Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva

58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva

Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi 1. Jumlah Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Hasil pengamatan jumlah mortalitas larva ulat tritip instar III yang telah disemprot dengan pestisida nabati ekstrak tapak liman adalah sebagai berikut. Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pe rla ku an Dosis Mortalitas hama pengamatan ke-1 27 Oktober 2016 Mortalitas hama pengamatan ke-2 29 Oktober 2016 Mortalitas hama pengamatan ke-3 31 Oktober 2016 Jumlah Morta litas Morta litas 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 P0 1 1 1 3 4 10 40 P1 2,5 3 1 2 1 1 1 1 1 4 2 4 2 2 11 44 P2 5 2 2 1 2 2 1 2 2 2 4 3 3 12 48 P3 7,5 1 1 1 1 3 2 1 3 1 2 4 3 2 13 52 P4 10 1 1 1 2 3 3 3 3 1 1 3 3 14 56 P5 Sintetik 5 5 5 5 5 25 100 Keterangan : P0 : Kontrol negatif air0 P1 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 2,5 P2 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 5 P3 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 7,5 P4 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 10 P5 : Kontrol positif pestisida sintetik Penyemprotan pestisida nabati dilakukan tiga kali yaitu setiap dua hari sekali. Penyemprotan dilakukan pada : Penyemprotan ke-1 : Rabu, 26 Oktober 2016 Penyemprotan ke-2 : Jumat, 28 Oktober 2016 Penyemprotan ke-3 : Minggu, 30 Oktober 2016 Pengamatan dilakukan pada : Pengamatan ke-1 : Kamis, 27 Oktober 2016 Pengamatan ke-2 : Sabtu, 29 Oktober 2016 Pengamatan ke-3 : Senin, 31 Oktober 2016 Persentase mortalitas dihitung pada pengamatan pertama dan pengamatan ke dua, karena pada pengamatan ketiga hama sudah mati semua. 59 Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati tapak liman dengan variasi dosis berpengaruh terhadap peningkatan mortalitas larva ulat tritip instar III. Pada aplikasi ekstrak tapak liman yang ke dua persentase mortalitas larva yaitu, dosis 2,5 sebesar 44, dosis 5 sebesar 48, dosis 7,5 sebesar 52, dan dosis 10 sebesar 56 dan aplikasi ekstrak yang ketiga mencapai 100 tiap-tiap dosis perlakuan. Jika dibandingkan dengan penyemprotan pestisida nabati yang pertama, pada aplikasi ekstrak ke dua dan ke tiga terjadi peningkatan mortalitas larva. Mortalitas larva meningkat karena akumulasi dampak saponin dan flavonoid di dalam tubuh larva instar III Asmaliyah, dkk, 2010: 50. Sesuai dengan Sastrodihardjo, dkk 1992, senyawa metabolit sekunder tersebut bersifat racun pada beberapa jenis serangga, salah satunya larva ulat tritip instar III. Tabel 3, menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati tapak liman menyebabkan mortalitas larva ulat tritip instar III lebih tinggi dari pada kontrol negatif dan lebih rendah bila dibandingakan dengan kontrol positif. Kematian larva pada kontrol negatif disebabkan oleh kontaminasi pestisida nabati daun sirih. Adanya kandungan senyawa aromatik yang menempel pada daun tanaman sawi kontrol negatif, menyebabkan berkurangannya aktivitas makan pada larva. Hal tersebut menghambat larva dalam memperoleh energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga larva mengalami kematian. Pada kontrol positif terdapat akumulasi pestisida sintetik Dursban 200 EC yang memiliki zat aktif klorpirifos sehingga berakibat pada kematian larva ulat tritip instar III Budigunawan, 2004; Hidayat, dkk, 2012: 4. Menurut Siburian 2013: 887, klorpirifos berfungsi sebagai 60 racun kontak dan racun perut lambung yang menyebabkan tingginya mortalitas larva pada kontrol positif. Selain itu, klorpirifos termasuk golongan organofosfat yang mempengaruhi sistem syaraf, kelumpuhan sistem pernafasan, dan menyebabkan kematian larva pada kelompok perlakuan kontrol positif, sesuai dengan pendapat Moekasan dan Murtiningsih 2010: 74.

2. Analisis Statistik Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III

Hasil analisis statistik variasi dosis pada aplikasi pestisida nabati tapak liman terhadap mortalitas larva ulat tritip instar III disajikan pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Rata-Rata Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan I Dosis Ekstrak Tapak Liman Rata-rata presentase mortalitas ± SD 2,5 5 7,5 10 0,60 ± 0,55 a 1,20 ± 1,30 ab 1,80 ± 0,45 b 0,80 ± 0,45 ab 0,60 ± 0,55 a Total 1,00 ± 0,81 Keterangan : huruf yang sama menunjukkan rata-rata mortalitas sama. Aplikasi ekstrak tapak liman yang pertama Tabel 4 menunjukkan rata-rata mortalitas larva ulat tritip instar III tertinggi pada kelompok perlakuan dosis 5 yaitu 1,80 ekor dengan standar deviasi sebesar 0,44, sedangkan rata-rata mortalitas larva terendah pada kelompok perlakuan dosis 10 yaitu 0,60 ekor dengan standar deviasi 0,55. Penurunan rata-rata mortalitas larva disebabkan karena larva belum menunjukkan kecenderungan dosis tinggi menyebabkan mortalitas tinggi. Oleh sebab 61 itu, larva belum menunjukkan akumulasi dampak senyawa saponin dan flavanoid di dalam tubuhnya. Tabel 5. Rata-Rata Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan II Dosis Ekstrak Tapak Liman Rata-rata mortalitas ± SD 2,5 5 7,5 10 2,00 ± 1,41 a 2,20 ± 1,30 a 2,40 ± 1,14 a 2,60 ± 1,14 a 2,80 ± 1,30 a Total 2,40 ± 1,19 Keterangan : huruf yang sama menunjukkan rata-rata mortalitas sama. Aplikasi ekstrak tapak liman yang ke dua Tabel 5, menunjukkan rata-rata mortalitas larva ulat tritip instar III tertinggi pada kelompok perlakuan dosis 10 yaitu 2,80 ekor dengan standar deviasi sebesar 1,30, sedangkan rata-rata mortalitas larva terendah pada kelompok perlakuan dosis 2,5 yaitu 2,20 ekor dengan standar deviasi 1,30. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah terdapat respon larva ulat tritip instar III terhadap saponin dan flavanoid yaitu semakin tinggi dosis perlakuan, maka semakin tinggi rata-rata mortalitas larva. Peningkatan dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman, berbanding lurus dengan peningkatan bahan racun sehingga daya bunuh semakin tinggi untuk membunuh larva, sesuai dengan pendapat Sari, dkk 2013: 564. Hasil rata-rata mortalitas pengamatan pertama, ke dua, dan ke tiga setelah aplikasi ekstrak mengalami peningkatan, karena terjadi akumulasi dampak senyawa kimia saponin dan flavonoid di dalam tubuh larva ulat tritip instar III. Menurut Hartono 2011, saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan, memiliki karakteristik berupa buih. Hal tersebut sesuai dengan penelitian, 62 bahwa terdapat buih tebal pada permukaan ekstrak tapak liman. Sesuai dengan Carino dan Rejesus 1982, saponin masuk ke dalam tubuh larva ulat tritip instar III melalui kulit menjadi racun kontak dan menimbulkan efek sistemik. Senyawa masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju daerah sasaran Hidayati, dkk, 2013: 98. Penetrasi senyawa tersebut ke dalam tubuh serangga melalui epikutikula serangga. Terjadinya interaksi antara saponin dengan membran sel menyebabkan saponin mampu berikatan dengan fosfolipid dan kolesterol, yang mengganggu permeabilitas membran sitoplasma, kebocoran materi intraseluler, dan lisis sel Maisaroh, 2007. Jika sel lisis maka jaringan-jaringan yang ada pada sel tersebut rusak dan tidak bisa saling berhubungan dengan jaringan yang ada pada sel lain. Hal ini mengakibatkan metabolisme sel berhenti dan larva mati Widodo, 2005. Selain berfungsi sebagai racun kontak, saponin berfungsi sebagai racun perut Carino dan Rejesus, 1982. Racun perut berfungsi untuk membunuh serangga dengan merusak sistem pencernaan. Akumulasi dampak saponin menyebabkan aktivitas enzim protease menurun di dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan Shahabuddin dan Flora, 2009: 152. Senyawa flavanoid merupakan racun kontak, karena masuk melalui membran sel sehingga mempengaruhi beberapa sistem fisiologis yang mengatur perkembangan hama. Menurut Sastrodihardjo 1992, di dalam haemolimfa terdapat protein, jika protein terdenaturasi oleh flavonoid maka bahan makanan tidak bisa disalurkan dari alat pencernaan ke seluruh jaringan tubuh larva, sehingga larva ulat tritip instar III ATP dan mati Hidayati, dkk, 2013: 98. 63 Larva ulat tritip instar III yang terkena paparan saponin akan terhambat dalam pertumbuhan dan penyerapan makannya. Jika dalam proses penyerapan makanan terganggu maka nutrisi yang diperoleh larva instar III hanya sedikit, sehingga perkembangan larva terhambat. Apabila daya makan berkurang, maka energi yang dihasilkan hanya sedikit. Energi yang digunakan untuk detoksifikasi diperoleh dari energi yang seharusnya untuk pertumbuhan dan perkembangan, akibatnya pertumbuhan larva instar III akan terganggu dan menyebabkan kematian larva. Larva instar III yang mati ditunjukkan dengan ciri-ciri tubuhnya mengering, warna menjadi hitam, dan ukuran tubuhnya menyusut Hidayati, dkk, 2013: 98. Semakin tinggi dosis, kandungan senyawa kimia juga semakin banyak. Peningkatan dosis berbanding lurus dengan peningkatan bahan racun, sehingga daya bunuh semakin tinggi untuk membunuh larva Purba, 2007; Sari, dkk, 2013: 564. Menurut Sastrodihardjo, dkk 1992, senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam ekstrak tapak liman dapat mempengaruhi sistem fisiologis yang mengatur perkembangan hama Siahaya dan Rumthe, 2014: 115. Senyawa yang terkandung di dalam ekstrak tapak liman tidak membunuh larva ulat tritip instar III secara langsung. Akan tetapi, secara bertahap dengan menghambat aktivitas makan dan menghambat pertumbuhan larva. Adanya aplikasi ekstrak, dapat mengurangi intensitas serangan larva ulat tritip instar III. Setelah aplikasi pestisida nabati ekstrak tapak liman menyebabkan perubahan perilaku pada larva yang tadinya bergerak lambat hanya untuk memakan sawi, setelah aplikasi ekstrak menjadi bergerak aktif. Hal tersebut dikarenakan larva mencari 64 tempat berlindung di sisi daun yang tidak tersemprot ekstrak. Namun, setelah beberapa saat, larva ulat tritip instar III tidak bergerak lagi. Meskipun sudah tidak ada aktivitas memakan daun lagi, tetapi larva masih menempel pada daun sawi. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Surtikanti 1981, bahwa peracunan pada serangga dapat mengakibatkan gangguan syaraf yang berakibat pada perilaku serangga menjadi abnormal sehingga larva akan lumpuh dan mati. Kandungan senyawa yang ada di dalam ekstrak tapak liman merupakan senyawa sekunder yang mempengaruhi sistem syaraf, perilaku berupa penarikpemikat, penolak repellent, dan mengurangi nafsu makan antifeedant. Dari penjelasan di atas, pestisida nabati ekstrak tapak liman merupakan pestisida nabati nonsistemik karena setelah diaplikasikan pada tanaman sawi, tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di bagian luar tanaman sehingga larva ulat tritip instar III menghentikan aktivitas makan. Djojosumarto 2008: 42 menyatakan bahwa, biopestisida nonsistemik bekerja dengan cara mencegah makan antifeedant, penolak repellent dan pengganggu alami. Menurut cara masuk pestida nabati ke dalam tubuh serangga, senyawa saponin dan flavanoid dalam ekstrak tapak liman berfungsi sebagai antifeedan, racun kontak, dan racun perut Syakir, 2011: 11-12. Racun kontak adalah biopestisida yang masuk melewati kulit dan terserap melalui dinding atau kulit tubuh serangga Natadisastra dan Ridad, 2009: 356. Racun akan menyebar ke seluruh tubuh dan menyerang sistem syaraf yang dapat mengganggu aktivitas serangga Trizelia, 2001; Petrus dan Ismaya, 2014: 168. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut 65 Djojosumarto, 2008: 43. Racun perut dapat membunuh serangga khususnya dengan merusak atau mengabsorbsi sistem pencernaan Dantje, 2015: 185. Racun lambung racun perutstomach poison adalah biopestisida yang membunuh serangga sasaran dengan masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya, biopestisida dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan misalnya ke susunan syaraf serangga Djojosumarto, 2008: 42. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tapak liman merupakan kelompok tumbuhan insektisida nabati, merupakan kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali serangga.

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Ekstrak Tapak

Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Hasil uji Anova satu arah pengaruh dosis ekstrak tapak liman terhadap mortalitas larva ulat tritip instar III ditunjukkan oleh Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan I ANOVA Mortalitas Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Group 5.200 4 1.300 2.407 .083 Within Group 10.800 20 .540 Total 16.000 24 Keterangan: α = 0,05 taraf kepercayaan 95. Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata mortalitas larva menurut dosis ekstrak tapak liman yang sudah aplikasikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh harga signifikasi sebesar 0,083 p0,05. 66 Tabel 7. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan II ANOVA Mortalitas Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Group 2.000 4 .500 .312 .866 Within Group 32.000 20 1.600 Total 34.000 24 Keterangan: α = 0,05 taraf kepercayaan 95. Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata mortalitas larva menurut dosis ekstrak tapak liman yang sudah aplikasikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh harga signifikasi sebesar 0,866 p0,05. Rata-rata mortalitas larva ulat tritip instar III menurut dosis ekstrak tapak liman yang telah diaplikasikan Tabel 6 dan 7, menunjukkan bahwa kenaikan dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman secara statistik antar perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Meskipun demikian, berdasar hasil pengukuran dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman berpengaruh terhadap mortalitas larva ulat tritip instar III. 67

B. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Pemendekan Fase