Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum, manusia berkomunikasi menggunakan dua cara, yaitu menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan dilakukan dengan cara berbicara langsung antara penutur dan petutur, sedangkan bahasa tulis, penulis dan pembaca tidak bertatap muka secara langsung. Bahasa lisan menggunakan keterampilan berbicara dan mendengarkan antara pembicara dan pendengar, sedangkan bahasa tulis melibatkan keterampilan menulis dan membaca antara penulis dan pembaca. Selain sebagai media komunikasi, bahasa tulis dapat dijadikan sebagai media untuk mengemukakan ide atau gagasan, misalnya karya sastra. Penulis dapat menuangkan idenya dalam wujud tulisan-tulisan yang dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk satu-kesatuan utuh. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna Fananie, 2002:6. Sastra dapat dijadikan sebagai wadah bagi seseorang untuk menuangkan ide atau gagasan menjadi sebuah karya yang bernilai estetik. Karya sastra juga dapat dikatakan sebagai perwujudan imajinasi seseorang yang dikemukakan dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan merangkai huruf demi huruf sehingga membentuk kata dan kalimat yang bermakna. Tulisan yang dibuat dengan tujuan untuk berkomunikasi dengan orang lain hendaknya dibuat dengan baik dan benar supaya pembaca dapat memahami tulisan sesuai dengan apa yang dikehendaki penulis. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Hayon 2007: 42 bahwa penulis dan pembaca pada wacana tulis tidak dapat berkomunikasi secara langsung sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penulis harus dibahasakan dengan baik dan benar. Zulfahnur 1996: 62 mengatakan bahwa cerpen adalah suatu cerita yang melukiskan suatu peristiwa kejadian apa saja yang menyangkut persoalan jiwakehidupan manusia. Cerpen berisi suatu rangkaian cerita yang hanya memiliki satu permasalahan pokok sehingga cerita yang disampaikan tidak panjang. Cerpen memiliki nilai estetik karena merupakan hasil imajinasi penulis. Menulis cerpen adalah kegiatan menuangkan ide atau gagasan penulis dalam bentuk tulisan yang berisi serangkaian cerita utuh. Menulis cerpen bisa dikatakan bukan hal yang mudah, terutama bagi siswa yang merupakan penulis pemula. Faktor kendala akan dihadapi siswa dalam menghasilkan cerpen. Faktor kendala setiap siswa berbeda-beda. Siswa dapat mengambil ide atau gagasan yang berupa pengalaman pribadinya dalam menulis cerpen. Hal ini bertujuan untuk memudahkan siswa dalam merangkai setiap kejadian atau peristiwa dalam cerpen karena siswa mengalami sendiri peristiwa tersebut. Siswa kelas VII SMPMTs dapat dikatakan sebagai penulis pemula. Sebagai penulis pemula, tentunya akan menghadapi beberapa kendala selama proses penulisan cerpen. Sumardjo 1997: 17-21 mengatakan bahwa ada tiga kelemahan umum para pemula dalam menulis cerpen. Pertama, lemahnya struktur cerita; kedua, kurangnya fokus terhadap sentral konflik yang hendak dibicarakan; dan ketiga, bahasa yang digunakan dalam menyampaikan cerita. Kelemahan- kelemahan ini tentunya berkemungkinan dialami oleh para siswa dalam menulis cerpen. Pembelajaran menulis cerpen di sekolah sangat bergantung pada metode atau cara guru mengajar. Setiap guru memiliki cara masing-masing dalam mengajar. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada nilai siswa. Apapun metode atau cara yang digunakan oleh guru, hendaknya disesuaikan dengan siswa. Penggunaan setiap metode tidak menunjukkan hasil yang sama pada masing- masing kelas karena siswa memiliki karakter yang berbeda-beda. Apapun metode yang digunakan tentunya untuk bisa mencapai tujuan pemebelajaran yang telah ditentukan sebelum proses pembelajaran. Tujuan tersebut disusun berdasarkan kompetensi dan silabus yang telah ditentukan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Penelitian awal yang dilakukan oleh Tukiman 2007: 161 menyatakan bahwa kemampuan menulis cerpen siswa SMA kelas XII IPA-3 SMA N 1 Mojolaban masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa menulis cerpen adalah 57, dengan nilai terendah 52 dan nilai tertinggi 69. Nilai tersebut tergolong cukup rendah untuk mencapai KKM dalam pembelajaran menulis cerpen siswa karena belum mencapai target atau KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukannya tanpa adanya perlakuan khusus pemberian perilaku tertentu terhadap objek penelitian, jadi dengan kata lain bahwa penelitian murni berdasarkan kemampuan yang dimiliki siswa. Hal yang sama dikemukakan oleh Nurhayati 2011: 7, dalam penelitian awalnya mengatakan bahwa rata-rata kemampuan menulis cerpen siswa Kelas X SMA Smart Ekselensia Indonesia masih di bawah KKM, yaitu 68,5, sedangkan KKM adalah 70. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa masih rendah dan perlu adanya peningkatan untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi. Penelitian juga dilakukan sebelum siswa mendapatkan perlakuan khusus, misalnya pemberian metode tertentu dalam pembelajaran. Jadi, penelitian awal dilakukan untuk melihat kemampuan awal siswa dalam menulis cerpen. Selain itu, dalam penelitiannya, Tiska Sekar Alit Mendrofa mengatakan bahwa kemahiran menulis cerpen ditinjau dari unsur intrinsik siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Tanjungpinang tahun pelajaran 20132014 masuk dalam predikat cukup. Hasil penelitian dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa kelas X yaitu 75,59 yang berada pada predikat cukup 60-75. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas yang menyatakan bahwa kemampuan menulis cerpen siswa tergolong rendah dan cukup, peneliti akan melakukan pengamatan terhadap kemampuan menulis cerpen siswa kelas VII SMPMTs Negeri se-Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta. Penelitian dilakukan melalui analisis hasil menulis cerpen siswa kelas VII SMP Negeri se- Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta, dengan aspek penilaian yang meliputi struktur narasi dan unsur-unsur intrinsik cerpen. Hasil penelitian tersebut akan dikemukakan dalam bentuk deskripsi. Penelitian dilakukan dengan hasil apa adanya, dalam artian bahwa peneliti tidak memberikan perlakuan khusus dalam pembelajaran menulis cerpen dan hanya menganalisis hasil menulis siswa berdasarkan pengetahuan yang mereka peroleh dari guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMPMTs di masing-masing sekolah.

B. Identifikasi Masalah