7 Lipase menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas, gliserida parsial, dan
gliserol. Trigliserida sebagai substrat terdiri dari asam lemak rantai panjang yang tidak larut dalam air Shahani, 1975. Lipase menghidrolisis ikatan ester pada permukaan antara fase cair,
dimana enzim terlarut dan fasa substrat tidak terlarut. Pemanfaatan enzim ini semakin meningkat baik dalam industri pangan maupun non pangan.
Lipase bekerja secara berbeda tergantung dari sumber lipase tersebut, menurut Herawan 1993 berdasarkan cara kerjanya lipase dapat dibagi menjadi tiga:
a. Lipase non spesifik, yaitu lipase yang dapat mengkatalis seluruh ikatan trigliserida.
b. Lipase spesifik 1,3 atau 2, yaitu lipase yang mengkatalis trigliserida pada ikatan 1,3 atau 2.
c. Lipase spesifik, yaitu lipase yang hanya mengkatalis jenis asam lemak tertentu.
Lipase dapat dihasilkan dari berbagai sumber, antara lain tanaman, hewan, manusia, yeast, kapang, maupun bakteri. Menurut Lai et al. 1999, setiap lipase memiliki
kecenderungan tersendiri dalam memotong rantai ester asam lemak dalam minyak, spesifikasi tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 4.
Tabel 4. Spesifikasi lipase dari berbagai sumber mikroorganisme
Mikroorganisme Spesifikasi
Aspergillus niger Mocor javanicus
Rhizomucor meihei Candida rugosa
Staphylococcus aureus Rhizopus arrhizus
Geotrichum candidum Spesifik 1, 3
Spesifik 1,3 Spesifik 1,3
Non spesifik Non spesifik
Spesifik 1,3 Non spesifik
Sumber: Lai et al. 1999 Lipase dapat digunakan untuk membuat konsentrat EPA dan DHA dari seluruh bagian
komposisinya dengan efisien dan memiliki rendemen yang tinggi. Salah satu jenis lipase yang memberikan hasil hidrolisis selektif terbaik ialah lipase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger.
Menurut Wanasundara dan Shahidi 1998, lipase bekerja dengan baik pada kondisi suhu 30- 40
o
C dan pH berkisar pada 5-7. Lipase tersebut spesifik memutus ikatan posisi stereochemical numbering sn 1 dan 3 pada triasilgliserol, sehingga asam lemak tak jenuh omega-3 yang
umumnya terletak pada sn 2 dapat terjaga Carvalho et al., 2009.
2.5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIDROLISIS
ENZIMATIK 2.5.1.
Suhu
Pengaturan suhu pada kondisi lingkungan hidrolisis dapat mempengaruhi hasil hidrolisis tersebut. Suhu akan berpengaruh pada aktivitas dan stabilitas lipase,
pengaruhnya dapat bersifat positif maupun negatif. Reaksi akan berjalan lebih cepat apabila suhu dinaikkan, dimana kecepatan reaksi hidrolisis akan meningkat hampir 2
kali untuk setiap kenaikan suhu 10
o
C. Hal ini terjadi karena gerakan molekul- molekul menjadi lebih cepat seiring bertambahnya suhu reaksi Groggins, 1958.
Namun, jika suhu yang digunakan melebihi 70
o
C akan menyebabkan denaturasi enzim yang basisnya merupakan protein. Denaturasi yang terjadi pada
enzim menyebabkan enzim mengalami perubahan bentuk yang akan merusak sisi
8 aktifnya, sehingga enzim menjadi inaktif Lehninger, 1995. Selain itu suhu tinggi
akan menyebabkan terjadinya migrasi alkil secara non enzimatik, oksidasi, dan isomerisasi Wanasundara dan Shahidi, 1998.
Penggunaan suhu yang terlampau rendah juga akan mengakibatkan hidrolisis tidak sempurna karena reaksi berjalan lambat. Hal ini terjadi akibat tumbukan antar
pereaksi yang rendah. Hidrolisis yang tidak sempurna akan mengurangi produk yang terbentuk, sehingga hasilnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan reaksi
sebenarnya. Selain mempengaruhi enzim, suhu juga mempengaruhi substrat, dimana suhu
yang tinggi akan menurunkan viskositas campuran minyak. Suhu yang semakin tinggi juga akan mengakibatkan turunnya densitas minyak media reaksi. Media
dengan densitas rendah akan meningkatkan difusitas serta mengakibatkan peningkatan transfer massa substrat dan produk Kim et al., 2004.
2.5.2. Derajat Keasaman pH
Enzim yang merupakan protein atau polimer dari asam amino memiliki struktur yang rentan terhadap derajat keasaman pH. Protein mudah terdenaturasi
pada kondisi terlalu asam atau pH yang rendah, sedangkan pada pH tinggi kondisi basa protein akan cenderung inaktif Lehninger, 1995.
Penggunaan larutan buffer bernilai pH tertentu dapat membantu menstabilkan pH media. Perubahan pH media juga dapat mengubah status ionisasi enzim,
sehingga mempengaruhi aktivitas dan selektifitas enzim tersebut Kamarudin et al., 2008. Lipase umumnya merupakan enzim yang mempunyai kisaran pH cukup
besar, yaitu antara 4-8. Namun, hal tersebut tergantung dari jenis asal mikroorganisme yang menghasilkan. Kondisi substrat juga akan berpengaruh pada
aktivitas enzim, stabilitas, dan ketergantungannya kepada pH, sehingga kemungkinan pengaruh interaksi antar variabel proses akan cukup besar Fu, 1995.
Lipase memiliki sisi katalitik yang akan aktif pada nilai pH tertentu, tergantung dari asal dan status ionisasi asam amino penyusunnya. Asam amino
asam, basa, dan netral hanya aktif pada satu bagian status ionisasi Ozturk, 2001. Menurut Stauffer 1989, perubahan pH dari netral memungkinkan menjadi
lemahnya kekuatan stabilitas bentuk protein, yang berakibat peningkatan denaturasi enzim dan pada akhirnya kehilangan aktivasi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Saxena et al. 2009 stabilitas lipase pada kondisi asam berada pada pH diatas 4, sedangkan stabilitas lipase pada kondisi basa berapa pada pH diatas 8.
2.5.3. Penambahan Air
Proses hidrolisis tidak lepas dari peran adanya air dalam minyak atau lemak. Sejumlah air diperlukan lipase untuk mempertahankan aktivitasnya, namun
banyaknya air pada media reaksi dapat mempengaruhi laju hidrolisis. Jumlah air yang perlu ditambahkan tergantung pada media reaksi, polaritas pelarut organik, dan
sebagainya Haraldson et al., 1997. Air mempengaruhi seluruh interaksi non kovalen yang mempertahankan bentuk sisi aktif lipase baik secara langsung maupun
tidak langsung. Reaksi enzimatis yang berlangsung tanpa adanya air akan mengubah sisi aktifnya secara drastis hingga dapat menonaktifkan enzim Zaks dan Klibanov,
1988.