Sumbangan Dana Kampanye Barac Obama Perjalanan Obama dalam Democratic Primary Election 2008

mengalahkan Hillary” 30 Partisipasi IOWA untuk mencoblos juga sangat tinggi. “ ini membuat saya sangat bangga, dan menjadi gambaran bahwa kami telah berhasil mengajak rakyat memberi dukungan. Ternyata jika ada upaya, maka negara bagian yang kelihatannya tidak mendukung, bisa memberi sambutan dan dukungannya,” kata plouffe . Kampanye Obama sadar bahwa ia harus membangun jaringan dengan basisnya adalah warga IOWA itu senriri, bukan dengan basis di luar IOWA. Halini mengisahn\kan pernyataan dukungan dari 97.000 warga IOWA. Namun sebelum caukus di lakukan kubu Obama sempat bertanya-tanya, apakah warga IOWA akan mendukung. Kemudian terbukti bahwa warga mendukung Obama. 31 Pada 2008, pebisnis Atlanta Kirk Dornbush menggalang dana dengan menjual gantungan kunci seharga tiga dolar AS dan t-shirts kaus oblong seharga 25 dollar AS untuk Obama. “Pertama kali kami menyelenggarakan pertemuan di Georgia, semua dagangan laku keras. Sungguh mengagetkan’’. Kisah Durnbush menjelaskan perubahan fundamental yang di bawa Obama ke dalam politik. Bahwa, penggalangan dana, yang biasanya warga kaya, kini berakal dari Obama mengandalakan penjualan barang-barang suvenir yang di kenal dengan “chum stores”. Semua ini dilakukan oleh pekerja dan pendukung Obama. Obama mengandalkan perolehan dana kampanye padahal seperti ini. Di Kuntucky, sebulan setelah obama mengumumkan pencalonan diri, sekitar 3.200 tiket dijual seharga 25 dollar AS per-lembar. Dari penjualan itu setiap pembeli dimohon memberi alamat email dan nomor telepon. Dari situlah .

3.3. Sumbangan Dana Kampanye Barac Obama

30 Simon, Saragih. “Ketekunan dan Hati Putih Barac Obama” Jakarta: Kompas 2009 Hal 320 31 Ibid. Hal 320 Universitas Sumatera Utara kemudian di susun daftar-daftar pendukung Obama, yang kemudian menciptakan komunikasi dan hal seperti ini terjadi di banyak negara bagian lain. Kelebihan lain dari kampenye Obama , setiap oarang dibuat merasa terlibat. “Saya yakin jika anda membuat orang merasa terlibat, dan tidak sekedar menjual dagangan, hasilnya akan lebbih baik”. Kampanye Obama menekankan, “Ini adalah kampanye kita dan turutlah berjuang” demikian moto yang di sampaikan Obama. Chum store dan akumulasi data emmail, adalah cara obama melebarkan sayap jaringannya, yang dilakukan para pendukung dilapangan di banyak negara bagian. “Kami menyandarkan diri pada akar rumput, namun kami memiliki kejelasan strtegi dari awal”, kata Plouffe. Adapun tim kampanye Obama terdiri dari berbagai kalangan yang tidak pernah bertemu sebelumnya, seperti: - David Axelrod dan penasihat Valerie Jarrett, berasal dari Chicago dan telah menjadi penasihat Obama di awal-awal pertarungan. Rekan bisnis Axelrod, ploufee telah pernah bekerja bekerja untuk kampanye politik mantan ketua Memokrat di DPR AS Dick Gephardt. - Steve Hildebrand, wakil manajer kampanye yang menangani aspek lapangan berasal dari petugas operasional Tom Daschle,operasioanl Daschel, - Pete Rouse, melakukan peran yang sama di kantor senat untuk kepentingan Obama yang membawanya kenal dengan Direktur Komunikasi Robert Gibbs, yang pernah bekerja sebentar dengan john Kerry. Universitas Sumatera Utara 3.4. Isu-isu Yang Terjadi Dalam kampanye 3.4.1. Perbedaan Ras dan Gender Bagi konstituen Partai Demokrat, menentukan siapa kandidat calon presiden untuk mewakili Partai Demokrat dalam pemilihan presiden Amerika tahun 2008 adalah sebuah pilihan yang sulit. Munculnya Hillary dan Obama sebagai calon-calon terkuat merupakan penyebab utama dari dilema yang ada pada konstituen Partai Demokrat. Seperti yang pernah dijelaskan sebelumnya, permasalahan ras dan gender adalah sebuah permasalahan yang pernah menjadi issue sentral dalam kehidupan demokrasi di Amerika. Dalam sebuah wawancara, Hillary Clinton www.abcnews.com mengatakan: “… You know issues of race and gender in America have been complicated throughout our history and they are complicated in this primary campaign. There have been detours and pitfalls along the way but we should remember that this is a historic moment for the Democratic Party and for our country. We will be nominating the first African American or woman to the presidency of the United States.” … Anda tahu bahwa isu tentang gender dan ras di Amerika telah menjadi rumit sepanjang sejarah dan masih saja rumit dalam kampanye pendahuluan ini. Ada banyak persimpangan dan jurang dalam perjalanannya, tapi kita harus mengingat bahwa ini adalah momen yang bersejarah bagi Partai Demokrat, dan bagi negara kita. Kita akan segera menominasikan seorang Amerika-Afrika atau perempuan pertama sebagai Presiden Amerika Serikat. Sependapat dengan Hillary, Lisa Chedekel dan Regine Laboissiere dalam artikelnya yang berjudul “The Dilemma of Gender And Race: Voters Weigh Implications Of Unprecedented Choice” menjelaskan 32 32 www.courant.com dalam artikelnya yang berjudul “The Dilemma of Gender And Race: Voters Weigh Implications Of Unprecedented Choice”. : ”The two Democratic front-runners are closely aligned on issues, so the politics of identity has ballooned in importance, prompting new theories on the power of cultural allegiances and sparking whos-got-it-tougher? dinner- table debates.” Universitas Sumatera Utara Dua orang kandidat terdepan dari Partai Demokrat sangat melekat pada isu- isu, jadi politik identitas telah melambungkan kepentingan, mendorong teori baru atas kekuasaan dari kesetiaan kultural dan mengilaukan “siapa yang lebih tabah?” debat dalam jamuan makan malam. Dari pendapat yang diutarakan Lisa Chedekel dan Regine Laboissiere tentang kandidasi antara Hillary dan Obama, bisa dilihat bahwa perbedaan identitas antara Hillary dan Obama bisa menjadi sebuah kelebihan jika dikemas dalam sebuah strategi politik yang elegan. Hal ini terbukti pada kampanye yang dilakukan oleh Hillary dan Obama di South Carolina yang merupakan negara bagian di Amerika dengan populasi kaum Amerika-Afrika yang tinggi, yaitu sekitar 28,7. Keduanya menggunakan issue gender dan ras sebagai salah satu strategi untuk mendapatkan popularitas. Namun, issue ras dan gender tersebut bukan digunakan untuk menyerang satu sama lain, tetapi justru untuk meraih dukungan dari konstituen dari kelompok lain, selain kaum perempuan ataupun kaum Amerika- Afrika. Dalam berita yang berjudul “As Clinton Makes Gender-Based Appeal, Obama Makes Race as Issue” Jika Clinton Menciptakan Daya Tarik Berbasis Gender, maka Obama Membuat Ras Menjadi Sebuah Isu, terdapat sebuah kutipan dari Obama yang mengatakan 33 : “Now Ive heard that some folks arent sure America is ready for an African- American president. So let me be clear, I never would have begun this campaign if I werent confident I could win. But you see, I am not asking anyone to take a chance on me. I am asking you to take a chance on your own aspirations.“ Sekarang saya mendengar bahwa beberapa warga tidak yakin bahwa Amerika siap menerima presiden dari ras Amerika-Afrika. Jadi biar saya jelaskan, saya tidak akan pernah memulai kampanye ini jika saya tidak percaya diri bahwa saya akan menang. lihatlah, saya tidak sedang meminta pada siapapun untuk mengambil resiko memilih saya. Saya meminta anda untuk mengambil resiko atas aspirasi anda sendiri. 33 www.thewashingtonpost.com mengenai kampanye presiden di South Carolina. Universitas Sumatera Utara Dari penjelasan Obama tersebut, kita bisa diihat bahwa Obama mencoba menarik simpati masyarakat dengan memberi pemahaman tentang keberadaan dirinya. Dengan memilih Obama, maka konstituen telah memberi kesempatatan bagi dirinya dan berdasarkan aspirasi konstituen itu sendiri. Namun, apakah sebenarnya faktor ras merupakan hal yang sangat ditakutkan oleh Obama? Perkataan dari Obama tersebut juga merupakan sebuah pertanyaan besar bagi masyarakat Amerika pada umumnya tentang apakah rasialisme masih ada di Amerika? Hal tersebut dapat terjawab jika melihat pernyataan Obama yang mengatakan bahwa: “Is race still a factor in our society? Yes. I dont think anybody would deny that.” Apakah ras masih menjadi salah satu faktor dalam masyarakat kita? Iya. Saya pikir tidak ada yang akan menyangkalnya. Kutipan tersebut mencerminkan bahwa ras ternyata menjadi salah satu kekhawatiran Obama. Namun di sisi lain, Obama mengatakan “If I lose, it wont be because of race. It will be because ... I made mistakes on the campaign trail, I wasnt communicating effectively my plans in terms of helping them in their everyday lives.” Jika saya kalah, bukan karena ras. Hal itu karena... membuat kesalahan dalam perjalanan kampanye, saya tidak mengomunikasikan rencana-rencana saya secara efektif terkait dengan rencana menolong mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pernyataan ini bisa jadi menunjukan bahwa Obama sudah siap dengan kekalahan. Namun, memang akan sangat disayangkan jika kekalahan Obama adalah karena dia berkulit hitam. Jika benar demikian, berarti sebuah indikasi logis tentang sentimen terhadap Amerika-Afrika masih ada dan konstituen Partai Demokrat masih ingin menegakkan supremasi kulit putih. Persoalan ras serta konsep White Anglo-Saxon Protestant WASP masih menjadi faktor yang menentukan dalam kehidupan politik Amerika. Oleh karena itu, Universitas Sumatera Utara konstituen Partai Demokrat dihadapkan pada sebuah pilihan yang sangat sulit dalam proses pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2008. Pilihan sulit tersebut adalah berusaha untuk dapat memenangkan kandidat dari Partai Demokrat yang memiliki kans besar untuk bisa terpilih menjadi Presiden Amerika atau terpaksa menerima kekalahan untuk kembali dipimpin oleh Presiden Amerika yang merupakan kandidat dari Partai Republik. Untuk itulah, konstituen Partai Demokrat harus benar-benar jeli dalam memilih dua calon terkuat yang sedang bersaing, yaitu Hillary dan Obama. Dari hasil pemungutan suara dalam Democratic Primary Election 2008, dapat dilihat bahwa ternyata ras memang menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi perilaku Pemilih dari konstituen Partai Demokrat. Namun kenyataannya, sentimen anti Obama sebagai kaum Amerika-Afrika tidak mempengaruhi hasil pemilihan kandidat presiden dari Partai Demokrat tahun 2008. Bahkan di negara-negara bagian yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat kulit putih, dan hanya sedikit sekali penduduknya yang berasal dari kaum Amerika-Afrika, Obama justru menang telak atas Hillary. Sedikitnya jumlah penduduk yang berasal dari kaum Amerika-Afrika di negara-negara bagian penyelenggara Primary Election, bisa dilihat dari data-data berikut ini: Maine = 1, Idaho = 0,9, Wyoming = 1,2, Montana = 0,6, Oregon = 2, North Dakota = 1, dan Vermont = 0,8. Kemenangan Obama atas Hillary di negara- negara bagian dengan jumlah penduduk dari kaum Amerika-Afrika di bawah atau sama dengan 2 tersebut merupakan indikator logis bahwa rasialisme sudah mulai luntur, khususnya pada konstituen Partai Demokrat, terlepas dari ideologi liberal yang dianut oleh Partai Demokrat. Hal ini menjelaskan bahwa sebenarnya Obama justru diuntungkan dengan warna kulit yang dimilikinya. Dengan kata lain, warna kulit hitam yang melekat pada identitas Obama Universitas Sumatera Utara menjadi sebuah nilai lebih untuk menarik simpati dari konstituen Partai Demokrat. Hal ini memang disebabkan oleh perubahan pola pikir masyarakat Amerika secara umum, khususnya pasca-tragedi penyerangan dua buah pesawat yang dibajak oleh teroris kemudian ditabrakan ke menara kembar dari gedung World Trade Center pada tanggal 11 September tahun 2000.Penyerangan tersebut dianggap tidak rasional oleh masyarakat Amerika yang memegang prinsip “seeing is believing”. Mengapa demikian.? Penyerangan sekelompok orang terhadap menara kembar gedung WTC dianggap sebagai sesuatu yang tidak masuk akal dan sulit dipercaya oleh masyarakat Amerika jika saja mereka tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri. Dari situ, masyarakat Amerika mencoba belajar untuk mulai berpikir tentang sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka sebelumnya. Artinya, sesuatu yang diangap tidak mungkin justru sangat mungkin untuk terjadi, bahkan berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat Amerika. Misalnya saja, pencalonan Obama sebagai kandidat calon presiden Amerika. Hal ini tampaknya belum pernah terfikirkan oleh masyarakat Amerika selama ini, di mana seorang kandidat yang berasal dari kaum Amerika-Afrika maju dalam pemilihan kandidat calon presiden Amerika Serikat dan memiliki kans yang cukup besar untuk bisa meraih satu tiket menuju gedung putih. Untuk itulah, dalam lingkup konstituen Partai Demokrat terdapat sebuah tuntutan untuk berpikir keras mengenai segala dampak yang akan ditimbulkan jika Obama sebagai kandidat dari Partai Demokrat memenangkan kursi kepresidenan, atau sebaliknya, jika kandidat dari Partai Republiklah yang akan kembali menguasi eksekutif. Kemenangan Obama di negara-negara bagian dengan jumlah penduduk yang berasal dari kaum Amerika-Afrika di bawah atau sama dengan 2 merupakan sebuah Universitas Sumatera Utara pukulan telak bagi Hillary. Mengapa Hillary yang nota bene memenuhi semua kategorisasi White Anglo-Saxon Protestant WASP justru kalah di negara-negara bagian tersebut? Hal itu tentunya menjadi sebuah pertanyaan yang menggelikan. Geraldine Ferraro yang pada tahun 1980an mencalonkan diri sebagai wakil presiden mengatakan www.FOXnews.com “If Obama was a white man, he would not be in this position.” Jika Obama adalah seorang kulit putih, dia tidak akan berada dalam posisi seperti ini. Pernyataan ini seakan-akan menjelaskan bahwa Obama diuntungkan dengan warna kulit yang dimilikinya. Bila Obama berkulit putih, maka Obama tidak akan terlalu menarik perhatian dari konstituen Partai Demokrat khususnya ataupun masyarakat Amerika pada umumnya. Untuk itulah, sekali lagi, konstituen Partai Demokrat melihat bahwa Amerika butuh perubahan. Perubahan tersebut harus dilakukan secara fundamental dan dimulai dengan mengubah mindset masyarakat Amerika terhadap mainstream politik yang secara tersirat mensyaratkan bahwa Presiden Amerika haruslah berkulit putih. Ini bisa dilihat dari keterkaitan antara warna kulit yang dimiliki oleh Obama dengan slogan kampanyenya. Dalam slogan kampanye Obama, terdapat sebuah harapan besar untuk melakukan sebuah perubahan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekedar perubahan pada pemerintahan, namun lebih dari itu, Obama juga mencoba untuk mengubah mainstream politik Amerika, yang mensyaratkan secara tersirat bahwa seorang presiden harus berkulit putih, sekaligus mengubah pandangan masyarakat Amerika terhadap rasialisme. Hasilnya, slogan “Change We Can Believe In” berhasil memasarkan Obama untuk meraih pendukung sebanyak-banyaknya. Pada akhirnya, tidak hanya kaum Amerika-Afrika yang menjadi pendukungnya, tetapi juga masyarakat kulit putih yang merupakan konstituen Partai Demokrat juga memberi dukungan kepadanya. Ini menunjukkan adanya sebuah pandangan dari konstituen Universitas Sumatera Utara Partai Demokrat bahwa perubahan harus dilakukan secara menyeluruh, yaitu dimulai dengan mencoba keluar darimainstream yang mensyaratkan bahwa Presiden Amerika Serikat haruslah berkulit putih. Dalam pernyataannya, Geraldine Ferraro selanjutnya menambahkan“… And if he was a woman of any color he would not be in this position. He happens to be very lucky to be who he is. And the country is caught up in the concept.” ... Dan jika dia seorang perempuan yang berasal dari warna kulit apapun dia tidak akan berada di posisi ini. Dia sangat beruntung menjadi seperti dia dengan keberadaannya saat ini. Dan negara terjebak terpengaruh dalam konsep itu. Ini sekaligus menjelaskan bahwa kekalahan Hillary atas Obama adalah karena jenis kelaminnya yang perempuan, meskipun Hillary mencoba membantah anggapan Ferraro dengan mengatakan bahwa yang membedakan dirinya dengan Obama adalah program yang mereka tawarkan serta pengalaman yang mereka miliki. Signifikasi dari faktor gender dalam mempengaruhi perilaku pemilih dari konstituen Partai Demokrat adalah pada titik yang menunjukkan bahwa Hillary merupakan seorang perempuan yang memiliki suami. Secara kebetulan, suami Hillary adalah Bill Clinton yang merupakan mantan Presiden Amerika pada masa sebelum dua periode kepemimpinan George W. Bush. Hal itu memunculkan ketakutan di kalangan para pemilih terhadap dominasi Bill Clinton di gedung putih apabila Hillary berhasil menjadi presiden. Jika kita melihat masa lalu, tepatnya pada masa kepemimpinan Bill Clinton, tentunya masih teringat dengan jelas tentang kritik yang sering diberikan kepada Presiden Bill Clinton karena dominannya Hillary dalam pemerintahannya. Dominasi Hillary atas pemerintahan Bill Clinton tersebut akhirnya memunculkan sindiran yang mengatakan bahwa Hillary sebagai “co-president”, Universitas Sumatera Utara atau“Billary ” yang merujuk pada satu kekuatan atas duet Bill Clinton dan Hillary Clinton. Ketakutan dari konstituen tersebut berawal dari dominasi Bill Clinton dalam setiap kampanye yang dilakukan oleh Hillary. Bahkan seringkali kritik pedas yang dilemparkan kepada lawan politiknya justru keluar dari mulut Bill Clinton, bukan dari Hillary yang merupakan kandidat calon presiden yang sesungguhnya. Ketakutan akan dominasi Bill Clinton jika Hilllary berhasil menjadi presiden bukan sekedar ketakutan terhadap seorang Bill Clinton sebagai mantan presiden Amerika, akan tetapi adanya kecenderungan pada ketakutan akan adanya status quo dalam pemerintahan. Oleh karena itu, untuk menghindari kondisi tersebut, banyak konstituen Partai Demokrat terutama generasi mudanya lebih berkecenderungan memilih Obama ketimbang Hillary. Ini berarti bahwa faktor pengalaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan seluruh konstituen Partai Demokrat dalam memberikan suaranya. Hal ini terjadi karena pengalaman bukanlah satu-satunya faktor yang memperlihatkan kapabilitas seseorang di bidang politik, tetapi juga dipertimbangkan bagaimana calon tersebut dapat memperlihatkan kelebihannya sebagai suatau kebutuhan dari konstituen.

3.4.2. Dukungan Pemilih Usia Muda

Keberhasilan Obama dalam meraih mayoritas dukungan bagi pemilih muda salah satunya dipengaruhi oleh krisis yang melanda Amerika Serikat pada periode kedua masa pemerintahan Presiden George W. Bush. Krisis yang melanda Amerika tersebut semakin lama semakin akut. Kondisi ini mengundang kekhawatiran banyak orang, khususnya generasi muda, dan di tengah kekhawatiran tersebut Obama muncul dengan slogan ‘perubahan’-nya. Selain itu, keberhasilan Obama dalam meraup suara dari kalangan pemilih muda adalah karena Obama dikelilingi oleh tim kampanye yang Universitas Sumatera Utara kebanyakan terdiri dari generasi muda, yang dalam konteks Amerika disebut sebagai “the millenium generation”. “The millenium generation” inilah yang berperan penting untuk mencitrakan kebaikan Obama di mata konstituen Partai Demokrat yang berasal dari generasi muda. Caranya adalah, misalnya, melalui situs jejaring sosial seperti facebook yang kala itu sedang menjadi situs jejaring sosial favorit bagi generasi muda. Seperti yang kita tahu bahwa generasi muda diibaratkan sebagai sebuah generasi yang progresif dan menghendaki adanya perubahan jika negara sudah keropos akibat kebijakan-kebijkan yang tidak tepat dari generasi tua, dan Obama sebagai generasi muda dalam politik Amerika dianggap bisa merepresentasikan perubahan yang diinginkan oleh generasi muda dari Partai Demokrat. Bahkan dalam konteks Amerika, generasi muda, terutama yang berada di bawah usia 30 tahun merupakan generasi dengan semangat kerja dan optimisme yang tinggi. Sikap optimisme dari generasi muda inilah yang membuat mereka percaya bahwa “Change will come in America” Perubahan akan datang di Amerika. Untuk itulah, dalam Democratic Primary Election 2008, banyak konstituen dari Partai Demokrat yang berusia di antara kisaran 17 sampai dengan 30 tahun, memberikan suaranya pada Obama dan Hillary untuk mendapatkan mayoritas dukungan dari konstituen diatas usia 45 tahun. www.iss.com 34 Dukungan generasi muda terhadap ‘perubahan’ yang ditawarkan oleh Obama hanya datang dari konstituen Partai Demokrat yang berkulit putih dan yang berasal dari kaum Amerika-Afrika. Dukungan tersebut tidak datang dari pemilih Hispanic. Pemilih Hispanic yang berusia sekitar 17 sampai den gan 29 tahun lebih banyak 34 “The 2008 Dem primary: Race and age were the biggest dividers”. Diakses dari www.iss.com Universitas Sumatera Utara memberikan suaranya pada Hillary. Bukan hanya itu saja, mayoritas pemilih Hispanic dari berbagai rentang usia pun lebih memilih Hillary daripada Obama. Hal ini karena pemilih Hispanic lebih mengutamakan pengalaman yang dimiliki oleh kandidat daripada faktor ras dan gender sebagai bahan pertimbangan dalam proses pemilihan. www.pewhispanic.com. Disamping itu juga, pendekatan Hillary terhadap konstituen Hispanic sudah jauh lebih dulu dilakukan daripada pendekatan yang dilakukan oleh Obama. Meskipun demikian, harus diakui bahwa secara kuantitas jumlah pemilih Hispanic tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan pemilih kulit putih dan kaum Amerika- Afrika yang mendukung Obama. Terlepas dari perbedaan ras tersebut, perbedaan pandangan antara konstituen Partai Demokrat dari generasi muda dalam melihat kandidasi Hillary dan Obama telah menunjukkan adanya pertentangan yang bersifat paradoks. Di satu sisi, generasi muda Partai Demokrat membutuhkan seorang figur yang dapat membawa perubahan; sedangkan di sisi lain, generasi muda Partai Demokrat membutuhkan figur yang mempunyai pengalaman dalam politik dan pemerintahan di Amerika.

3.5. Perjalanan Obama dalam Democratic Primary Election 2008

Democratic Primary Election tahun 2008 dimulai dengan proses pemungutan suara di negara bagian IOWA, atau yang disebut dengan IOWA caucus.IOWA merupakan sebuah battleground yang sangat penting bagi calon presiden dalam primary election. Artinya, media punya peran yang sangat signifikan dalam memberitakan dan meng-expose segala hal yang terjadi pada IOWA caucus, Maraknya pemberitaan oleh media tentunya berpengaruh terhadap popularitas dari masing-masing calon yang bersaing. Popularitas ini akan makin tinggi jika calon Universitas Sumatera Utara tersebut keluar sebagai pemenang dan berhasil menarik perhatian konstituen melalui penggunaan strategi yang tepat. Penjelasan tersebut tampaknya sangat sesuai dengan yang dialami oleh Obama dalam Democratic Primary Election 2008. Sebagai calon yang disebut-sebut underdog, ternyata Obama mampu membuktikan kapasitasnya sebagai kandidat calon presiden Amerika yang pantas diperhitungkan. Apalagi mengingat bahwa IOWA bukan merupakan negara bagian yang dihuni oleh mayoritas kaum Amerika-Afrika, tapi sebaliknya, IOWA merupakan negara bagian yang sebagian besar penduduknya adalah masyarakat kulit putih. Kemenangan Obama di IOWA telah menjadi sebuah tren positif terhadap popularitas Obama di mata konstituen Partai Demokrat. Hal ini terlihat semenjak Obama memenangi IOWA caucus, perlahan popularitasnya meningkat dan mulai mendekati popularitas Hillary sebagai lawan politiknya yang terkuat sekaligus favorit juara karena selalu menempati urutan pertama dari tiap polling yang diadakan oleh berbagai lembaga survey di Amerika sebelum proses primary election dimulai. Kemenangan Obama di IOWA sekaligus menjadi sebuah penanda bahwa Obama yang merupakan kaum Amerika-Afrika dan juga sebagai yuniornya dalam karir politiknya di Partai Demokrat adalah lawan politik yang harus diperhitungkan, sebab, Obama - khususnya bagi konstituen Partai Demokrat di IOWA - dianggap memiliki kemampuan yang luar biasa untuk membawa perubahan di Amerika. Pendapat tersebut tampaknya bisa memperjelas bahwa dalam logika marketing, slogan kampanye yang dibawa oleh Obama sesuai dengan kebutuhan pasar. Inilah yang menjadi nilai lebih dari Obama, di samping kemampuan retorika yang Obama miliki. Namun tidak menutup kemungkinan pula Obama dapat meraih mayoritas suara dari konstituen Partai Demokrat yang berkulit putih di negara bagian Universitas Sumatera Utara ini New Hamsphire primary seperti yang terjadi di IOWA. kemenangan Obama di IOWA yang merupakan negara bagian dengan jumlah penduduk kulit putih yang mencapai 96,5 adalah hal yang sangat mengejutkan. ketika John Edwards memberikan suara yang diraihnya di New Hamsphire kepada Obama melalui mekanisme endorsed 35 Hasil perolehan suara di IOWA caucus dan New Hamsphire primary membuat Hillary dan Obama mulai percaya diri dalam menghadapi Primary Election di negara bagian lainnya yang belum melangsungkan Primary Election. Walaupun sempat tersandung di New Hamsphire, namun Obama segera meraih kemenangannya sampai dengan memperoleh mayoritas delegates karena mendapat pledged delegates dari perolehan suara John Edwars di New Hamsphire. Setelah itu, Obama melanjutkan tren kemenangannya di negara- negara bagian selanjutnya, seperti Nevada dan South Carolina. Ini merupakan modal yang cukup untuk menghadapi Super Tuesday yang akan berlangsung pada tanggal 5 Februari 2008. Primary Election yang diselenggarakan pada saat Super Tuesday merupakan bagian paling melelahkan dari seluruh agenda Democratic Primary Election 2008.Hal ini terjadi karena selain harus berjuang di negara bagian peserta Super Tuesday, kandidat dari Partai Demokrat juga harus menghadapi negara-negara bagian yang merupakan basis dari Partai Republik. Meskipun konstituen Partai Republik tidak berpengaruh pada para kandidat dalam Democratic Primary Election, namun paling tidak, Obama harus mulai menarik simpati konstituen dari Partai Republik jika salah satu dari keduanya dapat meraih satu tiket menuju White House. Hal ini sangat mungkin terjadi karena bertambahnya kandidat yang mundur dari pencalonan, seperti Bill Richardson pada tanggal 10 , tiga minggu setelah pelaksanaan New Hamsphire primary. 35 Mekanisme di mana seorang kandidat boleh memberikan suara yang diperolehnya dalam Primary Election kepada kandidat lainnya setelah menyatakan mundur dari Primary Election sekaligus dukungannya kepada kandidat yang akan diberi suara. sumber www.wikipedia.com. Universitas Sumatera Utara Januari 2008, Dennis Kucinich pada tanggal 23 Januari 2008, dan diikuti oleh Mike Gravel dan John Edwards pada tanggal 30 Januari 2008, membuat kandidat antara Hillary dan Obama semakin ketat. Menjelang Super Tuesday, Obama sangat intens menyoroti masalah ekonomi. Hal ini terjadi karena memang sebagian besar para pemilih menganggap ekonomi sebagai permasalahan besar yang harus diurus ditangani oleh Pemerintah AS. Strategi kampanye dengan menyoroti masalah ekonomi memang sangat efektif untuk menarik perhatian dari konstituen Partai Demokrat. Hal ini terbukti dari perolehan kemenangan yang tipis antara Hillary dan Obama dalam Super Tuesday tersebut. Obama memenangi 12 negara bagian seperti Alabama, Alaska, Colorado, Connecticut, Delaware, Georgia, Idaho, Illinois, Kansas, Minnesota, North Dakota, Utah, dan ditambah dengan kemenangan dari Democrats abroad. Di sisi lain, Hillary memenangi negara bagian seperti Arizona, Arkansas, California, Massachussets, New Jersey, New Mexico, New York, Oklahoma dan Tennessee. Sementara di negara bagian Missouri, hasil pertarungan antara Hillary dan Obama adalah draw. Hal ini menunjukkan betapa ketatnya persaingan antara Hillary dan Obama dalam Democratic Primary Election 2008. Satu hal yang menarik dari pemilih Hispanic dalam Primary Election adalah bahwa mayoritas pemilih Hispanic yang memberikan suaranya untuk Hillary adalah para pemilih dari usia muda, yaitu 17 sampai 29 tahun. Pada tingkatan usia tesebut, Hillary mendapatkan 62 suara; sedangkan Obama hanya meraih 32 suara. Hal ini berbeda dengan konstituen Partai Demokrat yang berkulit putih ataupun kaum Amerika-Afrika. Masyarakat kulit putih dan kaum Amerika-Afrika dalam kisaran usia 17 sampai 29 tahun justru lebih banyak memilih Obama. Salah satu penyebab dari hal tersebut adalah karena bagi pemilih Hispanic, faktor gender dan ras bukanlah faktor yang cukup penting sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan. Bagi para pemilih Hispanic, kapabilitas Universitas Sumatera Utara serta pengalaman menjadi faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam proses pemilihan. www.pewhispanic.com 36 Dari 10 negara bagian yang dimenangkan oleh Obama, bisa dilihat berapa negara bagian yang seharusnya bisa dimenangkan oleh Hillary, seperti Maine, Virginia, dan Maryland. Ketiga negara bagian tersebut adalah bagian dari wilayah yang menjadi embrio dari pembentukan Thirteen Colonies. Sebagai wilayah embrio yang didominasi oleh masyarakat WASP, seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Hillary untuk memenangi ketiga negara bagian tersebut. Namun, kenyataannya tidaklah . Walaupun Hillary menang di beberapa negara bagian peserta Super Tuesday, namun Hillary masih tidak bisa mengejar ketertinggalan jumlah suaranya dari jumlah suara Obama yang lebih banyak karena mampu meraih lebih banyak kemenangan di negara-negara bagian peserta Super Tuesday. Kemenangan di Super Tuesday semakin memuluskan jalan Obama menuju White House. Pada tahap ini, mulai muncul rasa frustasi dalam kubu Hillary. Kampanye-kampanye gelap soal rasial yang mengaitkan Obama dengan ayahnya yang beragama Islam mulai dilancarkan oleh kubu Hillary. Kampanye inipun menuai banyak kritik, sampai akhirnya Hillary memecat tim kampanyenya yang melakukan kampanye gelap tersebut. Hal ini berimbas pada popularitas Hillary yang semakin turun karena kampanye gelap tersebut justru menarik makin banyak pihak yang bersimpati terhadap Obama. Hal ini dapat dilihat dari kemenangan Obama secara beruntun di 10 negara bagian, yaitu Louisiana, Nebraska, Washington, Virgin Island, Maine, District Columbia, Maryland, Virginia, Hawaii, dan Wisconsin yang menyelenggarakan Primary Election pada tanggal 9, 10, 12, dan 19 Februari 2008. 36 The Hispanic Vote in The 2008 Democratic Presidential Primaries”. Diakses dari www.pewhispanic.com Universitas Sumatera Utara demikian. Apakah hal ini terjadi karena Hillary adalah seorang perempuan yang dalam sejarah Amerika selalu ditempatkan dalam posisi subordinat? Jika melihat Partai Demokrat yang merupakan partai yang liberal, seharusnya jawaban dari pertanyaan tersebut adalah ‘tidak’. Ini berarti ada faktor lain, misalnya usia. Dilihat dari faktor usia, tentunya Hillary dan Obama berasal dari generasi yang berbeda. Perbedaan tersebut termasuk dalam karirnya masing- masing di dunia politik. Hillary adalah kandidat yang merepresentasikan sebuah ‘status quo’ dari orang lama di Pemerintahan Amerika; sedangkan Obama merepresentasikan orang baru di pemerintahan dan diharapkan dapat membawa perubahan atas kondisi Amerika saat ini. Sampai pada titik ini, terlihat pemilih Amerika yang retrospektif, yaitu pemilih yang menentukan pilihan dengan melihat evaluasi pada pemerintahan sebelumnya. Apa yang terjadi pada Amerika Serikat sampai dengan kepemimpinan Geroge W. Bush, membuat konstituen Partai Demokrat beranggapan bahwa diperlukan sebuah regenerasi kepemimpian dengan mengangkat pemimpin-pemimpin muda yang dirasakan diharapkan dapat membawa perubahan. Meskipun sempat tersungkur di 10 negara bagian pasca-Super Tuesday, akhirnya Hillary dapat bangkit kembali pada Primary Election yang dilaksanakan tanggal 4 Maret 2008. Kebangkitan ini dibuktikan dengan kemenangannya di negara bagian Ohio, Rhode Island, dan Texas Primary. Sementara Obama hanya menang di TexasC aucus dan Vermont. Kemenangan Hillary di negara-negara bagian tersebut menunjukkan keberhasilannya dalam meraih suara dari para pemilih kulit putih yang beragama Katholik. John Green www.pewresearchcenter.com 37 37 Men And Woman: Who’s The Better Leader, A Paradox In Public Attitude. www. PewResearchCenter. com. mengatakan: Universitas Sumatera Utara “Religious affiliation -- the religious communities to which people belong -- is a very important part of the structure of faith-based politics. As in the past, religious affiliation is very closely linked to ethnicity and race. It is worth spending a moment on this linkage in the form of ethno-religious groups.” Afiliasi religius -- komunitas religius di mana orang-orang berkumpul -- adalah bagian yang sangat penting dalam struktur politik yang berbasiskan kepercayaan. Seperti yang terjadi di masa lalu, afiliasi religius berhubungan dekat dengan etnisitas dan ras. Sangatlah berharga untuk meluangkan waktu pada keterhubungan ini dalam bentuk kelompok “etno- religius”. Dari pendapat John Green tersebut, dilihat bahwa konstituen Partai Demokrat yang beragama Katholik adalah salah satu basis politik yang cukup kuat. Untuk itulah, tiap kandidat berusaha untuk meraih mayoritas dukungan dari konstituen Partai Demokrat yang beragama Katholik. Keberhasilan Hillary dalam meraih dukungan mayoritas dari konstituen Katholik sama seperti keberhasilan yang diraih Bill Clinton dalam pemilihan presiden tahun 1992. Keberhasilan Hillary dalam meraih pemilih Katholik juga terlihat di beberapa negara bagian lainnya, seperti di Pennsylvania, di mana Hillary berhasil memperoleh 63 pemilih konstituen kulit putih dengan 72 di antaranya adalah pemilih Khatolik. Kemenangan Hillary atas para pemilih Katholik disebabkan oleh beberapa hal. Pertama adalah pengaruh dari kata-kata yang dilontarkan oleh Obama dalam kampanyenya. Obama selalu menggelorakan apa yang disebut dengan ‘reform- oriented’ yang didasarkan atas pengamatannya terhadap sejarah Amerika sampai dengan kepemimpinan George W. Bush. Kata “reform” berkorelasi dengan hubungan antara Protestan dan Katholik. Berdasarkan sejarah, kelompok Protestan muncul dari penolakan pengaruh ajaran Kristen Roma di Inggris. Penolakan tersebut kemudian mengakibatkan munculnya gerakan reformasi gereja Church-reform yang terjadi di Inggris. Kelompok yang hendak melakukan “reform” tersebut kemudian menamakan dirinya kelompok Protestan. Konteks yang terkait dengan condongnya dukungan Universitas Sumatera Utara konstituen Katholik terhadap Hillary adalah ketika Obama berbicara “reform”, maka konstituen Katholik menggangap Obama akan lebih condong pada kelompok Protestan daripada kelompok Katholik. Kedua, dalam kampanyenya, Hillary banyak menyinggung soal isu-isu klasik yang berkaitan dengan keadilan dan martabat buruh Katholik di Amerika. Strategi inipun dipakai oleh Clinton dalam kampanyenya pada tahun 1992 Clinton dan Al Gore, 1992. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa faktor religiusitas seseorang dapat berpengaruh terhadap pada afiliasi politiknya. Melewati setengah putaran dari seluruh rangkaian primary election di bulan April, publik Amerika - khususnya konstituen Partai Demokrat - dikejutkan oleh sebuah berita tentang beredarnya sebuah video dari pendeta kaum Amerika- Afrika yang bernama Jeremiah Wright. Video tersebut berisi tentang pernyataan Jeremiah Wright yang bernada memojokkan Amerika Serikat. Jeremiah Wright merupakan adalah pendeta di gereja yang secara rutin dihadiri oleh Obama. Berikut adalah sedikit kutipan dari pernyataan Jeremiah Wright www.abcnews.com 38 Pernyataan Jeremiah Wright ini kemudian dijadikan sebuah senjata untuk menyerang Obama. Menghadapi kondisi seperti itu, Obama berusaha mengelak dengan sigap : “The government gives them the drugs, builds bigger prisons, passes a three- strike law and then wants us to sing God Bless America. No, no, no, God damn America, thats in the Bible for killing innocent people, God damn America for treating our citizens as less than human. God damn America for as long as she acts like she is God and she is supreme.” Pemerintah memberi mereka obat-obatan, membangun penjara yang lebih besar, dan mengeluarkan hukum tiga pukulan dan kemudian menginginkan kita untuk menyanyikan bernyanyi “God Bless America”. Tidak, tidak, tidak, Tuhan mengutuk Amerika, hal itu ada di Alkitab untuk membunuh orang- orang tidak bersalah, Tuhan mengutuk Amerika karena telah memperlakukan penduduk kita secara tidak manusiawi. Tuhan mengutuk Amerika selama Amerika bertindak seolah-olah Amerika adalah Tuhan dan Amerika adalah yang tertinggi. 38 “Obamas Pastor: God Damn America, U.S. to Blame for 911”. Diakses dari www.abcnews.com, Universitas Sumatera Utara karena pernyataan Jeremiah Wright ini jelas-jelas dapat merugikan Obama, bahkan dapat kembali mengangkat isu ras dalam politik Amerika. Meskipun Obama berusaha mengelak dengan mengatakan bahwa dirinya tidak sependapat dengan Jeremiah Wright, namun sebaliknya, Jeremiah Wright selalu menyampaikan di berbagai forum bahwa apa yang dia sampaikan mencerminkan pemikiran dari kaum Amerika-Afrika dan juga, tentu saja, Obama. Artinya, isu ras masih menjadi hal yang sangat sensitif bagi masyarakat Amerika. Semakin ketatnya persaingan antara Hillary dan Obama membuat Partai Demokrat dalam kondisi yang sulit. Di satu sisi pengurus partai berharap agar calon yang mereka usung merupakan calon yang memperoleh dukungan dari mayoritas konstituen. Namun di sisi lain, kandidasi antara Hillary dan Obama tidak bisa dihentikan begitu saja. Dengan demikian, pengurus partai harus menunggu sampai salah satu dari kandidat tersebut meraih jumlah suara minimal untuk menjadi pemenang dalam Primary Election, yaitu 2025 suara. Kekhawatiran dari pengurus partai semakin menjadi-jadi sebab Partai Republik yang merupakan menjadi saingan dari Partai Demokrat sudah menentukan John McCain sebagai calon presiden dari Partai Republik. Ini berarti bahwa Partai Demokrat telah tertinggal satu langkah dari Partai Republik. Dalam kondisi seperti ini, pengurus partai harus mempersiapkan beberapa strategi untuk menghadapai kemungkinan terburuk. Strategi-strategi tersebut dapat dilihat dalam Primary Election yang diselenggarakan di negara bagian West Virginia, Kentucky dan Oregon. Jika Hilllary dapat menang dengan jumlah suara yang signifikan, Hillary bisa terus melanjutkan Primary Election. Namun, jika kalah atau perbedaan suaranya tipis, maka Hillary harus rela mundur dan memberi kesempatan pada Obama untuk menjadi calon presiden dari Partai Demokrat. Kebijakan ini Universitas Sumatera Utara diambil oleh pengurus partai karena mereka takut dengan efek yang ada ditimbulkan bagi Partai Demokrat dari ketatnya kandidasi antara Hillary dan Obama, yaitu terpecahnya suara Partai Demokrat dalam pemilihan presiden 4 November 2008. Kemenangan Hilllary atas West Virginia dan Kentucky tampaknya harus membuat pengurus Partai Demokrat menunggu sampai akhir Primary Election di beberapa negara bagian yang tersisa, yaitu Puerto Rico, Montana, dan South Dakota. Dari tiga negara bagian tersebut, Obama berhasil menang di Montana; sedangkan Hilllary menang di Puerto Rico dan South Dakota. Dengan demikian, Obama mendapatkan total 2187.5 suara dan Hillary 1927 suara 39 . Berikut adalah hasil selengkapnya dari perolehan Super Delegates dari Hillary dan Obama: Tabel 1. Hasil Perolehan Delegates Hillary dan Obama dalam Democratic Primary Election Tahun 2008 DATE STATE DELEGAT ES OBAMA CLINTON OTHERS Total 4119 2187.5 1927 4.5 Super Delegates 796 423 287.5 Jan 3 IOWA 45 28 14 3 Jan 8 New Hampshire 22 13 9 Jan 15 Michigan 64 29.5 34.5 Jan 19 Nevada 25 14 11 Jan 26 South Carolina 45 33 11 39 Lebih jelas lihat di www.barackobama.com\result Universitas Sumatera Utara Jan 29 Florida 92.5 38.5 52.5 1.5 Feb 5 Alabama Alaska American Samoa Arizona Arkansas California Colorado Connecticut Delaware Democrats Abroad Georgia Idaho Illinois Kansas Massachusetts Minnesota Missouri New jersey New Mexico New York North Dakota Oklahoma 52 13 3 56 35 370 55 48 15 7 87 18 153 32 93 72 72 107 26 232 13 38 68 27 10 1 25 8 166 36 26 9 4.5 60 15 10 23 38 48 36 48 12 93 8 14 28 25 3 2 31 27 204 19 22 6 2.5 27 3 49 9 55 24 36 59 14 139 5 24 40 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Universitas Sumatera Utara Tennessee Utah 23 14 9 - Feb 9 Louisiana Nebraska Washington Virgin Islands 56 24 78 3 34 16 52 3 22 8 26 - - - - Feb 10 Maine District Columbia Maryland Virginia 24 15 70 83 15 12 42 54 9 3 28 29 - - - - Feb 12 Hawaii Wisconsin 20 74 14 42 6 32 - - Feb 19 Ohio Rhode Island Texas Primary Texas Caucus Vermont 141 21 126 67 15 67 8 61 38 74 13 65 29 6 - - - - - Mar 4 Wyoming 12 7 5 - Mar 8 Mississippi 33 20 13 - Mar 11 Pennsylvania 158 73 85 - Universitas Sumatera Utara Apr 22 Guam 4 2 2 - May 3 Indiana North Carolina 72 115 32 67 38 48 - May 6 West Virginia 28 8 20 - May 13 Kentucky Oregon 51 52 14 31 37 21 - Jun 1 Puerto Rico 55 17 38 - Jun 3 Montana South Dakota 16 15 9 6 7 9 - - Sumber: www.barackobama.com\result Dengan kemenangan yang diperoleh dalam Democratic Primary Election ini, maka Obama berhasil menjadi laki-laki kulit hitam pertama yang memenangi Primary Election sekaligus berkesempatan menjadi presiden pertama Amerika Serikat yang memilih darah Amerika-Afrika. Selanjutnya, Obama hanya tinggal menunggu pengesahan dirinya sebagai calon presiden ke-44 Amerika Serikat dari Partai Demokrat melalui konvensi nasional Partai Demokrat di Denver, Colorado, yang dimulai pada bulan Agustus 2008. Jika dilihat dengan teliti, konvensi Partai Demokrat hanya sebatas formalitas saja karena proses kandidasi yang sebenarnya adalah pada Primary Election. Terlepas dari itu, konvensi Partai Demokrat bisa dilihat sebagai forum untuk mendengarkan pendapat dari suara Super Delegates yang merupakan wakil dari tiap negara bagian.

3.6. Solusi Perubahan untuk Amerika