KINERJA PABRIK GULA BERDASARKAN KAPASITAS GILING, TEBU DIGILING, JUMLAH HARI GILING, JAM BERHENTI GILING, OVERALL RECOVERY, DAN HABLUR Dl PABRIK GULA: WONOLANGAN, GENDING, DAN PAJARAKAN KABUPATEN PROBOLINGGO.

(1)

KINERJA PABRIK GULA BERDASARKAN

KAPASITAS GILING, TEBU DIGILING,

JUMLAH HARI GILING, JAM BERHENTI GILING,

OVERALL RECOVERY, DAN HABLUR Dl PABRIK GULA:

WONOLANGAN, GENDING, DAN PAJARAKAN

KABUPATEN PROBOLINGGO

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Derajat S-2

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

AGRIBISNIS

Diajukan Oleh:

UNTUNG SUTJAHJO

NPM: 061402006

Kepada:

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

SURABAYA

2007


(2)

KINERJA PABRIK GULA BERDASARKAN

KAPASITAS GILING, TEBU DIGILING,

JUMLAH HARI GILING, JAM BERHENTI GILING,

OVERALL RECOVERY, DAN HABLUR Dl PABRIK GULA:

WONOLANGAN, GENDING, DAN PAJARAKAN

KABUPATEN PROBOLINGGO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

UNTUNG SUTJAHJO

NPM. 0164020006

Telah dipertahankan di depan Penguji

Pada tanggal 20 Juni 2007

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Pembimbing Utama

Anggota Dewan Penguji

Prof. Dr.lr.H. Marsadi Pawirosemadi

Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Zainal Abidin, MS

Surabaya, Juni 2007

UPN "Veteran" Jawa Timur

Program Pascasarjana

Direktur

Dr. Ir. Zainal Abidin, MS

Dr. Ir. H. Boedijono Wirioatmodjo

Ir. A. Rachman Waliulu, MS


(3)

PERNYATAAN

ORI SI NALI TAS TESI S

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa

sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah TESIS ini tidak

terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk

memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini

dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah TESIS ini dapat dibuktikan

terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini

digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh

(MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS)

dibatalkan, serta

diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

(UU N0.20 Tahu 2003, Pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)

Surabaya, 20 Juni 2007

Mahasiswa,

Nama : UNTUNG SUTJAHJO

NIM : 061402006


(4)

MOTTO

ada dasarnya, orang yang sukses adalah orang yang

paling berhasil menata diri, pikiran, mata dan mulutnya

sehingga hidupnya di jalan yang tepat yaitu di jalan

yang Allah SW T ridhoi.

euntungan tidak selalu berbentuk uang, boleh jadi

Allah memberi keuntungan dengan terhalangnya kita

dari uang tapi terbukanya pintu ilmu dan hikmah.

etika ruh berpisah dari raga, satu hal yang mungkin

kita sesali adalah mengapa kita tidak memanfaatkan

kesempatan hidup di dunia untuk memperbaiki diri

dan berbuat kebaikan lebih banyak lagi.

- A.A. GYM -

P

K

K


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat

Allah SWT, yang telah memberi limpahan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga kami dapat menyelesaikan dan mempertahankan Tesis pada Program

Studi Magister Manajemen Agribisnis Program Pascasarjana UPN "Veteran"

Jawa Timur dengan Judul Penelitian “Kinerja Pabrik Gula Berdasarkan: Kapasitas

Giling, Tebu Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall

Recovery, dan Hablur di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan

Kabupaten Probolinggo.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas semua

dukungan, dorongan dan bantuan yang telah diberikan sehingga kami dapat

menyelesaikan Tesis ini, khususnya kami sampaikan kepada:

1.

Bapak MayJen (Purn) Drs. H. Warsito, SH, MM, sebagai Rektor UPN

"Veteran" Jawa Timur.

2.

Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, MS, selaku Direktur Program Pascasarjana UPN

"Veteran" Jawa Timur, sekaligus. selaku Pembimbing Pendamping.

3.

Bapak Prof. Dr. Ir. H. Marsadi Pawirosemadi, mantan Direktur Program

Pascasarjana UPN "Veteran" Jawa Timur sekaligus Pembimbing Utama

4.

Bapak Dr. Ir. H. Boedijono Wiroatmodjo, mantan Direktur Program


(6)

5.

Bapak Ir. A. Rachman Waliulu, MS dan Bapak Dr. Ir. H. Syarif Imam

Hidayat, MM, Dosen Prodi MMA-Pascasarjana UPN "Veteran” Jawa Timur

selaku Anggota Tim Penguji.

6.

Bapak/Ibu para Dosen Prodi MMA-Pascasarjana UPN "Veteran” Jawa Timur.

7.

Bapak Bupati Probolinggo beserta Staf atas segala fasilitas dan kemudahan

selama melaksanakan penelitian di Wilayah Kabupaten Probolinggo

8.

Direksi PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) dan Administratur beserta

Jajaran Karyawan di PG Wonolongan, PG Gending, dan PG Pajarakan atas

perkenan dan izin sehingga kami dapat melakukan penelitian.

9.

Pimpinan dan Rekan-rekan sejawat di Pusat Penelitian Perkebunan Gula

Indonesia (P3GI) Pasuruan, khususnya pada Kelti Sosial Ekonomi yang

secara konsisten memberikan semangat untuk menyelesaikan study ini.

10.

Endang Lilik Sukesi, istri; Lia, Ratih, dan Nindya, anak-anak; serta Ai' dan

Ata', cucu-cucu tersayang, telah mengorbankan waktu dan demikian kuat

mendorong kami, baik dengan doa dan dukungan moril agar kami dapat

secepatnya menyelesaikan Tesis ini

Kami menyadari bahwa Tesis ini masih memerlukan penyempurnaan,

sehingga sangat mengaharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan.

Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

pelaku Industri Gula di Kabupaten Probolinggo.

Surabaya Medio, Juni 2007

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ... iii

MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

RINGKASAN ... xiv

SUMMARY ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan/ Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Penelitian Tebang Angkut ... 9

2.3 Penelitian di Stasiun Energi ... 9

2.4 Penelitian di Stasiun Gilingan ... 10

2.5 Penelitian di Stasiun Pengolahan ... 10

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 15

3.1 Kerangka Pemikiran ... 15

3.1.1 Faktor Kapasitas Giling ... 15

3.1.2 Faktor Tebu Digiling ... 16

3.1.3 Faktor Jumlah Hari Giling ... 16

3.1.4 Faktor Jam Berhenti Giling ... 17

3.1.5 Faktor Overall Recovery ... 17

3.1.6 Faktor Hablur ... 18

3.2 Hipotesis ... 18

BAB IV METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Penentuan Wilayah Penelitian ... 19

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 19

4.3 Pengukuran Variabel ... 19

4.4 Analisis Data ... 20

BAB V GAMBARAN UMUM KABUPATEN PROBOLINGGO... 24

5.1 Potensi Kabupaten Probolinggo ... 24


(8)

5.1.2 Topografi ... 24

5.1.3 Jenis Tanah ... 25

5.1.4 Kemampuan Tanah ... 26

5.1.5 Iklim ... 28

5.1.6 Penggunaan Lahan ... 29

5.1.7 Kependudukan ... 29

5.1.8 Pertumbuhan Ekonomi ... 30

5.1.9 Pabrik Gula di Kabupaten Probolinggo ... 31

5.2 Potensi PG Wonolangan ... 31

5.3 Potensi PG Gending ... 38

5.4 Potensi PG Pajarakan ... 43

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

6.1 Pengaruh Tebu Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti

Giling, Overall Recovery, dan Hablur Terhadap Kapasitas

Giling di Masing-masing Pabrik Gula: Pajarakan, Gending

dan Wonolangan ... 47

6.1.1 Pengaruh Tebu Digiling Terhadap Kapasitas Giling

di Masing-masing Pabrik Gula: Pajarakan, Gending

dan Wonolangan ... 47

6.1.2 Pengaruh Jumlah Hari Giling Terhadap Kapasitas

Giling di Masing-masing Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending dan Wonolangan ... 51

6.1.3 Pengaruh Jam Berhenti Giling Terhadap Kapasitas

Giling di Masing-masing Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending dan Wonolangan ... 54

6.1.4 Pengaruh Overall Recovery Terhadap Kapasitas

Giling di Masing-masing Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending dan Wonolangan ... 57

6.1.5 Pengaruh Hablur Terhadap Kapasitas Giling di

Masing-masing Pabrik Gula: Pajarakan, Gending

dan Wonolangan ... 59

6.2 Pengaruh Tebu Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti

Giling, Overall Recovery, dan Hablur Terhadap Kapasitas

Giling Gabungan (Total) Ketiga Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending dan Wonolangan ... 63

6.2.1 Pengaruh Tebu Digiling Terhadap Kapasitas Giling

Gabungan (Total) Ketiga Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending dan Wonolangan ... 63

6.2.2 Pengaruh Jumlah Hari Giling Terhadap Kapasitas

Giling Gabungan (Total) Ketiga Pabrik Gula:

Pajarakan, Gending dan Wonolangan ... 64

6.2.3 Pengaruh Jam Berhenti Giling Terhadap Kapasitas

Giling Gabungan (Total) Ketiga Pabrik Gula:

Pajarakan, Gending dan Wonolangan ... 66


(9)

6.2.4 Pengaruh Overall Recovery Terhadap Kapasitas

Giling Gabungan (Total) Ketiga Pabrik Gula:

Pajarakan, Gending dan Wonolangan ... 66

6.2.4 Pengaruh Hablur Terhadap Kapasitas Giling

Gabungan (Total) Ketiga Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending dan Wonolangan ... 67

6.3 Trend Perkembangan Kapasitas Giling, Tebu Digiling,

Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall

Recovery, dan Hablur Pada Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending dan Wonolangan ... 67

6.3.1a Trend Perkembangan Kapasitas Giling Pada Pabrik

Gula: Pajarakan, Gending dan Wonolangan ... 69

6.3.1b Trend Perkembangan Gabungan (Total) Kapasitas

Giling Pada Pabrik Gula: Pajarakan, Gending dan

Wonolangan ... 71

6.3.2a Trend Perkembangan Tebu Digiling Pada Pabrik

Gula: Pajarakan, Gending dan Wonolangan di

Kabupaten Probolinggo ... 72

6.3.2b Trend Perkembangan Gabungan (Total) Tebu

Digiling Pada Pabrik Gula: Pajarakan, Gending dan

Wonolangan di Kabupaten Probolinggo ... 74

6.3.3a Trend Perkembangan Jumlah Hari Giling Pada

Pabrik Gula: Pajarakan, Gending dan Wonolangan

di Kabupaten Probolinggo ... 75

6.3.3b Trend Perkembangan Gabungan (Total) Jumlah

Hari Giling Pada Pabrik Gula: Pajarakan, Gending

dan Wonolangan di Kabupaten Probolinggo ... 77

6.3.4a Trend Perkembangan Jam Berhenti Giling Pada

Pabrik Gula: Pajarakan, Gending dan Wonolangan

di Kabupaten Probolinggo ... 78

6.3.4b Trend Perkembangan Gabungan (Total) Jam

Berhenti Giling Pada Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending dan Wonolangan di Kabupaten

Probolinggo ... 80

6.3.5a Trend Perkembangan Overall Recovery Pada

Pabrik Gula: Pajarakan, Gending dan Wonolangan

di Kabupaten Probolinggo ... 82

6.3.5b Trend Perkembangan Gabungan (Total) Overall

Recovery Pada Pabrik Gula: Pajarakan, Gending dan

Wonolangan di Kabupaten Probolinggo ... 84

6.3.6a Trend Perkembangan Hablur Pada Pabrik Gula:

Pajarakan, Gending dan Wonolangan di Kabupaten

Probolinggo ... 86

6.3.6b Trend Perkembangan Gabungan (Total) Hablur

Pada Pabrik Gula: Pajarakan, Gending dan

Wonolangan di Kabupaten Probolinggo ... 87


(10)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

7.1 Kesimpulan ... 89

7.2 Saran-saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 100 - 131


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Tren Perkembagan Kapasitas Giling, Tebu Digiling, Jumlah

Hari Giling, Over all Recovery, dan Hablur pada Pabrik

Gula : Pajarakan, Gending, dan Wonolangan tahun

1977-2006 ... 69

Gambar 2

Tren Perkembagan Gabungan (Total) Kapasitas Giling,

pada Pabrik Gula : Pajarakan, Gending, dan Wonolangan

Tahun 1977-2006. ... 71

Gambar 3

Tren Perkembagan Tebu Digiling, pada Pabrik Gula:

Pajarakan, Gending, dan Wonolangan Tahun 1977-2006 ... 72

Gambar 4

Tren Perkembagan Gabungan Tebu Digiling, pada Pabrik

Gula : Pajarakan, Gending, dan Wonolangan Tahun

1977-2006. ... 74

Gambar 5

Tren Perkembagan Jumlah Hari Digiling, pada Pabrik Gula:

Pajarakan, Gending, dan Wonolangan Tahun 1977-2006. ... 75

Gambar 6

Tren Perkembagan Gabungan (Total) Jumlah Hari Giling,

pada Pabrik Gula : Pajarakan, Gending, dan Wonolangan

Tahun 1977-2006. ... 77

Gambar 7

Tren Perkembagan Jam Berhenti Giling, pada Pabrik Gula:

Pajarakan, Gending, dan Wonolangan Tahun 1977-2006. ... 79

Gambar 8

Tren Perkembagan Gabungan (Total) Jam Berhenti Giling,

pada Pabrik Gula : Pajarakan, Gending, dan Wonolangan

Tahun 1977-2006. ... 81

Gambar 9

Tren Perkembagan Over all Recoverys pada Pabrik Gula:

Pajarakan, Gending, dan Wonolangan di Kabupen

Probolinggo ... 82

Gambar 10 Tren perkembangan gabungan (total) overall recovery pada

Pabrik Gula: Pajarakan, Geding, dan Wonolangan tahun

1977-2006 ... 84

Gambar 11 Trend Perkembangan Hablur Pada Pabrik Gula: Pajarakan,

Gending, dan Wonolangan Tahun 1977-2006 ... 85

Gambar 12 Tren Perkembangan Gabungan (Total) Hablur Pada Pabrik

Gula Wonolangan, Gending dan Pajarakan Tahun

1977-2006 ... 87


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1A Kapasitas Giling di PG Pajarakan, PG Gending, dan

PG Wonolangan Tahun 1977-2006 ... 100

Lampiran 1B

Peningkatan/ penurunan kapasitas golong di PG

Pajarakan, PG Gending, dan PG Wolongan tahun

1977-2006 ... 101

Lampiran 2A Tebu Digiling di PG Pajarakan, PG Gending, dan PG

Wonolangan Tahun 1977 – 2006 ... 102

Lampiran 2B

Peningkatan/ Penurunan Tebu Digiling di PG

Pajarakan, PG Gending, dan PG Wonolangan tahun

1977-2006 ... 103

Lampiran 3A Jumlah Hari Giling di PG Pajarakan, PG Gending,

dan PG Wonolangan tahun 1977-2006 ... 104

Lampiran 3B

Peningkatan/ Penurunan Jumlah Hari Giling di PG

Pajarakan, PG Gending, dan PG Wonolangan tahun

1977-2006 ... 104

Lampiran 4A Jam Bergenti Giling di PG Pajarakan, PG Gending,

dan PG Wonolangan Rahun 1977 – 2006 ... 106

Lampiran 4B

Peningkatan/ Penurunan Jam Berhenti Giling di PG

Pajarakan, PG Gending, dan PG Wonolangan Tahun

1977 – 2006 ... 107

Lampiran 5A Overall Recovery di PG Pajarakan, PG Gending, dan

PG Wonolangan Tahun 1977 – 2006 ... 108

Lampiran 5B

Peningkatan/ Penurunan Overall Recovery di PG

Pajarakan, PG Gending, dan PG Wonolangan Tahun

1977 – 2006 ... 109

Lampiran 6A Hablur di PG Pajarakan, PG Gending, dan PG

Wonolangan Tahun 1977 – 2006 ... 110

Lampiran 6B

Peningkatan/ Penurunan Hablur di PG Pajarakan, PG

Gending, dan PG Wonolangan Tahun 1977 – 2006 ... 111

Lampiran 7A Regresi Pengaruh Tebu Digiling Terhadap Kapasitas

Giling di PG Pajarakan... 112

Lampiran 7B

Regresi Tebu di Giling terhadap Kapasitas Giling Di

PG Gending ... 113

Lampiran 7C

Regresi Pengaruh Tebu Di Giling terhadap Kapasitas

Giling di PG Wonolangan ... 114

Lampiran 8A Regresi Pengaruh Jumlah Hari Giling terhadap

Kapasitas Giling di PG Pajarakan ... 115

Lampiran 8B

Regresi Pengaruh Jumlah Hari Giling terhadap

Kapasitas Giling di PG Gending ... 116

Lampiran 8C

Regresi Pengaruh Jumlah Hari Giling terhadap


(13)

Lampiran 9A Regresi Jam Berhenti Giling terhadap Kapasitas

Giling di PG Pajarakan... 118

Lampiran 9B

Regresi Jam Berhenti Giling terhadap Kapasitas

Giling di PG Gending ... 119

Lampiran 9C

Regresi Jam Berhenti Giling terhadap Kapasitas

Giling di PG Wonolangan ... 120

Lampiran 10A Regresi Pengaruh Overall Recovery terhadap

Kapasitas Giling di PG Pajarakan ... 121

Lampiran 10B Regresi Pengaruh Overall Recovery terhadap

Kapasitas Giling di PG Wonolangan ... 122

Lampiran 10C Regresi Pengaruh Overall Recovery terhadap

Kapasitas Giling di PG Gending ... 123

Lampiran 11A Regresi Pengaruh Hablur terhadap Kapasitas Giling di

PG Pajarakan ... 124

Lampiran 11B Regresi Pengaruh Hablur terhadap Kapasitas Giling di

PG Gending ... 125

Lampiran 11C Regresi Pengaruh Hablur terhadap Kapasitas Giling di

PG Wonolangan ... 126

Lampiran 12

Regresi Gabungan (Total) Pengaruh Tebu Digiling

Terhadap Kapasitas Giling di PG Pajarakan, PG

Gending dan PG Wonolangan ... 127

Lampiran 13

Regresi Gabungan (Total) Pengaruh Jumlah Hari

Giling Terhadap Kapasitas Giling di PG Pajarakan,

PG Gending dan PG Wonolangan... 128

Lampiran 14

Regresi Gabungan (Total) Pengaruh Jam Berhenti

Giling Terhadap Kapasitas Giling di PG Pajarakan,

PG Gending dan PG Wonolangan... 129

Lampiran 15

Regrasi Gabungan (Total) Pengaruh Overall Recovery

Terhadap Kapasitas Giling di PG Pajarakan, PG

Gending dan PG Wonolangan ... 130

Lampiran 16

Regrasi Gabungan (Total) Pengaruh Hablur Terhadap

Kapasitas Giling di PG Pajarakan, PG Gending dan


(14)

KINERJA PABRIK GULA BERDASARKAN

KAPASITAS GILING, TEBU DIGILING, JUMLAH HARI GILING, JAM

BERHENTI GILING, OVERALL RECOVERY, DAN HABLUR Dl

PABRIK GULA: WONOLANGAN, GENDING, DAN PAJARAKAN

KABUPATEN PROBOLINGGO

RINGKASAN

Kinerja mempunyai peran yang sangat penting bagi sebuah perusahaan

(pabrik gula) dan merupakan penentu hidup matinya suatu bisnis. Kualitas kinerja

menjadi kian penting dalam suatu pabrik gula dan juga bagian Visi dan Misi

terpenting dalam perusahaan.

Sistem kerja suatu pabrik gula merupakan suatu mekanisme di mana

masing-masing sub sistem harus berkerja bersama-sama saling terkait untuk

mencapai profit (keuntungan) suatu pabrik gula. Sub-sub sistem tersebut adalah:

kapasitas giling, tebu digiling, jumlah hari giling, jam berhenti giling, overall

recovery, dan hablur. Kinerja tersebut karena merupakan suatu sistem maka bila

terjadi gangguan di salah satu sub sistem maka sub sistem yang lain akan

terganggu pula.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk melihat kinerja

masing-masing sub sistem dalam upaya meningkatkan produksi dan produktifitas di PG

Pajarakan, PG Gending, dan PG Wonolangan di Kabupaten Probolinggo yang

merupakan bagian dari bisnis PTP Nusantara XI.

Tinjauan empirisnya adalah bagaimana mendapatkan bahan baku tebu

yang MBS (manis, bersih, dan segar) untuk mendapatkan produksi yang optimal

melalui kelancaran kinerja dari masing-masing sub sistem tersebut.

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah menganalisa kembali dari

data predictor dengan dependen variabel: kapasitas giling, tebu digiling, jumlah

hari giling, jam berhenti giling, overall recovery, dan hablur selama 30 tahun dari

PG Pajarakan, PG Gending, dan PG Wonolangan melalui tingkat kinerja.

Metode penelitiannya adalah menggunakan analisis regresi linier melalui

descriptive analysis berdasarkan hasil analisis sebelumnya yaitu analisis regresi

linear dan analisis trend.

Analisis data yang dapat diambil yaitu pada masing-masing sub sistem

berpengaruh secara simultan walau tidak sangat nyata yakni dengan dasar regresi

parsialnya (sig. t > 0,05). Adapun variabel dominan yang cukup berpengaruh

adalah jam berhenti giling.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dari ketiga pabrik gula

menunjukkan bahwa pengaruh masing-masing sub sistem apabila ditingkatkan

kapasitas gilingnya maka dihasilkan produktifitas yang semakin besar pula. Tren

masing-masing sub sistem selama 30 tahun terjadi kenaikan walau tidak berbeda

sangat nyata.

Saran yang dapat direkomendasikan yaitu: bila melihat dari gabugan

(total) masing-masing sub sistem perlu ditingkatkan produksi maupun efisiensi

operasionalnya mulai dari sub sistem di on farm maupun di sub sistem off

farm-nya.


(15)

WORK PERFOMANCE OF SUGAR FACTORIES ASSESSED FROM

CAPACITY MILL, SUGAR CANE MILLED, AMOUNT OF DAY MILL,

HOUR DESIST TO MILL, OVERALL RECOVERY, AND CRYSTAL IN

SUGAR FACTORIES; PAJARAKAN, GENDING, WONOLANGAN IN

PROBOLINGGO REGENCY

SUMMARY

Work performance has important role for some company (Sugar

Factories) and become some determinant for its dead or its life for some business.

Quality of work performance becomes more important in some Sugar Factories

and also for the most important Vision and Mission for company.

Work system some Sugar Factories is a mechanism in which every sub

system must do some cooperation to reach a profit in Sugar Factories. Those sub

systems are: capacity mill, sugar cane milled, amount of day mill, hour desist to

mill, overall recovery, and crystal. Because of those work performance is a

system, so, if there is any trouble in one sub system so the others sub system is

having trouble too.

The trouble in this research is to see every sub system in the effort of

improving production and productivity in Pajarakan Sugar Factory, Gending

Sugar Factory and Wonolangan Sugar Factory in Probolinggo Regency that is a

part of business in PTP Nusantara XI.

Empirical Evaluation is “how to get the raw material that is SCF (Sweet,

Clean and Fresh) to reach an optimal production through job fluency from those

every sub system.

Concept framework in this research is to re-analyze from predictor data

with dependent variable: capacity mill, sugar cane milled, amount of day mill,

hour desist to mill, overall recovery and crystal for 30 years from Pajarakan

Sugar Factory, Gending Sugar Factory, and Wonolangan Sugar Factory through

work performance level.

The research method is using linier regression analysis through

descriptive analysis based the analysis result before that is linier regression

analysis and trend analysis.

Data analysis than can get is, in every sub system effected simultanous,

even that is not real and sure with a regression partial basic (sig t > 0,05). There

is also dominant variable that is effective enough is Hour Desist Mill.

The decision of from this research is, those three Sugar Factories show

that effect of every sub system if the mill capacity is improved will resulting a

huge productivity too. Trend of every sub system for 30 years is happen any

improving even the different is not very real.

The suggestion can be recommended is, from all merger of every sub

system there need to be improved of operational production and efficiency from

sub system in on farm and off farm.


(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Industri gula Indonesia mengalami masa kejayaannya pada tahun 1930-an dengan produksi gula nasional mencapai 3 juta ton, dari produksi tersebut diekspor sebesar 2.4 juta ton, karena didukung baku teknis budidaya yang baik dan Pabrik Gula relatif efisien dan baru. Dampak dari kejayaan ini adalah: (1). Kebijakan migrasi memberikan kelonggaran ruang gerak bagi orang asing (Cina) untuk mengembangkan usaha pengulaan; (2). Pemerintah Kolonial Belanda membangun sarana pendidikan bagi Penduduk pribumi maupun asing; (3). Pemerintah kolonial membangun jaringan irigasi. Begitu Industri Gula Indonesia menjadi pengekspor ke-2 setelah Brazil timbul perjanjian internasional "Charbouerne Agreement" yang isinya Jawa harus menurunkan produksi gulanya hingga menjadi tidak lebih 1.4 juta ton/tahun. Akhirnya kolonial Belanda membentuk "Nederlandsh Indie Veerenigde Voor de Aafzet Van Suiker (NIVAS)" pada tahun 1932. Setelah kemerdekaan Rl, Pemerintah NKRI mengeluarkan program Nasionalisasi pada bulan Desember 1957 yakni pengaturan pergulaan diserahkan pada Pusat Penjualan Gula Indonesia (PPGI) yang dibentuk tahun 1951 Anggotanya para Pengusaha Pribumi (Sabil, 2005).

Intruksi Presiden no. 9 tahun 1975 diterbitkan yang pada hakikatnya adalah "Pemberdayaan" yakni petani menjadi "Tuan" di lahannya sendiri (Sudaryanto, dkk, 1996). Walaupun perubahan lingkungan strategik yang cukup mendasar terutama perkembangan kebijakan Pemerintah, perubahan lingkungan fisik dan sosial, dan kemajuan teknologi dalam menghadapi persaingan bebas


(17)

(global). Perubahan ini membawa industri gula menjadi "The most regulated industry" dengan konsekuensi bahwa industri gula menjadi tidak mandiri (Anonim, 1998, Adirasmito, K. 1998; Budiono, dkk., 1998; Suprihatin, 1977; Soentoro dan T. Sudariyanto, 1996).

Komoditas gula juga merupakan salah satu komoditas penentu laju inflasi, suatu indikator makro yang selalu menjadi kekhawatiran Pemerintah dan masyarakat terutama di Jawa Timur (Amang, B. 1994 dan Dewan Gula Indonesia). Sekitar 74 % lebih produksi gula dihasilkan di Jawa Timur dan 54 % produksi Indonesia didukung dari Propinsi ini (Anonim, 2004).

Industri gula di Indonesia masih sangat mungkin bisa ditingkatkan produktifitasnya. Sejarah membuktikan bahwa Indonesia pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar dunia II (Sugiharto, 2005).

Utomo (2005) selanjutnya menyebutkan 3 upaya besar Jawa Timur secara berkesinambungan terus dikembangkan yakni:

(1) Program akselerasi yakni bagaimana mengakselerasikan peningkatan produktivitas gula melalui revitalisasi di bidang budidaya maupun pabrik. (2) Program restrukturisasi yakni .upaya pengembangan perkebunan berbasis

tebu difokuskan pada upaya-upaya untuk merestrukturisasi pabrik gula dengan upaya-upaya manajemen dan teknologi.

(3) Program modernisasi dapat diupayakan selaras dengan keberhasilan upaya akselerasi dan restrukturisasi dari Pabrik Gula dan pengembangan diversifikasi produk (agroindustri berbasis tebu).

Kabupaten Probolinggo memiliki 3 (tiga) pabrik. gula yakni: PG Wonolangan, PG Gending, dan PG Pajarakan yang setiap tahunnya memberikan


(18)

3

kontribusi pemenuhan gula Nasional yang tidak sedikit. Sebagai kontributor industri gula berbasis tebu yang cukup besar, maka sangat menarik dilakukan penelitian tentang kinerja ketiga pabrik gula berdasarkan Kapasitas Giling, Tebu Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery dan Hablur, walaupun masih ada faktor lain yang mempengaruhi kinerja dari suatu proses pembuatan gula di suatu pabrik gula.

1.2 Perumusan Masalah

Gula merupakan bahan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan produksi maupun produktivitas berbagai sektor dalam upaya mencapai swasembada gula perlu ditingkatkan. Upaya untuk rneningkatkan produksi atau produktivitas salah satunya yaitu melalui peningkatan kinerja pabrik gula. Banyak ragamnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pabrik gula. Penelitian ini akan mendasarkan pada permasalahan upaya peningkatan produksi gula/kinerja pabrik gula berdasarkan : Kapasitas Giling, Tebu Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery, dan Hablur di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan.

Masalah yang terkait dengan peningkatan produksi dan produktivitas gula adalah rehabilitasi pabrik gula yang merupakan salah satu langkah penting dalam program peningkatan produksi gula belum menunjukkan hasil yang berarti. Hal ini ditunjukkan dengan rendemen tebu yang masih rendah sehingga usaha tani tebu (gula) tidak bisa berkompetisi dengan usaha industri lainnya. Rendahnya tingkat rendemen antara lain disebabkan penyediaan bahan baku belum memenuhi


(19)

standart mutu yakni Bersih, Segar, dan Masak (BSM), disamping usia pabrik gula yang relatif tua, akibatnya pabrik gula mengalami kerugian. Pasok tebu pun yang disiapkan petani tebu sudah tidak dapat memenuhi jumlah kapasitas giling terpasang. Perpanjangan masa giling dan peningkatan kapasitas pabrik disertai dengan pembengkakan kebutuhan tebu juga mengakibatkan merosotnya rendemen karena masa optimal rendeman mempunyai waktu terbatas dan tertentu. Walaupun tingkat efisiensi di pabrik gula selalu berusaha ditingkatkan. Akibat dari permasalah ini semakin menambah beban bagi petani, pabrik gula, dan umumnya ekonomi pergulaan nasional semakin terpuruk.

Peningkatan produksi yang berdampak pada peningkatan pendapatan pabrik gula maupun pendapatan petani tebu banyak ditentukan oleh kinerja dari pabrik gula itu sendiri dan didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Proses pembuatan gula di pabrik gula merupakan proses suatu sistem unit-unit kerja atau subsistem yang ada. Karena keterkaitan antar subsistem sangat besar pengaruhnya, sehingga bila ada suatu gangguang di satu subsistem maka subsistem yang lain juga terpengaruh, subsistem tersebut adalah: (a) Kapasitas Giling; (b) Tebu Digiling; (c) Jumlah Hari Giling; (d) Jam Berhenti Giling; (e) Overall Recovery; dan (f) Hablur. Untuk mengetahui besaran masing-masing subsistem dalam meningkatkan kinerja dan produksi maupun produktivitas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh Tebu Digiling, Jam Berhenti Giling, Jumlah Hari Giling, Overall Recovery dan Hablur terhadap Kapasitas Giling di masing-masing maupun di ketiga Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan?


(20)

5

2. Bagaimana trend perkembangan: Kapasitas Giling, Tebu yang Digiling Jam Berhenti Giling, Jumlah Hari Giling, Overall Recovery, dan Hablur di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan selama 30 tahun?

3. Dari hasil penelitian di ketiga Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan dalam meningkatkan kinerja melalui faktor-faktor atau subsistem yang diteliti tersebut dapat sebagai acuan untuk meningkatkan produktifitasnya.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh Tebu yang Digiling, Jam Derhenti, Jumlah Gari Giling, Overall Recovery, dan Hablur terhadap Kapasitas Giling di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan.

2. Untuk mengetahui trend perkembangan Kapasitas Giling, terhadap Tebu yang Digiling, Jam Berhenti Giling, Jumlah Hari Giling, Overall Recovery, dan Hablur di masing-masing maupun ketiga Pabrik Gula : Wonolangan, Gending dan Pajarakan selama 30 tahun

3. Melakukan penelitian di masing-masing faktor atau subsystem untuk menyusun upaya peningkatan kinerja di masing-masing maupun di ketiga ketiga Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan.


(21)

1.4. Kegunaan/Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan:

1. Sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi pengelola Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan, serta semua pihak yang terkait dalam rangka mencari pemecahan masalah tentang faktor-faktor (Kapasitas Giling, Tebu yang Gigiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery, dan Hablur) yang mempengaruhi kinerja ketiga pabrik gula tersebut.

2. Sebagai bahan informasi penelitian lebih lanjut demi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai peningkatan kinerja di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan.

3. Sebagai masukan bagi Direksi PTPN XI (Persero) dan Pemerintah Daerah dalam pengambilan keputusan dan kebijakan tentang pergulaan khususnya di Kabupaten Probolinggo.

1.5. Ruang Lingkup Peneiitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Kajian hasil penelitian kajian literatur, dan informasi lain terkait dengan faktor–faktor atau subsistem (Kapasitas Giling, Tebu yang Digiling, Jumlah Hari Giling, Jumlah Hari Giling, Overall Recovery, dan Hablur yang mempengaruhi kinerja di ketiga pabrik gula di Kabupaten Probolinggo.


(22)

7

2. Mengelola data time series selama 30 tahun (Tahun 1977-2006) pada masing-masing faktor atau subsistem di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan.

3. Survai lapang dengan melakukan wawancara dan dicatat dengan beberapa orang petani tebu rakyat, beberapa Pejabat Pemda Kabupaten Probolinggo dan beberapa pejabat di masing-masing PG Wonolangan, PG Gending, PG Pajarakan, di Wilayah Kabupaten Probolinggo.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Kabupaten Probolinggo terdapat 3 (tiga) pabrik gula yakni: PG Wonolangan, PG Gending, dan PG Pajarakan yang setiap tahunnya memberikan kontribusi pemenuhan gula Nasional yang tidak sedikit. Dari hasil penelitian Sutjahjo, U. (2006) menunjukkan bahwa kontribusi pasok tebu dari wilayah kerja PG di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2005 hanya mencapai 28,7 %, sedangkan selebihnya (71,3 %) didukung dari wilayah dan di luar wilayah kerja pabrik gula di Kabupaten Probolinggo.

Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan, tentang peningkatan produktivitas dan analisis keunggulan komparaktif bagi tanaman tebu dibanding tanaman padi telah dilakukan oleh pakar agribisnis (Soekartawi, 1991). Sedangkan Haryanto (1991) hasil penelitiannya menunjukkan keunggulan komparaktif tanaman tebu bila dibanding dengan tanaman lain non padi.

Dalam upaya peningkatan kinerja pabrik gula yang perlu diperhatikan adalah bahwa pabrik gula dalam proses produksi bertugas mengekstrak gula (sukrosa) yang tersedia dalam tebu sebanyak-banyaknya. Artinya PG harus meminimalkan kehilangan gula dalam setiap tahapan proses. Menurut Clarke dkk.

(1980) kehilangan gula dalam pasca panen sebesar 25-35% dari sukrosa tersedia, sekitar 15-25% hilang pada proses tebang angkut dan 5-10% hilang dalam proses di pabrik gula.


(24)

9 2.2. Penelitian Tebang Angkut

Menurut Anonim (2001) dalam proses Tebang Angkut merupakan proses kritis terhadap kehilangan gula. Proses tebang angkut karena berbagai masalah misalnya kesulitan transportasi cuaca yang buruk dan berbagai hal lainnya sehingga tebu telat masuk pabrik gula, dari tebang hingga tebu bisa memakan waktu lebih dari 3 (tiga) hari. Akibatnya pabrik gula harus menggiling tebu “Wayu” (Deteriorated cane) yang dapat menurunkan kadar sukrosa di dalam tebu. Di samping itu tebu yang masuk kedalam pabrik gula tebu yang belum masak optimal atau tebu yang kelewat masak disamping itu tebu yang ditebang tidak sampai pada pangkalnya (tidak rata tanah) juga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas gula (Martoyo, 2000).

2.3. Penelitian di Stasiun Energi

Untuk memenuhi kebutuhan energi di pabrik gula masih dicukupi oleh ampas tebu dengan jalan membakarnya sehingga menghasilkan uap bertekanan tinggi yakni  20 kg/cmHg. Selanjutnya uap yang dihasilkan untuk kerja mekanis melalui turbin uap. Uap bertekanan tinggi tersebut juga ada yang dikonversi dulu menjadi energi listrik melalui turbo generator sebelum nantinya digunakan untuk menggerakkan motor listrik yang menghasilkan kerja mekanis, sedangkan uap bekas yang bertekanan digunakan untuk memproses nira tebu menjadi gula di Stasiun Pengolahan. Sedangkan untuk pabrik gula yang kurang baik dan kurang seimbang untuk kebutuhan energinya tidak bisa dicukupi dengan ampas dan harus ditambah (subtitusi) dengan bahan bakar lainnya (reside, kayu dan lain-lain) (Anonim, 2001).


(25)

2.4. Penelitian di Stasiun Gilingan

Stasiun gilingan merupakan stasiun yang berfungsi untuk mengekstrak nira tebu (gula) semaksimal mungkin. Agar kerja stasiun gilingan dapat maksimum dan efisien maka tebu sebelum masuk ke stasiun gilingan harus dicacah selembut mungkin dengan tujuan agar sel-sel tebu yang mengandung nira dapat diekstraksi semaksimal mungkin. Agar ekstraksi dapat menghasilkan nira semaksimal mungkin maka ampas tersebut dilakukan pencucian (pemberian air imbibisi) beberapa kali hingga dihasilkan ampas tebu yang akan digunakan sebagai bahan bakar kandungan gula dan airnya mencapai batas minimal (Anonim, 2001). Stasiun gilingan pabrik gula di Indonesia telah diaplikasikan dengan alat pengerjaan pendahuluan (APP) mutakhir seperti: berbagai tipe pisau tebu, berbagai tipe Unigrator, berbagai tipe light/ heavy duty shredder, atau kombinasi dari ketiganya. Menurut Subhanuel (1990) bahwa heavy duty shredder dengan daya terpasang yang tinggi, memungkinkan dilakukan pencacahan tabu lembut dengan preparation indeknya (IP) mencapai  90 %, sehingga dihasilkan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Menurut Anonim (2001) bahwa untuk mencapai efisiensi yang tinggi stasiun gilingan harus memiliki kemampuan: (1) Mencacah tebu hingga lembut, (2) Mencacah secara mekanis dengan baik, dan (3) Mengaplikasi air imbisi dengan baik pada tingkat efisiensi di stasiun gilingan dapat dinyatakan dengan Mill Extration (ME) yakni kemampuan gilingan dalam mengambil/ memerah glukose dari batang tebu setiap kuintalnya.

2.5. Penelitian di Stasiun Pengolahan

Tebu setelah dilakukan proses pada stasiun gilingan maka nira yang dihasilkan diproses pada stasiun pengolahan. Stasiun pengolahan berfungsi


(26)

11

mengolah nira mentah hingga menjadi produk gula kristal. Sedangkan tingkat efisiensi dari stasiun pengolahan dinyatakan dengan Boiling House Recovery (BHR). Menurut Martoyo (1997) kehilangan gula dalam proses yang paling banyak dan dapat dideteksi adalah kehilangan gula yang terikut pada tetes, sedangkan kehilangan dalam blotong relatif kecil. Disamping itu masih ada kehilangan gula di Stasiun Pengolahan yang bisa dideteksi/dihitung. Menurut Anonim, (2001) kehilangan gula semakin meningkat disebabkan tebu yang kurang MBS (Manis, Bersih, dan Segar) serta beberapa bahan non gula yang terikut dalam tebu (misalnya: dektran, amilum, gula reduksi, dll.). Disamping itu ada juga kehilangan gula yang disebabkan masalah operasional, misalnya masalah peralatan yang sudah tua, pengawasan operasional yang kurang cermat dan lain-lain. Selain masalah peralatan yang sudah tua dan teknologi proses masalah operasional juga berpengaruh pada kinerja pabrik.

Dari hasil pengamatan Martoyo, T. (1996) dengan menggunakan metode rasio Sukrose-TSAS (Total Sugar As Sucrose) kehilangan sukrose di lapang mencapai 10-25% dari potensi sesungguhnya. Hal ini tidak termasuk kehilangan tebu yang tercecer di jalan dan cara tebang yang kurang rata tanah, mutu tebu yang dihasilkan dari uji kinerja PG antara tahun 1994-2000, kualitasnya masih di bawah angka normal yakni: Pol tebu % adalah: 8.30–11.20 (> 12,0); kadar nira, % adalah : 77,0–85,6 (80–83); Nilai Nira NPP adalah: 9,90– 12,40 (>14,0); Sabut, % adalah: 13,0-17,9 (14-16); dan trash, % adalah: 6-20 (<5). Angka dalam kurang merupakan angka normal.

Menurut Budiman. (1994) untuk menekan kehilangan di tetes pada stasiun pemurnian yakni bagaimana menekan CaO dalam nira jernih serendah mungkin,


(27)

yakni sekitar 400 p.p.m, tetapi dalam praktek kenyataannya sekitar 1000 ppm. Walaupun pada stasiun lainnya juga sangat berperan dalam menekan kehilangan pol dalam tetes.

Masalah operasional yang sangat berpengaruh terhadap kinerja pabrik gula adalah kelancaran giling yang sangat erat kaitannya dengan jam berhenti giling. Sedangkan kecepatan giling dibawah kapasitas terpasang juga dapat menyebabkan jam berhenti giling, karena terjadi anefisiensi stasiun gilingan, energi dan pengolahan (Anonim. 2001).

Kapasitas giling pabrik-pabrik gula di Indonesia kebanyakan masih dalam skala kecil. Kapasitas giling PG Wonolangan sebesar  1337 ton tebu per hari exclusive jam berhenti giling (Anonim.2006 C). Kapasitas giling PG Gending sebesar  1365 ton tebu perhari exclusive jam berhenti giling (Anonim. 2006A). Sedangkan untuk kapasitas giling PG Pajarakan sebesar  1200 ton tebu per hari exklusive jam berhenti giling (Anonim. 2006 B). Dengan kapasitas giling di ketiga pabrik gula ini kecil, maka ketiga pabrik gula harus pandai-pandai memanage tebu yang masuk ke pabrik gula agar dicapai hasil produksi yang optimal. Kualitas tebu hendaknya mencapai standart baik yakni: MBS (Masak, Bersih dan Segar), sehingga walaupun kapasitas pabrik gulanya tidak besar akan dihasilkan produksi gula yang optimal. Secara umum untuk pabrik gula di Jawa pada skala kecil yakni kurang dari 4000 ton tebu per hari (Anonim. 2006 A, B, C). Kapasitas giling suatu pabrik gula (ton tebu per hari) terdiri dari 2 macam yakni: kapasitas giling insklusif jam berhenti giling dan eksklusif jam berhenti giling.

Jumlah tebu yang digiling di pabrik gula harus sesuai dengan kapasitas dan kondisi fisik dari pabrik gula itu sendiri. Pasok tebu bagi ketiga Pabrik Gula:


(28)

13

Wonolangan, Gending, dan Pajarakan harus dipersiapkan dan dimanage dengan baik, karena ketiga-tiganya mengandalkan tebu rakyat (TR) ketiga pabrik gula tersebut hampir tidak punya lahan HGU sendiri. Fluktuasi tebu yang masuk pabrik sangat tergantung dari rakyat (petani tebu). Karenanya untuk mendapatkan kualitas tebu yang BSM (Bersih, Segar dan Manis) memerlukan kerjasama yang baik dengan petani. Bersih artinya tebu yang masuk ke pabrik tidak banyak bahan ikutan (non sugar), misalnya: kotoran tanah, klaras, sogolan ban bahan lain yang tidak mengandung gula. Segar artinya tebu setelah ditebang harus sesegera mungkin digiling di pabrik gula, sebab tebu akan terjadi penurunan rendemen yang terus menerus apabila lebih dari 24 jam tidak segera digiling. Manis artinya tebu tersebut sudah mencapai umur kemasakan atau pada saat titik optimal masak. Sebab tebu yang belum masak ditebang/digiling tebu tersebut belum mencapai titik optimal kemasakan maka rendemennya belum mancapai titik tertinggi, begitu pula apabila tebu tersebut kelewat masak baru digiling juga sudah terjadi penurunan rendemen.

Jumlah hari giling tebu juga merupakan faktor penentu profit tidaknya pabrik gula. Lama hari giling tidak menjamin keuntungan suatu pabrik, karena lamanya pabrik gula giling harus seimbang dengan saat kemasakan tebu. Apabila jam berhenti giling karena kerusakan di dalam pabrik maka lama hari giling tidak dapat menentukan jumlah produksi hablur yang dihasilkan. Faktor yang dapat menentukan adalah jumlah hari giling efektif jakni jumlah satuan waktu yang digunakan untuk menggiling tebu secara efektif.

Teknologi proses dan peralatan serta operasional di pabrik gula sangat berpengaruh terhadap kinerja pabrik. Kelancaran giling sangat erat kaitannya


(29)

dengan jam berhenti giling. Jam berhenti giling terdiri dari 2 jenis yaitu: jam berhenti yang disebabkan dari dalam pabrik dan dari luar pabrik. Jam berhenti giling yang berasal dari luar pabrik gula merupakan faktor yang sulit dikendalikan pabrik gula. Namun jam berhenti giling yang disebabkan dari dalam pabrik lebih mudah dikendalikan oleh pabrik gula. Menurut hasil uji kinerja sejumlah pabrik gula di Indonesia (1994-2000) oleh Martoyo dkk., 2000, menunjukkan bahwa jam berhenti giling pada periode giling I rata-rata sebesar 6,8 %. Sedangkan untuk periode II sebesar 17,2 %.

Tingkat efisiensi teknis di pabrik gula yang digunakan adalah Overall Recovery (OR) yakni kemampuan pabrik gula untuk memperoleh gula dalam bentuk kristal yang dinyatakan oleh persentase terhadap gula dalam tebu. Overall Recovery di pabrik-pabrik gula di wilayah Kabupaten Probolinggo rata-rata pada tahun 2006 untuk PG Wonolangan mencapai 85,9 %, PG Gending mencapai 80 % dan PG Pajarakan mencapai mencapai 84,5 %. Rata-rata pabrik gula di Jawa hanya bisa mencapai antara 67-78 %, sedangkan standar internasional Overall Recovery berkisar antara 80-85 % (Anonim, 2001). Pada umumnya pabrik gula yang efisien menghasilkan Pol sebesar 12 % dan Overall Recoverynya sebesar 85 %. Rendahnya Overall Recovery dapat mengakibatkan gangguan hubungan kemitraan dalam memperoleh bahan baku karena pol rendah, petani akan memasok ke pabrik gula yang Overall Recoverynya lebih tinggi (Anonim, 2006).

Perkembangan produksi gula setiap tahun semakin meningkat yang diikuti oleh perkembangan kebutuhan konsumsi gula yang meningkat pula. Hal tersebut juga terjadi peningkatan produksi tebu. Sehingga secara statistik produktivitas industri gula di Indonesia tampak menurun (Tohorisman A. dan Suryanto, 2005).


(30)

15 BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasarkan pada pendayagunaan faktor-faktor atau di masing-masing sub sistem. Kapasitas Giling, Jumlah Hari Giling, Tebu Digiling, Jumlah Hari giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery, dan Hablur di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan guna mencapai dan meningkatkan kinerja di pabrik gula dengan menggunakan data time series selama 30 tahun. Walaupun faktor-faktor di atas belum mencapai maksimum dari seluruh faktor yang mendasari untuk mencapai kinerja pabrik gula yang sangat baik, paling tidak dari data dan pengamatan pada pabrik gula tersebut dapat mewakili dan dapat sebagai tolak ukur kinerja suatu pabrik gula. Dengan memperhatikan faktor-faktor kelebihan dan kekurangan, maka pencapaian kinerja pabrik gula yang baik akan dapat dilakukan perbaikan dan pengembangan/ peningkatan. Faktor-faktor yang mendasari kinerja pabrik gula terinci sebagai berikut:

3.1.1. Faktor Kapasitas Giling

Semakin besar pasok tebu yang diperoleh mendekati atau sama dengan kapasitas giling terpasang, dan tidak banyak tebu sisa hari kemarin tak tergiling (tebu wayu) maka kinerja pabrik gula semakin baik, kerjanya optimal dan tidak banyak energi yang terbuang. Untuk mencapai kapasitas giling yang optimal perlu adanya keseimbangan antara tebu yang masuk ke gilingan (input) dan kelancaran proses dari nira yang dihasilkan (out put). Agar tidak terjadi sisa tebu tergiling


(31)

terlalu besar karena tebu yang terlambat giling setelah ditebang dapat menurunkan rendemen atau terjadi hambatan dan penumpukan pada nira (battle neck), yang dapat menurunkan kualitas nira pada saat proses. Sehingga semakin besar kapasitas giling ton tebu per harinya yang didukung oleh lancarnya input dan output tebu selama proses maka semakin ekonomis dan hablur/kristal gula yang dihasilkan semakin banyak.

3.1.2 Faktor Tebu Digiling

Semakin baik kualitas tebu yang digiling Bersih, Segar, dan Manis (BSM) yang didukung oleh pabrik gula yang efisien, maka kualitas hablur yang dihasilkan juga semakin baik dan semakin besar. Begitu pula jumlah tebu yang digiling semakin besar dan didukung oleh kondisi pabrik yang efisien maka semakin besar pula gula/hablur yang dihasilkan.

3.1.3 Faktor Jumlah Hari Giling

Secara matematis menaikkan jumlah hari giling efektif dapat meningkatkan produksi hablur/kristal. Semakin panjang hari giling efektif maka semakin meningkat (besar) keuntungannya. Namun faktor ini sangat dipengaruhi faktor jam berhenti giling, makin panjang jam berhenti giling, makin maka perpanjangan hari giling semakin tidak efisien, akibantnya pabrik gula akan merugi. Meskipun untuk wilayah pabrik gula tertentu di Jawa Timur perpanjang masa giling harus juga memperhatikan datangnya musim hujan di awal masa giling dan di akhir masa giling. Hal ini sering menyebabkan kendala/masalah tebang angkut dan tingkat kemasakan (rendemen) dan kualitas tebu.


(32)

17

3.1.4 Faktor Jam Berhenti Giling

Jam berhenti giling merupakan faktor penentu profit tidaknya suatu usaha di bidang pergulaan. Jam berhenti yang disebabkan oleh faktor dalam pabrik lebih mudah diatasi dibanding faktor yang disebabkan oleh faktor di luar pabrik gula. Kerja pabrik gula merupakan kerja berdasarkan pada sistem. Bila salah satu sub sistem terhenti maka sub sistem yang lain juga berhenti. Karenanya kerugian pabrik gula sangat signifikan apabila pabrik gula tersebut sering terjadi gangguan (jam berhenti giling).

3.1.5 Faktor Overall Recovery

Efisiensi di stasiun gilingan dinyatakan dengan ME (Mill Extraction) yaitu pol terpecah dalam nira mentah dibagi dengan pol dalam tebu. Untuk mengoptimalkan ME dilakukan pemecahan tebu giling optimasi imbibisi secara ajeg dan merata pada ampas, optimasi pemerahan mekanis di gilingan.

Efisiensi di stasiun pembangkit uap dinyatakan dengan Boiler Efficiency (BE) yaitu total panas yang dikandung oleh uap yang diproduksi dibagi total panas dari ampas yang dibakar.

Efisiensi pengolahan dinyatakan dengan BHR (Boiling House Recovery) yaitu pol dalam gula produk dibagi dengan pol dalam nira mentah. Perbedaan pencapaian BHR yang jauh lebih rendah Standar Pengolahan Terunggul (SPT) menunjukkan telah terjadi kehilangan gula signifikan saat proses pengolahan. Tingkat efisiensi di masing-masing stasiun (sub sistem) baik, maka baik pula kinerja pabrik gula tersebut.


(33)

3.1.6 Faktor Hablur

Besarnya hablur (kristal gula) yang diperoleh banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas, di samping faktor lain di luar pabrik gula, misalnya pada proses tebang angkut, dan kurang atau kelewat masak tabu, serta faktor bahan lain non tebu yang terikut oleh tebu.

Dengan berfungsinya secara optimal faktor-faktor: kapasitas giling, tebu digiling, faktor jumlah hari giling, jam berhenti giling, faktor overall recovery, dan hablur akan terjadi korelasi positif terhadap tingkat kinerja pabrik gula.

3.2 Hipotesis

1. Diduga Tebu yang Digiling, Jumlah Hari Giling, Overall Recovery dan Hablur berpengaruh terhadap kapasitas giling pada Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan.

2. Diduga trend perkembangan Kapasitas Giling, Tebu yang Gigiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery, dan Hablur pada Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan selama 30 tahun terakhir meningkat

3. Diduga kualitas pasok bahan baku tebu kurag baik karenanya peningkatan kapasitas giling kurang dapat meningkatkan produksi gula secara signifkan


(34)

19 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Penentuan Wilayah Penelitian

Kabupaten Probolinggo dipilih secara sengaja (purposive) sebagai wilayah penelitian dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten tersebut terdapat tiga Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, Pajarakan yang saling kompetisi dalam hal pengolahan di pabrik (unit gilingan dan masak gula) agar mendapat pasok tebu yang mencukupi dengan kapasitas giling. Ketiga pabrik gula hampir tidak punya HGU, sehingga harus mencari tebu rakyat di sekitarnya bahkan saling mencari keluar Wilayah Kabupaten Probolinggo.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian Pengelolaan data sekunder dari data Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia yang berupa data time series selama 30 tahun terakhir sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2006, disamping melakukan peninjauan/observasi (data primer) di ketiga pabrik gula tersebut. Jenis data sekunder yang diperlukan antara lain: Kapasitas Giling, Tebu Digiling, Jumlah Hari Giling, Overall Recovery, dan Hablur di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan. Sedangkan data primer merupakan data hasil wawancara sebagai pelengkap/ kekurangan dari data sekunder yang ada.

4.3. Pengukuran Variabel

1. Kapasitas giling adalah: kemampuan pabrik gula dalam menggiling tebu dan mengolah nira menjadi kristal gula selama 24 jam (bukan kapasitas terpasang).


(35)

2. Tebu Digiling adalah: Jumlah ton tebu yang digiling di pabrik gula selama periode giling termasuk jam berhenti giling.

3. Jumlah Hari Giling adalah: jumlah hari efektif dalam satuan waktu yang digunakan untuk menggiling tebu menjadi hablur/gula kristal (bukan jumlah hari kampanye).

4. Jam Berhenti Giling adalah: lamanya jam berhenti saat pabrik gula beroperasi.

5. Overall Recovery adalah efisiensi pabrik gula dalam mengolah tebu menjadi gula Kristal, efisiensi dilakukan pada stasiun gilingan (mill extraction), stasiun pengolahan (boiling house recovery); serta di stasiun pembangkit uap (boiler efficiency).

6. Hablur adalah kristai gula yang dihasilkan dari tebu yang diolah di pabrik gula (tidak termasuk gula yang terikut pada ampas, blotong, dan tetes).

4.4. Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh Tebu yang Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery, dan Hablur dengan kapasitas giling pada Pabrik Gula: Wonolangan, Gending dan Pajarakan menggunakan analisis regresi linear dengan model sebagai berikut :

Y = bo + bi.Xi

Dimana:

Y = Kapasitas giling di masing-masing pabrik gula

Xi = Tebu yang Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall


(36)

21

bo = Konstanta

bi = Koefisien regresi masing-masing variabel.

Cara pengujian pada dasarnya dibagi menjadi dua tahap yaitu pengujian terhadap model dan pengujian terhadap hipotesis:

1. Untuk menguji baik atau tidaknya mode! dipergunakan Uji F dan besarnya koefisien determinannya (R2).

Uji F (over all test) : yaitu untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, dengan rumus sebagai berikut:

1) -k -(n db / SEE

(k) SSR/db Fhitung

a. Apabila Ftabel > Fhitung (0,05), berarti tidak ada berpengaruh secara

nyata

b. Apabila F tabel < F hitung (0,05), berarti ada pengaruh .

Nilai R2 adalah merupakan pencerminan besarnya variasi yang terjadi pada variabel independen yang disebabkan oleh perubahan variabel dependen, dengan rumus sebagai berikut

SST SSR R2 

Nilai R2 bergerak antara nol sampai satu atau 0 > R2 < 1

Apabila nilai R2 mendekati 1 (100 %) maka hasil perhitungan menunjukkan hasil yang baik karena variabel independen dianggap dapat menerangkan lebih banyak tentang variabel dependen.


(37)

2. Untuk mengetahui ada/tidak adanya pengaruh masing-masing variable independen terhadap variabel dependen yaitu produksi gula digunakan Uji t atau partial test dengan rumus sebagai berikut:

Se.bi bi thitung

Di mana:

bi = Koefisien regresi Se.bi = Standard error bi

a. Apabila t hitung > t tabel (0,05), berarti tidak ada hubungan b. Apabila t hitung < t tabel (0,05), berarti ada hubungan

Untuk mengetahui trend perkembangan Kapasitas Giling, Tebu yang Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery, dan Hablur pada Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan selama 30 tahun terakhir, menggunakan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil (least squares) adalah metode yang paling luas digunakan untuk menentukan persamaan trend dengan cara matematik yang digambarkan sebagai ” line of best fit”. Persamaan trend ini diformulasikan sebagai berikut:

Y = a + b x

Di mana: Y = tahun

x = Kapasitas Giling, Tebu yang Digiling, Jumah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery, dan Hablur

b = Koefisien Kapasitas Giling, Tebu yang Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall Recovery, dan Hablur a = Konstanta


(38)

23

Untuk menyusun upaya peningkatan kinerja dari ketiga Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan melalui faktor-faktor yang diteliti, maka melalui pengujian descriptive analysis berdasarkan hasil analisis sebelumnya yaitu analisis regresi linear dan analisis trend dapat diketahui pengaruh masing – masing faktor tersebut.


(39)

BAB V

GAMBARAN UMUM KABUPATEN PROBOLINGGO

5.1. Potensi Kabupaten Probolinggo

5.1.1. Letak Kabupaten Probolinggo

Berpijak pada kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Probolinggo merupakan bagian dari satuan wilayah pembangunan 13.5, yang meliputi Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo dan Kabupaten Lumajang dengan pusat Kota Probolinggo. Di mana wilayah Kabupaten Probolinggo terletak pada koordinat 7° 40' s.d 8° 10' Lintang Selatan dan 111° 50' s.d 113° 30'.

5.1.2. Topografi

Kabupaten Probolinggo merupakan wilayah yang memiliki keragaman topografi berupa dataran rendah, perbukitan dan pegunungan, yang sebagian besar berada pada ketinggian antara 100-1500 meter di atas permukaan laut, ketinggian tersebut sebagian besar cocok untuk tanaman tebu. Menurut keadaan fisik wilayah Kabupaten Probolinggo terbagi atas 3 bagian yaitu:

a. Pegunungan, berada pada ketingian 1.000-1.500 meter di atas permukaan laut, seluas 33.725,970 ha (19.88 %), meliputi wilayah-wilayah di sekitar pegunungan Tengger (di sebelah Barat Daya) dan Gunung Argopuro (di sebelah Tenggara);

b . Perbukitan, berada pada ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut, seluas 30.889,660 ha (18,20 %), meliputi wilayah-wilayah bagian Tengah


(40)

25

dan sekitar kaki pegunungan, merupakan bentukan lereng dari pegunungan yang membujur dari arah Barat ke Timur;

c. Dataran rendah, berada pada ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut, seluas 105.000,920 (61,92 %), meliputi wilayah pesisir dan dataran rendah membentang dari Barat sepanjang garis pantai Utara ke arah Timur (panjang pantainya mencapai + 55.3 Km), kemudian membujur ke arah Selatan.

5.1.3. Jenis Tanah

Jenis tanah penting untuk diketahui terutama usaha pengembangan budidaya pertanian. Dilihat dari tekstur tanahnya, maka jenis tanah yang mendominasi adalah tanah litosol yang berasal dari tanaman perkebunan, sawah dan hutan tropika, dimana jenis tanah yang didominasi tersebut cocok untuk tanaman tebu. Jenis tanah lainnya adalah alluvial, regosol, andosol, mediteran dan gromossol. Penyebaran jenis tanah di wilayah Kabupaten Probolinggo adalah sebagai berikut:

a. Di wilayah bagian Utara jenis tanahnya didominasi tanah alluvial yang bertekstur halus sebagai hasil endapan. Tanah jenis ini cocok untuk kegiatan budidaya pertanian sawah (lahan basah);

b. Jenis tanah regosol banyak terdapat di Kecamatan Maron, Gending, sebagian Kecamatan Tiris, Banyuanyar, Wonomerto, Sukapura dan Sumber. Tanah regosol umumnya berwarna kelabu kekuning-kuningan, sifatnya asam, gembur serta peka terhadap erosi. Tanah jenis ini cocok dipergunakan untuk tanaman tebu, padi, tembakau dan sayur-sayuran;


(41)

c. Jenis tanah litosol di Kabupaten Probolinggo umumnya lebih tua dan telah lama mengalami erosi, sehingga bahan kimia yang dikandungnya banyak yang hilang dan diendapkan di bagian Utara. Sekarang tanah ini sudah tidak begitu peka lagi terhadap erosi, dan sebagaian tanahnya telah membatu. Tanah ini berwarna merah kekuning-kuningan dan bersifat asam sekali. Kadang-kadang masih cukup baik untuk tanaman kopi, coklat, padi, sayur mayur, buah-buahan seperti mangga dan anggur;

d. Jenis tanah andosol mempunyai warna hitam berasal dari abu vulkanik dan kaya akan bahan organik. Jenis tanah ini banyak ditemukan di Kecamatan Krejengan, Gending, Krucil, Sumber dan Sukapura;

e. Jenis tanah grumosol terdapat di sebagaian wilayah Kecamatan Dringu, Gending, dan Tegalsiwalan. Tanah ini merupakan hasil endapan batuan berkapur dan bersifat basa, cocok untuk kegiatan budidaya perkebunan tembakau, juga cocok untuk tanaman ketela pohon, jagung, padi dan sebagainya;

f. Jenis tanah mediteran berasal dari bahan induk batuan vulkanik muda, antara lain terdapat di Kecamatan Tongas, Sumberasih, Lumbang, Leces, Bantaran dan Tegalsiwalan.

5.1.4. Kemampuan Tanah

Kemiringan/kelerengan tanah berpengaruh terhadap kemampuan tanah dan khususnya kemungkinan terjadinya erosi tanah. Berdasarkan derajat kelerengan tanah, maka suatu wilayah dapat dibedakan atas daerah yang relatif datar (lereng 0-2 %) seluas 48.070,55 ha (28,34%), landai sampai miring (lereng 3-15 %)


(42)

27

seluas 41.721,36 (24,60), miring (lereng 16-40 %) seluas 20.968,52 (12,36%), selebihnya >40% seluas 58,856,22 (34,70%).

Wilayah pesisir dan dataran rendah pada umumnya memiliki kemiringan tanah 0-2 %, yaitu meliputi kecamatan-kecamatan yang terletak di sepanjang Pantai Utara, yaitu Kecamatan: Paiton, Kraksaan. Pajarakan, Maron, Gending, Dringu, Sumberasih dan Tongas. Pada wilayah ini kemungkinan terjadinya gangguan erosi tanah sangat kecil, sehingga segala jenis kegiatan budidaya dapat dilakukan, baik untuk penunjang kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan.

Kelerengan di atas 40 % merupakan wilayah yang rentan terhadap terjadinya erosi tanah sampai pada kelerengan ini budidya tebu masih bisa dilakukan. Kelerengan masih mendominasi di Kabupaten Probolinggo, yang menyebar di 13 Kecamatan khususnya wilayah bagian Selatan, meliputi Kecamatan Pakuniran, Krucil, Tiris, Sumber dan Sukapura. Kawasan ini merupakan kawasan yang harus dipertahankan karena fungsi sangat besar terhadap pengamanan siklus hidrologi dan menjaga keseimbangan dan lingkungan hidup.

Kedalaman efektif adalah tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai batuan induk atau suatu lapisan dimana perakaran tanaman tidak mungkin menembusnya secara vertikal. Kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm seluas 154.003,11 ha (80,79%), berarti tidak ada hambatan bagi perakaran tanaman untuk menembus tanah. Sedangkan kedalaman efektif tanah kurang dari 30 cm seluas 15.613,54 ha (9,21%) akan menyulitkan perakaran untuk menembus tanah, dan keadaan ini dipengaruhi oleh adanya tingkat erosi yang tinggi sehingga


(43)

lapisan tanah atas (top soil) terbawa oleh aliran air (hujan) ke tempat yang lebih rendah.

Berdasarkan tekstur tanah di Kabupaten Probolinggo dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis tekstur tanah, yaitu tanah kasar (7,5%), tekstur tanah sedang (75,78%) dan tekstur tanah halus (16,69%). Tanah yang berstekstur kasar mempunyai porousitas yang tinggi, sehingga mudah meresapkan air. Sedang tanah yang bertekstur halus umumnya mempunyai porousitas rendah, sehingga relatif sulit meresapkan air. Kondisi yang ada menunjukkan tekstur tanah yang dominan di Kabupaten Probolinggo adalah tanah yang bertekstur sedang.

Disamping itu, kemampuan tanah juga dipengaruhi oleh drainase tanah, yaitu kemampuan permukaan tanah untuk merembeskan air secara alami. Keadaan drainase tanah dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu drainase baik/tidak pernah tergenang, drainase tergenang secara periodik dan drainase tergenang terus menerus. Kondisi tanah di Kabupaten Probolinggo sebagian besar didominasi oleh drainase tidak pernah mengalami genangan yaitu mencapai 98.04 % dari luas wilayah keseluruhan.

Dari luas wilayah Kabupaten Probolinggo yang tidak tergenang air (berdrainase baik) seluas 166.207,32 ha, yang dikelola untuk tanaman tebu tahun tanam 2005 adalah seluas 3.254,35 ha dan tersebar di 22 Kecamatan.

5.1.5. Iklim

Seperti juga di daerah tropis lainnya, iklim yang ada berupa iklim tropika dengan 2 musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pada umumnya musim kemarau jatuh pada bulan April hingga Oktober, sedangkan musim hujan


(44)

29

terjadi antara bulan Oktober hingga bulan April. Adanya pengaruh iklim global seperti terjadi El Nino dan La Nino juga sedikit banyak akan berpengaruh terhadap perubahan iklim di wilayah Kabupaten Probolinggo. Selain itu, posisi geografis Kabupaten Probolinggo yang khas, terletak antara wilayah pegunungan dan wilayah pesisir menimbulkan terjadinya angin kencang yang terjadi pada masa peralihan musim, yang bertiup dari Tenggara ke arah Barat Laut dan bersifat kering. Oleh masyarakat setempat angin tersebut diberi nama angin Gending.

5.1.6. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan terbasar di Kabupaten Probolinggo adalah tegalan, yakni sebesar 30.259 % dari luas wilayah, kemudian hutan negara 24.601 %. Penggunaan lahan untuk sawah menduduki peringkat ketiga besar, yakni sebesar 21.987 % dari luas wilayah, serta penggunaan terkecil berupa kolam/tebat/empang sebesar 0.002 % dari luas wilayah.

Sedangkan sektor perkebunan penggunaan lahan perkebunan hanya seluas 1.148 ha (0.71 %) dari seluruh luas areal di Kabupaten Probolinggo.

5.1.7. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Probolinggo berdasar registrasi penduduk akhir tahun 2005 sebesar 1.005.818 jiwa yang terdiri dari 489.560 penduduk laki-laki dan penduduk perempuan berjumlah 516.258 orang (Kabupaten Probolinggo Dalam Angka Tahun 2005).

Adapun presentasi pencaharian penduduk di Kabupaten Proboiinggo adalah: petani (46,21 % ); buruh tani (37,06 %); nelayan (0,84 %); petani tambak (2,01 %) pedagang/pengusaha (6,88 %); buruh/industri/ bangunan- /pertambangan


(45)

(2,70 %); PNS/ABRI (2,25 %); pengrajin (0,41 %); pensiunan (0,63 % ); lain-lain (1,84 %).

5.1.8. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan gambaran dari aktivitas perekonomian masyarakat di daerah yang digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan indikator Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) atas dasar Harga Konstan pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu 5 tahun menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2000 mencapai 3,3 % dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 3,42 %. Sedangkan tahun 2002 pertumbuhannya menjadi sebesar 3,94 % dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 4,05 %, pada tahun 2004 meningkat menjadi 4,44 %, dan pada tahun 2005 sebesar 4,47 %.

Adapun laju inflasi di Kabupaten Probolinggo berdasar perhitungan dari GPS Kabupaten Probolinggo sedikit mengalami peningkatan bila dibanding tahun 2004 sebesar 7,93 %, pada tahun 2005 menjadi sebesar 8,21 %. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM yang memberikan dampak terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok.

Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi tersebut, secara langsung akan berdampak terhadap nilai pendapatan masyarakat. Pada tahun 2000 income perkapita atas dasar Harga Berlaku sebesar Rp. 3.424.291,- , selanjutnya pada tahun 2001 naik menjadi sebesar Rp. 4.013.734,- , yang berarti ada peningkatan sebesar 17,21 %. Pada tahun 2002 naik menjadi 4.558.190,- yang berarti terdapat peningkatan sebesar 13,65 % dan pada tahun 2003 mengalami peningkatan


(46)

31

menjadi Rp. 5.152.017 atau 13,3% serta pada tahun 2004 naik lagi menjadi Rp. 5.808.049,- atau terdapat kenaikan sebesar 12,73 %. Sedangkan untuk tahun 2005 income perkapita mengalami peningkatan kembali sebesar Rp. 5.998.198,- atau 3,27 %. Kecenderungan naiknya pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Probolinggo (Anonim, 2006).

5.1.9 Potensi Pabrik Gula di Kabupaten Probolinggo

Di wilayah Kabupaten Probolinggo terdapat 3 (tiga) pabrik gula yang sangat potensial dalam menyerap tenaga kerja maupun peningkatan taraf hidup penduduk yang pada akhirnya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

5.2. POTENSI PG WONOLANGAN

Pabrik Gula Wonolangan didirikan pada tahun 1882 oleh "WV Nederlannsche Handel Maat Gappy. Pada tahun 1957 PG Wonolangan dinasionalisasikan kepada Pemerintah Indonesia di bawah naungan Perusahaan Perkebunan Negara dalam pengawasan Inspektorat VII. Nama Wonolangan diambil dari nama di mana tempat pabrik gula ini didirikan. Pada tangal 30 Juni 1968 PG Wonolangan di dalam naungan Perusahaan Perkebunan Negara (PNP) XXIV yang dipimpin oleh Direktur Utama dan membawahi 6 (enam) pabrik gula yakni: PG Kedawung (Kabupaten Pasuruan), PG Wonolangan, PG Gending, PG Pajarakan (Kabupaten Probolinggo), PG Jatiroto (Kabupaten Lumajang), dan PG Semboro (Kabupaten Jember); dimana di masing-masing pabrik gula dipimpin


(47)

oleh seorang Adsministratur. Berdasarkan Keppres, tanggal 13 Desember 1974 yang tertuang dalam PP Rl No. 14 tahun 1974, PNP XXIV digabung dengan PNP XXV menjadi PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero) dengan membawahi 12 pabrik gula. Pada tanggal 11 April 1996 PTP XXIV-XXV (Persero) diubah menjadi PT Perkebunan Nusantara XI yang membawahi 17 pabrik gula, 1 Pabrik Speritus dan Alkohol (PASA), 4 Rumah Sakit dan 1 Pabrik Karung Rosela.

a. Gambaran Umum

Letak Pabrik Gula Wonolangan di Jln. Raya Dringu, Desa Kedungdalem Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo. Topografi dengan ketinggian 5 m dpl dengan jenis tanah glumosal, latosol. Iklim rata-rata tahun 2005 curah hujan 1.142, hari hujan 50 dan bulan kering 4. Pengairan teknis 30 %, pompa 45 %, tadah hujan 25 %. Prasarana pendukung lainnya yakni sumber air (pabrik) sungai Kedung Bajul, sumber bahan baku pendukung: kapur, belerang.

b. Kondisi Pabrik Gula Wonolangan

Tahun pembuatan : 1882

Kepemilikan : PTP Nusantara XI (Persero) Jenis Prosesing : Sulfitasi Netral

Jenis gula yang dihasilkan adalah GKP I

c. Komponen utama

No Jenis Prosesifty Asal Negara Rehab Terakhir

1 Pemerahan

- Cane Cutter I & II - Unigrator

- 4 Unit Gilingan

Indonesia Indonesia Indonesia

1976 1989 2005


(48)

33

2 Power

- Turbin Uap SNM - Diesel Genset MMM - Diesel Genset Stork - Ketel Chen-chen

Jepang Jerman Belanda Taiwan 1982 1972 1972 1991

d. Keragaan Produktivitas dan Sumber Daya Manusia

Tahun Kapasitas TCD Luas areal (ha) Tebu digiling (ton) Ren de-men (%) Produksi gula/ kristal (ton) Hari giling 9(hr)

Incl. Excl.

1994 1.268 1.329 2.876,1 255.941 8.90 20.104 178 1995 1.279 1.344 2.856,8 248.064 7.76 19.248 194 1996 1.259 1.340 2.298,9 195.686 7.95 15.566 155 1997 1.180 1.307 2.047,9 170.676 8.11 13.839 145 1998 936 1.199 1.819,1 151.954 5.60 8.505 162 1999 1.173 1.245 1.827,8 139.986 7.51 10.513 119 2000 1.242 1.307 2.095,1 142.995 7.25 10.367 115 2001 1.216 1.266 2.357,0 177.035 6.50 11.511 146 2002 1.206 1.266 2.450,7 198.602 7.13 14.156 165 2003 1.220 1.259 2.554,9 177.629 7.09 12.587 146 2004 1.216 1.270 2.566,5 216.211 6.75 14.599 178 2005 1.262 1.300 2.628,0 207.615 6.75 14.049 165 Prognosa Juli 2005.

e. Keragaan (performance) sumberdaya manusia (karyawan) PG Wonolangan.

Thn Pimpinan Bin Tetap Kampanye KKWTKaryawan Honorer Borongan Jumlah

1994 27 326 392 345 - 24 1.114

1995 28 304 374 345 - 24 1.075

1996 26 272 355 345 - 24 1.022

1997 28 254 345 345 - 24 996

1998 28 238 317 173 185 24 965

1999 30 235 319 172 185 24 965

2000 29 222 291 162 213 24 941

2001 28 237 271 139 213 24 912

2002 28 255 232 119 187 24 845

2003 26 246 228 98 171 24 793

2004 27 240 204 90 204 24 789


(49)

f. Penggunaan dan Potensi Lahan

Tahun Tegalan (ha) Sawah (ha)

Realisasi Potensi Realisasi Potensi

1994 1.012 1.100 1.864 1.900

1995 1.071 1.100 1.765 1.800

1996 702 750 1.597 1.600

1997 826 850 1.222 1.300

1998 871 900 948 1.000

1999 1.088 1.100 740 750

2000 1.777 1.800 318 350

2001 1.846 1.850 511 600

2002 1.821 1.850 630 650

2003 1.761 1.800 794 800

2004 1.810 1.801 757 771

2005 - 1.780 - 848

PG Wonolangan tidak memiliki lahan Hak Guna Usaha sama sekali, sedangkan Iahan Hak Guna Bangunan seluas 635,587 ha

Tahun

Tebu Sendiri

(Ha) TebuRatyat (Ha)

Plane cane

(ha)

Ratoon cane (ha)

Sewa HGU TRK-Lok TRLD TRM-Lok

1994 135 - 1.243 807 691 1.277 1.599

1995 70 - 1.166 928 693 1.141 1.715

1996 127 - 1.013 569 590 999 1.300

1997 112 - 760 675 501 111 1.321

1998 326 - 637 720 136 593 1.226

1999 461 - 326 981 60 182 1.647

2000 272 - 171 1.570 82 151 1.944

2001 449 - 352 1.404 153 401 1.956

2002 411 - 585 1.318 135 433 2.018

2003 493 - 587 1.414 61 452 2.103

2004 445 - 497 1.592 32 444 2.122


(50)

35

g. Pelaksanaan giling tahun 2005/2006

1. Kapasitas giling (TCD)

a. Inclusive jam berhenti : 1337.0 ton/hari b. Exclusive jam berhenti : 1382.2 ton/hari

2. Jam berhenti giling

a. Di dalam dan di dalam PG : 98.25 jam dan 30.50 jam 3. Hari giling

a. Lama giling dan giling efektif : 165 hari dan 159 hari 4. Sisa tebu pagi hari : 38.42 % kapasitas 5. Tras

a. Sogolan dan Pucukan : 1.89 % dan 1.42 % b. Klaras dan Tanah : 1.78 % dan 0.42 %

6. Rendemen PG : 10.78 %

7. Pol : 9.37 %

8. ME (Miling Extction) : 88.41 % 9. BHR (Boiling Hause Recover) : 91.58 % 10.OR (Overall Recovery) : 85.90 %

11.Komposisi Varietas : Ps 864 = 16.172 ha; Ps 851 = 72.1767 ha; AS 9703 = 2.089 ha;

Ps 921 = 3.134 ha; Ps 951 = 102.361 ha; F 05 = 6.267 ha; dan


(51)

12.Serangan hama penyakit (signifikan)

a. Penggerek pucuk : 41 ha Tingkat serangan : 2 % b. Peggerek batang : 41 ha Tingkat serangan : 2 % c. Luka api : - ha Tingkat serangan : -% d. RSD : - ha Tingkat serangan : -% 13. Kebakaran : 13.981 ha (TS = 0.825 ha, TR = 13.156 ha) 14. Cara pengukuran rendemen tebu :

Analisa NPP ™ Pol, Brix ™ HK ™ NN ™ x Faktor R = Rendemen. Manajemen tebang angkut dilakukan oleh :

a. Untuk tebu sendiri dilakukan oleh PG 34.349,6 ton

b. Untuk tebu rakyat dilakukan oleh Petani (TSAS) 187.488,0 ton

Cara penghitungan bagi hasil, Rendemen 6 % = petani 66%, PG 34% Perkembangan luas kebun bibit.

15. Perkembangan pembibitan tebu di PG Wonolangan

No Kategori Tahun/Luas (ha)

2002/3 2003/4 2004/5 2005/6 2006/7

1 KBPU - - - - -

2 KBP - - - - -

3 KBN 2.262 2.26 - 1.978 1.918

4 KBI 10.196 14.862 16.897 14.213 12.206

5 KBD - HGU - JASA

2.301 60.408

2.301 112.504

1.926 60.919

4.796 46.037

2.038 41.483


(52)

37

Realisasi Produksi PG Wonolangan Per Kategori Musim Tanam Tahun 2005/2006

Uraian Luas

(ha)

Produksi Tebu

(ton) Rend.

(%)

Produksi Habiur (ton)

Jumlah ton/

ha Jumlah ton/ha

A.Tebu Sendiri (HGU) - Lahan Sawah

Tanaman I Keprasan Jumlah - Lahan Tegal

Tanaman I Keprasan Jumiah 213,27 164,30 377,57 -14075,3 9191,2 23266,5 -66,0 55,9 61,6 -8,64 7,65 8,21 - - - 1216,11 693,94 1910.04 - - - 5,70 4,22 5,06 -Jumlah TS (HGU) 377,57 23266,5 61,6 8,21 1910,04 5,06 B.Tebu Rakyat Kredit

- Lahan Sawah Tanaman I Keprasan Jumlah - Lahan Tegal

Tanaman I Keprasan Jumlah 36,57 214,72 251,29 5,15 116,24 121,39 3601,1 15521,2 19122,3 331,7 7609,0 7940,7 98,5 72,3 76,1 64,4 65,5 65,4 8,24 8,49 8,44 7,65 8,12 8,10 296.73 1317,75 1614,48 25,38 617,85 643,23 8,11 6,14 6,42 4,93 5,32 5,30 Jumlah TR-K 372,68 27063,0 72,6 8,34 2257,71 6,06 C.Tebu Rakyat NK

- Lahan Sawah Tanaman Keprasan Jumlah - Lahan Tegal

Tanaman I Keprasan Jumlah 1,95 79,85 81,81 -. 264,1 6404,6 6668,7 -135,4 80,2 81,5 -8,62 7,79 7,82 - - - 22,77 498,92 521,68 - - - 11,67 6,25 6,38

-Jumlah TR-M 81,81 6668,7 81,5 7,82 - 521,68 6,38

D.Tebu Luar Wilayah - Lahan Sawah - Lahan Tegal

Tanaman I Keprasan Jumlah -336,26 1500,91 1837,17 - 30535,0 132465,0 162999,4 -90,8 88,3 88,7 -7,12 6,50 6,62 - 74,08 8610,19 10784,28 -6,47 5,74 5,87 Jumlah TB LrWilayah 1837,17 162999,4 88,7 6,62 10784,28 5,87

TOTAL PG 2669.22 219997,6

1


(53)

5.3 POTENSI PG GENDING

Pabrik Gula Gending didirikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda tahun 1930 dimana waktu itu dikelola oleh Culture Bank Maatschappy. Pada tahun 1957 dengan adanya perkembangan politik Indonesia, maka perusahaan tersebut diambil alih dari pemerintah Hindia Belanda ke tangan Pemerintah Indonesia yang berlangsung sampai tahun 1962. Pada tahun 1962-1968 PG Gending berada pada naungan Inspeksi Daerah VII.

Kemudian tahun 1968-1975 pabrik gula yang dulunya bernaung di bawah Inspeksi VII dirubah dan bernaung dibawah Perusahaan Negara Perkebunan XXIV.

Menurut Peraturan Pemerintah Rl Nomor 15 tahun 1975 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Negara Perkebunan XXV, maka mulai bulan Juni 1975 Pabrik Gula Gending dibawah naungan PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero) yang berkedudukan di Jalan Merak No. 1 Surabaya.

Pada tahun 1995 dalam rangka efisiensi BUMN, maka PG Gending dibawah naungan PT Perkebunan kelompok Jawa Timur yang meliputi PT Perkebunan XX, XXIV, XXV, XXII dan XXIX berubah menjadi PT Perkebunan IX (Persero). Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Rl Nomor 16 tanggal 14 Pebruari 1996 tentang peleburan Perusahaan Persero yaitu PT Perkebunan Nusantara IX (Persero).

a. Gambaran Umum

Letak Pabrik Gula Gending berada di Desa Sebaung Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo.


(54)

39

b. Wilayah Kerja

Asal tebu yang digiling di PG Gending adalah dari wilayah kerja PG Gending itu sendiri, antara lain dari Lumajang, Klakah dan Probolinggo (Kec. Gending, Kec. Banyuanyar, Kec. Maron, Kec. Tegal Siwalan dan sekitarnya). Jumlah tebu yang digiling di PG Gending tahun 2006 sebanyak 2.032.056 kuintal. c. Pelaksanaan giling tahun 2005/2006

1. Kapasitas giling (TCD)

a. Inclusive jam berhenti : 1155.2 ton/ hari b. Exclusive jam berhenti : 1364.9 ton/hari 2. Jam berhenti giling (%)

a. Di dalam PG : 11 % b. Di luar PG : 4 % 3. Hari giling

a. Lama giling : 177 hari b. Giling efektif : 149 hari

4. Sisa tebu pagi hari : 15.86 % kapasitas 5. Tras

a. Sogolan : 1.55% b. Pucukan : 0.41 %

c. Klaras : 1.33%

d. Tanah : 0.01 %


(1)

5. Perkembangan/tren jam berhenti giling meningkatkan setiap tahunnya. Hal ini dapat dipastikan sering terjadi kerusakan di dalam pabrik itu sendiri. Walaupun jam berhenti giling dapat terjadi diluar pabrik, misalnya pasak tebu yang tidak lancar. Disarankan untuk meneliti penyebab jam berhenti yang cenderung tinggi disebabkan oleg faktor di dalam pabrik ataukah di luar pabrik dan diperbaiki sesuai dengan penyebabnya.

6. Bila dilihat dari Gabungan (total) tren Overall Recovery terjadi penurunan, walau tidak signifikan. Namun Pabrik Gula Pajarakan dan Wonolangan tren overall Recoverynya meningkat, sehingga perlu penyetelan-penyetelan pabrik yang lebih tepat agar lebih efisien. Disarankan saat pabrik tidak giling dilakukan Over haul/reperasi total sebaik mungkin agar tingkat efisiensi yang diharapkan dapat dicapai.

7. Tren Perkembangan Hablur meningkat tidak signifisikan hanya di Pabrik Gula Pajarakan. Namun Pabrik Gula Gending dan Pabrik Gula Wonolangan terjadi penurunan. Hablur merupakan hasil akhir dari suatu industri gula untuk menghasilkan hasil hablur yang lebih baik disarankan agar kinerja mulai di tingkat petani (on farm) hingga di tingkat pabrik (off farm) mekanisme dan kinerjanya diperbaiki.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, K. 1998. Sistem Kelembagaan Sebagai salah satu sumber pokok Permasalahan Program TRI. Suatu Tinjauan Retrospeksi, Bulletin P3GI Pasuruan. 148 : 59 – 85.

Amang, B. 1994. Pemasaran Gula Pasir di Indonesia. Gula Indonesia XIX (3) : 5 – 8.

Anonim. 2006. Kabupaten Probolinggo dalam Angka. Tahun 2005/2006.

Anonim. 1998. Kepres No. 19 Tahun 1998 tentang Pembatasan Wewenang Bulog Anonim. 2004. Master Plan Pengembangan Perkebunan Tebu dan Industri

Berbasis Tebu di Jawa Timur. Konsolidasi Perkebunan Berbasis Tebu di Jawa Timur. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur. Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur berkerjasama dengan Pusat Penelitian Perkebunan Indonesia.

Anonim. 2006A. Selayang Pandang Pabrik Gula Gending. PG Gending Tahun 2006. 10 hlm.

Anonim. 2006B. Selayang Pandang Pabrik Gula Pajarakan. PG Pajarakan Tahun 2006. 8 hlm.

Anonim. 2006C. Selayang Pandang Pabrik Gula Wonolangan. PG Wonolangan Tahun 2006. 11 hlm.

Anonim. 2001. Studi Konsulidasi Pergulaan Nasional. Laporan Akhir. Proyek Pengembangan Sumber Daya, Sarana dan Prasarana Perkebunan Pusat. Dirjen Bina Produksi Perkebunan. Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. November 2001. 205 hlm.

Budijono, Purnomo dan I. Sukinoto. 1998. Keragaan Tebu Rakyat Indesiplikasi (TN) di Propinsi Sumatra Utara, Berita P3GI Pasuruan No. 21 : 10 – 12. Budiman, Sri. 1994 Tinjauan Kinerja Pabrik-pabrik Gula di Indonesia. Pros. Pert.

Tek. 1994. P3GI Pasuruan.

Clarke, M.A; Roberts EJ; Godshall, MA; Carpenter, FC; dan Coll, EE. 1980. Sucrose Losses in Manufacture of Cane of Sugarcane. Proc. XII. ISSCT Congr. 2191 hlm.


(3)

Dewan Gula Indonesia. 1999. Restrukturisasi Gula Indonesia. Aput. 1999. Publikasi Intern Dewan Gula Indonesia dan Bahan Diskusi Reformasi Gula Indonesia. DGI. Jakarta.

Gandana, SG dan Timbul Ananta. 1978. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1977. P3GI Pasuruan. 137 hlm.

Gandana, SG dan Timbul Ananta. 1979. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1978. P3GI Pasuruan. 168 hlm.

Hadi, Samsul dan Sutrisno. 1998. Ichtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1997. P3GI Pasuruan. 122 hlm.

Hadi, Samsul dan Sutrisno. 1999. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1998. P3GI Pasuruan. 134 hlm.

Hadi, Samsul dan Sutrisno. 2000. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1999. P3GI Pasuruan. 134 hlm.

Hadi, Samsul dan Sutrisno. 2001. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 2000. P3GI Pasuruan. 133 hlm.

Hadi, Samsul dan Sutrisno. 2002. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 2001. P3GI Pasuruan. 138 hlm.

Hadi, Samsul dan Sutrisno. 2003. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 2002. P3GI Pasuruan. 132 hlm.

Hadi, Samsul dan Sutrisno. 2004. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 2003. P3GI Pasuruan. 103 hlm.

Hadi, Samsul dan Sutrisno. 2005. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 2004. P3GI Pasuruan. 109 hlm.

Martoyo, T. 1997. Kecendrungan Penurunan Efisiensi Pabrik Gula pada Dua Dekade Terakhir. Gula Indonesia.

Martoyo, T. 1996. Gula Mutu Tinggi dan Teknologi Pembuatannya. Gula Indonesia. XXI (2-3) : 7-21.

Martoyo, T. 2000. Masalah Krisis dalam Pengolahan Gula Kaitannya dengan Kualitas Bahan Baku. Gula Indonesia. XXII : 13-18.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan SG Gandana. 1980. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1979. P3GI Pasuruan. 167 hlm.


(4)

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan SG Gandana. 1981. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1980. P3GI Pasuruan. 169 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan SG Gandana. 1982. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1980. P3GI Pasuruan. 160 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan SG Gandana. 1983. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1982. P3GI Pasuruan. 176 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan SG Gandana. 1984. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1983. P3GI Pasuruan. 173 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1985. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1984. P3GI Pasuruan. 132 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1986. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1985. P3GI Pasuruan. 136 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1987. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1986. P3GI Pasuruan. 129 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1988. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1987. P3GI Pasuruan. 128 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1989. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1988. P3GI Pasuruan. 124 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1990. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1989. P3GI Pasuruan. 121 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1991. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1990. P3GI Pasuruan. 117 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1992. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1991. P3GI Pasuruan. 117 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1993. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1992. P3GI Pasuruan. 117 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1994. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1993. P3GI Pasuruan. 117 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1995. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1994. P3GI Pasuruan. 117 hlm.


(5)

Mochtar, M; Martoyo; dan Sri Utami. 1996. Ichtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1995. P3GI Pasuruan. 113 hlm.

Mochtar, M; Timbul Ananta, dan Samsul Hadi. 1997. Ikhtisar Angka Perusahaan Masa Giling 1996. P3GI Pasuruan. 117 hlm.

Sabil, Arum. 2005. Dampak Kebijakan Kesejahteraan, Petani, Pedagang Petani. Seniman “Sinergi” kunci menuju Industri Gula yang tangguh. Hotel Sangrila. Surabaya. 8 Desember 2005. 17 hlm

Soekartawi. 1991. Keunggulan Komperehensif Pengembangan Gula Indonesia. Majalah Pangan II (8).

Soentoro dan T. Sudaryanto. 1996. Perkembangan Produksi dan Industri Gula serta Kebijaksanaan Pendukungnya. Dalam: Dinamika Ekonomi Tebu Rakyat dan Industri Gula Indonesi. Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan.

Subhanuel, B. 1990.Survai Unjuk Kerja Beberapa Jenis dan Susunan Alat Pekerjaan Pendahuluan di Beberapa Pabrik Gula. Pros. Pert. Tekni. P3GI, Pasuruan 1990 : 448-454

Sudaryanto, T. Erwidodo, Soentoro. V.T. Manurung, M. Rachmat dan K. Adisasmito. 1966. Dinamika Ekonomi Tebu Rakyat dan Industri Gula Indonesia. Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Bogor.

Suprihatini. 1997. Evaluasi Keunggulan Komperatif Gula Dalam Evaluasi Keunggulan Kompetitif Produk Pangan dalam Rangka Pemantapan Kemandirian Pangan. Kerjasama Lembaga Penelitian Institute Pertanian Bogor dengan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Bogor.

Sugiharto. 2005. Keynotes Address. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Seminar Sinergis: Kunci menuju industri yang tangguh. Surabaya 8 Desember 2005. 8 hlm.

Sutjahjo, Untung. 2006. Pengembangan Agrobisnis Gula Berbasis Tebu Kabupaten Probolinggo. Laporan Akhir Penelitian. Kerjasama LSM Al-Abdue dengan Pemkab. Probolinggo Tahun 2005 / 2006, 62 hlm.

Toharisman, A. dan Suryanto. 2005. Perkembangan Produktivitas Industri Gula Indonesia Tahun 2005. Statistik Produksi Gula Indonesia Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. P3GI. Pasuruan.


(6)

Utomo, Imam S. 2005. Sambutan Gubernur Jawa Timur. Seminar. Sinergi: :Kunci menuju Industri Gula Indonesia yang tangguh. P3GI – Sugar Observer – Asosiasi Gula Indonesia. Surabaya 8 Desember 2005. 15 hlm.