Pembelajaran dengan Pendekatan LANDASAN TEORI

Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif penguasaan intelektual, bidang afektif berhubungan dengan sikap dan nilai serta bidang psikomotorik kemampuan atau keterampilan, bertindak atau berperilaku. Ketiganya tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus tampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai hasil belajar siswa, dari proses pembelajaran Sudjana, 2002:49.

2.4 Pembelajaran dengan Pendekatan

Open-ended Pembelajaran dengan pendekatan open-ended merupakan pembelajaran yang memberikan keleluasaan berpikir secara aktif dan mampu mengundang peserta didik untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi sehingga memacu perkembangan matematikanya. Mengenai hal tersebut didasari oleh Haddens dan Speer, Shimada dalam Yuniawati, 2002 serta Suherman 2003:124 kebiasaan berpikir pada pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran dengan pendekatan open-ended akan memudahkan peserta didik dalam memahami suatu topik keterkaitannya dengan topik lain, baik dalam pelajaran matematika maupun pelajaran lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran dengan pendekatan open-ended , peserta didik diminta mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan dan bukan berorientasi pada jawaban hasil akhir. Menurut Shimada 1997 dalam pembelajaran matematika, rangkaian dari pengetahuan, keterampilan, konsep, prinsip, atau aturan diberikan kepada peserta didik biasanya melalui langkah demi langkah tidak sebagai hal yang terpisah atau saling lepas, namun harus disadari sebagai rangkaian yang terintegrasi dengan kemampuan dan sikap dari setiap peserta didik, sehingga di dalam pikirannya akan terjadi pengorganisasian intelektual yang optimal. Tujuan dari pembelajaran dengan pendekatan open-ended menurut Nohda dalam Suherman, 2003:124 ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis peserta didik melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain kegiatan kreatif dan pola pikir matematis peserta didik harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap peserta didik. Hal yang dapat digarisbawahi adalah perlunya memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Sehingga peserta didik terlatih dalam menyelesaikan masalah terutama dalam aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Suherman 2003:124 mengatakan bahwa perlu digarisbawahi bahwa kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut. 1. Kegiatan siswa harus terbuka Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasikan kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka. 2. Kegiatan matematik adalah ragam berpikir Kegiatan matematika adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya. 3. Kegiatan siswa dan kegiatan matematik merupakan satu kesatuan Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman siswa dalam memecahkan permasalahan dan perluasan serta pendalaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Suherman 2003:130 mengatakan bahwa problem yang akan ditampilkan di kelas harus memperhatikan. 1. Problem harus kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga Problem harus mendorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. 2. Level matematika dari problem itu cocok untuk siswa Pada saat siswa menyelesaikan problem open ended , mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punyai. 3. Problem mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut. Problem harus memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi. Apabila kita telah memformulasi problem mengikuti kriteria yang telah dikemukakan, menurut Suherman 2003:131 langkah selanjutnya adalah mengembangkan rencana pembelajaran yang baik. Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut. 1. Tuliskan respon siswa yang diharapkan 2. Tujuan dari problem itu diberikan harus jelas 3. Sajikan problem semenarik mungkin 4. Lengkapi prinsip posing problem sehingga siswa memahami dengan mudah maksud dari problem itu 5. Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengeksplorasi problem. Langkah-langkah pembelajaran dalam pendekatan open ended diungkapkan Takahashi 2008:6 dalam rencana pembelajarannya. Flow of the lesson : 1. Introduction An introductory activity to let student understand how to use their knowledge. 2. Posing problem The students are given open ended problem to compare and discuss variety of ways to solve the problem. This type of open ended problem is known as a problem with multiple solution. 3. Solving problem Because of the nature of open ended approach, the main concern of the teacher during this lesson is to facilitate discussion meaningfully by including all the students in the class. To find the solving prblem, the students work individualgroup then write their discussion results. 4. Sharing the students solving problem The students share their solving problem with their calssmates. The teacher carefully examine during students’ individualgroup work and plan the discu ssion immediately following students individualgroup work. 5. Summing up Reflect what we learned by looking at the board writing. Let students write their learning experience as a journal reflection. Langkah-langkah pembelajaran dalam pendekatan open-ended menurut Takahashi. 1. Pengenalan Kegiatan pengenalan ditujukan supaya peserta didik mengerti bagaimana menggunakan pengetahuan mereka. 2. Pemberian masalah Peserta didik diberi open-ended problem untuk membandingkan dan mendiskusikan berbagai cara atau strategi dalam menyelesaikan masalah. Open- ended problem di sini diketahui sebagai masalah dengan berbagai cara penyelesaian. 3. Penyelesaian masalah Perhatian utama selama pembelajaran dengan pendekatan open-ended adalah menfasilitasi diskusi bermakna dengan melibatkan seluruh peserta didik di dalam kelas. Untuk menyelesaikan masalah, peserta didik bekerja secara individualkelompok kemudian menulis hasil diskusinya. 4. Bertukarpikiran tentang penyelesaian masalah Peserta didik bertukarpikiran tentang penyelesaian masalahnya dengan temannya. Guru menilai kerja kelompok peserta didik dan merencanakan diskusi peserta didik. 5. Refleksi Refleksi dilakukan dengan melihat kembali ke papan tulis. Guru memberi waktu kepada peserta didik untuk menuliskan pengalamannya dalam menyelesaiakan masalah. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan open-ended bernuansa aplikasi learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be dapat dilihat dalam contoh kegiatan rencana pembelajaran berikut ini.

1. Pendahuluan

a. Apersepsi b. Memeriksa kehadiran peserta didik sebelum materi disampaikan. c. Menyampaikan indikator pembelajaran yang hendak dicapai. d. Menyampaikan tujuan pembelajaran. e. Menyampaikan penggunaan pembelajaran dengan pendekatan open-ended bernuansa aplikasi empat pilar pendidikan. f. Motivasi Untuk menunjukkan nuansa learning to be , guru menginformasikan pentingnya materi ini dikuasai dengan baik karena sangat relevan dengan materi yang lain dan juga relevan dengan kehidupan sehari-hari.

2. Kegiatan Inti

Flow of the lesson : 1. Introduction orientasi peserta didik pada masalah Guru mengawali pelajaran dengan memperkenalkan aktivitas hari ini, yaitu dengan memberikan masalah limit fungsi aljabar yang sederhana beserta cara- cara penyelesaiannya nuansa learning to know . Hal ini sebagai modal peserta didik untuk mengikuti kegiatan belajar hari ini. 2. Posing problem Guru memberikan masalah limit fungsi aljabar kepada peserta didik untuk diselesaikan sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Peserta didik menyelesaikan masalah limit fungsi aljabar yang diberikan oleh guru dengan mendiskusikannya dalam kelompok. nuansa learning to live together . 3. Solving problem Peserta didik menyelesaikan masalah limit fungsi aljabar yang diberikan guru dengan berbagai alternatif penyelesaian. Masing-masing anggota kelompok, harus dapat menjelaskan alternatif penyelesaian yang mereka gunakan. nuansa learning to do and lerning to live together Selama kegiatan pembelajaran, guru harus dapat membuat diskusi yang terjadi menjadi bermakna dengan cara melibatkan semua peserta didik dalam kelas. Selain itu, guru membimbing peserta didik dengan memeriksa pekerjaan peserta didik selama diskusi berlangsung. 4. Sharing the students solving problem Peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. Setiap jawaban yang berbeda dari peserta didik didiskusikan bersama. Guru memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya. 5. Summing up Peserta didik merefleksi apa yang telah dipelajari dalam kegiatan pembelajaran hari ini dengan melihat kembali ke papan tulis. Guru membimbing peserta didik untuk menyimpulkan hasil pembelajaran hari ini dan menyampaikan bahwa materi ini harus benar-benar dipahami karena merupakan dasar dari beberapa materi yang lain nuansa learning to live together .

3. Penutup

a. Guru mengevaluasi jalannya diskusi dan hasil diskusi yang telah dilakukan. b. Guru menyampaikan bahwa peserta didik akan mempelajari aplikasinya tidak hanya pada mata pelajaran matematika tetapi juga pada mata pelajaran yang lain sehingga peserta didik harus benar-benar memahami materi ini nuansa learning to live together . c. Guru memberikan tugas rumah kepada peserta didik secara berkelompok. Soal open-ended memungkinkan ragam jawaban siswa, sehingga guru kesulitan menilai hasil pekerjaan siswa. Untuk menilai hasil kerja pembelajaran dengan pendekatan open-ended yang menggunakan open-ended problem sebagai alat evaluasinya salah satu caranya adalah dengan menentukan skoring dan jawaban siswa melalui “rubrik”. Rubrik ini merupakan skala penilaian baku yang digunakan untuk menilai jawaban siswa dalam soal-soal open-ended . Banyak jenis rubrik berbeda yang digunakan oleh individu dan sekolah. Salah satu contoh rubrik yang digunakan untuk menentukan skoring jawaban siswa dalam soal-soal open-ended menurut Shimada dalam Poppy, 2003:4 adalah sebagai berikut. 1. Memberi skor 4 jika jawaban siswa itu lengkap. Ciri-ciri jawaban siswa ini adalah. a. Jawaban yang dikemukakan lengkap dan benar. b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Jika respon dinyatakan terbuka, semua jawaban benar. d. Hasil digambarkan secara lengkap. e. Kesalahan kecil, misalnya pembulatan mungkin ada. 2. Memberikan skor 3 jika jawaban siswa itu menggambarkan kompetensi dasar. Ciri- ciri dari jawaban siswa ini adalah. a. Jawaban yang dikemukakan benar. b. Menggambarkan problem solving , reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Jika respon dinyatakan terbuka, maka hampir semua jawaban benar. d. Hasilnya dijelaskan. e. Beberapa kesalahan kecil yang matematik mungkin ada. 3. Memberikan skor 2 jika jawaban siswa sebagian. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah. a. Beberapa jawaban mungkin sudah dihilangkan. b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Terlihat kurangnya tingkat pemikiran yang tinggi. d. Kesimpulan dinyatakan namun tidak akurat e. Beberapa batasan mengenai pemahaman konsep matematika digambarkan. f. Kesalahan kecil yang matematik mungkin muncul. 4. Memberikan skor 1 jika jawaban siswa hanya sekadar upaya mendapatkan jawaban. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah. a. Jawaban dikemukakan namun tidak pernah mengembangkan ide-ide matematik. b. Masih kurang ide dalam problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Beberapa perhitungan dinyatakan salah. d. Hanya sedikit terdapat penggambaran pemahaman matematik. e. Siswa sudah berupaya menjawab soal 5. Memberikan skor 0 siswa tidak menjawab. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah. a. Jawaban betul-betul tidak tepat. b. Tidak ada penggambaran tentang problem solving, reasoning atau kemampuan komunikasi. c. Tidak menyatakan pemahaman matematik sama sekali. d. Tidak mengemukakan jawaban. 2.5 Learning to know, Learning to do, Learning to live together, dan Learning to be. Empat pilar pendidikan UNESCO yang diimplementasikan di sekolah adalah. 2.5.1 Learning to know Learning to know bukan sebatas mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-lamanya dengan setepat- tepatnya, sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan, namun juga kemampuan dalam memahami makna di balik materi ajar yang telah diterimanya . Dengan learning to know , kemampuan menangkap peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah diharapkan dapat berkembang yang tidak hanya melalui logika empirisme semata, tetapi juga secara transendental, yaitu kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual Suwarno, 2008:76. Belajar hendaknya mampu mengarahkan para peserta didik untuk mengetahui sesuatu atau untuk memperoleh pengetahuan sebagi bentuk terujudnya pembelajara bermakna. Sehingga diharapkan, melalui pendidikan hendaknya mampu menciptakan budaya belajar sepanjang masa atau long life education. Belajar tidak hanya terjadi di sekolah dan pada suatu kurun waktu tertentu, tapi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, sehingga terjadi perubahan mindset dan paradigma belajar di kalangan masyarakat Indonesia dari schooling be learning. 2.5.2 Learning to do Belajar sambil berbuat learning by doing atau belajar sambil mengetahui experiential learning dan belajar membuat sesuatu dengan memanfaatkan pengetahuan yang sudah ada. Belajar demikian itu merupakan belajar yang tidak hanya mengetahui teori tetapi juga dapat mengaplikasikan apa yang diketahui. Learning to do merupakan aplikasi dari learning to know . Kelemahan model pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan ad alah mengajarkan ”omong” baca:teori, dan kurang menuntun orang untuk ”berbuat” praktik. Semangat retorika lebih besar dari action . Learning to do bukanlah kemampuan berbuat mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran. Dengan demikian peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep intelektualitasnya Suwarno, 2008:77. 2.5.3 Learning to live together Para pelajar dimotivasi dan dibimbing untuk belajar hidup bersama dalam situasi yang terwujud atas dasar prinsip kebersamaan, kekeluargaan, kesejajaran, kemitraan, dan kerjasama yang dilandasi oleh rasa kasih sayang dan kepercayaan antara satu dengan yang lain. Dengan prinsip ini sekolah hendaknya selalu menciptakan suasana belajar yang menghargai keberagaman dan kesetaraan antara siswa satu dengan yang lain sehingga ketika mereka terjun di masyarakat sudah terbiasa dengan nilai-nilai kesetaraan, keberagaman pluralisme dan demokrasi. Learning to live together ini merupakan kelanjutan yang tidak dapat dielakkan dari pilar-pilar pendidikan yang lain. Oleh karena itu premis ini menuntut seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi educated person yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia Suwarno, 2008:78. 2.5.4 Learning to be Pelajar dibimbing untuk tetap menjadi dirinya sendiri dengan segala karakteristiknya yang berbeda satu sama lain. Proses pembelajaran di sekolah hendaknya mampu memberikan inspirasi dan stimulasi tentang gambaran masa depan karier dan pekerjaan yang hendak dijalani oleh si siswa. Para praktisi pendidikan, baik guru ataupun kepala sekolah hendaknya selalu berpegang teguh kepada empat pilar tersebut, sehingga proses pembelajaran di sekolah lebih bermakna dan sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja di masyarakat. Crussoe dalam Suwarno, 2008:77 berpendapat bahwa manusia itu hidup sendiri tanpa kerja sama atau saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini bisa hanyut ditelan masa jika tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.

2.6 Minat