2.4.2 Jumlah Pekerja Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang mayoritas tinggal di perdesaan. Dari tahun 2000
hingga 2008, sekitar 40 persen angkatan kerja nasional melakukan aktivitas ekonomi di sektor pertanian BPS 2008. Seiring dengan maraknya isu
indudtrialisasi dan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan menyebabkan lahan pertanian mengalami pengurangan, bahkan semakin banyak pula penduduk
yang tidak mempunyai lahan sama sekali. Semakin berkurang lahan pertanian maka produktivitas pertanian turun sehingga output pertanian juga turun, dan
dampaknya adalah terjadinya penurunan pendapatan petani. Jika pendapatan petani berkurang maka sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
sehingga kemiskinan bertambah. Menurut Arsyad 2010, satu faktor penyebab kemiskinan di sektor
pertanian adalah rendahnya produktivitas di sektor tersebut dan hal ini salah satunya disebabkan oleh distribusi lahan pertanian yang semakin timpang.
Ketimpangan penguasaan lahan pertanian terjadi di Indonesia sudah sejak lama. Program land reform dilaksanakan pada pertengahan tahun 1960-an oleh
pemerintahan pada masa itu, namun program ini tidak berhasil mengatasi masalah ketimpangan penguasaan lahan ini seiring dengan perubahan sistem politik dan
ekonomi pada masa rezim orde baru. Sebuah realita menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia didominasi oleh
petani kecil petani gurem. Petani gurem adalah petani dengan luas lahan garapan kurag dari 0,5 ha. Pada tahun 1983, jumlah petani gurem sekitar 46,2 persen dari
keseluruhan petani. Duapuluh tahun kemudian, yaitu tahun 2003, jumlah petani gurem meningkat menjadi 56,4 persen.
Salah satu sebab rendahnya produktivitas pertanian adalah rendahnya tingkat pendidikan petani dan buruh tani relatif rendah. Menurut teori
pertumbuhan endogen, pendidikan merupakan pendorong meningkatnya output melalui peningkatan produktivitas pekerja karena sumberdaya manusia yang
berkualitas. Pada tahun 2003, sekitar 31,62 persen petani di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan formal, dan sebagian besar tinggal di perdesaan.
Petani yang berpendidikan dasar sekitar 44,98 persen, dan hanya sekitar 1,69 persen petani yang pernah menempuh pendidikan di perguruan tinggi BPS 2003.
Nurkse Arsyad 2010 dalam satu konsepnya mengenai lingkaran kemiskinan, menyebutkan bahwa timbulnya lingkaran setan kemiskinan
disebabkan kurangnya akses dalam pembentukan modal. Lembaga perbankan yang ada di Indonesia masih kurang menjangkau petani kecil. Petani yang paling
sering mendapatkan kredit adalah petani pemilik lahan, misalnya pemilik lahan kelapa sawit. Kurangnya modal menyebabkan petani kecil sulit untuk
mengembangkan usahanya, sehingga pendapatan yang diterimanya sulit untuk meningkat. Akibatnya, kemiskinan di sektor pertanian cenderung persistent dan
sulit untuk diturunkan.
2.4.3 Tingkat Pendidikan