Anak Tunarungu

d. Klasifikasi

Ketajaman pendengaran seseorang diukur dan dinyatakan dalam satuan bunyi deci-Bell (disingkat dB). Pengunaan satuan tersebut untuk membantu dalam interpretasi hasil tes pendengarn dan mengelompokkan dalam jenjangnya. Untuk menetapkan seseorang dalam kelompok tunarungu tertentu berdasarkan kehilangan ketajaman pendengaran, jika dicermati sangat bervariasi. Antara ahli satu dengan yang lain berbeda, biasanya didasarkan pada keahlian yang dimiliki atau untuk kepentingan tujuan tertentu. Berikut klasifikasi anak tunarungu dari beberapa ahli.

Menurut Efendi (2006) ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

commit to user

losses),

2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses),

3) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB (moderate losses),

4) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe losses),

5) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB keatas (profoundly losses). Dwidjosumarto dalam Somantri (2006) mengklasifikasikan tunarungu

menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB.

2) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69

dB.

3) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89

dB.

4) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas (hlm.95). Sedangkan Wardani, dkk (2007) ketunarunguan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut.

1) Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut;

a) Tunarungu ringan, mengalami kehilangan pendengaran 27-40 dB

(mild hearing loss).

b) Tunarungu sedang, mengalami kehilangan pendengaran antara 41-

55 dB (moderate hearing loss).

c) Tunarungu agak berat, mengalami kehilangan pendengaran antara

56-70 dB (moderately severe hearing loss).

commit to user

dB (severe hearing loss).

e) Tunarungu berat sekali, mengalami kehilangan pendengaran lebih

dari 90 dB (profound hearing loss).

2) Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), terjadi sebelum

kemampuan bicara dan bahasa berkembang.

b) Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.

3) Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis,

ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Tunarungu tipe konduktif, kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah.

b) Tunarungu tipe sensorineural, kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta saraf pendengaran.

c) Tunarungu tipe campuran, gabungan dari tipe konduktif dan

sensorineural.

4) Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Tunarungu endogen, tunarungu yang disebabkan oleh faktor

genetik (keturunan).

b) Tunarungu eksogen, tunarungu yang disebabkan oleh faktor non

genetik (keturunan). Berdasarkan pendapat diatas klasifikasi tunarungu untuk kepentingan dalam pembelajaran berdasarkan tingkatannya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Tunarungu ringan, mengalami kehilangan pendengaran 27-40 dB (mild hearing loss).

commit to user

dB (moderate hearing loss).

3) Tunarungu agak berat, mengalami kehilangan pendengaran antara 56-

70 dB (moderately severe hearing loss).

4) Tunarungu berat, mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90 dB (severe hearing loss).

5) Tunarungu berat sekali, mengalami kehilangan pendengaran lebih dari

90 dB (profound hearing loss).