Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah Efektivitas Pembiayaan BMT

37 modal shohibul maal dalam manajemen proyek. Contoh : pembiayaan modal kerja perusahaan tekstil. Gambar 4. Skema Pembiayaan dengan Akad Mudharabah

2.6. Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah

Pembiayaan yang terdapat dalam BMT pada prinsipnya secara operasional tidak jauh berbeda dengan bank islam. Pada pembiayaan syariah lebih banyak menekankan pada pembiayaan bagi hasil, bentuk pembiayaan ini menekankan pada aspek bagi hasil dari usaha yang dibiayai. Pola pembiayaan bagi hasil ini merupakan instrumen pembiayaan yang dimodifikasi untuk menjembatani kendala pembiayaan bagi badan usaha yang belum berbadan hukum, terutama usaha kecil Siamat 2004. Banyak jenis–jenis pembiayaan bank syariah, yaitu Karim, 2007: 1 Pembiayaan Modal Kerja Syariah. Pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 2 Pembiayaan Investasi Syariah. Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk : 1.Perjanjian Bagi Hasil Nasabah Pemodal Bagian Keuntungan X Bagian Keuntungan Modal 100 X Modal 100 pinjaman Modal skiil Kegiatan Usaha Keuntungan Modal 38 a Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyekpabrik dalam rangka usaha baru. b Rehabilitasi, yakni pengantian mesinperalatan lama yang sudah rusak dengan mesinperalatan baru yang lebih baik. c Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesinperalatan lama mesinperalatan baru yang tingkat teknologinya lebih baiktinggi. d Ekspansi, yakni penambahan mesinperalatan yang telah ada dengan mesinperalatan baru dengan tekhnologi sama atau lebih baiktinggi, atau e Relokasi proyek yang sudah ada, yakni pemindahan lokasi proyekpabrik secara keseluruhan temasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium 3 Pembiayaan Konsumsi Syariah Pembiayaan konsumsi adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan umumnya bersifat perorangan.

2.7. Efektivitas Pembiayaan BMT

BMT harus mampu menyalurkan pembiayaan seefektif mungkin untuk menghindari terjadinya permasalahan-permasalahan dalam pembiayaan. Soetrisno 1986 diacu dalam Syafar 2006 mengemukakan bahwa untuk menolong permodalan usaha masyarakat pedesaan, efektivitas harus terlebih dahulu dicapai namun juga tanpa mengabaikan aspek efisiensi. Lembaga keuangan yang ditujukan untuk masyarakat seharusnya suatu lembaga khas pemerintah untuk melayani golongan miskin, sehingga mempunyai tingkat efektivitas yang baik dalam kecepatan kemampuannya mencapai sasaran. Efektifitas pembiayaan pada BMT dapat dinilai dari efektivitas pengajuan pembiayaan, penyaluran pembiayaan, penggunaanpemanfaatan pembiayaan dan pengembalian pembiayaan tersebut. Efektivitas pembiayaan dapat diukur dengan cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan atau efektivitas pembiayaan menurut shahibul maal yang berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut Hamid 1986 diacu dalam Syafar 2006 : 1 Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat diterima dan mampu menjangkau sasaran secara luas. 39 2 Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas prosedur pembiayaan yang dijalankan. 3 Frekuensi pinjaman nasabah, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam mengambil pembiayaan. 4 Frekuensi tunggakan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam menunggak pembayaran dalam satu proses peminjaman. 5 Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan. Sedangkan efektivitas pembiayaan menurut mudharib berdasarkan beberapa parameter, antara lain Admiral 1998 diacu dalam Syafar 2006: 1 Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi calon nasabah untuk memahaminya. 2 Persyaratan pembiayaan yang menunjukkan kesanggupankemudahan bagi calon nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk adatidak adanya jaminan. 3 Waktu pencairan atau realisasi yang menunjukkan kecepatan pihak BMT untuk mewujudkan pembiayaan yang diajukan. 4 Lokasi BMT yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah pembiayaan untuk mengakses sumber permodalan yang disediakan. 5 Dampak pembiayaan yang menunjukkan tingkat kemanfaatan pembiayaan. 6 Hasil analisis akan menunjukkan dua kemungkinan yaitu baik dan kurang baik. Jika terbukti bahwa hasil penelitian menunjukkan pengelolaan pembiayaan agribisnis syariah baik maka hal ini akan tercermin pada diri pelaku shahibul maal maupun mudharib. Namun, jika hasil evaluasi ternyata menunjukkan pengelolaan pembiayaan agribisnis kurang baik, maka harus ada umpan balik feedback kepada pihak shahibul maal guna memberikan solusi dan strategi dalam melaksanakan perbaikan-perbaikan atas kekurangan pengelolaan pembiayaan tersebut. Menurut Admiral 1998 diacu dalam Syafar 2006, suatu lembaga keuangan yang melayani golongan ekonomi menengah ke bawah dalam upaya memperluas jangkauan pemberian pembiayaannya di pedesaan harus memperhatikan beberapa unsur, yaitu : hubungan antara kreditur dengan nasabah 40 harus bersifat hubungan informal, dalam pemberian pembiayaan maupun penagihannya harus aktif dalam arti harus sering mengunjungi tempat tinggal atau tempat usaha nasabah, pengawasan serta pembinaan harus dilakukan secara terus- menerus, kondisi sosial budaya setempat, bantuan teknik perlu ditingkatkan disamping bantuan dana yang selama ini diberikan. Admiral 1998 diacu dalam Syafar 2006 menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain : persayaratan peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi pembiayaan, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminanagunan, pengetahuan dan partisipasi nasabahcalon nasabah, serta memberikan dampak positif. Selain itu, Farida 2007 mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyaluran pembiayaan mudharabah, antara lain: 1 Kepercayaan antara mitra dan KBMT 2 Keterbukaan atau transparansi dalam mengelola usaha antara mitra dan KBMT. 3 Pemahaman mitra mengenai sistem bagi hasil 4 Kemampuan mitra dalam manajemen usaha, seperti pembukuan. 5 Faktor resiko dan biaya yang lebih besar. 6 Likuiditas atau ketersediaan dana. Lembaga keuangan mempunyai tujuan untuk memperbesar peluang berusaha yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan penerima pembiayaan, memberikan alternatif mata pencaharian serta memberikan kemampuan untuk mengintegrasikan diri dengan proses perubahan ekonomi yang ditandai oleh peningkatan proses komersialisasi dan moneterisasi. Perluasan usaha bisa dilihat dari Rifiani 1994 diacu dalam Syafar: 1 Jumlah dan satuan usaha. Diukur dari tambahan unit usaha dan jenisragam usaha yang ada atau yang dapat dibentuk sejak menerima pembiayaan. 2 Perkembangan usaha. Dilihat dari kemampuan untuk mengembangkan suatu satuan usaha pada kondisi yang lebih baik akibat adanya pembiayaan. Hal tersebut meliputi aspek : 41 a Produksi, ukurannya adalah peningkatan volume produksiomset perdagangan. b Pemasaran, berkaitan dengan usaha memperluas pangsa pasar dan tataniaga pemasaran. c Manajemen, kemampuan mengelola usaha menyangkut dari penyediaan barang, pembelian bahan sampai ke penjualan barang yang dinilai secara kualitatif. d Keuangan, menyangkut kebutuhan modal usaha, peningkatan pendapatan dan keuntungan usaha. Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan suatu program pembiayaan dan program-program sejenis adalah perubahan pendapatan sasaran program. Program pembiayaan selain berorientasi pada peningkatan produk atau optimalisasi penggunaan sumber daya yang lain, pada akhirnya juga dimaksudkan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sasaran program. Mosher 1993 menyebutkan bahwa suatu program keuangan dikatakan efektif apabila dapat menghapuskan hambatan-hambatan yang timbul akibat dari kebiasaan pinjam-meminjam untuk keperluan konsumsi, salah satunya yaitu hambatan berupa kelemahan dalam melunasi hutang. Jadi, keberhasilan suatu program keuangan tidak hanya dilihat dari jumlah pembiayaan yang dapat disalurkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan, tetapi juga dilihat dari tingkat pengembaliannya karena tingkat pengembalian pembiayaan akan mempengaruhi program keuangan selanjutnya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi peluang pengembalian pembiayaan oleh nasabah BMT Renggani 1998 diacu dalam Syafar 2006: 1 Faktor ekonomi yaitu jumlah pinjaman, jumlah selisih pendapatan dan pengeluaran keluarga, biaya transportasi ke BMT dan borrowing cost. 2 Faktor-faktor non ekonomi yaitu tingkat pendidikan nasabah, jangka waktu realisasi pembiayaan dan jenis penggunaan pembiayaan. Tingkat pengembalian pembiayaan merupakan kemampuan debitur dalam membayar kembali pembiayaannya. Selain itu, efektivitas program pembiayaan juga dapat ditunjukan dengan penunggakan yang terjadi. Hasil penelitian tim Unibraw 1998 yang diacu dalam Syafar 2006 menunjukkan bahwa penyebab 42 lemahnya pengembalian pembiayaan oleh petani dapat dikarenakan oleh beberapa hal yaitu : prosedur yang berbelit, rendahnya hasil usaha pendapatan rendah, penyimpangan penggunaan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, tidak adanya hukuman atas keterlambatan dalam pengembalian pembiayaan, kurangnya perangsang pengembalian, adanya permintaan pembiayaan fiktif dan rendahnya efektivitas penagihan oleh petugas pembiayaan.

2.8. Penelitian Terdahulu