Risiko Penggunaan Pestisida Sintetis

42 yang mampu berperan sebagai pestisida. Cara kerja mode of action molekul tersebut dapat sebagai biotoksin, pencegah makan antifeedant, penolak repellent dan pengganggu alami, baik yang diperoleh dari tumbuhan maupun jasad renik yang disebut sebagai pestisida biorasional biorational pesticides EPA, 1989; Siahaya dan Rumthe, 2014: 113.

F. Risiko Penggunaan Pestisida Sintetis

Sayur-sayuran merupakan komoditi pertanian yang sangat penting baik bagi konsumen maupun produsen. Sayuran merupakan sumber gizi yang utama sebagai penghasil vitamin dan mineral. Bagi perekonomian nasional, peran sayuran semakin meningkat karena di beberapa dareah pusat holtikutura telah berhasil mengekspor beberapa sayuran. Bagi produsen, yaitu petani budidaya sayuran, dapat memberikan penghasilan yang cukup dan rata-rata lebih baik daripada komoditi pangan lainnya. Oleh karena peranan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia maka produktivitas dan kualitas sayuran yang dihasilkan petani selalu ditingkatkan. Intensifikasi sayuran yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas per satuan unit lahan selalu diusahakan oleh petani dengan meningkatkan penggunaan berbagai masukan produksi seperti bibit, pupuk, zat pengatur tumbuh, dan pestisida. Usaha intensifikasi yang dilakukan oleh petani sayuran umumnya atas dasar pengalaman dan pengetahuannya yang terbatas serta kurang memperoleh bimbingan dan pengawasan dari petugas pemerintah. 43 Dari sekian banyak input produksi, pestisida merupakan input yang paling mahal dan kelihatannya tidak dapat dipisahkan dari budidaya tanaman sayuran. Menurut Sastroiswojo 1990, rata-rata petani sayuran harus mengeluarkan sekitar 50 dari biaya produksi yang digunakan untuk pengendalian kimiawi dengan mencampur berbagai jenis pestisida Untung, 1993: 56. Dilaporkan juga bahwa petani sayuran rata-rata menyemprot tanaman sayurannya 16 kali dalam satu musim atau dengan interval penyemprotan 4-6 hari. Tidak sedikit petani sayuran yang menyemprot dengan interval lebih pendek dari interval tersebut, terutama apabila turun hujan. Ciri-ciri khas petani sayuran di Indonesia yaitu tingkat produktifitas masih rendah, kualitas produksi rendah, luas lahan per petani sempit, tingkat penegtahuan dan ketrampilan rendah, dan ketergantungan pada pestisida tinggi Untung, 1993: 56. Beberapa praktik yang dilakukan oleh petani di Indonesia yaitu dosis penyemprotan sangat tinggi jauh melebihi rekomendasi, dalam satu kali penyemprotan dipergunakan campuran beberapa jenis pestisida yang sering kali masih dicampur dengan bahan-bahan lain, metode dan teknik penyemprotan tidak benar dan kurang memperhatikan keamanan penyemprotan dan kesehatan masyarakat, frekuensi penyemprotan terlalu tinggi, dan waktu penyemprotan terakhir tidak memperhitungkan keamanan konsumen sehingga pada waktu panen masih banyak petani yang melakukan penyemprotan Untung, 1993: 56-57. Penggunaan pestisida secara berlebihan didasari oleh permintaan akan produk sayuran tanpa ada cacat maupun gigitan serangga, kesadaran dan pengetahuan petani 44 sayuran akan hama, kerusakan, pestisida, cara pengaplikasian pestisida, dan bahaya pestisida terhadap lingkungan sangat terbatas sehingga mereka cenderung mengabaikan hal-hal tersebut. Petani sayuran berfikir ekonomis, pragmatis, dan praktis serta kurang mempertimbangkan dampak atau konsekuensi non-ekonmis. Petani sayuran juga kurang memperoleh perhatian, bimbingan, maupun sosialisasi dari petugas pemerintah terutama dalam program perlindungan tanaman. Informasi pengendalian hama umumnya diperoleh dari petugas kios pestisida, petugas distributor pestisda atau dari antar petani sendiri. Selain itu teknologi pengendalian hama sayuran yang non-kimiawi belum berkembang Untung, 1993: 57. Pestisida kimia memiliki kandungan racun yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan sedangkan pestisida nabati tidak mengandung zat racun yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan Ardra, 2013; Afifah, dkk., 2015: 2. Dampak penggunaan pestisida sintetik diantaranya : 1. Munculnya ketahanan hama terhadap pestisida sintetik Karena hama terus menerus mendapatkan tekanan oleh pestisida maka melalui proses seleksi alami spesies hama mampu membentuk strain yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang sering digunakan oleh petani Untung, 1996: 12. 2. Timbulnya resurjensi hama Dampak pestisida sintetik yang dirasakan oleh petani adalah timbulnya resurjensi hama atau peristiwa meningkatnya hama setelah hama tersebut memperoleh perlakuan pestisida sintetik tertentu. Apabila pada peristiwa resistensi hama menjadi lebih tahan terhadap pestisida sehingga sulit untuk dimusnahkan, tetapi 45 pada peristiwa resurjensi justru populasi hama tersebut semakin meningkat setelah memperoleh penyemprotan pestisida. Dengan adanya sifat resurjensi ini penggunaan pestisida tidak hanya sia-sia tetapi malah sangat membahayakan Untung, 1996: 12- 13. 3. Letusan hama kedua Setelah perlakuan pestisida sintetik tertentu secara intensif ternyata hama sasaran utama memang dapat terkendali, tetapi kemudian yang muncul dan berperan menjadi hama utama adalah jenis hama lain yang sebelumnya masih dianggap tidak membahayakan Untung, 1996: 13. Upaya untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, sudah saatnya dikembangkan penggunaan pestisida nabati yang merupakan alternatif sebagai sarana pengendalian OPT yang selalu tersedia di alam, dapat dibuat sendiri serta relatif cukup aman bagi lingkungan. Pestisida nabati merupakan produk alam yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bioaktif seperti senyawa sekunder yang jika diaplikasikan ke sasaran hama dapat mempengaruhi sistem syaraf, terganggunya sistem reproduksi, keseimbangan hormon, perilaku berupa penarikpemikat, penolak, mengurangi nafsu makan, dan terganggunya sistem pernafasan Hidayat, 2001; Petrus dan Ismaya, 2014: 163.

G. KERANGKA BERPIKIR