mengandung timbal tetraetil, erosi dan limbah industri Saeni, 1989. Penggunaan dalam jumlah paling besar adalah untuk bahan produksi baterai pada kendaraan
bermotor, elektroda dari aki, industri percetakan tinta, pelapis pipa – pipa sebagai anti korosif dan digunakan dalam campuran pembuat cat sebagai bahan pewarna
karena daya larutnya yang rendah air Darmono, 1995. Selain itu sumber utama pemasukan logam berat timbal Pb berasal dari berbagai industri seperti industri
pigmen, bahan peledak, pembungkus kabel, pateri, bearing metal tiang pondasi, dan industri kimia yang menggunakan bahan pewarna.
2.3. Bioakumulasi dan Toksisitas Timbal pada organisme
Organisme air mempunyai kemampuan mengabsorbsi dan mengakumulasi logam berat yang berasal dari lingkungannya Wood,1979. Akumulasi yang terjadi
pada organisme melalui proses biologis disebut bioakumulasi Hutagalung,1984. Sifat akumulatif ini disebabkan karena kebutuhan organisme terhadap unsur kelumit
unsur yang dibutuhkan dalam konsentrasi kecil logam berat bersifat esensial dan karena logam tersebut yang cenderung membentuk ikatan kompleks dengan bahan
organik, demikian pula dengan logam toksik timbal Pb. Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat bergantung pada
spesies, lokasi, umur, daya tahan, dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria
sebagai berikut : biota air, biota darat dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi dibagi menurut kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah
pencemaran berat, sedang dan daerah nonpolusi. Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya toksisitas logam, yang umurnya mudah lebih peka. Daya
tahan makhluk hidup terhadap toksisitas logam juga tergantung pada daya detoksikasi individu yang bersangkutan dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi.
Logam berat pada umumnya termasuk timbal Pb kebanyakan diserap oleh tubuh hewan air dalam bentuk ion. Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh
makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi logam melalui saluran pernapasan biasanya cukup
besar, baik pada hewan air yang masuk melalui insang, maupun hewan darat yang masuk melalui debu di udara ke saluran pernapasan. Absorpsi melalui saluran
pencernaan hanya beberapa persen saja, tetapi jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar. Sedangkan logam yang masuk melalui
kulit jumlah dan absorpsinya relatif kecil. Di dalam tubuh hewan, logam masuk ke dalam pembuluh darah, selanjutnya
berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam tertinggi biasanya dalam organ detoksikasi hati, dan
ekskresi ginjal. Di dalam kedua jaringan tersebut biasanya logam juga berikatan dengan berbagai jenis protein baik enzim maupun protein lain yang disebut
metalotionein. Biasanya kerusakan jaringan oleh logam terdapat pada beberapa lokasi baik tempat masuknya logam maupun tempat penimbunannya. Akibat yang
ditimbulkan dari toksisitas logam ini dapat berupa kerusakan fisik erosi, degenerasi, nekrosis dan dapat berupa gangguan fisiologik gangguan fungsi enzim dan
gangguan metabolisme.
2.4. Kerang hijau