mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga.
c. Rentabilitas Profitabilitas
Rasio rentabilitas atau disebut juga dengan profitabilitas menggambarakan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui
semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio
profitabilitas yang umum digunakan adalah: 1.
Net Profit Margin
Darsono, 2005 : 56 Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih
yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba cukup tinggi.
Laba Bersih Net Profit Margin =
Penjualan
2. Daya Laba Dasar Basic Earning PowerRentabilitas Ekonomi
Laba Sebelum Bunga dan Pajak Daya Laba Dasar =
Total Aktiva
Harahap, 2001 : 305 Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba
diukur dari jumlah laba sebelum dikurangi bunga dan pajak
dibandingkan dengan total aktiva. Semakin besar rasio semakin baik.
3. Hasil Pengembalian atas Total Aktiva Return On InvesmentROI
Munawir, 2007: 89 Rasio ini dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan
keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Laba Bersih ROI =
Total Aktiva
4. Hasil Pengembalian atas Ekuitas Return On EquityROE
Laba Bersih ROE =
Rata-rata Ekuitas
Darsono, 2005 : 57 Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila
diukur dari modal pemilik. Semakin besar semakin bagus. 5.
Hasil Pengembangan atas Total Aktiva Retu On Assetn ROA
Darsono, 2005: 57 Rasio ini memperlihatkan sejauh mana perusahaan mengelola
aktiva secara efektif. Semakin besar angka rasio ini maka akan semakin baik, karena hal tersebut menunjukkan bahwa aktiva
perusahaan dimanfaatkan secara efektif dalam menghasilkan laba.
Laba Bersih Total Aktiva
ROA =
d. Analisis Aktivitas Perusahaan
Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya.
Rasio-rasio aktivitas yang umum digunakan adalah: 1.
Rasio Perputaran Persediaan Inventory Turnover
Harga Pokok Penjualan Perputaran Persediaan =
x 100 Rata-rata Persediaan
Darsono, 2005: 60 Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dalam mengelola persediaan, dalam arti beberapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan. Semakin tinggi rasio
perputaran persediaan maka semakin cepat persediaan diubah menjadi penjualan.
2. Periode Penagihan Rata-rata Average Collection Period
Piutang Periode Penagihan Rata-rata =
x 360 Penjualan per hari
Sawir, 2001: 16 Rasio ini mengukur efisiensi pengelolaan piutang perusahaan, rata-
rata jangka waktu penagihan adalah rata-rata jangka waktu lamanya perusahaan harus menunggu pembayaran setelah
melakukan penjualan.
3. Rasio Perputaran Modal Kerja Working Capital Turnover
Penjualan Rasio Perputaran Modal Kerja =
Modal Kerja Bersih
Sawir, 2001: 16 Modal kerja bersih adalah aktiva lancar dikurangi hutang lancar.
Rasio ini mengukur aktivitas bisnis terhadap kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan banyaknya
penjualan dalam rupiah yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Semakin besar rasio ini maka
menunjukkan perusahaan tersebut sudah memanfaatkan modal kerja dengan efisien dan efektif.
4. Rasio Perputaran Aktiva Tetap Fixed Assets Turnover
Penjualan Rasio Perputaran Aktiva Tetap =
Aktiva Tetap
Sawir, 2001: 17 Rasio ini berguna untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan
menggunakan aktivanya secara efektif untuk meningkatkan pendapatan. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik artinya
kemampuan aktiva tetap menciptakan penjualan yang tinggi. 5.
Rasio Perputaran Total Aktiva Total Assets Turnover
Penjualan Rasio Perputaran Total Aktiva =
Total Aktiva
Sawir, 2001: 17
Rasio ini merupakan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau
menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk
harta perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik.
2.2.5. Rasio Likuiditas
Likuiditas perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Menurut Sartono
2001 : 116 rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya.
Masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansiilnya
yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran alat-alat likuid yang dimilki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu
merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu
dapat memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan belum mempunyai
kemampuan membayar.
Suatu perusahaan yang mempunyai kemampuan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban
finansiilnya dikatakan perusahaan tersebut likuid, dan sebaliknya suatu perusahaan yang tidak mempunyai kekuatan membayar adalah ilikuid.
Riyanto, 2001 : 26. Penelitian
ini menggunakan
current ratio atau rasio lancar sebagai rasio likuiditas karena setelah dianalisa ternyata yang mengalami
masalah hanya current ratio saja, selain itu rasio ini merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi
kewajiban jangka pendek jika dibandingkan dengan ketiga rasio lainnya. Rumus current ratio atau rasio lancar adalah sebagai berikut :
Aktiva Lancar Current Ratio =
Hutang Lancar
Sutrisno, 2003 : 247 Rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor
jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang.
2.2.6. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut.
Dengan kata lain profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu Riyanto, 2001 : 35.
Menurut Munawir 2002 : 86 rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk operasi tersebut atau untuk mengukur kemampuan
perusahaan guna memperoleh keuntungan.
Cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan adalah bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana
yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya. Salah satu caranya adalah dengan Return on Asset ROA. Rasio ini memberikan ukuran
yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh
pendapatan. Sehingga calon investor bisa menilai apakah perusahaan ini efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional
perusahaan. Rumus Return on Assets ROA adalah sebagai berikut :
Laba Bersih Return on Total Assets =
Total Aktiva
Munawir, 2007 : 89
2.2.7. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menunjukkan besar atau kecilnya kekayaan yang dimiliki suatu perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diukur dengan
menggunakan total aktiva, penjualan, atau modal. Akan tetapi dalam penelitian ini, ukuran perusahaan diukur berdasarkan total aktiva
perusahaan. Secara teoritis dalam bidang keuangan dan akuntansi dinyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat menjadi variabel yang penting
untuk menilai besar dan kecilnya perusahaan Murdoko : 2007.
Perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk merekrut karyawan yang ahli, secara adanya tuntutan dari pemegang saham dan
analisis, sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dari perusahaan kecil. Perusahaan besar
merupakan entitas yang banyak disorot oleh pasar maupun publik secara umum. Mengungkapkan lebih banyak informasi merupakan bagian dari
upaya perusahaan untuk mewujudkan akuntanbilitas publik Almilia, 2007 : 5.
Umumnya perusahaan yang besar mengungkapkan lebih banyak informasi dibanding perusahaan yang kecil, perusahaan besar mempunyai
biaya produksi informasi yang lebih rendah yang berkaitan dengan pengungkapan mereka, perusahaan besar mempunyai dasar pemikiran
yang luas dibanding perusahaan kecil Suripto, 1999 : 6. Sedangkan menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2008, Kriteria Usaha Mikro, Kecil,
Menengah, dan Besar adalah sebagai berikut: a.
Kriteria Usaha Mikro
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah.
b. Kriteria Usaha Kecil
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 lima
ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah. c.
Kriteria Usaha Menengah
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00
sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 dua milyar rupiah sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah. d.
Kriteria Usaha Besar
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah.
2.2.8. Pengungkapan
2.2.8.1. Pengertian Pengungkapan
Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah
akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Pengungkapan sering juga
dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statemen keuangan formal Suwardjono,
2006 : 578-579. Pengungkapan merupakan hal yang vital bagi pengambilan
keputusan optimal para investor dan untuk pasar modal yang stabil. Pengungkapan informasi yang relevan cenderung untuk mencegah
kejutan yang mungkin dapat mengubah secara total masa depan perusahaan yang bersangkutan. Hal itu juga cenderung memberikan
kepercayaan yang lebih besar kepada para investor terhadap informasi keuangan yang disediakan bagi mereka.
2.2.8.2. Tujuan Pengungkapan
Secara umum, tujuan pengungkapan menurut Suwardjono 2006 : 580 adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai
tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Karena pasar modal merupakan
sarana utama pemenuhan dana dari masyarakat, pengungkapan dapat
diwajibkan untuk tujuan melindungi protective, informatif informative, atau melayani kebutuhan khusus differential.
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai naif perlu dilindungi dengan
mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah informasi untuk menangkap substansi
ekonomik yang melandasi suatu pos statemen keuangan. Dengan kata lain, pengungkapan dimaksudkan untuk melindungi perlakuan
manajemen yang mungkin kurang adil dan terbuka unfair Suwardjono, 2006 : 580.
Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan
demikian, pengungkapan diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut.
Tujuan ini biasanya melandasi penyusun standar akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan. Dalam kenyataannya, badan
pengawas seperti BAPEPAM Badan Pengawas Pasar Modal bekerja sama dengan penyusun standar profesi untuk menentukan keluasan
pengungkapan Suwardjono, 2006 : 580. Tujuan kebutuhan khusus merupakan gabungan dari tujuan
perlindungan publik dan tujuan informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi
pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan, informasi
tertentu harus disampaikan kepada badan pengawas berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan
secara rinci Suwardjono, 2006 : 580.
2.2.8.3. Metode Pengungkapan
Menurut Suwardjono 2006 : 591, metode pengungkapan berkaitan dengan masalah bagaimana secara teknis informasi disajikan
kepada pemakai dalam satu perangkat statemen keuangan beserta informasi lain yang berpaut. Metode ini biasanya ditentukan secara
spesifik dalam standar akuntansi atau peraturan lain. Informasi dapat disajikan dalam:
1. Pos Statemen Keuangan
Informasi keuangan dapat diungkapkan melalui statemen keuangan dalam bentuk pos atau elemen statemen keuangan sesuai dengan
standar tentang definisi, pengukuran, penilaian, dan penyajian jenis statemen, format statemen, klasifikasi pos, dan susunan pos. Jenis
statemen meliputi neraca, statemen laba-rugi, dan statemen perubahan ekuitas, dan statemen aliran kas.
2. Catatan Kaki
Catatan kaki footnotes atau catatan atas statemen keuangan notes to financial statements merupakan metode pengungkapan untuk
informasi yang tidak praktis atau tidak memenuhi kriteria untuk
disajikan dalam bentuk pos atau elemen statemen keuangan menjadi bagian integral dari statemen keuangan secara keseluruhan.
3. Penjelasan dalam Kurung
Penjelasan singkat berbentuk tanda kurung mengikuti suatu pos dapat dijadikan cara untuk mengungkapkan informasi. Metode
akuntansi, makna suatu istilah, ketermasukkan suatu unsur, penilaian alternatif, dan acuan misalnya schedule merupakan informasi yang
dapat disajikan dalam tanda kurung. 4.
Istilah Teknis Istilah teknis dan strategik merupakan bagian dari pengungkapan.
Oleh karena itu, istilah yang tepat harus digunakan secara konsisten untuk nama pos, elemen, judul captions, atau subjudul.
5. Lampiran
Statemen keuangan sebenarnya merupakan salah satu bentuk ringkasan untuk pengambilan keputusan investasi dan kredit yang
dapat dipandang sebagai keputusan strategik. Dengan demikian, statemen keuangan utama dapat dipandang seperti ringkasan
eksekutif executive summary dalam pelaporan manajemen internal. Rincian, statemen tambahan supplementary statements,
daftar rincian skedul, atau semacamnya dapat disajikan sebagai lampiran atau disajikan dalam seksi lain yang terpisah dengan
statemen utama. Jadi, penggunaan lampiran merupakan salah satu metode pengungkapan.
6. Komunikasi Manajemen
Manajemen dapat menyampaikan informasi kualitatif atau nonfinansial yang dirasa penting untuk diketahui pemakai statemen
melalui berbagai cara. Wawancara manajer dengan wartawan jumpa pers atau press release merupakan salah satu bentuk pengungkapan
atau komunikasi manajemen. 7.
Catatan dalam Laporan Auditor Pengungkapan auditor yang dianggap penting dan bermanfaat adalah
pengungkapan informasi yang berkaitan dengan hal-hal yang mengahalangi auditor untuk menerbitkan laporan auditor bentuk
standar sering disebut pendapat wajar tanpa syarat.
2.2.8.4. Jenis Pengungkapan
Jenis pengungkapan dalam laporan keuangan tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua Suwardjono, 2006 : 583:
1. Pengungkapan Wajib mandatory disclosure
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku dan ditetapkan
dalam peraturan Bapepam nomor VIII.G.7, dikeluarkan oleh pemerintah melalui keputusan ketua Bapepam No. SE-02PM\2002
Almilia dan Retrinasari, 2007: 1 Di dalam peraturan tersebut menyatakankan bahwa komponen laporan keuangan yang harus
diungkap adalah sesuai dengan pengertian laporan keuangan yang
termuat dalam PSAK yang diterbitkan oleh IAI, yaitu meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan
Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. 2.
Pengungkapan Sukarela voluntary disclosure Pengungkapan sukarela merupakan butir-butir yang dilakukan secara
sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Healy dan Palepu 1993 dalam Feliana, dkk., 2007
mengemukakan bahwa meskipun semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan secara minimum,
mereka berbeda secara substansial dalam hal jumlah tambahan informasi yang diungkap ke pasar modal. Salah satu cara untuk
meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas dan membantu investor dalam memahami
strategi bisnis manajemen.
2.2.9. Teori yang Membahas Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio
Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Laporan Sukarela
Rasio likuiditas dapat dipandang dari dua sisi. Di satu sisi, rasio likuiditas tinggi menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan.
Perusahaan semacam ini akan cenderung untuk melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak luar karena ingin
menunjukkan bahwa perusahaan itu kredibel Cooke, 1989. Tetapi di
pihak lain, likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan. Dari sisi ini,
perusahaan dengan likuiditas yang rendah justru cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi kepada pihak eksternal sebagai
upaya untuk menjelaskan lemahnya kinerja manajemen Wallace, 1994. Menurut teori asimetri, informasi akuntansi yang berkualitas
berguna bagi investor untuk menurunkan asimetri informasi. Asimetri informasi timbul ketika manajer lebih mengetahui internal dan prospek
perusahaan di masa depan dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya Murni : 2003.
Shinghvi dan Desai 1971 dalam Feliana 2007 mengutarakan bahwa profitabilitas ekonomi tinggi akan mendorong para manajer untuk
memberikan informasi yang lebih terinci. Penyebabnya adalah mereka ingin meyakinkan investor terhadap profitabilitas perusahaan dan
mendorong kompensasi terhadap manajemen. Menurut Cooke 1989 dalam Suripto 1999 perusahaan besar
akan mengungkapkan informasi lebih banyak dari pada perusahaan kecil. Terdapat beberapa penjelasan mengenai hal tersebut. Teori keagenan
menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil Jensen dan Meckling, 1976.
Penjelasan lain yang sering diajukan adalah karena perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar. Dengan sumber daya yang besar
tersebut perusahaan perlu dan mampu membiayai penyediaan informasi
untuk keperluan internal. Informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal,
sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan yang lebih lengkap. Sebaliknya, perusahaan
dengan sumber daya yang relatif kecil mungkin tidak memiliki informasi siap saji sebagaimana perusahaan besar, sehingga perlu ada tambahan
biaya yang relatif besar untuk dapat melakukan pengungkapan selengkap yang dapat dilakukan oleh perusahaan besar Singhvi dan Desai, 1971 ;
Buzby, 1975. Teori pensignalan menyatakan pengumuman deviden
mengandung informasi mengenai laba saat ini dan masa depan, artinya apabila deviden meningkat, maka laba mengalami peningkatan, begitu
pula sebaliknya Miller and Rock, 1985. Teori pensignalan melandasi pengungkapan sukarela ini, dimana manajemen selalu berusaha untuk
mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat diminati oleh investor dan pemegang saham khususnya kalau informasi
tersebut merupakan berita baik Suwardjono, 2006 : 583.
2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditulis sebagai premis-premis yang
kemudian dari premis tersebut akan disimpulkan sehingga dapat
dijadikan dasar dalam mengemukakan hipotesis, maka premis-premis tersebut adalah sebagai berikut:
Premis 1 : Semakin tinggi rasio likuiditas, maka semakin luas pengungkapan informasi yang dilakukan perusahaan
Cooke, 1989. Premis 2 : Menurut teori asimetri, informasi akuntansi yang berkualitas
berguna bagi investor untuk menurunkan asimetri informasi Murni : 2003.
Premis 3 : Profitabilitas ekonomi yang tinggi akan mendorong para manajer untuk memeberikan informasi yang lebih terinci
Shinghvi dan Desai, 1971 Premis 4 : Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan besar
memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil Jensen dan Meckling, 1976.
Premis 5 : Teori pensignalan melandasi pengungkapan sukarela ini, manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan
informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat diminati oleh investor dan pemegang saham khususnya
kalau informasi tersebut merupakan berita baik Suwardjono, 2006 : 583.
Berdasarkan premis-premis di atas, maka dapat disusun dalam
kerangka pikir yang ditunjukkan pada gambar 2.1. :
Gambar 2.1: Kerangka Pikir
Rasio Profitabilitas
X
2
Rasio Likuiditas X
1
Luas Pengungkapan Sukarela Laporan
Keuangan Tahunan Y
Ukuran Perusahaan
X
3
Analisis Regresi
Linier Berganda
2.4. Hipotesis