress. Lateral bracing is replace by changing the dimension and increases the quality of profile.Lateral bracing is saved by replacement of profile with double rectangle 90x90x13x13. Bearings is repaired with changing concrete and increases the dimension to 600x500 mm or increases the quality of concrete material having minimum stress excess to the existing stress.

Keyword : superstructure, assessment of condition, maximum load , structures capacities, repairing


(6)

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : ENDAH AMBARWATI NIM : S 940907107

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :

PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS

JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT

PASCABANJIR

(Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 28 Januari 2009 Yang membuat pernyataan

Endah Ambarwati


(7)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis dengan judul Penilaian Kondisi Struktur Atas Jembatan Gelagar Baja Komposit Pascabanjir (Studi Kasus: Jembatan Keduang Kabupaten Wonogiri) dapat tersusun. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh derajat Magister dalam Ilmu Teknik Sipil Program Pascasarjana pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dengan keikhlasan dan ketulusan hati, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Pusbiktek, Departemen Pekerjaan Umum, yang telah memberikan program beasiswa pendidikan kepada penulis.

2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S., Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc. (Eng)., Ph.D selaku Sekretaris Program Studi.

5. S.A. Kristiawan, S.T., M.Sc. (Eng)., Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan, dan saran pada setiap tahapan penyusunan tesis.

6. Ir. Mukahar, MSCE selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan masukan, bimbingan dan saran yang sangat berharga dalam setiap tahapan penyusunan tesis.

7. Segenap Staf Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama menempuh perkuliahan.


(8)

9. Pimpinan dan segenap staf Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Surakarta, yang telah membantu informasi dan data untuk penulisan tesis ini 10.Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen yang telah memberikan dukungan

kepada penulis selama melaksanakan pendidikan.

11.Pimpinan dan segenap staf Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen

12.Suami tercinta, Sri Harjanto, S.T., anakku tersayang Aqila Zahra Khoirunnisa, yang dengan penuh pengertian dan kesabaran memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

13.Bapak dan Ibu Orang Tua yang telah memberikan dorongan dan do’a dalam menyelesaikan pendidikan ini.

14.Rekan-rekan Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang selama ini menjadi teman dan sahabat terbaik dalam menempuh pendidikan bersama .

15.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya pihak-pihak yang berkecimpung di dunia teknik sipil dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Januari 2009

Penulis


(9)

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

INTISARI... iv

ABSTRACT... v

PERNYATAAN... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xx

DAFTAR SIMBOL... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Masalah ... 5

F. Keaslian Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

BAB III LANDASAN TEORI... ..9

A. Komponen Jembatan... ..9

B. Kerusakan Elemen Struktur Atas jembatan ... 11

C. Penilaian Kondisi Jembatan ... 14

D. Pembebanan Pada Jembatan ... 16

1. Aksi Tetap ... 17


(10)

2. Aksi Transien ... 18

a. Aksi lalu lintas ... 19

1) Beban lajur ”D”... 19

2) Gaya rem ... 22

3) Pembebanan untuk pejalan kaki... 23

b. Aksi lingkungan ... 23

Gesekan pada perletakan... 23

Pengaruh temperatur/suhu... 24

Beban angin... 26

Beban aliran air ... 27

1) Kecepatan aliran ... 28

2) Beban akibat aliran ... 37

a) Beban aliran air ... 37

b) Benda hanyutan... 38

c) Tumbukan dengan batang kayu ... 39

3. Aksi Khusus (Beban Gempa)... 40

a. Koefisen geser dasar (Celastis) ... 42

b. Periode getar alami (“T”) ... 43

E. Kombinasi Pembebanan... 44

1. Kombinasi pada Keadaan Batas Layan... 45

2. Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit ... 45

F. Konsep Baja Komposit ... 48

1. Hubungan Tidak Komposit ... 48

2. Hubungan Komposit Sempurna ... 49

G. Analisis Gelagar Baja Komposit... 51

1. Analisis Tampang Baja Komposit ... 51

2. Analisis Tegangan Lentur ... 53

3. Analisis Tegangan Geser... 54

4. Analisis Torsi ... 56


(11)

I. Analisis Batang Tekan ... 62

J. Analisis Perletakan (Bearings)... 64

K. Perbaikan Struktur Atas Jembatan ... 66

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 72

A. Lokasi Penelitian... 72

B. Peralatan Penelitian... 72

C. Peraturan yang Digunakan ... 73

D. Langkah-langkah Penelitian... 73

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 74

2. Tahap Pengumpulan Data ... 74

3. Penilaian Kondisi Jembatan ... 75

4. Tahap Analisis Struktur Atas Jembatan ... 75

5. Pembuatan Konsep Alternatif Perbaikan dan Perkuatan Struktur Atas Jembatan ... 76

6. Tahap Pembahasan... 76

E. Bagan Alir Penelitian ... 77

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Gambaran Umum ... 79

B. Hasil Pengukuran dan Pengujian Lapangan... 81

1. Mutu Beton ... 82

C. Analisis Penyebab Kerusakan ... 82

D. Penilaian Kondisi Jembatan ... 83

E. Analisis Pembebanan Jembatan Keduang... 85

1. Aksi Tetap ... 86

a. Berat sendiri (PMS) ... 86

b. Beban mati tambahan (PMA)... 92

2. Aksi transien ... 96


(12)

2) Beban rem (TTB) ... 99

3) Pembebanan untuk pejalan kaki ... 101

b. Beban Lingkungan ... 102

1) Gaya gesekan pada perletakan (TBF) ... 102

2) Beban akibat temperatur (TET)... 102

3) Beban angin (TEW) ... 105

4) Beban aliran air (TEF)... 108

a) Analisis kecepatan aliran sungai ... 108

b) Analisis beban akibat aliran... 115

i) Beban akibat aliran ... 116

ii) Beban akibat hanyutan... 116

3. Aksi Khusus (Beban Gempa)... 117

a. Perhitungan beban gempa arah memanjang... 118

b. Perhitungan beban gempa arah melintang ... 120

4. Kombinasi Pembebanan... 123

F. Analisis Kapasitas Gelagar ... 136

1. Analisis Tegangan Lentur ... 136

2. Analisis Tegangan Geser... 141

3. Analisis Lendutan... 143

4. Analisis Torsi ... 144

G. Analisis Sambungan Gelagar Jembatan ... 147

H. Analisis Lateral Bracing... 154

I. Analisis Perletakan... 157

J. Konsep Alternatif Perbaikan Struktur Atas ... 159

1. Konsep Perbaikan Gelagar... 159

2. Konsep Perbaikan Lateral Bracing... 176

3. Konsep Perbaikan Perletakan... 178


(13)

B. Saran... 182

DAFTAR PUSTAKA ... 183


(14)

Gambar 3.1. Beban lajur “D”... 20

Gambar 3.2. Penyebaran pembebanan ”D” arah melintang... 22

Gambar 3.3. Pembebanan untuk pejalan kaki... 23

Gambar 3.4. Penggambaran Poligon Thiessen ... 29

Gambar 3.5. Sketsa penetapan WF dan RUA serta Hidrograf Satuan Gama I. ... 37

Gambar 3.6. Prosedur analisis tahan gempa. ... 41

Gambar 3 7. Struktur balok tidak komposit... 48

Gambar 3.8. Diagram regangan struktur balok tidak komposit ... 49

Gambar 3.9. Struktur balok komposit... 50

Gambar 3.10. Diagram regangan struktur balok komposit... 50

Gambar 3.11. Metode penampang tertransformasi... 52

Gambar 3.12. Penampang simetri dengan P bersudut α... 54

Gambar 3.13. Diagram geser pada penampang profil I ... 55

Gambar 3.14. Balok I yang mengalami torsi dan warping... 57

Gambar 3.15. Sambungan beririsan satu ... 59

Gambar 3.16 Sambungan beririsan kembar... 60

Gambar 3.17. Diagram tegangan pada pelat perletakan ... 65

Gambar 3.18. Alur penentuan metode perbaikan ... 67

Gambar 3.19. Perkuatan dengan memperbesar penampang bawah dengan Pelat baja tambahan pada gelagar baja……….. 68

Gambar 3.20. Perkuatan dengan penambahan batang baja pada gelagar baja 68 Gambar 3.21 Perkuatan dengan pemasangan balok melintang ... 68

Gambar 3.22. Perkuatan dengan pemasangan diafragma ... 68

Gambar 3.23. Perkuatan dengan menambah elemen struktur gelagar ... 69

Gambar 3.24. Perkuatan prategang eksternal pada gelagar baja... 69

Gambar 3.25. Perkuatan dengan steel plate bonding pada gelagar... 70

Gambar 3.26. Perkuatan dengan lembaran CFRP ... 70

Gambar 3.27. Perubahan sistem struktur menjadi menerus... 71


(15)

Gambar 4.1. Lokasi penelitian ... 72

Gambar 4.2. Bagan alir tahapan penelitian ... 77

Gambar 5.1. Denah dan penampang memanjang Jembatan Keduang... 81

Gambar 5.2. Proses terjadinya kerusakan pada Jembatan Keduang ... 83

Gambar 5.3. Lajur pembebanan Jembatan Keduang ... 86

Gambar 5.4. Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tepi ... 88

Gambar 5.5. Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tengah ... 92

Gambar 5.6. Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tepi .. 94

Gambar 5.7. Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tengah... 95

Gambar 5.8. Analisis pembebanan akibat beban lajur ”D” jalur tepi ... 98

Gambar 5.9. Analisis pembebanan akibat beban lajur ”D” jalur tengah ... 99

Gambar 5.10. Pembebanan untuk pejalan kaki………... 101

Gambar 5.11. Penampang melintang gelagar utama ... 103

Gambar 5.12. Poligon Thiessen DAS Keduang... 110

Gambar 5.13. Hasil perhitungan kondisi genangan pada Jembatan Keduang Dengan HEC-RAS 4.0 ... 114

Gambar 5.14. Beban aliran air pada gelagar jembatan ... 115

Gambar 5.15. Koefisien geser dasar “C” ... 119

Gambar 5.16. Gaya-gaya arah memanjang dan melintang gelagar ... 122

Gambar 5.17. Tampang gelagar komposit sebelum dan sesudah transformasi... 137

Gambar 5.18. Garis netral searah sumbu x pada tampang tertransformasi... 137

Gambar 5.19. Garis netral searah sumbu y pada tampang tertransformasi... 138

Gambar 5.20. Tegangan geser pada badan tampang gelagar ... 141

Gambar 5.21. Area penampang gelagar untuk mencari Qmaks ... 142

Gambar 5.22. Penampang gelagar yang mengalami torsi ... 144

Gambar 5.23. Penampang gelagar tertransformasi ... 145

Gambar 5.24. Sambungan baut pada gelagar... 148


(16)

Gambar 5.27. Lateral bracing... 154

Gambar 5.28. Gaya pada 1 sway lateral bracing... 155

Gambar 5.29. Kondisi eksisting lateral bracing... 156

Gambar 5.30. Kondisi eksisting perletakan ... 159

Gambar 5.31. Kelebihan momen pada gelagar tepi dan gelagar tengah... 163

Gambar 5.32. Penambahan cover plate pada web dan flens... 165

Gambar 5.33. Konfigurasi baut... 167

Gambar 5.34. Perkuatan gelagar dengan prategang eksternal... 176


(17)

Tabel 3.1. Sistem penilaian kondisi elemen ... 15

Tabel 3.2. Kriteria skrining teknis jembatan ... 16

Tabel 3.3. Berat isi untuk beban mati (kN/m³)... 17

Tabel 3.4. Faktor beban akibat berat sendiri ... 17

Tabel 3.5. Faktor beban mati tambahan ... 18

Tabel 3.6. Jumlah lajur lalu-lintas rencana ... 20

Tabel 3.7. Koefisien gesekan perletakan... 24

Tabel 3.8. Temperatur jembatan rata-rata nominal ... 25

Tabel 3.9. Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur ... 25

Tabel 3.10 Kecepatan angin rencana VW... 27

Tabel 3.11 Koefisien seret CW. ... 27

Tabel 3.12. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi. ... 30

Tabel 3.13. Tabel koefisien pengaliran. ... 34

Tabel 3.14. Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar. ... 38

Tabel 3.15. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu... 40

Tabel 3.16 Kategori kinerja seismik. ... 41

Tabel 3.17. Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik (A-D) . 41 Tabel 3.18. Koefisien profil tanah (S)... 42

Tabel 3.19. Akselerasi PGA di batuan dasar... 42

Tabel 3.20. Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan ... 45

Tabel 3.21. Kombinasi beban umum untuk keadaan batas daya kelayanan dan ultimit. ... 46

Tabel 5.1. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 5 dan level 4-3 .. 84

Tabel 5.2. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 2 ... 84

Tabel 5.3. Nilai kondisi Jembatan Keduang level1... 85

Tabel 5.4. Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk berat sendiri... 86


(18)

Tabel 5.6. Distribusi hujan jam-jaman DAS Bengawan Solo... 111

Tabel 5.7. Koefisien pengaliran DAS Keduang... 111

Tabel 5.8. Faktor-faktor DAS Keduang ... 112

Tabel 5.9. Sub DAS Keduang ... 113

Tabel 5.10. Puncak Banjir Kala Ulang 50 th pada DAS Keduang... 113

Tabel 5.11. Elevasi gelagar Jembatan Keduang... 115

Tabel 5.12. Rekapitulasi gaya arah vertikal ... 124

Tabel 5.13. Rekapitulasi gaya arah lateral ... 124

Tabel 5.14. Rekapitulasi gaya searah sumbu memanjang gelagar... 125

Tabel 5.15. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban vertikal setelah terdeformasi ... 125

Tabel 5.16. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban... 126

Tabel 5.17. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban... 126

Tabel 5.18. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban lateral setelah terdeformasi ... 127

Tabel 5.19. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban... 127

Tabel 5.20. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban... 128

Tabel 5.21. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban searah sumbu memanjang setelah terdeformasi ... 128

Tabel 5.22. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban ... 129

Tabel 5.23. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban ... 129

Tabel 5.24. Rekapitulasi momen untuk kombinasi daya layan dan ultimit ... 130


(19)

Tabel 5.26. Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban ultimit132

Tabel 5.27. Rekapitulasi geser untuk kombinasi daya layan dan ultimit... 133

Tabel 5.28. Rekapitulasi kombinasi geser berdasarkan beban daya layan... 134

Tabel 5.29. Rekapitulasi kombinasi geser berdasarkan beban ultimit ...135

Tabel 5.30. Jarak x dan y baut sambungan badan terhadap garis netral ... 151

Tabel 5.31. Tabel pemilihan metode perbaikan ... 160

Tabel 5.32. Distribusi momen pada gelagar... 163

Tabel 5.33. Momen penahan dari cover plate... 165

Tabel 5.34. Jarak x dan y baut CP pada web terhadap garis netral ... 167

Tabel 5.35. Hasil hitungan jumlah baut ... 168


(20)

Lampiran A DATA KONDISI JEMBATAN... A-1 Gambar A.1. Dokumentasi kondisi Jembatan Keduang ... A-1

Lampiran B TABEL-TABEL... B-1 Tabel B.1. Hirarki elemen dan pengkodean jembatan (BMS, 1993)... B-1 Tabel B.2. Bahan dan jenis kerusakannya (BMS, 1993) ... B-3 Tabel B.3. Kerusakan elemen jembatan (BMS, 1993) ... B-4 Tabel B.4. Faktor agian Log Normal ... B-5 Tabel B.5. Penyimpangan K pada Log Pearson III ... B-6

Lampiran C LAPORAN MENDETAIL KERUSAKAN JEMBATAN ... C-1

Lampiran D HASIL PENGUJIAN DAN PENGUKURAN LAPANGAN... D-1 Tabel D.1. Data hasil pengujian Hammer Test ... D-1 Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai

Keduang ... D-2

Lampiran E PERHITUNGAN PEMBEBANAN... E-1 Tabel E.1. Perhitungan berat struktur baja ... E-1 Tabel E.2. Analisa hidrologi... E-4

Lampiran F GAMBAR ... F-1 Gambar F.1. Denah pemasangan cover plate pada gelagar... F-1


(21)

Simbol Keterangan Dimensi A b bE C D e Es Ec f fc’ L2 luas

lebar L

lebar efektif L

koefisien geser dasar gempa -

fy g G h I JN K L M n P q Q RUA SF

kerapatan jaringan sungai (km/km2) L/L2 Eksentrisitas

modulus elastisitas baja

L M/L2 modulus elastisitas beton M/L2

lendutan L

kuat tekan beton rerata tegangan leleh baja kecepatan gravitasi modulus elastisitas geser

tinggi

momen inersia

jumlah pertemuan sungai konstanta torsi

panjang momen lentur angka ekivalensi

intensitas beban terpusat intensitas beban merata Debit

luas Sub DAS sebelah hulu (km2) faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat

M/L2 M/L2 L/T2 M/L2 L L4 - - L ML - M M/L M/L3 L2 - xxi


(22)

jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat kelandaian sungai rata-rata

torsi gaya geser lebar Sub DAS

jarak titik berat ke garis netral perbadaan suhu

koefisien muai baja koefisien gesekan tegangan geser

S

- -

T ML

V M

WF

y

∆T

L L -

α -

μ -

M/L2

σ

γ εs εT

tegangan lentur berat jenis

M/L2 M/L3 regangan baja

koefisien perpanjangan akibat suhu

L -


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jembatan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan

penting dan merupakan investasi besar yang harus dijaga keandalannya.

Pertumbuhan pembangunan yang pesat mengakibatkan mobilisasi manusia dan

barang dari satu tempat ke tempat lain meningkat. Hal ini sangat membutuhkan

ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, salah satunya

adalah jembatan. Oleh karena itu jembatan yang sudah ada perlu dikelola dengan

baik agar kinerja jembatan dapat dipertahankan atau ditingkatkan selama masa

layannya.

Bencana alam merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan

kerusakan pada struktur jembatan. Seperti kejadian banjir tanggal 26 Desember

2007 yang melanda wilayah DAS Bengawan Solo Hulu telah mengakibatkan

kerusakan jembatan-jembatan pada ruas jalan nasional di Provinsi Jawa Tengah.

Salah satu jembatan yang mengalami kerusakan akibat banjir tersebut adalah

Jembatan Keduang (No. Ruas : 24.109.006.0) yang terletak di ruas Jalan

Ngadirojo-Giriwoyo-Pacitan.

Jembatan Keduang merupakan jembatan gelagar baja komposit dengan

sistem perletakan simple beam dan plat lantai beton bertulang sebagai struktur

atas. Sedangkan struktur bawah berupa kepala jembatan dari beton bertulang dan


(24)

mempunyai 2 pilar juga dari beton bertulang. Jembatan ini mempunyai 3 bentang

dengan panjang total 92,5 m.

Tekanan air akibat banjir mengakibatkan beban horizontal pada bangunan

atas dan memberikan momen tambahan pada bangunan bawah dan pondasi

sehingga mengakibatkan terjadinya pergerakan struktur jembatan. Apabila

kombinasi gaya yang bekerja melebihi kemampuan struktur maka akan terjadi

kerusakan pada struktur. Kerusakan ini dapat menyebabkan kekuatan, kekakuan

dan integritas struktur menjadi turun.

Struktur atas merupakan komponen pertama yang langsung menerima

beban sebelum diteruskan ke pilar dan pondasi. Kerusakan pada struktur atas

dapat menimbulkan keraguan mengenai kinerja dan keamanan bangunan secara

keseluruhan. Untuk lebih meyakinkan, apakah struktur atas masih mampu

mendukung beban yang akan bekerja, perlu dilakukan evaluasi kinerja struktur

atas. Berdasarkan jenis dan tingkat kerusakan struktur atas dapat ditentukan

alternatif perbaikan dengan teknik yang paling sesuai dengan kondisi bangunan,

peralatan dan kemampuan tenaga kerjanya. Sedangkan penelitian tentang evaluasi

struktur bawah dilakukan oleh Dedy H1). (2009).

Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan kondisi jembatan secara utuh

dengan melihat langsung struktur yang rusak secara visual sesuai prosedur

pemeriksaan pada Bridge Management System (BMS). Disamping itu juga

dilakukan pengukuran struktur jembatan dan tampang sungai dengan

menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass, sehingga diketahui kondisi

1)

Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta


(25)

existing struktur jembatan secara mendetail. Pemeriksaan mutu beton dilakukan

dengan pengujian non destructive menggunakan alat Hammer Test. Analisis

perhitungan pembebanan struktur atas yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan kombinasi pembebanan maksimum berdasarkan beban layan dan

beban ultimit sesuai dengan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk

Jembatan. Dari analisis ini dapat diketahui kapasitas eksisting struktur atas

jembatan pascabanjir untuk dipakai sebagai acuan dalam penentuan alternatif

perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi.

B. Rumusan Masalah

Banjir yang terjadi tanggal 26 Desember 2007 telah menyebabkan

kerusakan pada struktur Jembatan Keduang sehingga terjadi penurunan

kemampuan jembatan dalam menahan kombinasi beban yang terjadi. Penelitian

ini lebih difokuskan pada evaluasi struktur atas Jembatan Keduang pascabanjir 26

Desember 2007 dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. pada elemen mana kerusakan yang terjadi dan berapa nilai tingkat kerusakan

pada struktur jembatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan BMS?

2. apakah kapasitas eksisting struktur atas jembatan aman terhadap kombinasi

beban maksimum yang terjadi, sesuai dengan RSNI T-02-2005?

3. jenis dan metode perbaikan manakah yang dapat dilakukan untuk


(26)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan di atas, yaitu :

1. mengetahui letak dan jenis kerusakan elemen struktur jembatan dan nilai

tingkat kerusakan struktur jembatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan

BMS,

2. mengetahui keamanan kapasitas eksisting struktur atas jembatan terhadap

kombinasi beban maksimum yang terjadi, sesuai dengan RSNI T-02-2005,

3. menentukan jenis dan metode perbaikan yang mungkin dilakukan untuk memulihkan kapasitas struktur atas Jembatan Keduang.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : a. Manfaat teoritis

Dapat memberikan tambahan wacana dan referensi di bidang rehabilitasi dan

pemeliharaan bangunan khususnya struktur atas jembatan tipe gelagar baja

komposit.

b. Manfaat praktis

Dapat menjadi bahan rujukan bagi Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah

dalam penanganan kerusakan yang terjadi di Jembatan Keduang akibat banjir


(27)

E. Batasan Masalah

Penelitian ini lebih difokuskan pada evaluasi struktur atas Jembatan

Keduang pascabanjir 26 Desember 2007. Agar masalah dapat dikaji dan dibahas

secara mendalam, maka perlu diberi batasan sebagai berikut :

1. penentuan jenis dan tingkat kerusakan dilakukan secara visual sesuai standar

InterrurbanBridge Management System (IBMS)1993,

2. melakukan analisis pembebanan menurut RSNI T-02-2005 tentang

pembebanan jembatan,

3. penentuan beban akibat aliran air dilakukan dengan perhitungan kecepatan

aliran saat banjir dengan kala ulang 50 tahun,

4. analisis debit banjir dilakukan dengan mengolah data hujan selama 18 tahun

terakhir menggunakan Metode Gamma I,

5. perhitungan kecepatan aliran dianalisis dengan program HEC-RAS versi 4.0,

6. elemen struktur atas yang dihitung kapasitasnya hanya elemen yang

mengalami kerusakan berdasarkan pengamatan visual (gelagar utama, bracing

dan perletakan),

7. alternatif perbaikan yang diusulkan hanya berupa konsep dasar tanpa disertai dengan perhitungan struktural secara mendetail.


(28)

F. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian terdahulu untuk menganalisis kekuatan struktur

jembatan pernah dilakukan oleh Desniar H.Y. (2007) yang melakukan evaluasi

keamanan struktur jembatan beton bertulang akibat bencana gempa dengan

membandingkan kuat perlu (U) dan resistance (R) struktur jembatan akibat

bencana gempa menurut RSNI 2004 dan perkuatannya dengan Carbon Fiber

Reinforced Polymer (CFRP).

Penelitian mengenai penilaian kondisi pada Jembatan Keduang jenis gelagar

baja komposit pascabencana banjir tanggal 26 Desember 2007, dengan

menentukan kerusakan secara visual sesuai metode Bridge Management System

dan menentukan kapasitas gelagar terhadap tegangan lentur, geser, lendutan dan

torsi, serta kapasitas lateral bracing dan perletakan terhadap tegangan yang terjadi

akibat kombinasi pembebanan maksimum menurut RSNI T-02-2005 yang disertai

alternatif perbaikannya belum pernah dilakukan dan belum pernah


(29)

BAB I I

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi jembatan menurut Bina Marga adalah bangunan pelengkap jalan

yang berfungsi sebagai penghubung atara dua ujung jalan yang terputus oleh

sungai, saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya dan jalan kereta api.

Brigde Management System (BMS) merupakan salah satu cara yang dapat

digunakan dalam mempertahankan kondisi jembatan melalui proses investigasi

berkala pasa suatu jembatan sehingga dapat menentukan tahap perawatan dan

perbaikan (Ryall, 2001).

Evaluasi kondisi jembatan pasca bencana alam seperti banjir sangat

diperlukan untuk memberikan informasi mengenai kerusakan pada komponen

jembatan. Penilaian kondisi jembatan dapat dilakukan secara visual dan analisis

pembebanan sangat membantu dalam menentukan jenis perbaikan ataupun

perkuatan yang diperlukan terhadap jembatan tersebut.

Manukoa (2006), dalam penelitiannya melakukan perhitungan

pembebanan lalu lintas menurut BMS 1992 dan RSNI 2004 yang terdiri atas

beban lajur “D” dan Beban Truk “T” pada struktur jembatan sederhana bentang 6

m sampai 30 m. Dari hasil penelitiaannya diketahui bahwa momen yang terjadi

pada jembatan sederhana akibat beban truk “T” akan lebih berpengaruh pada

kapasitas lentur batas dari pada beban lajur “D” untuk jembatan dengan bentang 6

m sampai 22 m, sedangkan untuk jembatan dengan bentang lebih dari 22 m

kapasitas lentur batas lebih ditentukan oleh beban lajur “D”.


(30)

Desniar H.Y. (2007) melakukan evaluasi keamanan struktur Jembatan

Panasan yang merupakan jembatan gelagar beton bertulang akibat bencana gempa

dengan bentang 22 m. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa akibat

bencana gempa terjadi beda elevasi pada lantai perkerasannya dan local settlement

pada pilar jembatan yang menimbulkan gaya tambahan pada komponen struktur

jembatan. Penambahan gaya tersebut kemudian dianalisa dengan membandingkan

kapasitas lentur dan kapasitas geser yang terjadi dan yang tersedia sesuai dengan

RSNI 2004. Perkuatan yang dilakukan sebagai alternatif perbaikan jembatan

Panasan adalah dengan menambah kapasitas momen lentur gelagar jembatan

dengan menggunakan 3 lapis CFRP produksi SIKA®. Perbaikan ini dapat

menaikkan kapasitas lentur gelagar sebesar 82 %.

Made Sukrawa dan L.G. Wahyu Widyarini (2006), meneliti pengaruh

perkuatan lentur dengan pelat baja terhadap perilaku balok jembatan. Hasilnya

menunjukkan bahwa penambahan pelat baja dapat meningkatkan kekakuan balok.

Lendutan yang terjadi pada balok perkuatan lebih kecil 71% dari balok kontrol

pada pembebanan 16,25 kN, lebih kecil 56,9% untuk pembebanan 32,5 kN dan

lebih kecil 36,04% untuk pembebanan 65 kN. Pada pembebanan ultimit, lendutan

balok perkuatan lebih kecil 45,6% dari lendutan balok kontrol. Beban retak


(31)

BAB III

LANDASAN TEORI

Dalam masa layannya jembatan sebagai prasarana transportasi yang dibangun untuk kepentingan umum perlu dijaga keandalannya dengan baik. Demikian halnya dengan Jembatan Keduang, terlebih pascabencana banjir yang melanda DAS Bengawan Solo tanggal 26 Desember 2007, sehingga memerlukan pemeriksaan khusus terhadap semua komponen struktur jembatan tersebut.

A. Komponen Jembatan

Menurut Bridge Management System (BMS) komponen jembatan terdiri dari :

1. Komponen Struktur Atas

Yaitu komponen jembatan yang terletak di atas dukungan dengan komponen terbawah adalah gelagar utama.

Komponen struktur atas terdiri dari :

a. lapisan permukaan/perkerasan (wearing surface), yang berfungsi sebagai penahan kontak kendaraan yang melintas di atas jembatan dan meneruskannya ke struktur di bawahnya,

b. deck yaitu merupakan luasan fisik dari jalan raya yang melintasi rintangan yang harus dijembatani. Fungsi utama dari deck adalah mendistribusikan


(32)

beban sepanjang potongan melintang jembatan dan merupakan bagian yang menyatu pada sistem struktural,

c. gelagar induk (primary member), yang berfungsi mendistribusikan beban secara longitudinal (menahan lendutan),

d. gelagar sekunder (secondary member), yang berfungsi sebagai pengikat antar gelagar induk berupa diafragma maupun bracing yang berfungsi sebagai penahan deformasi lateral (lateral bracing).

2. Komponen Struktur Bawah

Yaitu komponen jembatan yang terletak pada bagian bawah komponen struktur atas, yang terdiri dari :

a. abutment, yaitu komponen struktur penahan tanah yang mendukung struktur atas pada bagian ujung-ujung jembatan. Seperti halnya dengan dinding penahan tanah abutment menahan gaya longitudinal dari tanah di bagian bawah ruas jalan,

b. pilar, yaitu bagian bawah jembatan yang berfungsi sebagai pembagi bentang jembatan yang terlalu lebar, terdiri dari pondasi, kolom dan kepala jembatan,

c. perletakan (bearings), yaitu sistem mekanikal yang berfungsi menyalurkan beban vertikal dari struktur atas ke struktur bawah. Bearings terdiri dari dua macam yaitu bearing yang menahan gerakan rotasi dan translasi longitudinal disebut expansion joint dan bearings yang menahan gerakan rotasi saja disebut fixed bearings,


(33)

d. dudukan/perletakan (pedestals) yaitu kolom pendek yang berada diatas abutment atau pilar yang mendukung secara langsung gelagar utama struktur atas,

e. dinding belakang (backwall) yaitu komponen utama dari abutment yang berfungsi sebagai struktur penahan tanah,

f. dinding sayap (wingwall) yaitu dinding belakang abutment yang berfungsi untuk menahan keruntuhan tanah di sekitar abutment,

g. pondasi, yaitu struktur bagian bawah yang berfungsi sebagai penerus beban di atasnya ke tanah dasar.

3. Komponen pelengkap

Yaitu komponen jembatan yang berfungsi sebagai pelengkap dari suatu struktur jembatan, yang termasuk dalam komponen ini adalah:

a. underdrain, yaitu fasilitas drainase yang terbuat dari pipa yang berfungsi mengalirkan air di permukaan dari struktur,

b. pengaman lalu lintas, yaitu komponen pelengkap jembatan untuk menghindari kecelakaan saat melintasi jembatan dapat terbuat dari beton maupun baja yang disebut hand railing.

B. Kerusakan Elemen Struktur Atas Jembatan

Terdapat beberapa kerusakan yang tidak dihubungkan dengan bahan yang dipakai, kerusakan ini dihubungkan dengan elemennya. Kerusakan elemen struktur atas antara lain :


(34)

1. Kerusakan pada Landasan/perletakan

a. tidak cukupnya tempat untuk bergerak, landasan tidak bisa bergerak apabila tempat geraknya terbatas,

b. kedudukan landasan yang tidak sempurna sehingga penyebaran beban dari struktur atas ke struktur bawah tidak merata. Hal ini disebabkan adanya kesalahan pengukuran maupun karena pilar bergeser sehingga tidak cukup untuk tempat perletakan. Bila terjadi kesalahan maka gelagar akan jatuh, c. mortar dasar retak atau rontok, terjadi bila landasan tidak rata atau terdapat

ikatan dengan permukaan yang dapat bergerak,

d. perpindahan atau perubahan bentuk yang berlebihan. Landasan akan terlepas dari dudukannya apabila terjadi gerakan yang melebihi batas yang diijinkan. Hal ini akan terjadi apabila sebelumnya posisi dari landasan tidak betul pada waktu pelaksanaan atau adanya pergerakan pada bangunan bawah,

e. landasan yang cacat (pecah, sobek atau retak), biasanya berhubungan dengan dasar yang tidak rata, material yang jelek, maupun penanganan yang buruk,

f. ada bagian yang longgar,

g. kurangnya pelumasan pada landasan logam. Semua landasan logam memerlukan pelumasan. Ini harus terus dilakukan. Jika tidak dilumasi maka landasan akan macet. Kekurangan pelumas juga akan menyebabkan karatan.


(35)

2. Kerusakan pada gelagar baja

a. perubahan bentuk pada komponen, dapat terjadi akibat tumbukan sampah di sungai,

b. retak, dapat terjadi pada komponen itu sendiri atau pada sambungan seperti pada las,

c. sambungan yang longgar. 3. Kerusakan pada pelat dan lantai

a. kesalahan sambungan lantai memanjang. Sambungan antara dua bagian lantai umumnya menjadi rusak karena gerakan yang tidak sama,

b. lendutan yang berlebihan, dapat terjadi pada arah lateral dan vertikal. 4. Kerusakan pada pipa drainase, pipa cucuran dan drainase lantai

a. pipa cucuran dan drainase lantai tersumbat, b. elemen hilang atau tidak ada.

5. Kerusakan pada lapisan permukaan

a. permukaan licin, memungkinkan terjadi selip pada musim hujan,

b. permukaan kasar atau berlubang, dapat menimbulkan beban kejut tambahan,

c. retak pada lapisan permukaan, Retak biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan pergerakan pada bagian-bagian elemen jembatan maupun material lapisan perkerasan yang tidak memenuhi syarat,

d. lapisan permukaan yang bergelombang. Lapisan permukaan yang berlebihan, dapat menambah besarnya beban mati pada jembatan.


(36)

6. Kerusakan pada trotoar

a. permukaan trotoar yang licin, b. lubang pada trotoar,

c. ada bagian yang hilang. 7. Kerusakan pada exspansion joint

a. expansion joint yang tidak sama tinggi, mengakibatkan beban kejut tambahan pada lantai jembatan dan bangunan atas,

b. kerusakan akibat terisinya joint, yang menyebabkan jembatan tidak dapat bergerak,

c. bagian yang longgar, apabila pelat penutup terlepas/bergeser akan sangat berbahaya bagi kendaraan yang lewat,

d. retak aspal pada sambungan yang bergerak. Kadang ada expansion joint yang menggunakan baja, akan terjadi retak pada lapisan permukaan aspal. Hal ini merupakan kerusakan yang serius bila pecahnya aspal dan lebar retak > 10 mm atau berlubang.

C. Penilaian Kondisi Jembatan

Kegiatan pemeliharaan jembatan harus dilaksanakan secara rutin dan periodik agar didapat informasi kerusakan pada struktur jembatan secara dini sehingga kerusakan yang lebih parah dapat dihindari. Dalam Bridge Management System telah diatur kegiatan pemeriksaan mulai pemeriksaan yang bersifat rutin, berkala dan khusus. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dianalisis


(37)

penyebab kerusakannya lalu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus untuk memeriksa secara detail penyebab kerusakan sehingga dapat diketahui cara penanganannya yang tepat.

Prosedur pemeriksaan dan penilaian kondisi elemen jembatan menurut BMS terbagi dalam 5 (lima) level. Kelima level dan pengkodean elemen dapat terlihat secara lengkap pada Lampiran B-1.

Penilaian kerusakan pada BMS terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu kerusakan material dan kerusakan elemen. Masing-masing kerusakan diberi kode untuk keseragaman pemahaman dan kemudahan dalam entry data. Pembagian dan penomoran jenis kerusakan dapat terlihat pada Lampiran B-2 dan B-3.

Sistem penilaian kerusakan jembatan menurut BMS dengan melihat kondisi setiap elemen jembatan pada setiap level. Penilaian ini didasarkan pada tingkat kerusakan yang terjadi, keberfungsian elemen dan pengaruhnya terhadap elemen lainnya. Secara lengkap penilaian kondisi elemen dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Sistem penilaian kondisi elemen

Nilai Kriteria Nilai

Kondisi

Berbahaya 1 Struktur (S)

Tidak berbahaya 0

Parah 1 Kerusakan (R)

Tidak parah 0

Lebih dari 50% 1

Kuantitas (K)

Kurang dari 50% 0

Elemen tidak berfungsi 1

Fungsi (F)

Elemen masih berfungsi 0

Mempengaruhi elemen lain 1

Pengaruh (P)

Tidak berpengaruh pada elemen lain 0

NILAI KONDISI (NK) NK = (S+R+K+F+P) 0 s/d 5


(38)

Setelah didapat nilai kondisi jembatan yang ada kemudian dilakukan penilaian secara teknis untuk ditentukan jenis penanganan indikatif yang harus dilakukan. Pada Tabel 3.2 dapat dilihat kriteria teknis hasil penilaian jembatan menurut BMS.

Tabel 3.2. kriteria skrining teknis jembatan

Nilai Nilai Katagori Penanganan Indikatif

0 - 2 Baik s/d rusak ringan Pemel. Rutin/berkala

3 Rusak berat Rehabilitasi

Kondisi

4 atau 5 Kritis atau runtuh Penggantian

0 Cukup lebar Pemel. Rutin

Lalulintas

5 Terlalu sempit Duplikasi, penggantian,

pelebaran

0 Mempengaruhi elemen lain Pemel. rutin

Beban

5 Tidak berpengaruh pada

elemen lain

Perkuatan atau penggantian

(sumber: BMS, 1993)

D. Pembebanan pada Jembatan

Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 3.3.

Beban yang bekerja pada jembatan merupakan kombinasi dari beberapa macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan digolongkan kedalam aksi tetap dan transien.


(39)

Tabel 3.3 Berat isi untuk beban mati (kN/m³) No.

Bahan Berat/Satuan Isi

(kN/m3)

Kerapatan Masa (kg/m3)

1 Besi tuang 71.0 7200

2 Aspal beton 22.0 2240

3 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600

4 Batu pasangan 23.5 2400

5 Baja 77.0 7850

6 Air murni 9.8 1000

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

1. Aksi Tetap

Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan merupakan beban yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Menurut Peraturan Strandar Pembebanan untuk Jembatan (RSNI T-02-2005), pembebanan akibat aksi tetap terdiri dari:

a. Berat Sendiri

Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap, seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Faktor beban

FAKTOR BEBAN JANGKA

WAKTU K

S

MS K

U MS

Biasa Terkurangi

Tetap

Baja, aluminium 1,0

Beton pracetak 1,0 Beton dicor ditempat 1,0

Kayu 1,0

1,1 0,9 1,2 0,85 1,3 0,75 1,4 0,7


(40)

b. Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati tambahan ditunjukkan pada Tabel 3.5.

Dalam hal tertentu harga KSMA yang telah berkurang boleh digunakan

dengan persetujuan instansi yang berwenang, asal instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.

Tabel 3.5. Faktor beban mati tambahan.

FAKTOR BEBAN JANGKA

WAKTU

KSMA KUMA

Biasa Terkurangi

Tetap Keadaan umum 1,0 (1)

Keadaan khusus 1,0

2,0 0,7 1,4 0,8

CATATAN : Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

Beban mati tambahan yang biasa bekerja pada jembatan adalah berupa beban perkerasan berupa aspal beton setebal 50 mm dan beban sarana lain misalnya berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain sebagainya yang bekerja pada jembatan harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh untuk mendapatkan kondisi yang membahayakan. Besarnya beban sarana lain jembatan adalah 0,5 kN (sumber: RSNI T-02-2005).

2. Aksi Transien

Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur “D” atau beban “T”), beban rem, aliran air (banjir), dan lain sebagainya.


(41)

a. Aksi Lalu Lintas

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu-lintas rencana.

Secara umum, beban "D" akan menentukan dalam perhitungan yang mempunyai bentang mulai dari sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Penggunaan beban lajur lalu lintas dapat dipilih salah satu

Lajur lalu-lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu-lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel 3.6.

1) Beban lajur “D”

Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri (Tabel 3.6).


(42)

Tabel 3.6 Jumlah lajur lalu-lintas rencana

Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m)

(2)

Jumlah Lajur Lalu-lintas Rencana (nl)

Satu lajur 4,0 - 5,0 1

Dua arah, tanpa median

5,5 - 8,25 11,3 - 15,0

2 (3) 4

Banyak arah

8,25 - 11,25 11,3 - 15,0 15,1 - 18,75

18,8 - 22,5

3 4 5 6

CATATAN 1 Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu-lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang.

CATATAN 2 Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. CATATAN 3 Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan

adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyalip.

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Beban lajur “D”.


(43)

a) Beban Terbagi Rata

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:

L≤ 30 m : q = 8,0 kPa

L > 30 m : q = 8,0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜

+

L

15 5 ,

0 kPa dengan pengertian:

q = intensitas beban BTR

L = panjang total jembatan yang dibebani b) Beban Garis Terpusat

Beban garis terpusat (BGT) mempunyai dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 44,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.

Penyebaran beban "D" pada arah melintang harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 %. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu-lintas rencana (n1)


(44)

beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q kN/m dan beban terpusat

ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip

pada jalur selebar n1 x 2,75 m.

Lajur lalu-lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Penyebaran pembebanan ”D” arah melintang

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02 2005)

2) Gaya Rem

Pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan.

Faktor beban akibat gaya rem menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.


(45)

3) Pembebanan untuk Pejalan Kaki

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar 3.3. Faktor beban akibat beban pejalan kaki menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.

Gambar 3.3 Pembebanan untuk pejalan kaki

b. Aksi lingkungan

1) Gesekan pada perletakan

Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung hanya menggunakan beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan pada perletakan jembatan dapat dilihat pada Tabel 3.7.


(46)

Tabel 3.7 Koefisien gesekan perletakan

Jenis Tumpuan koefisien

gesekan ( ) A. Tumpuan Rol Baja

1. dengan 1 atau 2 rol 2. dengan 3 atau lebih B. Tumpuan Gesekan

1. antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 2. antara baja dengan baja atau besi tuang

3. antara karet dengan baja/beton

0,01 0,05

0,15 0,25 0,15-0,18

(sumber: Bambang S.dan A.S. Muntohar, Jembatan, hal.46)

Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,3 pada daya ultimit normal dan 0,8 daya ultimit terkurangi.

2) Pengaruh temperatur/suhu

Kondisi temperatur/suhu sangat berpengaruh pada beban yang bekerja pada jembatan karena akan berpengaruh pada kembang-susut material jembatan. Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit normal dan 0,8 daya ultimit terkurangi

Secara umum temperatur jembatan berbeda sesuai dengan tipe bangunan atas yang digunakan (Tabel 3.8) dan sifat bahannya (Tabel 3.9). Regangan termal εT akan sebanding dengan perubahan temperatur ∆T

sesuai persamaan :

T

T =αΔ


(47)

Tabel 3.8 Temperatur jembatan rata-rata nominal

Tipe Bangunan Atas

Temperatur Jembatan Rata-rata Minimum

Temperatur Jembatan Rata-rata Maksimum Lantai beton di atas gelagar

atau boks beton.

15°C 40°C

Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja.

15°C 40°C

Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka

baja. 15°C 45°C

CATATAN: Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk

lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

Tabel 3.9 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur

Bahan Koefisien Perpanjangan

Akibat Suhu (α)

Modulus Elastisitas MPa

Baja 12 x 10-6 per °C 200.000

Beton:

Kuat tekan <30 MPa Kuat tekan >30 MPa

10 x 10-6 per °C 11 x 10-6 per °C

25.000 34.000

Aluminium 24 x 10-6 per °C 70.000

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

Momen akibat temperatur ditunjukkan persamaan :

h EI

MT ...(3.2.a)

h T EI


(48)

3) Beban Angin

Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan bekerja pada struktur jembatan tertentu dan menjadi faktor yang diperhitungkan pada rencana pembebanan . Faktor beban akibat beban angin menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit.

Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut:

TEW = 0,0006 Cw(Vw)2Ab [ kN ] ...(3.3)

dengan pengertian :

VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang

ditinjau (Tabel 3.10)

CW = koefisien seret (Tabel 3.11)

Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan arah horisontal di permukaan lantai Menurut RSNI T-02-2005 besar kecepatan angin rencana (VW) pada kondisi tersebut ditentukan

dengan persamaan sebagai berikut:

TEW = 0,0012 Cw(Vw)2Ab [ kN ] ...(3.4)

dengan pengertian :

VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang

ditinjau (Tabel 3.10)


(49)

Tabel 3.10 Kecepatan angin rencana VW

Lokasi Keadaan Batas

Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai

Daya layan 30 m/s 25 m/s

Ultimit 35 m/s 30 m/s

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

Tabel 3.11 Koefisien seret CW

Tipe Jembatan CW

Bangunan atas masif: (1), (2)

b/d = 1.0

b/d = 2.0

b/d ≥ 6.0

2.1 (3) 1.5 (3) 1.25 (3)

Bangunan atas rangka 1.2

CATATAN 1 b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran.

d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang

masif.

CATATAN 2 Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier.

CATATAN 3 Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan

sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %.

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

4) Beban aliran air

Konstruksi jembatan sangat rentan terhadap beban aliran air khususnya beban air saat banjir. Saat banjir beban akibat aliran air dapat bertambah besar akibat adanya penumpukan sampah dan tumbukan batang kayu pada pilar jembatan.


(50)

a) Kecepatan aliran

Kecepatan aliran ini dapat diketahui dengan melakukan analisa hidrologi. Berikut ini langkah-langkah untuk analisa hidrologi:

1. Analisa wilayah hujan

Analisa wilayah hujan dilakukan untuk menghitung besarnya curah hujan berdasarkan daerah pengaruh dari setiap stasiun pengamatan yang letaknya tersebar. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Methode Thiessen.

Dalam Methode Thiessen Curah hujan daerah dapat dihitung dengan persaman sebagai berikut:

n n n A A A R A R A R A R + + + + + + = ... ... 2 1 2 2 1 1 ...(3.5) dengan pengertian:

A1, A2... An = Luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengamatan

R1, R2... Rn = hasil pencatatan curah hujan tiap stasiun pengamatan

Pembagian daerah A1, A2... An ditentukan dengan cara sebagai

berikut :

a. Cantumkan stasiun pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta rupa bumi. Hubungkan semua stasiun pengamat tersebut dengan garis lurus (dengan demikian akan terlukis jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah).

b. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon yang dicatat dengan rnenggambar garis bagi tegak lurus pada


(51)

tiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah hujan dalam tiap poligon itu dianggap diwakili oleh curah hujan dari stasiun pengamatan dalam tiap poligon itu (Gambar 3.4). Luas tiap poligon itu diukur dengan planimeter atau dengan cara lain.

Gambar 3.4 Penggambaran Poligon Thiessen (sumber: SK SNI M-18-1989-F)

2. Analisis frekuensi

Banyak metode yang digunakan dalam memperkirakan besarnya debit banjir rancangan untuk sebuah bangunan air. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Penetapan cara hitungan akan sangat bergantung dari data yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Ada beberapa metode yang banyak dipakai di Indonesia antara lain Metode E.J. Gumbel, Log Pearson Type III, Rasional, Log Normal, dan lain-lain.

Curah hujan rencana adalah curah hujan tersebar tahunan dengan peluang tertentu yang mungkin terjadi disuatu daerah. Didalam menentukan metode yang sesuai terlebih dahulu akan dihitung


(52)

besarnya parameter statistik yaitu Cs (skewness) dan Ck (kurtosis). Adapaun persamaan yang digunakan adalah:

... ...(3.6)

(

)

(

)

(

)

3

3

2

1 n S

n X X n ⋅ − ⋅ − − ⋅

Cs =

(

)

... ... (3.7) Syarat pemilihan metode yang digunakan dalam penentuan besarnya

banjir rancangan adalah jika mempunyai nilai Cs dan Ck yang sesuai dengan batasan yang ada. Adapun batasan yang dimaksud sebagaimana terdapat pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi

Metode Ck Cs

Gumbel 5,4002 1,196

Normal 3,0 0

Log Pearson Tipe III bebas Bebas (Sumber : Sri Harto, 1993)

Apabila harga Cs dan Ck tidak memenuhi distribusi Gumbel dan Normal maka digunakan metode Log Pearson Type III, karena metode ini dapat dipakai untuk semua sebaran data. Adapun persamaan yang dipakai adalah:

... ...(3.8)

... ...(3.9)

(

) (

) (

)

4

4 2

3 2

1 n n S

n

X X n

k

− ⋅ =

C S X

X =log + ⋅

log G

= ⋅ = X X 1 log n i i n 1 log


(53)

...

(

)

...(3.10)

(

1

)

log log

1

2

− − =

i=

n

X X

S

n

i

Selanjutnya setelah ditetapkan yang sesuai, maka harus dilakukan uji kesesuaian distribusi yaitu untuk mengetahui kebenaran analisa curah hujan

a. Distribusi Log Normal

Rumus : XT = x + K.Sx ………..……..……...(3.11) dimana:

XT = hujan da!am periode ulang T tahun tertentu

x = harga rata-rata

Sx = standart deviasi

K = standart pariabel untuk periode ulang T tahun (Tabel 3.13) Faktor agian log normal dapat dilihat pada Lampiran B-4.

b. Distribusi Gumbel

Penggambaran sebaran teoritis pada kertas Gumbel mengikuti persamaan sebagai berikut :

XT = x +

Sn Yn Yt

Sx ……….………..……..……….(3.12)

di mana:

XT = hujan dalam periode ulang T tahun (mm) x = hujan rata-rata (mm)

SX = standar deviasi Yt = reduced variate

Yn = harga rata-rata reduced variate


(54)

c. Distribusi Log Person III

Penggambaran sebaran teoritis pada kertas Log Person III mengikuti persamaan berikut:

Log XT = Log x + K.S.Log x……….…..……...(3.13) dimana :

Log XT = Logaritma Naturalis hujan dalam periode ulang T

Log x =

1 1 −

= n Logxi n i ……...…..…...…...(3.13.a)

S Log x = Standar deviasi dari logaritma naturalis data

= 1 ) ( 1 2 − −

= n Logx Logxi n

i ……...…...(3.13.b)

K = Faktor frekuensi tergantung nilai Cs dan T (Lampiran A-4)

Cs =

3 1 2 x) Log 2)(s 1)(n (n x) Log xi (Log − − − −

= n

i …...(3.13.c)

Cv =

x Log x Log s ……….…..…...(3.13.d)

Tabel Faktor penyimpangan K pada distribusi Log Pearson Type III dapat dilihat pada Lampiran B-5.

3. Uji distribusi Chi Kuadrat

Uji Chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah distribusi pengamatan dapat diterima oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan 3.14.


(55)

...(3.14)

( )

(

)

=

= k

i hit

EF OF EF X

1

2 2

Jumlah kelas distribusi dihitung dengan rumus (Sri Harto, 1993):

k = + 3,22 log n ...(3.15)

Dk = k – (P + 1 ) ... ...(3.16) dimana :

OF = Nilai yang diamati (observed frequency)

EF = Nilai yang diharapkan (expected frequency)

k = Jumlah kelas distribusi

n = Banyaknya data

Dk = Derajat kebebasan

P = Banyaknya parameter sebaran chi kuadrat (ditetapkan = 2) Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 < X2cr. Harga X2cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi dengan derajat kebebasan (level of significant).

4. Analisa distribusi hujan jam-jaman.

Untuk menghitung hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf satuan (unit hydrograph) perlu diketahui dahulu sebaran hujan jam-jaman dengan suatu interval tertentu.

Penelitian yang dilakukan oleh Sobriyah (2001), tentang distribusi hujan jam-jaman dengan durasi tertentu untuk DAS Bengawan Solo menunjukkan bahwa durasi terjadinya banjir sejak kejadian hujan hingga terjadinya banjir adalah 1 - 4 jam.

5. Koefisien pengaliran

Pada saat hujan turun sebagian akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan menjadi limpasan permukaan. Koefisien pengaliran


(56)

merupakan suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.

Berdasarkan kondisi fisik wilayah dan jenis penggunaan lahannya besarnya nilai koefisien pengaliran ditentukan Tabel 3.13. Tabel 3.13. Tabel koefisien pengaliran.

Kondisi SubDAS Angka Pengaliran Pegunungan curam

Pegunungan tersier/perbukitan Tanah bergelombang dan hutan Dataran Pertanian

Persawahan

Sungai di pegunungan

Sungai kecil di daerah dataran

0.75 – 0.90 0.70 – 0.80 0.50 – 0.75 0.45 – 0.60 0.70 – 0.80 0.75 – 0.85 0.45 – 0.75

(sumber: Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda,1977)

6. Analisis Debit Banjir

Analisa debit banjir yang umum digunakan di Indonesia adalah Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I dikembangkan berdasarkan penelitian Sri Harto BR, (1987), karena data yang digunakan dalam penyusunan metode ini merupakan data riil kondisi alam di Indonesia sehingga lebih mendekati kondisi sebenarnya.

HSS Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp) dan waktu dasar (TB). Menurut SK SNI M-18-1989-F perhitungan HSS gama I dilakukan dengan langkah sebagai berikut:


(57)

a. Waktu naik

TR = 0,43

3

100SF L

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

+ 1,0665 SIM + 1,2775…………...(3.17)

dengan pengertian:

TR = waktu naik (jam)

L = panjang sungai (km)

SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat

SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)

WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran

b. Debit Puncak

Qp = 0,1836 A0,5886 JN0,2381TR-0,4008 …...………...(3.18) dengan pengertian:

TR = waktu naik (jam)

JN = jumlah pertemuan sungai

c. Waktu Dasar

TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0956 SN0,7344 RUA0,257...(3.19) dengan pengertian:

TB = waktu dasar (jam)

S = kelandaian sungai rata-rata

SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat

TR = waktu naik (jam)


(58)

Secara umum perhitungan pembagian wilayah WF dan RUA dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Hujan efektif didapat dengan cara metode ∅ indeks yang dipengaruhi fungsi luas DAS dan frekuensi sumber SN dirumuskan sebagai berikut:

= 10,4903 – 3,589.10-6 A2 + 1,6985.10-13 (A/SN)4...(3.20)

dengan pengertian:

∅ = indeks ∅ (mm/jam)

A = luas DAS (km2) SN = frekuensi sumber

Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DAS dan kerapatan jaringan sungai yang dirumuskan sebagai berikut:

QB = 0,4751 A0,6444A D0,9430...(3.21)

dengan pengertian:

QB = aliran dasar (m3/det)

A = luas DAS (km2)

D = kerapatan jaringan sungai (km/km2)

Hasil analisa hidrologi berupa data debit banjir dengan kala ulang tertentu kemudian diolah hingga mendapatkan kecepatan aliran. Dengan bantuan program komputer analisa kecepatan aliran dapat dengan mudah dilakukan.


(59)

Sketsa Penetapan WF Sketsa Penetapan RUA

A X

U

WL WU C

AU

X – A → 0,25 L X – U → 0,75 L WF ≈

L W U W

RUA ≈ A U A

TR

Qp

TB Q

(m3/det)

t (jam)

Gambar 3.5 Sketsa penetapan WF dan RUA serta Hidrograf Satuan Gama I.

(sumber: SK SNI M – 18 – 1989 -F)

b) Beban akibat aliran 1) Beban aliran air

Beban akibat aliran menyebabkan gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung kepada kecepatan. Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya seret dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:


(60)

TEF = 0,5 CD ( Vs )2Ad [ kN ] ...(3.22)

dengan pengertian:

Vs = kecepatan air rata-rata (m/s)

CD = koefisien seret - lihat Tabel 3.14.

Ad = luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan

tinggi sama dengan kedalaman aliran.

Tabel 3.14. Koefisien seret dan angkat bermacam-macam bentuk pilar

(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

2) Benda hanyutan

Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan:

TEF= 0,5 CD( Vs)2 AL [ kN ] ...(3.23)

dengan pengertian:

Vs = kecepatan air rata-rata (m/s)

CD = koefisien seret = 1,04 AL = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)

Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut:


(61)

a. untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas luas benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir. Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan atau 20 m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini. b. untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda

hanyutan diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk railing atau penghalang lalu-lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan.

3) Tumbukan dengan batang kayu

Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan

lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus:

TEF = M ( Va)2 / d [ kN ] ...(3.24)

dengan pengertian:


(62)

Va = kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau. dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan aliran air dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.

d = lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel 3.15

Tabel 3.15. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu

Tipe Pilar d (m)

Pilar beton masif Tiang beton perancah Tiang kayu perancah

0.075 0.150 0.300

(sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)

Kombinasi gaya akibat aliran air harus melihat kondisi DAS disekitar lokasi jembatan, sehingga kombinasi yang dilakukan benar-benar sesuai dengan besarnya beban aliran yang akan terjadi.

3. Aksi Khusus (Beban Gempa)

Aksi khusus yang dianalisa sebagai beban yang bekerja pada struktur jembatan adalah beban akibat gempa. Pemilihan prosedur perencanaan tergantung pada tipe jembatan, besarnya koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan. Terdapat empat prosedur analisis (Gambar 3.6), dimana prosedur 1 dan 2 sesuai untuk perhitungan tangan dan digunakan untuk jembatan beraturan yang terutama bergetar dalam moda pertama (kategori kinerja seismik A dan B). Prosedur 3 dapat diterapkan pada jembatan tidak beraturan yang bergetar dalam beberapa moda sehingga diperlukan program analisis rangka ruang dengan kemampuan dinamis (kategori kinerja seismik C). Prosedur 4 diperlukan untuk struktur utama dengan geometrik yang rumit dan atau berdekatan dengan patahan gempa aktif.


(63)

(kategori kinerja seismik C).secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.16 dan 3.17. Prosedur Prosedur Cara Analisis Cara Analisis

Statis-Semi dinamis / dinamis sederhana

Statis-Semi dinamis / dinamis sederhana

2. Spektral moda tunggal

2. Spektral moda tunggal

3. Spektral moda majemuk

3. Spektral moda majemuk

Rangka ruang, Semi dinamis

Rangka ruang, Semi dinamis

4. Riwayat Waktu

4. Riwayat Waktu

Dinamis

Dinamis

1. Beban seragam/ koefisien gempa

1. Beban seragam/ koefisien gempa

Prosedur

Prosedur

Cara Analisis

Cara Analisis

Statis-Semi dinamis / dinamis sederhana

Statis-Semi dinamis / dinamis sederhana

2. Spektral moda tunggal

2. Spektral moda tunggal

3. Spektral moda majemuk

3. Spektral moda majemuk

Rangka ruang, Semi dinamis

Rangka ruang, Semi dinamis

3. Spektral moda majemuk

3. Spektral moda majemuk

Rangka ruang, Semi dinamis

Rangka ruang, Semi dinamis

4. Riwayat Waktu

4. Riwayat Waktu

Dinamis

Dinamis

4. Riwayat Waktu

4. Riwayat Waktu

Dinamis

Dinamis

1. Beban seragam/ koefisien gempa

1. Beban seragam/ koefisien gempa

Gambar 3.6 Prosedur analisis tahan gempa (sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)

Tabel 3.16 Kategori kinerja seismik

Koefisien percepatan puncak di batuan dasar

(A/g)

Klasifikasi kepentingan I (Jembatan utama dengan faktor keutamaan 1,25)

Klasifikasi kepentingan II (Jembatan biasa dengan

faktor keutamaan 1)

≥0,30 0,20-0,29 0,11-0,19 ≤0,10 D C B A C B B A

(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)

Tabel 3.17 Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik (A-D)

Jumlah bentang D C B A

Tunggal Sederhana 2 atau lebih Menerus 2 atau lebih dengan 1 sendi 2 atau lebih dengan 2 atau lebih sendi Stuktur Rumit 1 2 3 3 4 1 1 2 3 3 1 1 1 1 2 - - - - 1

(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)

Besarnya beban akibat gempa ditentukan oleh percepatan batuan sesuai dengan konfigurasi lapisan tanah dan periode getar alami dari gempa itu sendiri.


(1)

D-3

LOKASI : Jemb. S. Keduang NO. PATOK : Hu. 2

DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008 Sta Elv. 0,000 142,127 11,774 141,694 26,390 140,886 35,330 139,331 38,313 138,735 40,305 137,509 49,318 138,747 65,310 137,480 73,305 136,876 81,275 135,577 87,271 134,615 95,097 133,431 103,243 133,639 115,216 133,639 121,174 132,786 124,970 135,071 137,329 139,510

LOKASI : Jemb. S. Keduang NO. PATOK : Hu. 1

DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008 Sta Elv. 0,000 141,436 3,439 138,757 13,899 138,133 16,703 135,891 19,443 137,356 31,354 136,846 49,401 134,804 54,341 134,460 59,276 134,393 65,200 134,222 69,128 134,080 75,053 132,613 79,109 133,550 79,789 136,238 85,762 137,526 89,907 138,409 94,992 140,478 100,000 141,371 104,990 141,784

LOKASI : Jemb. S. Keduang NO. PATOK : As. Jembatan DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008

Sta Elv. 0,000 138,713 4,977 137,377 11,907 136,863 21,802 136,349 28,787 135,901 38,810 135,022 45,777 133,181 55,763 134,562 59,739 132,090 66,622 133,623 74,680 135,799 79,888 137,870 89,966 137,827 94,992 140,478 100,000 141,371 Gambar Gambar Gambar

Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan)

Penampang Melintang Hu.2

132 134 136 138 140 142 144

0 50 100 150

Stasiun (m)

Elevasi (m)

Penampang Melintang Hu.1

132 134 136 138 140 142 144

0 20 40 60 80 100 120

Stasiun (m)

Elevasi (m)

Penampang Melintang As. Jembatan

130 132 134 136 138 140 142

0 20 40 60 80 100 120

Stasiun (m)


(2)

D-4

LOKASI : Jemb. S. Keduang NO. PATOK : Hi. 1

DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008 Sta Elv. 0,000 140,569 8,496 137,167 16,007 137,349 22,116 136,097 29,484 135,720 37,273 134,914 45,100 133,749 50,158 132,919 57,352 133,211 71,643 134,660 77,930 137,491 83,927 138,048 89,999 140,111 100,985 141,731

LOKASI : Jemb. S. Keduang NO. PATOK : Hi. 2

DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008 Sta Elv. 0,000 138,321 8,932 138,266 13,879 137,972 15,849 136,826 26,754 136,206 34,693 135,703 41,645 135,222 52,547 133,886 61,575 132,753 68,564 132,199 76,687 134,355 82,931 137,495 90,926 138,474 96,874 139,642 102,839 140,842 108,817 142,082

LOKASI : Jemb. S. Keduang NO. PATOK : Hi. 3

DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008 Sta Elv. 0,000 141,359 16,912 141,162 26,810 142,471 41,662 135,292 48,431 135,971 55,283 135,751 61,201 135,320 75,855 133,269 85,134 133,030 101,414 134,468 107,599 136,280 113,633 136,977 119,620 140,436 127,514 141,787 Gambar Gambar

Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan)

Gambar

Penampang Melintang Hi. 1

132 134 136 138 140 142 144

0 20 40 60 80 100 120

Stasiun (m)

Elevasi (m)

Penampang Melintang Hi. 2

130 132 134 136 138 140 142 144

0 20 40 60 80 100 120

Stasiun (m)

Elevasi (m)

Penampang Melintang Hi. 3

132 134 136 138 140 142 144

0 20 40 60 80 100 120 140

Stasiun (m)


(3)

D-5

LOKASI : Jemb. S. Keduang NO. PATOK : Hi. 4

DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008 Sta Elv.

0,000 140,192 12,566 139,717 20,859 138,277 27,857 138,294 31,826 138,144 35,617 134,529 39,499 135,152 46,416 134,434 57,535 134,604 67,687 134,933 79,637 135,022 90,846 137,979 93,755 136,840 99,847 137,356

LOKASI : Jemb. S. Keduang NO. PATOK : Hi. 5

DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008 Sta Elv.

0,000 146,553 22,763 143,327 36,613 142,227 45,172 141,547 45,372 138,944 46,094 138,689 65,579 134,381 74,311 134,234 85,314 134,507 92,473 134,079 102,617 134,432 105,673 137,049 158,478 137,427

LOKASI : Jemb. S. Keduang

NO. PATOK : P.O (pengukuran posisi abudment dan pilar) DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008

0 30,35 60,7 92,2 110 Flens kiri

- Pengukuran 143,239 141,826 141,006 140,856 140,856 - As build drawing 143,308 141,827 141,041 140,946 140,946 Flens kanan

- Pengukuran 143,21699 141,638 140,862 140,903 140,903 - As build drawing 143,308 141,827 141,041 140,946 140,946 As. Jembatan

- Pengukuran 143,22799 141,732 140,934 140,8795 140,8795 - As build drawing 143,308 141,827 141,041 140,946 140,946

Stasiun Elv. Segmen

Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan)

Gambar

Gambar

Penampang Melintang Hi. 4

134 135 136 137 138 139 140 141

0 20 40 60 80 100 120

Stasiun (m)

Elevasi (m)

Penampang Melintang Hi. 5

132 134 136 138 140 142 144 146 148

0 50 100 150 200

Stasiun (m)


(4)

E -1

Lampiran E

PERHITUNGAN BERAT STUKTUR BAJA

1.

Berat gelagar (P

MS1

)

L profil ( 2500x300x10x8)

= {((2,5-(2 x 0,008) x 0,01) + (0,3 x0,008 x 2)}

= (0,0248 + 0,0048) = 0,0296 m

2

2.

Berat diafragma (P

MS3

)

L profil ( 1000x250x14x8)

= (1,0 – (2 x 0,008) x 0,014) + (0,25 x0,008 x 2)

= (0,014 + 0,004) = 0,018 m

2


(5)

E -2

A1 = L profil ( 300x90x9x13)

= ( 0,3 – (2x0,013) x 0,009) + (2 x (0,09 x 0,013)

= (0,002466 + 0,00234)

= 4,806 x 10

-3

m

2

A2 = L profil ( L130x130x9x9) x 2

= ((( 0,13 – 0,009) x 0,009) + (0,13 x 0,009)) x 2

= (0,0011 + 0,0012) x 2

= 4,6 x 10

-3

m

2

A3 = L profil ( L100x100x10x10)

= ((0,1 – 0,01) x 0,01 + (0,1 x 0,01))

= (0,0009 + 0,001)

= 1,9 x 10

-3

m

2

Σ

(A x L) = (A1 x L1) +( A2 x L2) + (A3 x L3)

= (4,806 x 10

-3

x 2,36 + 4,6 x 10

-3

x 1,936 + 1,9 x 10

-3

x 2,36)

=(0,0113 + 0,00891 + 0,00448) = 0,0247 m

3

4.

Berat vertical bracing 2 (P

MS5

)

A1 = L profil ( L100x100x10x10)

= (( 0,1 – 0,01) x 0,01) + (0,1 x 0,01)

= (0,0009 + 0,001)

= 1,9 x 10

-3

m

2

A2 = L profil ( 90x90x10x10) x 2

= ( ( 0,09 – 0,01) x 0,01) + (0,09 x 0,01)) x 2

= (0,0008 + 0,0009) x 2


(6)

E -3

= 3,4 x 10

-3

m

2

A3 = L profil ( L 100x100x10x10)

= (( 0,1 – 0,01) x 0,01 + (0,1 x 0,01))

= (0,0009 + 0,001)

= 1,9 x 10

-3

m

2

Σ

(A x L) =(A1 x L1) +( A2 x L2) + (A3 x L3)

=(1,9 x 10

-3

x 2,36 + 3,4 x 10

-3

x 2,046 + 1,9 x 10

-3

x 2,36)

= (0,004484 + 0,006956 + 0,004484) = 0,01592 m

3

5.

Berat bracing horisontal (P

MS6

)

merupakan beban terpusat

A1 = L profil ( L90x90x10x10)

= ((0,09 – 0,01) x 0,01 + (0,09 x 0,01))

= (0,0008 + 0,0009)

= 1,7 x 10

-3

m

2