Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan

a. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta, kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak yang terjadi di wilayah hukum Polresta Surakarta dari bulan Januari tahun 2010 sampai bulan Desember 2011 mengalami peningkatan dari sembilan pada tahun 2010 kasus menjadi sepuluh kasus pada tahun 2011. Jika tahun 2010 TKP hanya terjadi di Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari, maka pada tahun 2011 hanya satu kasus saja yang terjadi di Kecamatan Jebres, lima kasus di Kecamatan Laweyan, tiga kasus terjadi di Kecamatan Banjarsari dan satu kasus di Kecamatan Serengan.

Sedangkan yang lebih mendominasi menjadi TKP kasus kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak pada tahun 2011 yaitu Kecamatan Laweyan dan Banjarsari. Dari tahun 2010-2011 Kecamatan Banjarsari masih menjadi daerah yang sering menjadi TKP kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak, hal tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Banjarsari menduduki peringkat pertama sebagai wilayah yang paling rentan dan rawan terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak. Jika pada tahun 2010 wilayah Kecamatan Jebres menjadi daerah rentan terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak, maka pada tahun 2011 wilayah Kecamatan Jebres mengalami penurunan kasus dari lima kasus pada tahun 2010 menjadi satu kasus pada tahun 2011. Hal tersebut menunjukkan bahwa wilayah Kecamatan Jebres tidak lagi menjadi daerah yang rawan terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak.

Penurunan

Berdasarkan hasil wawancara dengan sebagian masyarakat RW 33, 34, dan 35 Kelurahan Jebres mengatakan bahwa setelah masuknya Yayasan KAKAK ke wilayah mereka saat ini banyak muncul kader dan tokoh-tokoh yang peduli pada kehidupan anak di wilayah kami, sehingga kader-kader tadi bersama-sama memberikan informasi yang didapat kepada masyarakat sekitar, sehingga mereka yang tadinya tidak tahu menjadi tahu mengenai berbagai permasalahan anak, hak-hak anak, Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, macam-macam kekerasan, dan bagaimana harus bertindak ketika terjadi suatu permasalahan dan kepada siapa mereka harus melaporkan kejadian tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Purwadi Ketua RW TKP salah satu kasus di wilayah Kecamatan Serengan menyebutkan bahwa :

Kalau menurut saya partisipasi masyarakat disini tentunya naik, dengan adanya kejadian tersebut. Para orang tua yang masih memiliki anak kecil dimasukkan ke TPA, sekolah minggu dan anak-anak yang masih balita juga dimasukkan ke PAUD agar anak-anak mereka memiliki banyak kegiatan yang positif sehingga mereka tidak terlalu banyak bermain (CL. 26).

Hal tersebut juga diungkapkan oleh tetangganya Ibu Sri Rahayu yang mengatakan bahwa : Menurut saya setelah ada kejadian seperti itu di lingkungan kami,

partisipasi masyarakat/warga sini mengalami peningkatan cotohnya orang tua yang memiliki anak usia sekolah (terutama anak kecil) lebih waspada, kalau magrib anak mereka belum pulang segera dicari karena tidak mau anak mereka jadi korban kejahatan serupa. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sudah sadar untuk lebih mengawasi anak-anak mereka karena tidak ingin anaknya menjadi korban kejahatan yang sangat merusak mental anak itu (CL. 27).

Jadi dapat peneliti simpulkan dari dua hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar lingkungnya yang pernah terjadi kasus kekerasan seksual pada anak maka partisipasi masyarakat cenderung naik mereka akan

akan lebih mengawasi buah hati mereka. Kesimpulanya partisipasi masyarakat akan naik jika terjadi kasus di daerah tempat tinggal mereka namun ada juga yang tidak melakukan apa-apa ketika tau adanya kejadian namun ada juga yang ikut berpartisipasi namun tidak semua orang mau ikut serta apalagi masalah kejahatan. Partisipasi masyarakat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja seperti masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kehidupan anak dan tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan upaya tepat bagi pencegahan dan penanganan kasus. Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat Kota Surakarta dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat terhadap penanggulangan kejahatan kekerasan seksual mengalami peningkatan.

Namun pendapat lain justru diungkapkan oleh Bapak Kun Prastowo tokoh pemerhati anak Kelurahan Jebres, yang mengatakan bahwa :

Partisipasi masyarakat belum seluruhnya nampak, Yayasan KAKAK juga hanya mendampigi RW 33, 34, dan 35 saja sedangkan wilayah Kelurahan Jebrespun luas. Sehingga masih tentatif atau belum merata, partisipasi masyarakat belum terbentuk masih parsial hanya sebagian saja yang ikut serta. Menurut saya partisipasi belum mengalami peningkatan (CL. 9).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syahrir Rozie, S. H. syarakat saat ini menurun, apabila orang disuruh untuk ikut pada kegiatan sosial maka

Retno Asmoro Moerti warga Kelurahan Mangkubumen yang mengatakan masyarakat menurun karena masyarakat yang

kota masyarakatnya akan sangat nampak sikap-sikap egoisnya dan sering kota masyarakatnya akan sangat nampak sikap-sikap egoisnya dan sering

Hal di atas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat mengalami naik turun, akan tetapi pada lapangan dapat peneliti simpulkan bahwa partisipasi masyarakat mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya penyuluhan yang dilakukan oleh LSM, Pemkot dan Kepolisian.

Namun ketika partisipasi masyarakat Kota Surakarta mengalami peningkatan ini jumlah kejahatan kekerasan seksual juga dari tahun ke tahun mengalami peningkatan hal tersebut menunjukkan bahwa partisiapasi yang diberikan oleh masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual belum dapat dikatakan belum berfungsi dengan maksimal dan belum memberikan makna yang berarti bagi penanggulangan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta.

Hal tersebut terjadi karena adanya ketimpangan yang banyak disebabkan melemahnya system ketahanan keluarga, banyak saat ini fenomena ibu bekerja ikut mecari nafkah atau justru ayah tidak bekerja. Keadaan tersebut sering membuat tugas ibu yang seharusnya merawat, menjaga dan memberikan pengawasan kepada anak justru banyak menghabiskan sebagian besar waktunya di luar untuk bekerja. Selain keadaan tersebut, saat ini faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan seksual semakin berkembang mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman saat ini.

Faktor-faktor tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika berpakaian yang baik seperti pakaian yang menutup aurat, sehingga dapat merangsang pihak lain untuk berbuat senonoh dan jahat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustinus Dwi B.

kekerasan seksual sekarang ini dipicu oleh banyaknya perempuan yang menggunakan pakaian yang minim dan seksi yang tidak sesuai dengan

Hal tersebut juga dikatakan oleh Ibu Prapti Sukamtoro yang juga mengatakan hal serupa yaitu : Sebenarnya kejahatan kekerasan seksual saat ini banyak terjadi juga

dipengaruhi oleh banyaknya saat ini perempuan yang suka berpakaian mini-mini apalagi sekarang banyak perempuan yang menggunakan kemben dan celana pendek, sehingga mengundang orang yang memiliki mental jahat untuk berbuat jahat (CL. 8).

Hal tersebut juga d ini tayangan di televisi juga banyak yang menampilkan dan menyuguhkan mode berpakaian yang tidak sopan apalagi sekarang banyak Girlband yang kebanyakan pakaiannya minim, sehingga anak-anak remaja banyak yang m

2) Gaya hidup atau mode pergaulan diantara laki-laki dan perempuan yang semakin bebas, tidak atau kurang bisa membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang dalam hubungannya dengan kaedah akhlak mengenai batas-batas hubungan laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Prapti Sukamtoro yang mengatakan bahwa : terjadi banyak dipengaruhi oleh bebasnya pergaulan antara laki-laki dan perempuan, apalagi orang tua tidak memperhatikan dan tidak mengawasi pergaulan anak-

Berdasarkan wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P. selaku Koordinator program Yayasan KAKAK, beliau menyebutkan :

Penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu diantaranya karena hubungan pacaran yang terlalu bebas, atau misalnya sang pacar memaksa untuk melakukan hubungan intim dan korban tidak tahu bahwa melakukan hubungan seksual merupakan suatu tindak kejahatan. Kemudian karena bujuk rayu oleh pacar atau juga bisa yang lainnya bahkan diancam untuk melakukan hubungan intim, apabila anak tersebut tidak mau akan di sebarkan foto-foto seronok tersebut. Ada juga kasus yang korbannya ditipu diajak ke suatu tempat misalnya bilangnya kemana namun dibawa ke hotel atau ke tempat yang sepi.

mempengaruhi seseorang menjadi pelaku kejahatan seksual. (CL. 3).

Faktor pergaulan yang salah akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak. Selain itu faktor lain juga bisa menyebabkan terjadinya kekerasan seksual diantaranya perilaku pacaran yang kurang sehat, misalnya dengan menggunakan kedok pacaran pelaku membujuk, merayu, dan menjanjikan korban hal yang indah-indah misalnya janji untuk menjadikan korban adalah orang terakhir dalam hidup pelaku.

Selain itu biasanya korban dipenuhi kebutuhannya kemudian tidak boleh berhubungan dengan orang lain, dengan imbalan mereka harus mau melakukan hubungan seksual untuk menunjukan rasa sayangnya kepada pelaku (pacar). Hal ini diperparah dengan keadaan ekonomi sulit yang dimiliki oleh keluarga korban, dan dengan keadaan ekonomi mereka orang tua tidak bisa membahagiakan anak mereka, kemudian karena korban biasanya akan senang karena dibeli-belikan barang oleh pelaku.

Apalagi jika korban berasal dari keluarga broken home karena merasa tidak diperdulikan dan diperhatikan oleh orang tuanya maka pacar biasanya dengan mudah merebut hati anak (korban). (Ditulis oleh Rita Hastuti Yayasan KAKAK, dalam Buletin Sahabat Edisi 7, 2011 : 3).

3) Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma keagamaan yang terjadi di masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang semakin terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung makin meniadakan peran agama adalah sangat berpotensi untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Prapti Sukamtoro yang

(CL. 8). Hal tersebut juga diungkapkan oleh Bapak Kun Prastowo tokoh

disebabkan oleh kerosotan moral, sangat naïf peristiwa tersebut terjadi dimana hal tersebut sebetulnya sangat melanggar ajaran agama dan adat

4) Tingkat kontrol masyarakat (social control) yang rendah, artinya berbagai perilaku yang diduga sebagai penyimpangan, melanggar hukum dan norma keagamaan kurang mendapat responsi dan pengawasan dari unsur-unsur masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Utami, S. E. , beliau

masyarakatnya akan sangat nampak sikap-sikap egoisnya mereka cenderung acuh dan tidak mau tahu terhadap permasalahan disekitar

). Kehidupan masyarakat saat ini sangat memprihatinkan apalagi kehidupan di kota yang sebagian penduduknya adalah pencari nafkah mereka cenderung banyak menghabiskan waktu mereka di tempat mereka bekerja daripada dirumah, dengan hal ini banyak berakibat kurang memperhatikan perkembangan anak-anak mereka bahkan kurang peduli terhadap lingkungan sekitar mereka. Melemahnya rasa persaudaraan menyebabkan kontrol masyarakat terhadap lingkungan mereka semakin melemah hal tersebut tentu keadaan yang sangat bahaya dimana saat ini banyak orang yang membiarkan terjadinya pergaulan bebas remaja, yang bisa mendorong terjadinya kekerasan seksual dan keadaan tersebut diperparah dengan sikap acuh terhadap keadaan tersebut.

5) Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu seksualnya. Dorongan kuat nafsu seks yang dibarengi emosi yang tidak mapan membuat pelaku tidak dapat mengontrol perilakunya, sehingga nafsu seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntutnya untuk dicarikan kompensasi pemuasnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Moh. Kasir

kekerasan seksual sebetulnya merupakan perbuatan yang disadari oleh

terhadap sikap, ucapan (keputusan), dan perilaku korban atau wanita lain bukan korban yang dianggap menyakiti dan merugikannya. Sehingga korban menjadi sasaran kemarahan pelaku yang stress dan tertekan akibat masalah yang dihadapinya. Pengaruh lain yang juga berpengaruh yaitu rangsangan lingkungan seperti film atau gambar-gambar porno, dan karena pengaruh tayangan yang dilihatnya pelaku cenderung ingin meniru adegan yang dilihatnya karena dorongan seksualnya yang kuat serta didukung oleh situasi dan kondisi yang memungkinkan dilakukan tindakan tidak senonoh tersebut turut menjadi faktor pendukung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Kanit PPA (Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta AKP. Sri Rahayu pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012 beliau mengatakan bahwa

elaku kekerasan seksual sering menonton video porno yang saat ini bisa diakses dan dilihat melalui internet bahkan melalui HP (Handphone) dan membuat mereka ingin meniru adegan tersebut (CL. 1). Hal tersebut juga peneliti peroleh dari wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P. selaku

satu faktor penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu kegemaran pelaku menonton film dan video po

(CL. 3).

Selain Hasil wawancara dengan Ibu Kanit PPA dan Kak Rita Hastuti S. P. tadi, Kak Athur Fitri Adiati, S. Sos. selaku staf program

yang sangat mempengaruhi terjadinya kekerasan seksual pada anak yaitu faktor media yang semakin canggih sehingga sangat memudahkan siapa saja mengakses informasi yang mereka inginkan, termasuk tayangan-

(CL. 4). Pendapat itu juga dikuatkan oleh hasil wawancara dengan BRIGADIR. Sarwono, S. E. pada hari Selasa tanggal aktor media juga ikut mempengaruhi misalnya pergaulan pelaku yang negatif misalnya suka browsing film-film dan video porno di internet atau bahkan di HP (CL. 4). Pendapat itu juga dikuatkan oleh hasil wawancara dengan BRIGADIR. Sarwono, S. E. pada hari Selasa tanggal aktor media juga ikut mempengaruhi misalnya pergaulan pelaku yang negatif misalnya suka browsing film-film dan video porno di internet atau bahkan di HP

Banyaknya faktor-faktor tersebut semakin berkembang mengikuti perkembangan jaman yang sekarang ini semakin pesat, dimana norma- norma sudah banyak diabaikan. Faktor-faktor tadi sangat memepengaruhi terjadinya kejahatan kekerasan seksual pada anak baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Hal tersebut menyebabkan partisipasi masyarakat belum memberikan makna yang berarti hal tersebut karena masih banyak ketimpangan dan faktor-faktor penyebab kejahatan kekerasan seksual yang justru semakin berkembang dan sulit untuk dikendalikan .