Penelitian di Stasiun Pengolahan

2.4. Penelitian di Stasiun Gilingan

Stasiun gilingan merupakan stasiun yang berfungsi untuk mengekstrak nira tebu gula semaksimal mungkin. Agar kerja stasiun gilingan dapat maksimum dan efisien maka tebu sebelum masuk ke stasiun gilingan harus dicacah selembut mungkin dengan tujuan agar sel-sel tebu yang mengandung nira dapat diekstraksi semaksimal mungkin. Agar ekstraksi dapat menghasilkan nira semaksimal mungkin maka ampas tersebut dilakukan pencucian pemberian air imbibisi beberapa kali hingga dihasilkan ampas tebu yang akan digunakan sebagai bahan bakar kandungan gula dan airnya mencapai batas minimal Anonim, 2001. Stasiun gilingan pabrik gula di Indonesia telah diaplikasikan dengan alat pengerjaan pendahuluan APP mutakhir seperti: berbagai tipe pisau tebu, berbagai tipe Unigrator, berbagai tipe light heavy duty shredder, atau kombinasi dari ketiganya. Menurut Subhanuel 1990 bahwa heavy duty shredder dengan daya terpasang yang tinggi, memungkinkan dilakukan pencacahan tabu lembut dengan preparation indeknya IP mencapai  90 , sehingga dihasilkan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Menurut Anonim 2001 bahwa untuk mencapai efisiensi yang tinggi stasiun gilingan harus memiliki kemampuan: 1 Mencacah tebu hingga lembut, 2 Mencacah secara mekanis dengan baik, dan 3 Mengaplikasi air imbisi dengan baik pada tingkat efisiensi di stasiun gilingan dapat dinyatakan dengan Mill Extration ME yakni kemampuan gilingan dalam mengambil memerah glukose dari batang tebu setiap kuintalnya.

2.5. Penelitian di Stasiun Pengolahan

Tebu setelah dilakukan proses pada stasiun gilingan maka nira yang dihasilkan diproses pada stasiun pengolahan. Stasiun pengolahan berfungsi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. mengolah nira mentah hingga menjadi produk gula kristal. Sedangkan tingkat efisiensi dari stasiun pengolahan dinyatakan dengan Boiling House Recovery BHR. Menurut Martoyo 1997 kehilangan gula dalam proses yang paling banyak dan dapat dideteksi adalah kehilangan gula yang terikut pada tetes, sedangkan kehilangan dalam blotong relatif kecil. Disamping itu masih ada kehilangan gula di Stasiun Pengolahan yang bisa dideteksidihitung. Menurut Anonim, 2001 kehilangan gula semakin meningkat disebabkan tebu yang kurang MBS Manis, Bersih, dan Segar serta beberapa bahan non gula yang terikut dalam tebu misalnya: dektran, amilum, gula reduksi, dll.. Disamping itu ada juga kehilangan gula yang disebabkan masalah operasional, misalnya masalah peralatan yang sudah tua, pengawasan operasional yang kurang cermat dan lain- lain. Selain masalah peralatan yang sudah tua dan teknologi proses masalah operasional juga berpengaruh pada kinerja pabrik. Dari hasil pengamatan Martoyo, T. 1996 dengan menggunakan metode rasio Sukrose-TSAS Total Sugar As Sucrose kehilangan sukrose di lapang mencapai 10-25 dari potensi sesungguhnya. Hal ini tidak termasuk kehilangan tebu yang tercecer di jalan dan cara tebang yang kurang rata tanah, mutu tebu yang dihasilkan dari uji kinerja PG antara tahun 1994-2000, kualitasnya masih di bawah angka normal yakni: Pol tebu adalah: 8.30–11.20 12,0; kadar nira, adalah : 77,0–85,6 80–83; Nilai Nira NPP adalah: 9,90– 12,40 14,0; Sabut, adalah: 13,0-17,9 14-16; dan trash, adalah: 6-20 5. Angka dalam kurang merupakan angka normal. Menurut Budiman. 1994 untuk menekan kehilangan di tetes pada stasiun pemurnian yakni bagaimana menekan CaO dalam nira jernih serendah mungkin, Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. yakni sekitar 400 p.p.m, tetapi dalam praktek kenyataannya sekitar 1000 ppm. Walaupun pada stasiun lainnya juga sangat berperan dalam menekan kehilangan pol dalam tetes. Masalah operasional yang sangat berpengaruh terhadap kinerja pabrik gula adalah kelancaran giling yang sangat erat kaitannya dengan jam berhenti giling. Sedangkan kecepatan giling dibawah kapasitas terpasang juga dapat menyebabkan jam berhenti giling, karena terjadi anefisiensi stasiun gilingan, energi dan pengolahan Anonim. 2001. Kapasitas giling pabrik-pabrik gula di Indonesia kebanyakan masih dalam skala kecil. Kapasitas giling PG Wonolangan sebesar  1337 ton tebu per hari exclusive jam berhenti giling Anonim.2006 C. Kapasitas giling PG Gending sebesar  1365 ton tebu perhari exclusive jam berhenti giling Anonim. 2006A. Sedangkan untuk kapasitas giling PG Pajarakan sebesar  1200 ton tebu per hari exklusive jam berhenti giling Anonim. 2006 B. Dengan kapasitas giling di ketiga pabrik gula ini kecil, maka ketiga pabrik gula harus pandai-pandai memanage tebu yang masuk ke pabrik gula agar dicapai hasil produksi yang optimal. Kualitas tebu hendaknya mencapai standart baik yakni: MBS Masak, Bersih dan Segar, sehingga walaupun kapasitas pabrik gulanya tidak besar akan dihasilkan produksi gula yang optimal. Secara umum untuk pabrik gula di Jawa pada skala kecil yakni kurang dari 4000 ton tebu per hari Anonim. 2006 A, B, C. Kapasitas giling suatu pabrik gula ton tebu per hari terdiri dari 2 macam yakni: kapasitas giling insklusif jam berhenti giling dan eksklusif jam berhenti giling. Jumlah tebu yang digiling di pabrik gula harus sesuai dengan kapasitas dan kondisi fisik dari pabrik gula itu sendiri. Pasok tebu bagi ketiga Pabrik Gula: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Wonolangan, Gending, dan Pajarakan harus dipersiapkan dan dimanage dengan baik, karena ketiga-tiganya mengandalkan tebu rakyat TR ketiga pabrik gula tersebut hampir tidak punya lahan HGU sendiri. Fluktuasi tebu yang masuk pabrik sangat tergantung dari rakyat petani tebu. Karenanya untuk mendapatkan kualitas tebu yang BSM Bersih, Segar dan Manis memerlukan kerjasama yang baik dengan petani. Bersih artinya tebu yang masuk ke pabrik tidak banyak bahan ikutan non sugar, misalnya: kotoran tanah, klaras, sogolan ban bahan lain yang tidak mengandung gula. Segar artinya tebu setelah ditebang harus sesegera mungkin digiling di pabrik gula, sebab tebu akan terjadi penurunan rendemen yang terus menerus apabila lebih dari 24 jam tidak segera digiling. Manis artinya tebu tersebut sudah mencapai umur kemasakan atau pada saat titik optimal masak. Sebab tebu yang belum masak ditebangdigiling tebu tersebut belum mencapai titik optimal kemasakan maka rendemennya belum mancapai titik tertinggi, begitu pula apabila tebu tersebut kelewat masak baru digiling juga sudah terjadi penurunan rendemen. Jumlah hari giling tebu juga merupakan faktor penentu profit tidaknya pabrik gula. Lama hari giling tidak menjamin keuntungan suatu pabrik, karena lamanya pabrik gula giling harus seimbang dengan saat kemasakan tebu. Apabila jam berhenti giling karena kerusakan di dalam pabrik maka lama hari giling tidak dapat menentukan jumlah produksi hablur yang dihasilkan. Faktor yang dapat menentukan adalah jumlah hari giling efektif jakni jumlah satuan waktu yang digunakan untuk menggiling tebu secara efektif. Teknologi proses dan peralatan serta operasional di pabrik gula sangat berpengaruh terhadap kinerja pabrik. Kelancaran giling sangat erat kaitannya Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. dengan jam berhenti giling. Jam berhenti giling terdiri dari 2 jenis yaitu: jam berhenti yang disebabkan dari dalam pabrik dan dari luar pabrik. Jam berhenti giling yang berasal dari luar pabrik gula merupakan faktor yang sulit dikendalikan pabrik gula. Namun jam berhenti giling yang disebabkan dari dalam pabrik lebih mudah dikendalikan oleh pabrik gula. Menurut hasil uji kinerja sejumlah pabrik gula di Indonesia 1994-2000 oleh Martoyo dkk., 2000, menunjukkan bahwa jam berhenti giling pada periode giling I rata-rata sebesar 6,8 . Sedangkan untuk periode II sebesar 17,2 . Tingkat efisiensi teknis di pabrik gula yang digunakan adalah Overall Recovery OR yakni kemampuan pabrik gula untuk memperoleh gula dalam bentuk kristal yang dinyatakan oleh persentase terhadap gula dalam tebu. Overall Recovery di pabrik-pabrik gula di wilayah Kabupaten Probolinggo rata-rata pada tahun 2006 untuk PG Wonolangan mencapai 85,9 , PG Gending mencapai 80 dan PG Pajarakan mencapai mencapai 84,5 . Rata-rata pabrik gula di Jawa hanya bisa mencapai antara 67-78 , sedangkan standar internasional Overall Recovery berkisar antara 80-85 Anonim, 2001. Pada umumnya pabrik gula yang efisien menghasilkan Pol sebesar 12 dan Overall Recoverynya sebesar 85 . Rendahnya Overall Recovery dapat mengakibatkan gangguan hubungan kemitraan dalam memperoleh bahan baku karena pol rendah, petani akan memasok ke pabrik gula yang Overall Recoverynya lebih tinggi Anonim, 2006. Perkembangan produksi gula setiap tahun semakin meningkat yang diikuti oleh perkembangan kebutuhan konsumsi gula yang meningkat pula. Hal tersebut juga terjadi peningkatan produksi tebu. Sehingga secara statistik produktivitas industri gula di Indonesia tampak menurun Tohorisman A. dan Suryanto, 2005. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS