Telah diuji pada Tanggal: 3 Juni 2014
PANITIA TESIS 1. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.SK
Penguji 2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.SK
3. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S 4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.SK
5. Dr. Rusli Dhanu, Sp.SK 6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.SK
7. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.SK 8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S
9. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S 10. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S
11. Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S 12. Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S
13. Dr. Aida Fitri, Sp.S 14. Dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S
15. Dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S 16. Dr. Fasihah Irfani Fitri, M.KedNeu, Sp.S
17. Dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS 18. Dr. RA Dwi Pujiastuti, M.KedNeu, Sp.S
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi persyaratan dan
merupakan tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. Pada
kesempatan ini
perkenankanlah penulis
menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS-I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S K, selaku Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam
Malik Medan dan guru penulis yang tidak pernah bosan dan penuh kesabaran dalam membimbing, mengoreksi, serta selalu
memberikan masukan-masukan dan arahan selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S K, Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak
memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dalam penyelesaian tesis ini.
4. Dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S, Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S K dan Dr. Rusli Dhanu, Sp.S K, selaku pembimbing penulis yang dengan sabar dan
sepenuh hati dalam membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
5. Guru-guru penulis: Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S K; Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S K, Alm. Dr. Muchtar Nasution, Sp.S, Dr.
Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.SK; Dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS, Dr. Puji
Pinta O. Sinurat, Sp.S; Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; Dr. Cut Aria Arina, Sp.S; Alm. Dr. S. Irwansyah, Sp.S; Dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S; Dr.
Alfansuri Kadri, Sp.S; Dr. Dina Listyaningrum, Sp.S, MSi.Med; Dr. Aida Fithrie, Sp.S, Dr. Antun Subono, Sp.S, M.Sc, Dr. Fasihah Irfani Fitri,
M.KedNeu, Sp.S, Dr. RA. Dwi Pujiastuti, M.KedNeu, Sp.S dan guru- guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf.
Universitas Sumatera Utara
6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik
sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf.
7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi
dengan penulis dalam pembuatan tesis ini. 8. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU
RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui berbagai diskusi dalam beberapa
pertemuan formal maupun informal, serta yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Dokter Spesialis Saraf. 9. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah
bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf.
10. Semua pasien stroke akut yang telah bersedia ikut serta untuk berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.
11. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi H. Ibrahim AR dan Hj. Elmiaty Zen, SKM yang telah bersusah payah dengan cinta
Universitas Sumatera Utara
kasih dan
pengorbanannya dalam
membesarkan, mendidik,
membimbing, dan memotivasi serta selalu mendoakan penulis. 12. Ucapan terima kasih kepada kedua Bapak Ibu mertua saya, Mohd.
Riswan R dan Rosmidawani, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan
tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai. 13. Teristimewa kepada suamiku tercinta Afriansyah SE, yang selalu
dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan
terimakasih yang setulus-tulusnya.Beserta anak-anakku tersayang M. Wildan Al-Kahfi, Hashshad Arzaq Majid dan Aisyah Zaafira Athahirah,
yang selalu membuat saya tersenyum selama suka-duka menjalani pendidikan dan menjadi alasan saya untuk terus maju dan tidak
menyerah. Semoga Allah SWT akan membalas semua jasa-jasa dan
perbuatan baik mereka yang telah membantu penulis dengan tanpa
pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin. Penulis
Dr. Maulina Sri Rizky
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : dr. Maulina Sri Rizky
Tempat tanggal lahir : Medan, 19 Januari 1981
Agama : Islam
Nama Ayah : H. Ibrahim AR
Nama Ibu : Hj. Elmiaty Zen, SKM
Nama Suami : Afriansyah, SE
Anak : M. Wildan Al-Kahfi
Hashshad Arzaq Majid Aisyah Zaafira Athahirah
Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Neg. 060884 Medan tamat tahun 1993. 2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Neg 8 Medan tamat tahun 1996.
3. Sekolah Menengah Umum di SMU. Negeri 4 Medan tamat tahun 1999. 4. Fakultas Kedokteran di Universitas Islam Sumatera Utara tamat tahun
2006.
Riwayat Pekerjaan
Juni 2006 – Desember 2008
: Dokter PTT di RSUD Simeulue-NAD Januari 2010
– sekarang : PNS RSUD Simeulue-NAD
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
HALAMAN DAFTAR ISI
i DAFTAR SINGKATAN
v DAFTAR LAMBANG
vi DAFTAR TABEL
vii DAFTAR GAMBAR
viii DAFTAR LAMPIRAN
ix ABSTRAK
x ABSTRACT
xi
BAB I. PENDAHULUAN
1 I.1. Latar Belakang
1 I.2. Perumusan Masalah
6 I.3. Tujuan Penelitian
7 I.3.1. Tujuan Umum
7 I.3.2. Tujuan Khusus
7 I.4. Hipotesis
8 I.5. Manfaat Penelitian
8 I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Peneliti
8 I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan
8 I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat
8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 9
II.1. STROKE ISKEMIK 9
II.1.1. Definisi 9
II.1.2. Epidemiologi 10
II.1.3. Klasifikasi stroke 11
II.1.4. Faktor Resiko 14
II.1.5. Patofisiologi 16
II.2. MARKER INFLAMASI 17
II.2.1.Leukosit 17
II.2.2. C-reactive protein 22
II.3. PROCALCITONIN 24
II.3.1.Kelompok Protein CAPA 27
II.3.2. Sintesis mRNA Pada Beberapa Tipe Sel 28
II.4. STROKE –ASSOCIATED INFECTIONS SAI
26 II.4.1. Definisi Stroke-Associated Infections SAI 26
Universitas Sumatera Utara
II.4.2. Patogenesa Stroke-Associated Infections SAI 32 II.4.2.1. Perubahan Imunologis Setelah Iskemik Otak 33
Akut II.4.2.2. Sistem Pertahanan Tubuh yang diinduksi oleh 34
Stroke II.4.2.3. Penyebab Immunidepresis pada Pasien Stroke 35
II.5. KERANGKA TEORI 40
II.6. KERANGKA KONSEP 41
BAB III. METODE PENELITIAN 42
III.1. TEMPAT DAN WAKTU 42
III.2. SUBJEK PENELITIAN 42
III.2.1. Populasi Sasaran 42
III.2.2. Populasi Terjangkau 43
III.2.3. Besar Sampel 44
III.2.4. Kriteria Inklusi 44
III.2.5. Kriteria Eksklusi 45
III.3.BATASAN OPERASIONAL 45
III.4.INSTRUMEN PENELITIAN 46
III.4.1.Pemeriksaan Head Ct Scan 46
III.4.2. Pemeriksaan kadar procalcitonin 46
III.4.3. Pemeriksaan Kadar HsCRP 46
III.4.4. Pemeriksaan Kadar Leukosit dan Monosit 46
III.5. RANCANGAN PENELITIAN 46
III.6. PELAKSANAAN PENELITIAN 47
III.6.1. Pengambilan Sampel 47
III.6.2. Kerangka Operasional 47
III.6.3. Variabel yang Diamati 48
III.6.4. Analisa Statistik 48
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 50
IV.1. HASIL PENELITIAN 50
IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 51
IV.1.2. Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker 52 Inflamasi Rutin pada Penderita Stroke Iskemik
Akut IV.1.3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan 53
Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien
Stroke Iskemik Akut IV.1.3.1. Karakteristik Variabel Penelitian Berdasarkan 53
Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien
Universitas Sumatera Utara
Stroke Iskemik Akut IV.1.3.2. Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker 53
Inflamasi Rutin Berdasarkan Infeksi dan Tidak Infeksi pada Penderita Stroke Iskemik Akut
IV.1.4. Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker 61
Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut
IV.1.4.1. Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker 61
Inflamasi sebagai Prediktor Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut pada
Pemeriksaan Pertama IV.I.4.2. Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker
63 Inflamasi Sebagai Prediktor Infeksi pada
Pasien Stroke Iskemik Akut pada Pemeriksaan Ketiga
IV.1.5. Nilai Sensitifitas dan Spesifitas Procalcitonin 64
Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut
IV.1.5.1.Diagnostik PCT terhadap Hasil Kultur 65
IV.1.5.2. Diagnostik Laukosit terhadap Hasil Kultur 67
IV.1.5.3.Diagnostik Monosit terhadap Hasil Kultur 70
IV.I.5.4. Diagnostik HsCRP terhadap Hasil Kultur 73
IV.2. PEMBAHASAN 75 IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian
76 IV.2.2. Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker
77 Inflamasi Rutin pada Penderita Stroke
Iskemik Akut IV.2.3. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan 78
Infeksi dan tidak infeksi pada Pasien Stroke Iskemik akut
IV.2.3.1. Karakteristik Variabel Penelitian Berdasarkan 69
Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut
IV.2.3.2. Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker 80 Inflamasi Rutin Berdasarkan Infeksi dan
Tidak Infeksi pada Penderita Stroke Iskemik Akut IV.2.4. Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker
83 Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi pada
Pasien Stroke Iskemik Akut IV.2.5. Nilai Sensitifitas dan Spesifitas Procalcitonin
84
Universitas Sumatera Utara
Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut
IV.2.6. Keterbatasan Penelitian 87
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 88
V.1. KESIMPULAN 88
V.2. SARAN 89
DAFTAR PUSTAKA 90
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
ACTH = Adrenocorticotropic hormone
CAPA =Calcitonin Gene-Related Peptideamylin ProCalcitonin-
Adrenomedullin CDC = Center for Disease Control
CGRP = Calcitonin Gene-Related Peptides CIDS
= CNS Injury-Induced Immunodepression CRP
= C-reactive protein CT-Scan
= Computed Tomography Scan Da
= dalton HsCRP
= High sentivity C-reactive protein HPA
= Hypothalamic Pitutary Adrenal
ICU = Intensive Care Unit
IL = Interleukin
iNKT = invariant Natural Killer T
INF = Interferon
LACI = Lacunar Infarct
ISK = Infeksi Saluran Kemih
kDa = kilodalton
NETs = Neutrophil Extracellular Traps
NK = Natural Killer
PACI = Partial Anterior Circulation Infarct
PC = Phosphocholine
PCT = Procalcitonin
PDPI = Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PMS = Polimorfonuklear
POCI = Posterior Circulation Infarct
RS = Rumah Sakit
SAI = Stroke Associated Infection
SAP = Serum amyloid P component
SIID = Stroke-Induced Immunodepression
SSP = Susunan Saraf Pusat
TACI = Total Anterior Circulation Infarct
TIA = Transient Ischemic Attack
TNF = Tumor Necrosis Factor
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMBANG
α = alfa
= beta L
= liter ml
= mililiter n
= Besar sampel ng
= nanogram p
= Tingkat kemaknaan Po
= Proporsi 0,172
Po-Pa = Beda proporsi yang bermakna 0,20
Pa = Perkiraan proporsi yang diteliti
0,372 Z1-
αβ = Deviat baku alpha; untuk α = 0,05 Z1-αβ= 1,96
Z1- = Deviat baku beta; untuk = 0,10 Z1- = 1,β8β
= Persen
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2
Nilai Normal Leukosit pada Sirkulasi Darah Perbedaan Limfosit B dan Limfosit T
18 21
Tabel 3 Kriteria untuk definisi Klinis Pneumonia berdasarkan Centers
for Disease Control 29
Tabel 4 Tabel 5
Tabel 6 Tabel 7.
Kriteria untuk Infeksi Saluran Kemih berdasarkan Centers for Disease Control
Karakteristik Subjek Penelitian Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker Inflamasi rutin
pada Penderita Stroke Iskemik Akut Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Infeksi dan Tidak
Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut 31
51 53
56 Tabel 8
Tabel 9 Tabel 10
Tabel 11 Tabel 12
Tabel 13 Tabel 14
Tabel 15 Tabel 16
Tabel 17 Tabel 18
Tabel 19 Hasil Pemeriksaan Kultur
Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker Inflamasi Rutin Berdasarkan Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien Stroke
Iskemik Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker Inflamasi sebagai
faktor prediktor infeksi pada pasien Sroke Iskmik Akut pada Pemeriksaan Hari Pertama
Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker Inflamasi sebagai faktor prediktor infeksi pada pasien Sroke Iskmik Akut pada
Pemeriksaan Hari Pertama Hasil Penelitian Diagnostik PCT terhadap Hasil Kultur pada
pemeriksaan Hari Pertama Hasil Penelitian Diagnostik PCT terhadap Hasil Kultur pada
pemeriksaan Hari Ketiga Hasil Penelitian Diagnostik Leukosit terhadap Hasil Kultur
pada pemeriksaan Hari Pertama Hasil Penelitian Diagnostik Leukosit terhadap Hasil Kultur
pada pemeriksaan Hari Ketiga Hasil Penelitian Diagnostik Monosit terhadap Hasil Kultur
pada pemeriksaan Hari Pertama Hasil Penelitian Diagnostik Monosit terhadap Hasil Kultur
pada pemeriksaan Hari Ketiga Hasil Penelitian Diagnostik HsCRP terhadap Hasil Kultur pada
pemeriksaan Hari Pertama Hasil Penelitian Diagnostik HsCRP terhadap Hasil Kultur pada
pemeriksaan Hari Ketiga 57
60
62
64
65 66
68 69
70 72
73 74
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2
Elemen dan Tipe Leukosit Normal pada Manusia Struktur Molekuler dan Morfologi dari CRP
21 23
Gambar 3 Hipotesa Terjadinya Immunodepresi Akibat Terjadinya Stroke
36 Gambar 4
Gambar 5 Gambar 6
Gambar 7 Reflek antiinflamasi dan infeksi pada Stroke Associated
Infections Diagram Kultur Bakteri pada Pasien Stroke Iskemik Akut
Yang Terinfeksi Grafik Besar Resiko OR Marker Inflamasi dan Procalcitonin
terhadap Kejadian Infeksi pada Stroke Iskemik Akut pada pemeriksaan Hari Pertama
Grafik Besar Resiko OR Marker Inflamasi dan Procalcitonin terhadap Kejadian Infeksi pada Stroke Iskemik Akut pada
pemeriksaan Hari 1 39
57 62
64
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Lampiran 1: Lembar Penjelasan Kepada Penderita Keluarga Lampiran 2: Surat persetujuan Ikut Dalam Penelitian
Lampiran 3: Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian
Bidang Kesehatan Lampiran 4: Lembar Pengumpulan Data
Lampiran 5: Data Karakteristik Sampel Penelitian
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang : Salah satu komplikasi dari stroke adalah infeksi. Infeksi
dapat terjadi pada hari pertama setelah stroke iskemik yang dapat terjadi sekitar 23-65 pasien. Untuk itu digunakanlah berbagai macam
pemeriksaan untuk memprediksi terjadinya stroke-associated infection. Ini berguna sebagai prediksi awal untuk pasien-pasien yang mempunyai
faktor resiko dan menurunkan infeksi pasca stroke dan mortalitas pada pasien stroke iskemik.
Metode :
Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 51 pasien stroke iskemik akut, yang diambil antara tanggal September 2013 hingga
Maret 2014 yang di rawat di RSHAM. Sampel darah dari pasien stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diperiksa
nilai procalcitonin PCT, leukosit, monosit dan HsCRP dan diulang pada hari ketiga rawatan. Data dianalisa dengan menggunakan uji regresi
logistik untuk melihat resiko kejadian sedangkan untuk melihat sensitifitas dan spesifitas dari masing-masing marker digunakan uji diagnostik.
Hasil :
Jumlah total dari subjek penelitian adalah 51 orang yang
memenuhi kriteria, dimana dijumpai 12 pasien mangalami infeksi setelah onset stroke. Pada pemeriksaan hari pertama dijumpai leukosit, monosit,
HsCRP dan PCT berturut-turut didapatkan OR 2,61 CI 95 1,98-15,12, p 0,01, OR 1,12 CI 95 0,87-10,21, p 0,8, OR 1,35 CI 95 1,07-12,43,
p 0,001 dan OR 1,64 CI 95 1,18-3,45, p 0,007. Sedangkan pada pemeriksaan hari ketiga didapatkan hasil pemeriksaan leukosit, monosit,
HsCRP dan PCT berturut-turut adalah OR 3,25 CI 95 2,23-38,72, p 0,04, OR 1,42 CI 95 1,58-16,2, p 0,035, OR 1,66 CI 95 1,23-2,04,
p 0,01 dan OR 2,13 CI 95 1,74-7,37, p 0,008. Perbandingan sensitifitas dan spesifisitas PCT 91,7 dan 64,1 , HsCRP 85,7 dan
43,2, leukosit 75,0 dan 64,1 dan monosit 61,5 dan 60,5 pada hari pertama. Sedangkan pada hari ketiga dijumpai PCT lebih baik
daripada marker lainnya dengan sensitifitas 92,3 dan spesifisitas 81,6.
Kesimpulan : Pemeriksaan PCT merupakan diagnostik yang paling baik digunakan untuk memprediksi kejadian infeksi pada pasien stroke iskemik
baik pada hari pertama dan hari ketiga. Kata Kunci : Stroke iskemik akut, infeksi, procalcitonin, leukosit, monosit,
HsCRP
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Background: One of the complications of stroke was infection. Infection can occur on the first day after ischemic stroke, approximately 23-65 of
patients. It is used for a variety of tests to predict the occurrence of stroke- associated infection. It was useful as an early prediction for patients who
have risk factors for post-stroke, lower infection and mortality in patients with
ischemic stroke.
Methods: This was a cross sectional study in 51 patients with acute ischemic stroke, which was taken between September 2013 to March
2014, treated in RSHAM. Blood samples from patients with acute ischemic stroke who meet the inclusion and exclusion criteria will be checked value
of procalcitonin PCT, leukocytes, monocytes, HsCRP and repeated on the third day of treatment. Data were analyzed using logistic regression to
look at the risk of incident while to look at the sensitivity and specificity of each marker used diagnostic test.
Results: The total number of study subjects was 51 people who meet the criteria, which encountered 12 patients had been infection after stroke
onset. On the first day of the examination found leukocytes, monocytes, HsCRP and PCT respectively obtained OR of 2.61 95 CI 1.98 to 15.12,
p 0.01, OR 1.12 95 CI 0.87 -10.21, p 0.8, OR 1.35 95 CI 1.07 to 12.43, p 0.001 and OR 1.64 95 CI 1.18 to 3.45, p 0.007 . The
examination on the third day showed leukocytes, monocytes, hsCRP and PCT, respectively, OR 3.25 95 CI 2.23 to 38.72, p 0.04, OR 1.42 95
CI 1 0.58 to 16, 2, p 0.035, OR 1.66 95 CI 1.23 to 2.04, p 0.01 and OR 2.13 95 CI 1.74 to 7.37, p 0.008. Comparison of the sensitivity and
specificity of PCT 91.7 and 64.1, hsCRP 85.7 and 43.2, leukocytes 75.0 and 64.1 and monocytes 61.5 and 60.5 on the
first day. The PCT on the third day found better than other marker with a sensitivity of 92.3 and a specificity of 81.6.
Conclusion: PCT examination was the best diagnostic used to predict the incidence of infection in patients with ischemic stroke either on the first and
third day. Keywords: acute ischemic stroke, infection, procalcitonin, leukocytes,
monocytes, HsCRP
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang : Salah satu komplikasi dari stroke adalah infeksi. Infeksi
dapat terjadi pada hari pertama setelah stroke iskemik yang dapat terjadi sekitar 23-65 pasien. Untuk itu digunakanlah berbagai macam
pemeriksaan untuk memprediksi terjadinya stroke-associated infection. Ini berguna sebagai prediksi awal untuk pasien-pasien yang mempunyai
faktor resiko dan menurunkan infeksi pasca stroke dan mortalitas pada pasien stroke iskemik.
Metode :
Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 51 pasien stroke iskemik akut, yang diambil antara tanggal September 2013 hingga
Maret 2014 yang di rawat di RSHAM. Sampel darah dari pasien stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diperiksa
nilai procalcitonin PCT, leukosit, monosit dan HsCRP dan diulang pada hari ketiga rawatan. Data dianalisa dengan menggunakan uji regresi
logistik untuk melihat resiko kejadian sedangkan untuk melihat sensitifitas dan spesifitas dari masing-masing marker digunakan uji diagnostik.
Hasil :
Jumlah total dari subjek penelitian adalah 51 orang yang
memenuhi kriteria, dimana dijumpai 12 pasien mangalami infeksi setelah onset stroke. Pada pemeriksaan hari pertama dijumpai leukosit, monosit,
HsCRP dan PCT berturut-turut didapatkan OR 2,61 CI 95 1,98-15,12, p 0,01, OR 1,12 CI 95 0,87-10,21, p 0,8, OR 1,35 CI 95 1,07-12,43,
p 0,001 dan OR 1,64 CI 95 1,18-3,45, p 0,007. Sedangkan pada pemeriksaan hari ketiga didapatkan hasil pemeriksaan leukosit, monosit,
HsCRP dan PCT berturut-turut adalah OR 3,25 CI 95 2,23-38,72, p 0,04, OR 1,42 CI 95 1,58-16,2, p 0,035, OR 1,66 CI 95 1,23-2,04,
p 0,01 dan OR 2,13 CI 95 1,74-7,37, p 0,008. Perbandingan sensitifitas dan spesifisitas PCT 91,7 dan 64,1 , HsCRP 85,7 dan
43,2, leukosit 75,0 dan 64,1 dan monosit 61,5 dan 60,5 pada hari pertama. Sedangkan pada hari ketiga dijumpai PCT lebih baik
daripada marker lainnya dengan sensitifitas 92,3 dan spesifisitas 81,6.
Kesimpulan : Pemeriksaan PCT merupakan diagnostik yang paling baik digunakan untuk memprediksi kejadian infeksi pada pasien stroke iskemik
baik pada hari pertama dan hari ketiga. Kata Kunci : Stroke iskemik akut, infeksi, procalcitonin, leukosit, monosit,
HsCRP
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Background: One of the complications of stroke was infection. Infection can occur on the first day after ischemic stroke, approximately 23-65 of
patients. It is used for a variety of tests to predict the occurrence of stroke- associated infection. It was useful as an early prediction for patients who
have risk factors for post-stroke, lower infection and mortality in patients with
ischemic stroke.
Methods: This was a cross sectional study in 51 patients with acute ischemic stroke, which was taken between September 2013 to March
2014, treated in RSHAM. Blood samples from patients with acute ischemic stroke who meet the inclusion and exclusion criteria will be checked value
of procalcitonin PCT, leukocytes, monocytes, HsCRP and repeated on the third day of treatment. Data were analyzed using logistic regression to
look at the risk of incident while to look at the sensitivity and specificity of each marker used diagnostic test.
Results: The total number of study subjects was 51 people who meet the criteria, which encountered 12 patients had been infection after stroke
onset. On the first day of the examination found leukocytes, monocytes, HsCRP and PCT respectively obtained OR of 2.61 95 CI 1.98 to 15.12,
p 0.01, OR 1.12 95 CI 0.87 -10.21, p 0.8, OR 1.35 95 CI 1.07 to 12.43, p 0.001 and OR 1.64 95 CI 1.18 to 3.45, p 0.007 . The
examination on the third day showed leukocytes, monocytes, hsCRP and PCT, respectively, OR 3.25 95 CI 2.23 to 38.72, p 0.04, OR 1.42 95
CI 1 0.58 to 16, 2, p 0.035, OR 1.66 95 CI 1.23 to 2.04, p 0.01 and OR 2.13 95 CI 1.74 to 7.37, p 0.008. Comparison of the sensitivity and
specificity of PCT 91.7 and 64.1, hsCRP 85.7 and 43.2, leukocytes 75.0 and 64.1 and monocytes 61.5 and 60.5 on the
first day. The PCT on the third day found better than other marker with a sensitivity of 92.3 and a specificity of 81.6.
Conclusion: PCT examination was the best diagnostic used to predict the incidence of infection in patients with ischemic stroke either on the first and
third day. Keywords: acute ischemic stroke, infection, procalcitonin, leukocytes,
monocytes, HsCRP
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab
kematian sesudah penyakit jantung pada sebagian besar negara di dunia. Di negara barat yang telah maju, stroke menempati urutan ketiga sebagai
penyebab kematian sesudah penyakit jantung iskemik dan kanker. Setiap tahunnya, lebih kurang 795.000 orang mengalami stroke, baik yang
pertama, maupun serangan ulangan. Diperkirakan 610.000 merupakan serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang Goldstein dkk,
2006; Lloyd-Jones dkk, 2009; Sjahrir, 2003. Di Indonesia, data nasional stroke menunjukkan angka kematian
tertinggi, yaitu 15,4 stroke sebagai penyebab kematian Soertidewi dkk, 2011. Data di Indonesia juga menunjukkan kecendrungan peningkatan
kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9 umur 45
– 54 tahun, 26,8 umur 55
– 64 tahun dan 23,5 umur ≥ 65 tahun. Kejadian stroke insiden sebesar 51,6100.000 penduduk, dan kecacatan
didapati 1,6 tidak berubah, serta 4,3 semakin memberat. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang berpotensi menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari Guideline Stroke, 2011.
Beberapa penelitian retrospektif telah melaporkan bahwa komplikasi medis dan neurologis dapat terjadi pada 59 hingga 95
pasien stroke iskemik, tergantung pada periode observasi dari penelitian tersebut, dan infeksi merupakan salah satu komplikasi medis yang paling
sering ditemukan pada pasien stroke iskemik Wani dkk, 2012. Penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa infeksi yang terjadi selama hari
pertama setelah terjadinya stroke iskemik dapat ditemukan pada 25-65 pasien, dimana penumonia dan infeksi saluran kemih ISK merupakan
komplikasi infeksi yang paling sering ditemukan setelah stroke iskemik Fluri dkk,2012.
Dari meta-analisis 87 penelitian yang dilakukan oleh Westendrop dkk 2011, menemukan bahwa infeksi merupakan komplikasi yang paling
sering pada fase akut stroke, dimana rerata pooled infeksi secara keseluruhan adalah 30, dan pneumonia serta ISK ditemukan masing-
masing pada 10 pasien stroke. Penelitian Koennecke dkk 2011, dalam waktu 3 tahun, mendapati
dari 16.518 penderita stroke iskemik dan hemoragik dan dijumpai 12,2 mengalami komplikasi berupa pneumonia.
Pneumonia erat kaitannya dengan resiko mortalitas yang tinggi pada stroke fase akut, sehingga
identifikasi yang segera pada pasien dengan resiko tinggi mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
pneumonia dapat menentukan panderita stroke yang memerlukan pengawasan ketat dan pengobatan profilaksis Hoffman dkk, 2012.
Fluri dkk 2012 yang melakukan penelitian untuk melihat predictive value dari biomarker sebagai prognostik infeksi post stroke, menemukan
bahwa dari 383 pasien stroke yang ikut dalam penelitian tersebut, sekitar 66 pasien 17,2 yang mengalami infeksi.
Dari penelitian cohort yang dilakukan di Belanda, menemukan bahwa dari jumlah sampel 521 pasien, sekitar 78 pasien 15 yang
mengalami stroke associated infections SAI, dengan 39 pasien 7,5 yang mengalami pneumonia, dan 23 pasien 4,4 yang mengalami ISK
Vermeij dkk, 2009.
Terdapat dugaan bahwa terjadinya infeksi pada stroke akut berhubungan dengan mekanisme selain tindakan invasif, penurunan
kesadaran, atau refleks batang otak yang abnormal. Infeksi yang terjadi selama fase gangguan neurologis yang maksimal 3 hari pertama, dan
jika dibandingkan dengan insiden infeksi yang terjadi dibangsal umum, neurologis, intensive care unit ICU, atau stroke unit, diduga bahwa
infeksi berhubungan dengan stroke induced immunological mechanism. Dihipotesakan bahwa sistem saraf pusat memodulasi aktivitas sistem
imun melalui pathways humoral dan neural yang kompleks, yang melibatkan hypothalamic pitutary adrenal HPA axis, nervus vagus dan
sistem saraf simpatis Chamorro dkk, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Defek fungsi sistem imun yang terjadi setelah stroke yaitu meliputi penurunan peripheral blood lymphocyte count, gangguan limfosit T dan
aktivitas sel NK natural killer, penurunan produksi interferon gamma dan mitogen yang menginduksi produksi sitokin dan proliferasi sel imun
Johnsen dkk 2012; Wani dkk 2012. Beberapa
penelitian telah
menemukan hubungan
yang independent antara SAI dan outcome fungsional yang buruk setelah
terjadinya stroke iskemik. Sehingga, pemberian antibiotik yang dini direkomendasikan jika ditemukan infeksi, akan tetapi untuk melakukan
gold standard diagnostik klinis memerlukan waktu yang banyak sehingga dapat menghambat pemberian terapi antibiotik yang dini. Oleh sebab itu,
marker yang akurat dan tersedia untuk stratifikasi resiko yang optimal diperlukan Fluri dkk,2012.
Peranan marker darah yang tersedia untuk prediktor SAI masih belum diteliti secara ekstensif, meskipun begitu pemeriksaan leukosit, C-
reactive protein CRP dan monosit merupakan pemeriksaan inflamasi yang rutin diperiksa pada hari pertama rawatan di rumah sakit RS Fluri
dkk,2012. C-reactive protein telah diketahui sebagai marker biokimiawi inflamasi dan terlibat dalam fungsi imunologis. Dari penelitian sebelumnya,
diduga bahwa CRP merupakan marker yang baik untuk infeksi. Povoa dkk 2005 yang melakukan penelitian untuk menilai peranan kadar CRP dan
leukosit serta suhu tubuh sebagai diagnosis infeksi pada pasien yang critically ill di ruang ICU. Mereka menemukan bahwa kadar CRP dan
Universitas Sumatera Utara
temperatur memiliki hubungan dengan infeksi dengan masing-masing sensitivitas 93,4 dan 54,8 serta spesifisitas 86,1 dan 88.9.
Penelitian lain menemukan bahwa 16 pasie n 9 dengan kadar CRP ≥ 7
mgL dan 15 pasien 4 dengan kadar CRP 7 mgL mengalami infeksi selama masa rawatan di RS Hertog dkk, 2009.
Procalcitonin PCT merupakan biomarker yang umum digunakan dan mempunyai akurasi diagnostik untuk berbagai infeksi. Evidence
based saat ini menunjukkan PCT digunakan sebagai ―gold standar‖ untuk
diagnosis klinis bakteri Christ-Crain dkk, 2005. Studi yang dilakukan oleh Su dkk 2009 bahwa kadar PCT dan CRP memiliki peranan dalam
diagnosis sepsis yang dini pada pasien yang dirawat di ICU dengan masing-masing sensitivitas adalah 72,9 dan 67,9.
Penelitian yang dilakukan oleh Wartenberg dkk 2011 menemukan bahwa leukosit, CRP, monocyt count maupun PCT yang diperiksa pada
hari pertama rawatan tidak sensitif untuk memprediksi terjadinya SAI. Penelitian lainnya, leukosit dan monocyt count yang diperiksa pada hari
pertama rawatan tidak berbeda antara pasien stroke yang terjadi infeksi dengan yang tidak mengalami infeksi Vogelgesang dkk, 2008. Hanya
pada hari pertama setelah onset stroke, temperatur tubuh dan leukosit ditemukan menjadi lebih signifkan berhubungan dengan infeksi setelah
stroke. Tetapi predictive value dari biomarker yang diperiksa pada kedua penelitian ini tidak diketahui Vogelgesang dkk, 2008; Wartenberg dkk,
2011.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Carrol dkk 2002 ditemukan perbandingan karakteristik hitung leukosit, CRP dan PCT sebagai petanda infeksi kadar PCT 2
ngml dengan menunjukkan nilai sensitifitas 94, spesifisitas 93, PPV 95, dan NPV 91 sedangkan untuk CRP 30 mgl didapati sensitifitas
81, spesifisitas 89, PPV 91, dan NPV 76 dan jumlah leukosit 4000 atau 15.000mm3 terdapat sensitifitas 69 spesifisitas 67, PPV
77 dan NPV 56 dibandingkan pula jika PCT + CRP ditemukan sensitifitas 80, spesifisitas 95, PPV 96 dan NPV 76.
Pada penelitian Iskandar dkk 2010 menunjukkan rerata kadar PCT 0,93 mgL, nilai ROC 0,400 mempunyai sensitifitas 20 dan
spesifisitas 30,4 dengan nilai p=0,490. Rerata kadar CRP 8,4 mgL, nilai ROC 0,422 mempunyai sensitifitas 60 dan spesifisitas 69,6 dengan
nilai p=0,589. Sedangkan rerata kadar leukosit 8835iu dengan nilai ROC 0,500 mempunyai sensitifitas 20 dan spesifisitas 21,7 dengan nilai
p=1,00.
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah peranan procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke iskemik akut?
Universitas Sumatera Utara
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan :
I.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui peranan procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke iskemik akut?
I.3.2. Tujuan khusus 1.3.2.1.
Untuk mengetahui nilai sensitifitas dan spesifisitas procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor
infeksi pada pasien stroke iskemik akut RSUP H.Adam
Malik Medan dengan menggunakan uji diagnostik. 1.3.2.2.
Untuk mengetahui resiko kejadian procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada
pasien stroke iskemik akut RSUP H.Adam Malik Medan
1.3.2.3. Untuk
mengetahui karakteristik
demografik, kadar
procalcitonin dan marker inflamasi rutin berdasarkan infeksi dan tidak infeksi pada pasien stroke iskemik akut.
1.3.2.4.. Untuk melihat rerata nilai kadar procalcitonin dan marker
inflamasi pada penderita stroke iskemik akut pada pasien stroke iskemik akut
1.3.2.5.
Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik
Medan.
Universitas Sumatera Utara
I.4. HIPOTESIS
Kadar procalcitonin dan marker inflamasi rutin memiliki peranan sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke iskemik akut
I.5. MANFAAT PENELITIAN I.5.1. Manfaat Penelitian Untuk Peneliti
Memberikan kontribusi keilmuan mengenai peranan procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke
iskemik akut
I.5.2. Manfaat Penelitian Untuk Pendidikan
Memberikan kontribusi penelitian tentang peranan procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke iskemik
akut dan diharapkan dapat menjadi salah satu acuan penelitian selanjutnya untuk mencari biomarker lainnya dalam rangka untuk menilai
resiko infeksi pada pasien stroke
I.5.3. Manfaat Penelitian Untuk Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan penanganan pasien stroke iskemik dapat lebih baik dan dapat menurunkan outcome yang
buruk pada pasien stroke iskemik
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Definisi
Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh iskemik atau perdarahan yang berlangsung 24 jam atau
meninggal, tetapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan
Sacco dkk, 2013.
Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal dan infark retinal. Dimana
infark susunan saraf pusat adalah kematian sel pada otak, medula spinalis, atau sel retina akibat iskemia, berdasarkan :
- Patologi, pencitraan atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada serebral, medula spinalis atau retina pada suatu distribusi
vaskular tertentu. - Atau bukti klinis dari injury fokal iskemk pada serebral, medula
spinalis atau retina berdasarkan gejala yang bertahan ≥ β4 jam atau meninggal dan etiologi lainnya telah disingkirkan Sacco
dkk, 2013.
Universitas Sumatera Utara
II.1.2. Epidemiologi
Insidens terjadinya stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 orang per tahun, dimana 20 darinya akan mati pada tahun pertama.
Jumlah ini akan meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050. Secara internasional insidens global dari stroke tidak diketahui Becker
dkk, 2010. Di Indonesia, data nasional epidemiologi stroke belum ada. Tetapi dari
data sporadik di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka morbiditas stroke, yang seiring dengan semakin panjangnya life
expentancy dan gaya hidup yang berubah Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009.
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984 sampai dengan
tahun 1986 meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100
penderita pada tahun 1986. Sedangkan di Jogyakarta pada penelitian Lamsudin dkk 1998 dilaporkan bahwa proporsi morbiditas stroke di
rumah sakit di Jogyakarta tahun 1991 menunjukkan kecendrungan meningkat hampir 2 kali lipat 1,79 per 100 penderita dibandingkan
dengan laporan penelitian sebelumnya pada tahun 1989 0,96 per 100 penderita Sjahrir, 2003.
Universitas Sumatera Utara
II.1.3. Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap
jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama Misbach,2011
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack TIA b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack TIA
2. Stroke in evolution 3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah 1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu Soertidewi, 2007 :
1. Partial Anterior Circulation Infarct PACI 2. Total Anterior Circulation Infarct TACI
3. Lacunar Infarct LACI
Universitas Sumatera Utara
4. Posterior Circulation Infarct POCI V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti
TOAST Sjahrir, 2003 1. Aterosklerosis Arteri Besar
Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan 50 stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks disebabkan
oleh proses aterosklerosis. Gambaran computed tomography CT scan kepala MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang
otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.
2. Kardioembolisme Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber embolus dari
jantung terdiri dari : a. Resiko tinggi
• Prostetik katub mekanik • Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi
• Fibrilasi atrial other than lone atrial fibrillation • Atrial kiri atrial appendage thrombus
• Sick sinus syndrome • Miokard infark baru 4 minggu
• Thrombus ventrikel kiri • Kardiomiopati dilatasi
• Segmen ventricular kiri akinetik
Universitas Sumatera Utara
• Atrial myxoma • Infeksi endokarditis
b. Resiko sedang • Prolapsus katub mitral
• Kalsifikasi annulus mitral • Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial
• Turbulensi atrial kiri • Aneurisma septal atrial
• Paten foramen ovale • Atrial flutter
• Lone atrial fibrillation • Katub kardiak bioprostetik
• Trombotik endokarditis nonbacterial • Gagal jantung kongestif
• Segmen ventrikuler kiri hipokinetik • Miokard infark 4minggu, 6 bulan
3. Oklusi Arteri Kecil Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunya satu
gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai gambaran CT
ScanMRI kepala normal atau infark lakunar dengan diameter 1,5 mm di daerah batang otak atau subkortikal.
Universitas Sumatera Utara
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan a. Non-aterosklerosis Vaskulopati
• Noninflamiasi • Inflamasi non infeksi
• Infeksi b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan
II.1.4. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi
nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable dan bukti yang kuat well documented or less well documented Goldstein, 2006
1. Non-modifiable risk factors : 1. Age
2. Sex 3. Low birth weight
4. Race ethnicity 5. Genetic
2. Modifiable risk factors a. Well-documented and modifiable risk factor
1. Hipertensi 2. Terpapar asap rokok
Universitas Sumatera Utara
3. Diabetes 4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
5. Dislipidemia 6. Stenosis arteri carotis
7. Sickle cell disease 8. Terapi hormon postmenopause
9. Poor diet 10. Physical inactivity
11. Obesitas dan distribusi lemak tubuh b. Less well-documented and modifiable risk factor
1. Sindroma metabolik 2. Alcohol abuse
3. Penggunaan kontrasepsi oral 4. Slepp-disordered breathing
5. Nyeri kepala migren 6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein a 8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase
9. Hypercoagulability 10. Inflamasi
11. Infeksi
Universitas Sumatera Utara
II.1.5. Patofisiologi
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti core dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah
ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel - sel otak
dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi - fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat
iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran
darah kolateral luxury perfusion area. Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi
dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-
angsur mengalami kematian Misbach, 2011. Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap Sjahrir, 2003 : Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O
2
c. Kegagalan energi d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostatsis ion
Tahap 2. : a. Eksitoksitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression
Universitas Sumatera Utara
Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis
II.2. MARKER INFLAMASI II.2.1. LEUKOSIT
Leukosit adalah sistem pertahanan tubuh yang merupakan kumpulan unit yang bergerak. Sistem daya tahan tubuh ini adalah
kemampuan tubuh untuk bertahan dan menyingkirkan material yang berbahaya dan sel-sel abnormal dalam tubuh Sherwood dkk,2012.
Leukosit dan turunannya serta protein plasma membentuk sistem immun yang merupakan sistem yang dapat mengenal, menghancurkan
dan menetralisir material yang seharusnya tidak terdapat dalam tubuh. Secara spesifik sistem pertahanan tubuh berperan dalam :
1. Melawan patogen yang menginvasi tubuh seperti mikroorganisme yang menimbulkan penyakit.
2. Menyingkirkan sel yang tidak dibutuhkan oleh tubuh seperti eritrosit yang sudah tua ataupun jaringan debris
3. Mengidentifikasi dan menghancurkan sel yang abnormal yang muncul dalam tubuh. Dalam hal ini leukosit berperan sebagai mekanisme
pertahanan pertama dalam melawan kanker Sherwood dkk,2012. Jumlah normal sel darah putih adalah 4500-11.000µl darah
manusia, dimana
diantara ini
semua, sel
granulosit sel
polimorfonuklearPMS adalah yang paling banyak. Sel granulosit muda ini
Universitas Sumatera Utara
memiliki bentuk seperti tapal kuda dan akan berubah menjadi sel multilobus. Sebagian besar dari sel polimorfonuklear ini terdiri dari granul
neutrofil, dan sebagian kecil lagi adalah eusinofil, basophil, limposit yang memiliki inti sel yang lebar dengan sedikit sitoplasma serta monosit
dengan sitoplasma dalam jumlah besar dan nukleus berbentuk ginjal. Seluruh sel ini akan melindungi tubuh dengan bekerja sama melawan
tumor, virus, bakteri dan infeksi parasit Ganong, 2003. Tabel 1. Nilai Normal Leukosit pada Sirkulasi Darahselµl
Tipe Sel Nilai
Leukosit 4500-11000
Neutrofil 4000-7000
Limfosit 2000-5000
Monosit 100-1000
Eosinofil 0-500
Basofil 0-100
Dikutip dari : English, D. 2003. Components, Immunity, and Hemostasis. In Rhoades RA, Tanner GA, editors. Medical Physiology. 2
sd
edition.Philadelphia. Lippincott Williams Wilkins Publishers. Available at: http:elib.fk.uwks.ac.idassetarchievee-bookfisiologi2020faal20-
20phisiology2020pathofisiologymedical20physiology202nd20 edition20-20rhoades.pdf
Peran leukosit secara spesifik
1. Neutrofil Neutrofil berperan dalam sistem fagosit dengan cara memakan dan
merusak bakteri secara intraselular. Neutrofil juga berperan sebagai “suicide bombers” dan mengatur kematian sel bakteri dengan
menggunakan material dalam sel untuk membentuk serat yang disebut dengan neutrophil extracellular traps NETs yang akan dibuang ke
Universitas Sumatera Utara
cairan ektraselular. Lebih jauh lagi neutrofil akan membersihkan jaringan debris. Melalui seluruh fungsi ini neutrofil akan berperan dalam
infeksi bakteri akut. 2. Eusinofil
Jumlah eusinofil yang meningkat dalam sirkulasi berhubungan dengan kondisi alergi dan adanya infeksi parasit seperti cacing. Eusinofil tidak
dapat memakan parasit yang berukuran besar melainkan dengan cara menempel
pada parasit
dan mensekresikan
substan untuk
menghancurkan parasit tersebut. 3. Basofil
Basofil adalah bagian dari leukosit yang paling sedikit yang memiliki fungsi dan struktur yang hampir sama seperti sel mast. Basofil tidak ikut
bersirkulasi dalam darah namun tersebar di jaringan ikat. Basofil dan sel mast mensintesa dan menyimpan histamin dan heparin yang
merupakan substans kimia yang akan dikeluarkan pada stimulus tertentu. Produksi histamin berperan penting pada reaksi alergi
sedangkan heparin berperan untuk mempercepat perpindahan partikel lemak dalam darah serta mencegah proses pembekuan darah
sehingga digunakan sebagai obat antikoagulasi namun hal ini masih bersifat kontroversi. Basofil ini diproduksi di sum-sum tulang, setelah itu
akan beredar di sirkulasi selama kurang dari satu hari, memasuki jaringan ikat dan bertahan selama 3-4 hari.
Universitas Sumatera Utara
4. Monosit Bekerja seperti neutrofil dengan cara memfagosit. Monosit akan
berpindah dari sum-sum tulang saat masih immature dan bersirkulasi dalam darah selama 1-2 hari sebelum memasuki jaringan. Dalam
jaringan inilah monosit akan berkembang menjadi matur dan disebut sebagai makrofag. Makrofag ini akan bertahan beberapa bulan sampai
beberapa tahun jika mereka tidak melakukan aktivitas fagosit. 5. Limfosit
Limfosit melakukan aktivitas sistem imun dengan melawan target yang secara spesifik mengaktifkan mereka. Terdapat dua limfosit yaitu
limfosit B dan limfosit T Sel B dan sel T yang terlihat sama. Limfosit B akan memproduksi antibodi yang bersirkulasi dalam darah sehingga
disebut antibody-mediated atau hummoral immunity. Antibodi ini akan berikatan dan menandai sel asing yang menginduksi mereka dan
kemudian akan merusak sel asing itu. Limfosit T tidak memproduksi antibodi, namun secara langsung merusak sel target yang spesifik
degan mengeluarkan substansi kimia. Proses ini disebut dengan cell mediated immunity. Limfosit ini akan bertahan hidup 100-300 hari.
Hanya limfosit dalam jumlah kecillah yang bersirkulasi dalam darah di waktu tertentu selebihnya tinggal di jaringan getah bening. Ganong,
2003
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Perbedaan Limfosit B dan Limfosit T
Dikutip dari : Ganong, W., F. 2003. Review of Medical Physiology . 21
th
edition . Lange Medical BooksMcGraw-Hill Medical Publishing Division. USA.
Gambar 1 . Element dan Tipe Leukosit Normal pada Manusia
Dikutip dari : Ganong, W., F. 2003. Review of Medical Physiology . 21
th
edition . Lange Medical BooksMcGraw-Hill Medical Publishing Division. USA.
Universitas Sumatera Utara
II.2.2 C-REACTIVE PROTEIN
C-reactive protein CRP pertama kali ditemukan pada tahun 1930 oleh William Tillet dan Thomas Francis. Pada penelitian, di dalam darah
pasien-pasien yang menderita infeksi akut Streptococcus pneumonia ditemukan serum yang membentuk presipitan dengan ekstrak dari bakteri
streptokokus. Ekstrak ini mula-mula dinamakan fraksi C yang kemudian diketahui sebagai polisakarida. Oleh karena itu substansi dalam serum
hasil dari reaktivitas C-polisakarida dari dinding sel streptokokus disebut CRP. Ikatan kalsium dari CRP yang berikatan dengan afinitas tinggi
terhadap phoshocholine unsur dasar membran sel phospholipid, phosphatidylcholine. Jika terjadi kerusakan sel maka phosphatidylcholine
akan terekspos dan mudah terjangkau oleh CRP Semple, 2006; Husain dkk, 2002.
C-Reactive Protein merupakan protein fase akut dengan struktur homopentametric dan ikatan kalsium yang spesifik untuk phospocholine
PCh. C-Reactive protein merupakan bagian dari famili pentraxin nonglikosilasi yang termasuk dalam
“lectin fold superfamily”. Molekul human CRP terdiri dari 5 subunit polipeptida nonglikosilasi promoter
yang berkeliling non kovalen, tersusun secara cyclic pentametric simetris dan dirakit keliling dengan sebuah poros sentral dengan konfigurasi
seperti sebuah piringan. Setiap subunit mempunya massa 23,027 Da terdiri dari 206 asam amino residu dan secara keseluruhan massa
human CRP adalah 115,135 Da Pepys dkk, 2003; Hirschfield dkk, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Struktur Molekuler dan Morfologi dari CRP
Dikutip dari : Mark B. Pepys and Gideon M. Hirschfield. 2003. C-reactive protein: a critical update. J. Clin. Invest; 111:1805
–1812
C-Reactive Protein disintesa dalam bentuk pecahan dari hepatosit lalu disekresikan kedalam sirkulasi darah. Produksi dari CRP di induksi
oleh sitokin pro inflamasi IL-1 dan IL-17 di hati. Sitokin menekan efek bilologisnya terhadap CRP dengan memberikan sinyal melalui reseptor
pada sel hepatik dan mengaktivasi kinase dan fosfatase yang berbeda, mengarah paa translokasi dari berbagai faktor transkripsi pada gen
promoter dan produksi dari CRP Di Napoli dkk, 2011. Konsentrasi CRP sistemik dikatakan normal bila kurang dari 5 mgL
namun konsentrasi rata-rata pada populasi umum dan sedentary adalah 2 mgL. Tidak ditemukan perbedaan konsentrasi ada pria maupun wanita.
Tidak ditemukan pula perbedaan konsentrasi diurnal ataupun berdasarkan musim Semple, 2006.
Konsentrasi CRP serum akan meningkat dalam 4 – 6 jam setelah
injury jaringan dimulai dan akan meningkat sampai ratusan kali lipat dalam
Universitas Sumatera Utara
24-48 jam. Konsentrasi CRP akan tetap tinggi selama respon fase akut, dan akan kembali normal dengan pulihnya struktur dan fungsi jaringan.
Kenaikan CRP bersifat eksponensial, dan menjadi dua kali lipat setiap 8 –
9 jam. Waktu paruh half-life dari CRP kurang dari 24 jam. Pengukuran CRP dapat dilakukan secara langsung dan kuantitatif. Pengukuran CRP
serial dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk infeksi, kemajuan pengobatan, atau deteksi awal peradangan ulang Husain dkk,2002.
Fungsi utama CRP adalah berikatan dan detoksifikasi terhadap toksik endogen yang diproduksi sebagai hasil dari kerusakan jaringan. C-
Reactive Protein juga membantu pemindahan sel yang mati, sel-sel asing seperti mikroba melalui ikatan fosfokolin pada permukaan sel, aktivasi
sistem komplemen dan inisiasi, opsoniasi dan fagositosis Volanakis,2001; Coric dkk, 2012.
II. 3 PROCALCITONIN
Procalcitonin adalah polipeptida yang terdiri dari 116 asam amino dan merupakan prohormon calcitonin. Calcitonin terdiri dari 32 asam
amino, sedangkan PCT dibentuk oleh prePCT yang terdiri dari 141 asam amino dengan bobot molekul 16 kDa. Pemecahan terjadi di sel C kelenjar
tiroid. Pemeriksaan semikuantitatif PCT sangat praktis dan dapat digunakan secara bed-side. Peningkatan PCT yang cukup besar terjadi
bila terdapat reaksi peradangan sistemik yang disebabkan oleh endotoksin bakteri, eksotoksin, dan beberapa jenis sitokin. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
penyakit di luar infeksi yang dapat meningkatkan PCT antara lain malaria penyakit jamur,penyakit autoimun, bedah jantung, pankreatitis, luka bakar,
penyakit Kawasaki dan syok kardiogenik. Terjadi peningkatan sedikit kadar PCT pada keadaan infeksi virus, neoplastik, dan penyakit autoimun,
sedangkan pada infeksi bakteri kronik tanpa inflamasi, reaksi alergi, dan infeksi bacterial yang terlokalisasi tidak didapatkan peningkatan PCT.
Konsentrasi normal PCT dalam serumplasma di bawah 0,5 ngml. Pada keadaan inflamasi kronik dan penyakit autoimun, infeksi virus, dan infeksi
lokal kadar PCT 0,5 ngml, sedangkan pada keadaan SIRS, multipel trauma, dan luka bakar kadar PCT 0,5
–2 ngml dan kadar PCT 2 paling sering 10
–100 ngml merupakan prediktor infeksi berat, sepsis, dan kegagalan beberapa organ multiple organ failure Iskandar dkk, 2010.
Pemeriksaan PCT merupakan surrogate marker untuk infeksi, dalam kaadaan normal PCT dimetabolisme menjadi kalsitonin, pada
keadaan infeksi atau stres lain perubahan PCT menjadi kalsitonin terganggu sehingga kadar PCT meningkat Iskandar dkk,2010.
Mekanisme tentang sintesa dan peran PCT setelah peradangan sampai sekarang sama sekali tidak diketahui. Selama infeksi mikroba,
akan terjadi peningkatan ekspresi gen CALC-I yang menyebabkan pelepasan PCT dari seluruh jaringan parenkim dan seluruh sel
terdiferensiasi di seluruh tubuh. Pelepasan PCT pada saat peradangan diinduksi dalam dua jalur utama yaitu: cara langsung diinduksi oleh toksin
atau lipopolisakarida yang dilepaskan oleh mikroba, dan induksi tidak
Universitas Sumatera Utara
langsung melalui respon immun pejamu yang bersifat cell-mediated yang dimediasi oleh sitokin inflamasi seperti interleukin-1b [IL-1b], interleukin-6
[IL-6], tumor necrosis factor- α [TNF-α] Hatzizsilianou, 2011.
Pada infeksi bakteri, serum PCT nilainya akan meningkat 4 jam setelah onset infeksi bakteri, dan puncaknya antara 8 dan 24 jam Kibe
dkk,2011. Procalcitonin bukan hanya merupakan marker spesifik untuk infeksi, tetapi juga dapat digunakan sebagai monitoring respon penjamu
terhadap infeksi dan pengobatan. Jika nilai PCT turun lebih dari 30 dari nilai awal setelah onset 24 jam pengobatan antibakteri, ini
mengindikasikan bahwa pengobatan sesuai dan infeksi dapat dikontrol. Tetapi jika nilai PCT meningkat, ini menunjukkan pengobatan anti mikroba
harus diganti. Jika nilai PCT secara terus menerus meningkat, ini menunjukkan respon penjamu untuk terserang infeksi sangat buruk dan
sistem imun penjamu harus diperkuat Hatzizsilianou, 2011. Pada gambaran endokrin yang lalu, kalsitonin matur kebanyakan
dihasilkan pada neuroendokrin sel C dari tiroid. Jika tidak ada infeksi, transkripsi ekstratiroid dari gen CALC-1 akan tertekan dan terbatas
ekspresi selektif pada sel neuroendokrin yang dijumpai pada tiroid dan paru. Pada sel neuroendokrin, hormon yang matur akan diproses dan
disimpan pada granul sekretoris. Jika ada infeksi mikroba akan menginduksi peningkatan dari ekspresi gen CALC-1 dan melepaskan PCT
dari semua jaringan parenkim dan perbedaan tipe sel dalam tubuh Christ- Crain M dan Müller B, 2005.
Universitas Sumatera Utara
II.3.1 Kelompok Protein CAPA
Procalcitonin, calcitonin gene-related peptides CGRP I dan II, amylin, adrenomedullin, calcitonin dan prekursornya adalah satu kelompok
protein. Calcitonin gene-related peptides CGRP I dan mRNA yang merupakan prekursor kalsitonin I dan II akan dikode di gen CALC-1 pada
kromosom 11. Gen ini akan mengkode calcitonin, PCT-I, PCT-II dan produk lainnya. calcitonin gene-related peptides CGRP II diproduksi dari
gen CALC-II pada kromosom 11, sedangkan amilin diproduksi pada kromosom 12. Semua protein ini akan disekresikan. Untuk mendapatkan
akses ke sistem golgi, protein ini akan diproduksi dengan menggunakan sekitar 100 asam amino yang terdiri dari residu sistein. Produk yang
dihasilkan ini akan aktif dan berikatan pada reseptor G-Coupled 7TM dan disebut sebagai
―calcitonin gene-related peptideamylin procalcitonin- adrenomedullin family
,’’ atau „„CAPA protein family” yang merupakan cikal bakal kalsitonin
Kibe dkk, 2011.
II.3.2 Sintesis mRNA pada beberapa tipe sel
Procalcitonin mRNA disintesis di gen CALC-I pada kromosom 11 pada saat sepsis atau inflamasi. Gen CALC-I ini merupakan sumber
calcitonin matur pada individu normal. Gen ini terdapat pada beberapa mamalia dan spesies lainnya. Kalsitonin, PCT-I, PCT-II, dan calcitonin-
gene-related peptide CGRP I dikode pada urutan DNA di gen ini. Dua tipe PCT mRNA disintesis pada sel yang memproduksi PCT dan
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan dua protein yang berbeda yaitu PCT I dan PCT II yang dibedakan pada asam amino C-terminal. Sherwood dkk,2012
Mekanisme tentang sintesis dan peran PCT setelah peradangan sampai sekarang sama sekali tidak diketahui. Selama infeksi mikroba,
akan terjadi peningkatan ekspresi gen CALC-I yang menyebabkan pelepasan PCT dari seluruh jaringan parenkim dan seluruh sel
terdiferensiasi di seluruh tubuh. Pelepasan PCT pada saat peradangan diinduksi dalam dua jalur utama yaitu: cara langsung diinduksi oleh toksin
atau lipopolisakarida yang dilepaskan oleh mikroba, dan induksi tidak langsung melalui respon immun pejamu yang bersifat cell-mediated yang
dimediasi oleh sitokin inflamasi seperti interleukin-1b [IL-1b], interleukin-6 [IL-6], tumor necrosis factor-
α [TNF-α] Kibe dkk, 2011.
II. 4. STROKE-ASSOCIATED INFECTIONS SAI
II. 4.1. Definisi Stroke-associated infections SAI
Stroke-associated infections ialah infeksi yang terjadi selama tujuh hari pertama daripada onset stroke Vargas dkk, 2006
Infeksi dapat terjadi setelah hari pertama stroke iskemik pada sekitar 25-65 pasien. Pneumonia dan infeksi saluran kemih ISK
merupakan komplikasi infeksi yang sering terjadi setelah stroke iskemik. Insiden untuk pneumonia yang berhubungan dengan stroke sekitar 5-22
sedangkan untuk infeksi saluran kemih sekitar 6-27. Untuk pasien
Universitas Sumatera Utara
dengan infeksi saluran kemih biasanya 3-10 pasien perhari setelah pemasangan kateter Harms dkk, 2010; Fluri dkk, 2012.
A. Pneumonia setelah stroke Diagnosis pneumonia ditentukan oleh :
1. Pemeriksaan paru yang abnormal, infiltrasi paru pada foto thorak 2. batuk yang produktif dengan sputum purulen, pada kultur
ditemukan moikrobiologi positif ataupun kultur darah Harms dkk,2010
Tabel 3. Kriteria untuk Definisi Klinis Pneumonia berdasarkan Centers for Disease Control
Dikutip dari : Harms H, Halle E, Andreas Meisel A. 2010. Post- Stroke Infections
– Diagnosis, Prediction, Prevention And Treatment To Improve Patient Outcomes. European Neurological
Review;51:39 –43
Diagnosis lain dapat dibuat dengan kriteria The Center for Disease Control CDC-Atlanta yang telah diadaptasi oleh PDPI Perhimpunan
Universitas Sumatera Utara
Dokter Paru Indonesia, yaitu: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
Pneumonia ditegakkan atas dasar: 1. Gambaran foto toraks terdapat infiltrat baru atau progresif.
2. Ditambah dua di antara kriteria berikut: a. Batuk
– batuk bertambah b. Perubahan karakteristik dahak sekret purulen
c. Suhu tubuh ≥ γ8
C diukur di aksila d. Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda
– tanda konsolidasi, suara nafas bronkial dan ronki
e. Leukositosis ≥10.000 atau leukopenia 4500
B. Infeksi Saluran Kemih Diagnosis infeksi saluran kemih ditentukan oleh :
1. Demam ≥ γ8
C 2. Pemeriksaan urin dijumpai positif untuk nitrat
3. Leukosituria 40µL ataupun ada bakteriuria ≥ 10
4
mL
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Kriteria untuk Infeksi Saluran Kemih berdasarkan Centers for
Disease Control
Dikutip dari : Harms H, Halle E, Andreas Meisel A. 2010. Post-Stroke Infections
– Diagnosis, Prediction, Prevention And Treatment To Improve Patient Outcomes. European Neurological Review;51:39
–43
C. Infeksi lainnya Diagnosis ini ditentukan oleh :
1. Suhu ≥ γ8
C 2. Leukosit
≥ 11000mL 3. CRP
≥ 10 mgL Fluri, dkk, 2012
Universitas Sumatera Utara
II.4.2. Patogenesa Stroke-Associated Infections SAI
Keadaan infeksi dapat ditemukan pada pasien stroke dan dihubungkan dengan outcome stroke yang lebih buruk. Bagaimana infeksi
menyebabkan perburukan outcome stroke masih belum jelas sampai sekarang. Satu penelitian menunjukkan bahwa respon inflamasi yang
berhubungan dengan infeksi sistemik menjadi predisposi perkembangan respon autoimun dari sel T helper 1 terhadap antigen SSP yang terpapar
oleh limfosit dari sirkulasi akibat kerusakan sawar darah otak yang diinduksi oleh stroke atau keadaan iskemik otak. Sebagai tambahan,
strategi untuk menghambat perkembangan respon T helper 1 ini berhubungan dengan outcome yang lebih baik. Hubungan antara infeksi
yang terjadi paska stroke dan outcome klinis yang lebih buruk adalah perkembangan respon autoimun di SSP yang dicetuskan oleh infeksi
Becker, 2012. Suatu penelitian menemukan perubahan otonom dihubungkan
dengan frekuensi infeksi yang tinggi dan keparahan stroke, ataupun volume darah intraserebral. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan hubungan antara katekolamin dan infeksi paska stroke yang tidak bergantung pada keparahan stroke. Pada beberapa penelitian
sederhana ditemukan localization-dependent pattern pada disfungsi imunitas setelah stroke. Hal lain yang lebih penting adalah semua
penelitian ini dilakukan terhadap pasien stroke iskemik. Akan tetapi pada perdarahan intraserebral faktor lain seperti perdarahan disekitar
Universitas Sumatera Utara
intraventrikel pada autonomic and immunoregulatory centers talamus, hipotalamus, peri-aqueductal gray, formasio retikularis mungkin berperan
penting dalam aktivasi saraf simpatik dan dalam proses immunodepresi setelahnya. Penelitian ini menyimpulkan hubungan kuat antara luasnya
perdarahan intraventrikular dan aktivasi saraf simpatis yang tidak bergantung pada volume perdarahan dan keparahan stroke awal Sykora
dkk, 2011. Sebagai biomarker diagnostik pada sepsis bakterial, substansi yang
diukur harus naik melebihi nilai normal pada awal proses infeksi. Pada infeksi bakteri, konsentrasi PCT serum akan mulai naik sejak 4 jam
setelah onset infeksi, dan mencapai puncaknya 8 atau 24 jam setelahnya. Kebalikannya, CRP dengan leukosit sebagai pengecualiannya
merupakan biomarker infeksi yang paling sering digunakan di Inggris ditentukan meningkat secara perlahan dan mencapai puncaknya hingga
36 jam setelah terjadi perubahan endotoksin Kibe dkk, 2011.
II.4.2.1. Perubahan Imunologis Setelah Iskemik Otak Akut
Pada pasien-pasien dengan stroke akut, konsentrasi ACTH dan kortisol yang tinggi atau terlalu rendah dihubungkan dengan daerah infark
yang lebih besar, outcome fungsional yang lebih buruk, dan peningkatan kematian. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua respon aksis HPA yang
sangat ekstrim bersifat mengganggu. Pasien dengan peningkatan kortisol mungkin memiliki respon peradangan yang kuat, dengan peningkatan
suhu tubuh, fibrinogen, jumlah sel darah putih, tromboglobuin, dan
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi IL-6. Konsentrasi kortisol yang tinggi pada beberapa penelitian, tapi tidak di penelitian lainnya, juga telah dihubungkan dengan
ekspresi katekolamin yag lebih tinggi, dan infark lobus frontal atau infark insular. Tetapi, rerata infeksi dan keadaan imun pasien tidak digambarkan
di dalamnya. Pada mencit yang mengalami iskemik otak, stroke menginduksi depresi imunitas selular yang berlangsung lama, seperti
deaktivasi monosit, limfopenia, dan perubahan shift sel Th1 Th2 yang dihubungkan dengan bakterimia spontan, dan pneumonia. Pada tikus,
iskemia serebri fokal akan menurunkan selularitas limfa dan respon terhadap mitogen sehingga menghasilkan produksi faktor inflamasi yang
cepat dan luas oleh splenosit dalam hubungannya dengan sinyal adrenergik.
Preconditioning lipopolisakarida
terbukti menginduksi
neuroproteksi yang signifikan terhadap oklusi arteri serebri media, penekanan infiltrasi kedua jenis netrofil, dan aktivasi mikroglia makrofag
pada keadaan iskemik hemisfer, dan aktivasi monosit pada darah tepi Chamorro dkk, 2007.
II.4.2.2. Sistem Pertahanan Tubuh yang Diinduksi oleh Stroke
Penyebab kematian yang paling tinggi pada pasien stroke adalah infeksi. Hampir 85 pasien stroke mengalami komplikasi, dan paling
banyak diantaranya adalah infeksi. Pada masa rehabilitasi, infeksi adalah komplikasi yang paling sering dan merupakan penyebab kematian nomor
satu pada perawatan stroke hari pertama. Pada kerusakan sistem saraf pusat secara spesifik dan signifikan dapat menimbulkan risiko infeksi. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini juga terjadi pada injury susunan saraf pusat yang mengakibatkan immunodepresi sekunder CNS injury-induced immunodepressionCIDS.
Penelitian pada mencit menunjukkan, dalam tiga hari setelah iskemia fokal otak akan muncul pneumonia dan sepsis. Keadaan ini terjadi karena
terjadinya apoptosis luas, hilangnya limfosit dan perubahan T Helper I menjadi T Helper II, atrofi pada organ limpatik seperti limpa dan tymus,
penurunan jumlah dan fungsi monosit. Keadaan immunodepression setelah terjadinya stroke dapat dideteksi mulai saat terjadinya iskemik dan
berlangsung sampai beberapa minggu. Berdasarkan penelitian ini menunjukkan kerusakan katekolamin yang terjadi pada saat aktivasi
limfosit memegang peranan penting dalam terganggunya respon imun terhadap infeksi bakteri setelah terjadinya stroke Dirnagl dkk, 2007.
II.4.2.3. Penyebab Immunodepresi Pada Pasien Stroke
Walaupun fenomena terjadinya imunodepresi setelah stroke sudah banyak
dinilai namun
mekanisme penyampaian
signal yang
mempengaruhi sistem saraf simpatis dan aksis hypothalamic-pituitari yang meregulasi penurunan respon imun setelah iskemia sel otak masih belum
jelas. Beberapa percobaan klinik menunjukkan adanya produksi cytokine proinflamatory oleh jaringan otak yang rusak secara langsung
menimbulkan aktivasi central nervous system dan aksis hypothalamic –
pituitary. Peningkatan nilai cytokine seperti interleukin 1, TNF α dan
interleukin 6 telah tebukti terjadi pada kerusakan parenkim otak dan cairan serebrospinal. Karena sistem otonom pada sistem saraf pusat merupakan
Universitas Sumatera Utara
organ limfoid sekunder, kerusakan yang terjadinya pada daerah ini dapat menimbulkan imunodefisiensi. Pada keadaan stroke akan terjadi
kerusakan struktur susunan saraf pusat simpatis yang meliputi vegetative neuroimmunomodulation. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan adanya
stres pada sistem saraf pusat dan peradangan pada sistem saraf pusat merupakan penyebab terjadinya immunodepresion sistemik Dirnagl dkk,
2007.
Gambar 3. Hipotesa Terjadinya Immunodepresi Akibat Terjadinya Stroke
Dikutip dari : Dirnagl U, Klehmet J, Braun J.S, Harms H, Meisel C, Ziemssen T, Prass K, Meisel A. 2007. Stroke-Induced Immunodepression
Experimental Evidence And Clinical Relevance. Stroke;38Part 2:770-3
.
Stroke fase akut dapat menginduksi terjadinya stroke-induced immunodepression SIID syndrome. Jumlah kasus SIID yang timbul pada
infeksi poststroke diperkirakan sampai 30. Manifestasi sistem immunodepresi ini tidak hanya terjadi pada keadaan stroke atau rusaknya
sel saraf pusat namun juga dapat terjadi pada traumatic injury, luka bakar ataupun operasi besar di daerah otak. Kondisi ini tampaknya terjadi akibat
Universitas Sumatera Utara
terjadinya peningkatan reaksi sistem saraf otonom yang akhirnya memicu respon imun yang adaptive dan innate akibat adanya infeksi bakteri
tertentu. Kerusakan sistem saraf pusat secara langsung juga menginduksi terjadinya immunodepresi. Keadaan ini terjadi akibat adanya respon imun
yang berbeda jika dibandingkan pada trauma jaringan lain pada tubuh, hal ini masih dalam proses penelitian sampai saat ini. Pada suatu penelitian
terhadap mencit diketahui bahwa pada saat terjadinya SIID, sel invariant natural killer T iNKT hepatic dan memory T cells limpa memegang
peranan penting. Sindrom SIID ini juga merupakan respon immun adaptif untuk mengurangi peradangan pada otak yang diinduksi oleh adanya
iskemia walaupun pada akhirnya keadaan ini memfasilitasi terjadinya infeksi akibat berkurangnya reaksi inflamasi Chamorro dkk, 2012.
Adanya lymphocytopenia merupakan penanda adanya SIID. Secara spesifik pada penelitian terdahulu ditemukan bahwa sel T
proinflamasi pada pasien SIID menimbulkan efek yang lebih lemah pada stimulus in vitro dibandingkan pada kontrol yang sehat, namun pada
penelitian terbaru pada mencit dan manusia ditemukan bahwa sel T proinflamasi akan mempertahankan kemampuan proliferasi setelah
terjadinya stroke. Komponen yang berperan pada SIID pada pasien yang mengalami stroke akan mengalami overactivation akibat sistem adrenergik
yang bekerja pada sel pertahan tubuh primer yang menyebabkan pergantian respon TH 1 proinflamasi menjadi respon TH2 antiinflamasi.
Aktivasi simpatis juga dapat terjadi pada keadaan dismotilitas
Universitas Sumatera Utara
gastrointestinal yang akhirnya dapat menimbulkan resiko aspirasi pneumonia Chamorro dkk, 2012.
Respon antiinflamasi pada keadaan infeksi paska stroke terjadi akibat modulasi sistem saraf pusat yang mengaktifkan sistem pertahanan
tubuh lewat komplek humoral dan aksis hypothalamic –pituitary–adrenal,
persarafan vagus dan sistem saraf simpatis. Hipotalamus secara fungsional
berhubungan erat
dengan pusat
otonom sehingga
memungkinkan terjadinya
sinkronisasi respon
neuroendocrine glucocorticoid dengan aktivitas kolinergik yang secara bersama-sama
akan menekan produksi sitokin inflamasi oleh sel T, monosit dan makrofag serta menghasilkan sitokin antiinflamasi seperti IL-10. Diproduksinya
neuroadrenalin oleh jaringan saraf otak dan organ perifer seperti kelenjar adrenal, hati dan limpa juga menginduksi respon antiinflamasi pada
limfosit, monosit dan makrofag. Secara bersamaan seluruh mekanisme ini akan membatasi respon inflamasi namun menimbulkan resiko terjadinya
infeksi seperti pneumonia ataupun infeksi saluran kemih. Selain itu dihasilkannya katekolamin oleh saraf terminal dapat menginduksi
perubahan pada sel iNKT hati serta dihasilkannya asetilkolin oleh sel T memori di spleen yang pada akhirnya mengurangi reaksi peradangan
namun meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi Chamorro dkk,
2012.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Reflek antiinflamasi dan infeksi pada Stroke Associated
Infections
Dikutip dari : Chamorro A, Meisel A, Planas A.M, Urra X, Van De Beek D, Roland Veltkamp R. 2012. The Immunology Of Acute Stroke. Nat. Rev.
Neurol:1-10
Universitas Sumatera Utara
II. 5. KERANGKA TEORI
Aksis HPA Sistem Saraf Simpatis
Nervus Vagus
Chamorro dkk, 2007; Fluri dkk, 2012: CNS memodulasi sistem imun melalui jalur aksis HPA, sistem saraf simpatis dan nervus
vagus
STROKE
Glukokortikoi d
Katekolami n
Darah: Sel T IFN ,
apoptosis, Monosit TNF
, IL-10
Liver :sel iNKT IFN , IL-10
Spleen Asetikolin Monosit TNF
, IL-10
Infeksi Disfungsi sistem immune
immunodepresi
Wartenberg dkk,2011: leukosit,CRP,monosit,
PCT berhub SAI
Dirnagl dkk,2007: injury SSP immunodepresi
Chamorro dkk,2012, Dirnagl dkk, 2007 :
katekolamin
infeksi
PCT, Leukosit, Monosit, HsCRP
Johnsen dkk 2012; Wani dkk 2012
: lymphocyte count, gangguan limfosit T dan aktivitas
sel NK natural killer, IFN
Chamorro dkk,
2012: Asetikolin
menyebabkan inflamasi
Chamorro dkk,2012:
Glukokortikoid
sitokin inflamasi
Di Napoli dkk, 2011: CRP disintesa dr hepatosit
Iskandar dkk, 2010 : PCT dipecah pd sel C tiroid
Universitas Sumatera Utara
II.6. KERANGKA KONSEP
Stroke Iskemik Akut
INFEKSI Marker Inflamasi
Leukosit, Monosit, HsCRP dan
Procalcitonin
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
III.1. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USURSUP H.Adam Malik Medan dari tanggal 1 September 2013 sd 30 Maret 2014.
III.2. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling non
random secara konsekutif.
III.2.1 Populasi Sasaran
Semua penderita stroke iskemik yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan CT Scan kepala.
III.2.2 Populasi Terjangkau
Semua penderita stroke iskemik yang dirawat di ruang rawat inap terpadu Rindu A4 Departemen Neurologi FK USU RSUP.H.Adam Malik
Medan.
Universitas Sumatera Utara
III.2.3 Besar Sampel
Besar sampel dihitung menurut rumus Madiyono, 2008
Z1- αβ
= Deviat baku alpha; untuk α = 0,05 Z1-αβ= 1,96 Z1-
= Deviat baku beta; untuk = 0,10 Z1- = 1,β8β
Po = Proporsi Stroke Associated Infections SAI
0,172 Fluri dkk,2012 Po-Pa
= Beda proporsi yang bermakna 0,20 Pa
= Perkiraan proporsi Stroke Associated Infections SAI yang diteliti
0,372 n
= jumlah sampel minimal = 47 orang
III.2.4 Kriteria Inklusi
1. Semua pasien stroke iskemik akut dengan onset serangan kurang dari 72 jam yang dirawat di bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP
H.Adam Malik Medan 2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
III.2.5 Kriteria Eksklusi
1. Pasien stroke yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT Scan kepala.
2. Pasien dengan riwayat infeksi akut sebelum stroke
III.3. BATASAN OPERASIONAL 1. Stroke iskemik
adalah episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal dan infark retinal.
Dimana infark susunan saraf pusat adalah kematian sel pada otak, medula spinalis, atau sel retina akibat iskemia, berdasarkan :
- Patologi, pencitraan atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada serebral, medula spinalis atau retina pada suatu distribusi
vaskular tertentu. - Atau bukti klinis dari injury fokal iskemk pada serebral, medula
spinalis atau retina berdasarkan g ejala yang bertahan ≥ β4 jam
atau meninggal dan etiologi lainnya telah disingkirkan Sacco dkk, 2013.
2. Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan
stroke yang berlangsung sampai 1 minggu Misbach,1999.
3. Infeksi akut adalah invasi dan multiplikasi dari mikroorganisme
pada jaringan tubuh terutama yang menyebabkan injury lokal pada sel yang disebabkan oleh metabolisme kompetitif, toksin, replikasi
intraseluler ataupun respon antigen antibodi yang berlangsung
Universitas Sumatera Utara
beberapa hari dengan durasi yang pendek dengan onset dalam beberapa hari Medical dictionary.
4. Leukosit adalah sistem pertahanan tubuh yang merupakan
kumpulan unit yang bergerak. Sistem daya tahan tubuh ini adalah kemampuan tubuh untuk bertahan dan menyingkirkan material
yang berbahaya dan sel-sel abnormal dalam tubuh. Jumlah normal leukosit adalah 4000-11.000µl darah Ganong, 2003.
5. Monosit adalah merupakan merupakan bagian dari leuksit. Monosit
akan berpindah dari sum-sum tulang saat masih immature dan bersirkulasi dalam darah selama 1-2 hari sebelum memasuki
jaringan. Nilai normal monosit adalah sekitar 100-1000 µl darah English, 2006.
6. C-Reactive Protein adalah protein fase akut yang didasarkan pada