Anak Berkesulitan Belajar

8. Anak Berkesulitan Belajar

a. Pengertian

Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability , learning artinya belajar dan disability artinya ketidakmampuan; sehingga terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan karena dirasakan lebih optimistik. Banyak orang, termasuk guru tidak dapat membedakan antara kesulitan belajar dengan tunagrahita. Hal ini dikarenakan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan prestasi belajar dan kemampuan dalam pembelajaran yang dibawah rata- rata. Untuk membedakan antara kesulitan belajar dengan tunagrahita maka perlu mengetahui terlebih dahulu pengertian dari kesulitan belajar, berikut diuraikan beberapa pengertian kesulitan belajar.

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) anak yang berkesulitan belajar spesifik (specific learning disability) adalah

anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis, dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor

commit to user

(intelegensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus (hlm.26).

Suharmini (2005) menjelaskan bahwa kesulitan belajar adalah “suatu keadaan pada seorang anak yang mengalami ketidakmampuan dalam belajar yang disebabkan gangguan proses belajar di dalam otak, yang dapat berupa gangguan persepsi (visual atau auditoris), gangguan dalam proses integratif atau gangguan ekspresif” (hlm. 83).

Somantri (2006) mengatakan bahwa kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan “istilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar” (hlm.196).

Wardani, dkk (2009) mendefinisikan anak kesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang

disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak atau dalam psikologis dasar sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus (hlm.8.5). The Board of the Association for Children and Adulth with Learning

Disabilities (ACALD) dalam Abdurrahman (2009) mengemukakan definisi anak kesulitan belajar yang dikutip oleh Lovitt sebagai berikut:

kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau nonverbal.

Kesulitan belajar khusus tampil sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki intelegensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang cukup, dan kesempatan belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya.

Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga-diri, pendidikan, pekerjaan, sosialisasi, dan/atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan (hlm. 8).

commit to user

kesulitan belajar merupakan suatu keadaan dimana seorang individu mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang disebabkan oleh faktor disfungsi neurologis bukan karena faktor intelegensi (intelegensinya normal bahkan diatas rata-rata).

b. Penyebab

Penyebab kesulitan belajar perlu diketahui supaya dapat dilakukan usaha-usaha preventif maupun kuratif. Pendapat beberapa ahli tentang penyebab kesulitan belajar, antara lain Brock menjelaskan kesulitan belajar spesifik disebabkan karena masalah neurologis, Merrill menjelaskan kesulitan belajar spesifik merupakan ujud dari disfungsi minimal otak, Adelman & Taylor menjelaskan bahwa penyebab kesulitan belajar spesifik adalah neurological dysfunction. Kesulitan belajar spesifik juga dapat disebabkan karena kerusakan otak bayi pada waktu masih ada dalam kandungan atau selama kelahiran, atau bisa juga disebabkan karena faktor organik atau biologis (Suharmini, 2005:90).

Kephart dalam Somantri (2006) mengelompokkan penyebab kesulitan belajar ini dalam tiga kategori utama yaitu: kerusakan otak, gangguan emosional, dan pengalaman (hlm. 196).

Wardani, dkk (2009) mengutip Hallahan dan Kauffman mengemukakan 3 faktor penyebab kesulitan belajar, yaitu:

1) Faktor organis/biologis Timbulnya kesulitan belajar khusus pada anak disebabkan oleh adanya disfungsi dari sistem saraf pusat.

2) Faktor genetis Munculnya anak-anak berkesulitan belajar khusus, dapat disebabkan oleh faktor genetis atau keturunan.

3) Faktor lingkungan

commit to user

belajar contohnya guru-guru yang tidak mempersiapkan program pengajarannya dengan baik, kondisi keluarga yang tidak menunjang, dan lain-lain (hlm. 8.5). Abdurrahman (2009) menjelaskan penyebab utama kesulitan belajar

(learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1) Faktor genetik,

2) Luka pada otak karena trauma fisik atau kekurangan oksigen,

3) Biokimia yang hilang,

4) Biokimia yang dapat merusak otak,

5) Pencemaran lingkungan,

6) Gizi yang tidak memadai,

7) Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan).

Mercer & Pullen dalam Gargiulo (2012:202) menjelaskan penyebab kesulitan belajar antara lain: trauma, genetik / keturunan, kelainan biokimia, dan lingkungan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab kesulitan belajar adalah sebagai berikut:

1) Masalah neurologis,

2) Gangguan emosional,

3) Faktor lingkungan,

4) Faktor genetik,

5) kelainan biokimia.

commit to user

Dalam memberikan layanan pendidikan perlu diketahui karakteristik anak kesulitan belajar supaya anak merasa tidak terbebani dalam menyelesaikan tugas akademiknya.

Ciri-ciri anak berkesulitan belajar menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) adalah sebagai berikut:

1) Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

a) Perkembangan kemampuan membaca terlambat,

b) Kemampuan memahami isi bacaan rendah,

c) Kalau membaca sering banyak kesalahan.

2) Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)

a) Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

b) Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u,

2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,

c) Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,

d) Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,

e) Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

3) Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)

a) Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, :, >, <, =

b) Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,

c) Sering salah membilang dengan urut,

d) Sering salah membedakan angka 9 dan 6, 17 dengan 71, 2

dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya

e) Sulit membedakan bangun-bangun geometri (hlm.27-28).

Westwood dalam Suharmini (2005) mengemukakan beberapa karakteristik siswa yang mengalami kesulitan belajar spesifik:

1) Perkembangan bicaranya terlambat.

2) Mengalami masalah atau gangguan persepsi dalam menulis atau membaca.

3) Mengalami masalah atau gangguan pada persepsi auditory.

4) Gangguan pada proses integratif

5) Kesukaran dalam recalling kata-kata, kesukaran dalam memberikan nama pada obyek yang dikenal (dysnomia).

6) Lemah dalam menunjukkan arah kanan atau kiri.

7) Mengalami disfungsi minimal otak.

8) Hiperaktif atau ada gangguan dalam memusatkan perhatian.

commit to user

10) Lemah dalam koordinasi motorik.

11) Tingkat motivasi rendah.

12) Ada masalah atau gangguan emosional (hlm. 87-88).

Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman dalam Wardani, dkk (2007) terdapat sepuluh gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan, yaitu: a) hiperaktif, b) gangguan persepsi motorik, c) emosi yang labil, d) kurang koordinasi, e) gangguan perhatian, f) impulsif,

g) gangguan memori dan berpikir, h) kesulitan pada akademik khusus (membaca, matematika, dan menulis), i) ganggguan dalam berbicara dan mendengar, dan j) hasil electroencephalogram (EEG) tidak teratur serta tanda neurologis yang tidak jelas (hlm. 8.13).

Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar menurut Somantri (2006) dikelompokkan sebagai berikut:

1) Aspek kognitif Masalah-masalah

kemampuan

bicara,

membaca, menulis, mendengarkan, berpikir, dan matematis semuanya merupakan penekanan terhadap aspek akademik atau kognitif. Tidak jarang anak yang mengalami kesulitan membaca menunjukan kemampuan berhitung yang tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan anak dengan apa yang dicapainya secara nyata.

2) Aspek bahasa Masalah bahasa anak berkesulitan belajar menyangkut bahasa reseptif maupun ekspresif. Bahasa reseptif adalah kecakapan menerima dan memahami bahasa. Sedangkan bahasa ekspresif adalah kemampuan mengekspresikan diri secara verbal. Di dalam proses belajar

commit to user

menyatakan pikiran.

3) Aspek motorik Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan

motorik-perseptual

yang

diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru pola. Kemampuan ini sangat diperlukan untuk menggambar, menulis atau menggunakan gunting. Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki anak berkesulitan belajar.

4) Aspek sosial dan emosi Terdapat dua karakteristik sosial-emosional anak berkesulitan belajar ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an. Kelabilan emosional ditunjukakan oleh sering berubahnya suasana hati dan temperamen. Tingkat impulsive merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan untuk berbuat seseuatu. Lerner dan Johns dikutip oleh Gargiulo (2012) menjelaskan

karakteristik individu dengan kesulitan belajar:

1) Gangguan perhatian.

2) Miskin kemampuan motorik.

3) Kesulitan dalam proses psikologis dan pengolahan informasi.

4) Kurangnya strategi kognitif yang diperlukan untuk belajar.

5) Kesulitan berbicara.

6) Kesulitan Membaca

7) Kesulitan menulis.

8) Kesulitan berhitung.

9) Kurang terampil dalam bersosialisasi (hlm. 204). Dari beberapa pendapat yang telah menjelaskan karakterisik anak berkebutuhan khusus maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) terdapat gangguan atau masalah pada otak,

2) kesulitan pada akademik khusus (membaca, matematika, dan menulis),

commit to user

4) gangguan perhatian,

5) motivasi rendah,

6) tidak terampil dan lemah dalam koordinasi motorik,

7) kurang bersosialisai, dan

8) gangguan emosi dan perilaku.

d. Klasifikasi

Menentukan klasifikasi anak kesulitan belajar tidaklah mudah karena merupakan kelompok kesulitan yang heterogen. Betapa pun sulitnya membuat klasifikasi kesulitan belajar, klasifikasi tetap diperlukan untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.

Kirk dan Gallagher dikutip oleh Wardani, dkk, (2007) menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibedakan dua kategori besar, yaitu: a) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities ), dan b) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities ) (hlm. 8.5).

Abdurrahman (2009) mengklasifikasikan kesulitan belajar secara garis besar dalam dua kelompok sebagai berikut:

1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

(developmental learning disabilities). Mencakup:

a) Gangguan motorik dan persepsi,

b) Kesulitan belajar bahasa dan komunikasi,

c) Kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku.

2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai adanya kapasitas yang diharapkan. Kegagalan- kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan/atau matematika. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan

khusus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

commit to user

(developmental learning disabilities),

2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).