Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa Etnis Batak dan Siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2

(1)

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING

PADA SISWA

ETNIS BATAK DAN SISWA ETNIS INDIA TAMIL DI SMK

SWASTA RAKSANA 2

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

PUSPITA MELIA MIAS

081301090

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP

2012/2013


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa Etnis Batak dan Siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2013

PUSPITA MELIA MIAS 081301090


(3)

Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa Etnis Batak dan Siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2

Puspita Melia Mias dan Fasti Rola

ABSTRAK

Self regulated learning merupakan aspek penting dari perfomansi siswa berprestasi (Zimmerman & Schunk, 1998). Self regulated learning adalah suatu proses pengaturan diri dan strategi yang melibatkan metakognisi, motivasional, dan behavioral dalam mengoptimalkan proses pembelajaran (Zimmerman, 1990).

Self regulated learningdipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu budaya. Adanya harapan sosial, nilai-nilai, dan keyakinan akan pendidikan dapat mendasari keterampilan self regulated learning seseorang (Turingan, 2009).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis

Wilcoxon rank-sum test. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 123 partisipan, yang terdiri dari 95 siswa etnis Batak dan 28 siswa etnis India Tamil. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Self Regulated Learningyang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan 14 strategi self regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (dalam Boekart, Printich, &zeidner, 2000) yang terdiri dari 66 aitem dengan reliabilitas sebesar 0.96. Hasil dari penelitian ini adalah ada perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2 ( W = 1.423, Z = -1.889), dengan

effect size0.17.

Kata kunci: self regulated learning, siswa etnis Batak, siswa etnis India Tamil.


(4)

Self Regulated Learning Differences in Bataknese Students And Indian Tamil Students In Vocational High School of Raksana 2

Puspita Melia Mias and Fasti Rola

ABSTRACT

Self regulated learning is an important aspect about achievement of students. Self regulated learning is a process of controlling the self and strategies that involved metacognition, motivational, and behavior to optimize the learning process (Zimmerman, 1990). Self regulated learning was affected by environmental factors that is culture. Social expectation, values, and belief about education affect self regulated learning skill (Turingan, 2009).

This research using quantitative approach with Wilcoxon rank-sum test. The number of population of the research are 123 students, that consist of 95 Bataknese students and 28 Indian Tamil students. In this research using a self regulated learning scale developed by the researcher based on 14 self regulated learning strategies proposed by Zimmerman (in Boekart, Printich, &zeidner, 2000) which consist of 66 aitem and the reliability is 0.96. The result of this research is there is the self regulated learning differences in Batakness students and Indian Tamil students in vocational high school of Raksana 2 ( W = 1.423, Z = -1.889) with the effect size 0.17.

Key words: self regulated learning, Bataknese students, Indian Tamil students


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, petunjuk, kesabaran dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas skripsi khususnya di Bidang Psikologi Pendidikan yang berjudul “Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa Etnis Batak dan Siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2”.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orangtua tercinta, Papa Mirlan dan Mama Asnida. Terima kasih atas segala kasih sayang, perhatian, semangat, inspirasi, dan doa yang tiada hentinya buat penulis. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebahagiaan, kesehatan dan lindunganNya kepada orangtua tercinta.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skrispsi ini tidak lepas dari bimbingan, saran, kritikan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Fasti Rola, M.Psi, psikolog, selaku Ketua Departemen Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dan sekaligus menjadi dosen pembimbing skripsi penulis. Terima kasih atas segala bimbingan, kritikan, saran, kesabaran dan kesediaan waktu yang kakak berikan sejak masa seminar hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Sri Supriyanti, M.Si, psikolog, dan Ibu Etty Rahmawati, M.Si, selaku dosen penguji pada sidang skripsi. Terima kasih atas saran, bimbingan dan


(6)

kesediaan waktu yang Ibu berikan sehingga penelitian ini bisa menjadi lebih baik.

4. Kak Liza Marini, M.Psi, Psikolog, selaku dosen pembimbing akademik di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staff pengajar dan Staf Administrasi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas ilmu dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

6. Sahabat-Sahabatku tercinta, Susi, Fatma, Ervi, Suci, Sani, Siti, Nanda, Heni, dan Kiki, atas kebersamaan, canda tawa, dan dukungan yang diberikan selama ini. Semoga kita sukses mencapai impian.

7. Kiki Sanjayani, atas kasih sayang, perhatian, semangat, dan dukungan yang diberikan. Semoga kesuksesan menyertai kita.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2008 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, atas pemberian semangat, saran, dan bantuannya.

9. Seluruh partisipan yang sudah memberikan sumbangsih dalam penelitian ini di SMK Swasta Raksana 1 dan SMK Swasta Raksana 2.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, Maret 2013


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah ...10

C. Tujuan Penelitian ...10

D. Manfaat Penelitian ...11

E. Sistematika Penelitian ...12

BAB II LANDASAN TEORI...13

A. Self Regulated Learning ...13

1. Definisi Self Regulated Learning...14

2. Faktor –faktor yang mempengaruhi Self Regulated Learning ...14

3. Strategi Self Regulated Learning ...17

B. Etnis...20

1. Pengertian etnis ...20

2. Etnis Batak...21


(8)

a. Sejarah Etnis India Tamil di Kota Medan ...24

b. Kebudayaan Etnis India Tamil...25

C. Profil SMK Swasta Raksana 2...29

D. Perbedaan Self Regulated Learning pada siswa etnis Batak dan Siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2 ...30

E. Hipotesa Penelitian ...34

BAB III METODE PENELITIAN...35

A. Identifikasi Variabel Penelitian ...35

B. Definisi Operasional...35

C. Populasi ...37

D. Alat Ukur yang digunakan...37

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...39

1. Validitas Alat Ukur ...39

2. Reliabilitas Alat Ukur...39

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur ...40

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...43

1. Tahap Persiapan Penelitian...43

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian...45

3. Tahap Pengolahan Data ...45

G. Metode Analisa Data...45

1. Uji Normalitas...46


(9)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ...47

A. Analisa Data...47

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin...47

2. Hasil Penelitian ...48

a. Hasil Uji Asumsi...48

b. Hasil Penelitian Utama...50

B. Pembahasan ...51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...56

A. Kesimpulan ...56

B. Saran ...56

1. Saran Metodologis...56

2. Saran Praktis ...57


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Komposisi etnis di Sumatera Utara tahun 2000 ...20

Tabel 2 Blueprint skala self regulated learning dalam uji coba ...38

Tabel 3 Blueprint skala self regulated learningsetelah uji coba ...40

Tabel 4 Perubahan nomor aitem skala self regulated learning...41

Tabel 5 Blueprintskala self regulated learningdalam penelitian...42

Tabel 6 Gambaran subjek berdasarkan etnis dan jenis kelamin...47

Tabel 7 Hasil uji normalitas menggunakan kolmogorov smirnov...48

Tabel 8 Deskripsi statistik self regulated learning Siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil...50


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Histogram etnis Batak ...49 Gambar 2. Histogram etnis India Tamil ...49


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Skala Penelitian Self Regualted Learning...64

Lampiran 2.Reliabilitas uji coba skor skala self regulated learning...73

Lampiran 3. Reliabilitas skala penelitian self regulated Learning ...82


(13)

Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa Etnis Batak dan Siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2

Puspita Melia Mias dan Fasti Rola

ABSTRAK

Self regulated learning merupakan aspek penting dari perfomansi siswa berprestasi (Zimmerman & Schunk, 1998). Self regulated learning adalah suatu proses pengaturan diri dan strategi yang melibatkan metakognisi, motivasional, dan behavioral dalam mengoptimalkan proses pembelajaran (Zimmerman, 1990).

Self regulated learningdipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu budaya. Adanya harapan sosial, nilai-nilai, dan keyakinan akan pendidikan dapat mendasari keterampilan self regulated learning seseorang (Turingan, 2009).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis

Wilcoxon rank-sum test. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 123 partisipan, yang terdiri dari 95 siswa etnis Batak dan 28 siswa etnis India Tamil. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Self Regulated Learningyang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan 14 strategi self regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (dalam Boekart, Printich, &zeidner, 2000) yang terdiri dari 66 aitem dengan reliabilitas sebesar 0.96. Hasil dari penelitian ini adalah ada perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2 ( W = 1.423, Z = -1.889), dengan

effect size0.17.

Kata kunci: self regulated learning, siswa etnis Batak, siswa etnis India Tamil.


(14)

Self Regulated Learning Differences in Bataknese Students And Indian Tamil Students In Vocational High School of Raksana 2

Puspita Melia Mias and Fasti Rola

ABSTRACT

Self regulated learning is an important aspect about achievement of students. Self regulated learning is a process of controlling the self and strategies that involved metacognition, motivational, and behavior to optimize the learning process (Zimmerman, 1990). Self regulated learning was affected by environmental factors that is culture. Social expectation, values, and belief about education affect self regulated learning skill (Turingan, 2009).

This research using quantitative approach with Wilcoxon rank-sum test. The number of population of the research are 123 students, that consist of 95 Bataknese students and 28 Indian Tamil students. In this research using a self regulated learning scale developed by the researcher based on 14 self regulated learning strategies proposed by Zimmerman (in Boekart, Printich, &zeidner, 2000) which consist of 66 aitem and the reliability is 0.96. The result of this research is there is the self regulated learning differences in Batakness students and Indian Tamil students in vocational high school of Raksana 2 ( W = 1.423, Z = -1.889) with the effect size 0.17.

Key words: self regulated learning, Bataknese students, Indian Tamil students


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan potensi oleh Tuhan. Potensi yang dimiliki setiap individu harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidup. Manusia sangat membutuhkan bimbingan melalui pendidikan dalam memaksimalkan semua potensi tersebut agar bisa berjalan dan terarah sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan individu bisa dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Salah satu sarana pendidikan adalah sekolah. Sekolah sering disebut sebagai lingkungan kedua setelah keluarga dalam mengembangkan potensi individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998).

Proses pembelajaran di sekolah dikenal sebagai suatu proses pengetahuan yang bersifat membangun kognitif yang kompleks, dimana siswa harus membuat keputusan sehingga mengaturnya menjadi bagian pengetahuan yang telah ada. Dasar-dasar kognitif menfokuskan konsep belajar menjadi sebuah proses mental yang aktif, bersifat membangun dan terdapat self regulation di dalamnya (Romera, 2001). Self regulationmerupakan pengaturan individu terhadap pikiran, perasaan dan perilaku yang fokus pada pencapaian tujuan (Zimmerman, 2002).

Self regulationyang diterapkan dalam proses belajar dikenal dengan self regulated learning. Zimmerman (Woolfolk, 2004) menjelaskan bahwa self-regulated learning merupakan kemampuan individu untuk dapat mengatur


(16)

fungsi-fungsi yang ada dalam dirinya baik afeksi, tingkah laku dan pikiran sehingga membantu tercapainya tujuan belajar yang diinginkan. Zimmerman & Bonner (1996) menambahkan bahwa tindakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dapat terlihat dari strategi belajar.

Strategi membuat individu mampu mengatur perilaku dan lingkungannya. Siswa akan memilih dan menggunakan strategi belajar dalam proses pembelajaran. Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalam self regulation maka mengakibatkan proses belajar dan perfoma yang lebih buruk. Torrano (2004) menambahkan bahwa siswa yang mampu meregulasi diri dalam belajar akan membuat perencanaan dan melakukan kontrol terhadap tujuan personal yang dicapai, memiliki motivasi dan mampu mengontrol emosi, mampu mengontrol waktu dan usahanya dalam mengerjakan tugas, berusaha menciptakan lingkungan belajar, serta mampu menghadapi gangguan-gangguan, baik eksternal maupun internal, sehingga mempertahankan konsentrasi, usaha, dan motivasi dalam mengerjakan tugas akademik.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (Boekarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) ditemukan 14 strategi self regulated learning yaitu evaluasi terhadap diri, mengatur dan mengubah materi pelajaran, membuat rencana dan tujuan belajar, mencari informasi, mencatat hal penting, mengatur lingkungan belajar, konsekuensi setelah mengerjakan tugas, mengulang dan mengingat, meminta bantuan teman sebaya, guru dan orang dewasa, mengulang tugas, catatan, serta mengulang buku pelajaran. Berdasarkan gabungan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Latipah (2010) diketahui


(17)

bahwa strategi self regulated learning berkorelasi positif dengan prestasi akademik siswa. Menurut Santrock (2008) bahwa siswa yang memiliki prestasi akademik yang baik merupakan siswa yang memiliki regulasi diri yang baik dalam belajar.

Self regulated learningdipengaruhi oleh faktor budaya. Trommsdorff & Friedlmeier (2010) mengungkapkan bahwa budaya mempengaruhi keyakinan dan perilaku individu dalam kehidupan sosial, serta berdampak pada perkembangan regulasi diri. Pengenalan budaya diperoleh dari lingkungan keluarga sebagai bagian dari suatu kelompok sosial yang mentranformasikan kebiasaan dan tradisi yang ada pada suatu komunitas masyarakat sebagai masa pembentukan primer di awal masa kehidupan. Menurut Hofstede dan Hofstede (2005) bahwa berbagai kebiasaan, tradisi, nilai, pada suatu komunitas masyarakat memberikan suatu latar belakang budaya yang membedakan tiap individu dalam hal pola pikir, perasaan, dan tingkah laku yang bergantung pada lingkungan sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Turingan (2009) pada mahasiswa Korea dan Filipina menunjukkan bahwa adanya harapan sosial, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan terhadap pendidikan dapat mendasari perbedaan dalam keterampilan self regulated learning siswa. Pemahamanan akan budaya perlu dilakukan untuk dapat memahami konsep pembelajaran dan penerapan strategi belajar. Hal ini disebabkan karena budaya akan mengarahkan individu dalam berpikir dan berperilaku.

Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya


(18)

kemajemukan di dalam masyarakat terlihat dari beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia (Yewangoe, 2002). Menurut Bryant (1996), pemahaman akan beragam budaya dapat dilakukan melalui pendidikan di sekolah. SMK Swasta Raksana 2 yang merupakan sekolah bersifat umum yang berada dibawah naungan yayasan yang terdiri dari beragam agama, etnis, dan kelas sosial. Keberagaman etnis siswa juga terlihat dari adanya siswa asli Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis seperti Batak, Jawa, Aceh, Minang dan sebagainya dan juga siswa etnis pendatang yaitu etnis India Tamil.

Etnis Batak dikenal sebagai etnis yang masih memegang kuat kebudayaan dari leluhur dan memiliki sifat istiadat yang mengatur kehidupan. Etnis Batak yang dikategorikan sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Pak-Pak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing (Tambunan, 1982). Bagi etnis Batak, kebudayaan mampu mengatasi segala tantangan hidup (Kartika, 2004). Dalam hal pendidikan, keluarga etnis Batak dengan yang lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak-anaknya. Hal ini dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup orang Batak bahwa jalan menuju tercapai kekayaan (hamoraon) dan kehormatan (hasangapon) adalah melalui pendidikan. Orang tua etnis Batak selalu menekankan falsafah hidup ini kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter pekerja keras, berani, gigih, dan selalu berorientasi kedepan (Harahap, 1987). Menurut Nurmi


(19)

(1991) bahwa orientasi ke depan berkaitan dengan pengaturan diri dalam hal evalusi diri.

Strom (1988) mengungkapkan bahwa orangtua berperan penting dalam memonitor regulasi diri anak dengan cara memonitor tugas akademik mereka secara teratur dan mempertahankan harapan yang lebih tinggi terhadap pendidikan anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (2004) menunjukkan bahwa pola pengasuhan orang tua Batak cenderung mendorong pencapaian pendidikan anak di bidang pendidikan/akademik, berupa dukungan, kontrol, dan kekuasaan, yang terlihat dari kebiasaan orangtua dalam mengarahkan kegiatan anak pada pencapaian prestasi tertentu. Keberhasilan yang dicapai anak etnis Batak secara umum tidak didukung oleh kehidupan ekonomi yang mencukupi atau terbatas, namun disebabkan adanya sikap gigih bekerja keras dan berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya, merubah kehidupan dan meraih keberhasilan di setiap proses kehidupan sehingga dapat dijadikan semangat untuk meraih keberhasilan di bidang pendidikan.

Motivasi juga merupakan salah satu faktor personal yang turut mempengaruhi self regulated learning. Menurut Cobb (2003), motivasi yang dimiliki siswa secara positif berhubungan dengan self regulated learning.

Woolfolk (1995) menambahkan bahwa siswa yang memiliki motivasi akan mengerjakan tugas karena memaknai pembelajaran tersebut, serta memahami manfaat pembelajaran sehingga setiap tindakan dan pilihannya ditentukan oleh dirinya sendiri dan tidak melibatkan kontrol dari orang lain. Penelitian yang


(20)

dilakukan oleh Irmawati (2004) menunjukkan bahwa anak suku Batak memiliki motivasi intrinsik dalam belajar dan mencapai prestasi akademik.

Selain siswa etnis Batak, SMK Swasta Raksana 2 juga memiliki siswa etnis India Tamil. Etnis India Tamil merupakan kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Pada umumnya, etnis India Tamil termasuk suku bangsa yang masih menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat. Di dalam seluruh kebudayaan India sifat yang paling kuat ialah susunan kasta (Waluya, 2007). Sistem kasta adalah bagian dari budaya Hindu yang membentuk nilai-nilai dan keyakinan individu (Audretsch dan Meyer, 2009). Sistem kasta telah dihapuskan sejak tahun 1950 tetapi dampaknya pada persepsi masyarakat India tetap bertahan (Hoff and Pandey, 2008). Dalam sistem kasta, India Tamil menduduki kasta Sudra sedangkan India Punjabi menduduki kasta Ksatria. Individu dalam kasta sudra bekerja dalam sektor informal khususnya dalam bidang ekonomi. Komunitas etnik India pada dasarnya telah dibentuk untuk menjadi pedagang yang gigih dalam usaha yang dijalankannya didalam memenuhi kebutuhan hidup (Florence, 2008).

Walaupun etnis India menganggap bisnis penting untuk mencapai kesejateraan, namun pendidikan juga menjadi hal penting dalam kehidupan karena etnis India bisa bangkit dari keterpurukan. Masyarakat India meyakini bahwa pendidikan merupakan media tranformasi yang penting dan menjadi jembatan yang bisa mengatasi kemiskinan karena lewat pendidikan individu berpeluang melakukan mobilitas (Buana, 2007). Hal ini juga terlihat dari kutipan wawancara dengan seorang tokoh masyarakat India Tamil di Medan, Moses Allegesan mengatakan:


(21)

“etnis India Tamil memiliki falsafah yang dicetuskan oleh Ibu Awueiyah

“kovil la lathe idettie kudi irukke vendham” yang artinya jangan tinggal dimana tidak ada madrasah. Memang sebelum falsafah ini muncul India Tamil menganggap pendidikan diawali oleh Tuhan. ”.

(Komunikasi personal, Kamis, 31/05/2012)

Pada golongan sudra, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara turun temurun misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat dan sebagainya. Orang tua etnis India Tamil memiliki harapan terhadap anak-anaknya untuk mengikuti jejak orangtuanya. Sesuai dengan wawancara dengan salah seorang warga etnis India Tamil yang mengungkapkan:

“sekolah itu penting supaya anak lebih pintar dan tahu arah hidupnya kemana. Gak harus juga kuliah, karena tamat sekolah juga bisa langsung bekerja seperti berdagang atau berwirausaha. ”

(Komunikasi personal, Rabu, 30/05/2012)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vellymalay (2012) mengenai keterlibatan orangtua dan pencapaian akademik siswa India Tamil bahwa orangtua etnis India Tamil kurang memberikan dukungan dan mengarahkan anak ketika menghadapi kesulitan dalam pembelajaran dan membantu persiapan menghadapi ujian di sekolah. Hal ini menyebabkan anak tidak memiliki tujuan dan pengaturan dalam belajar, dan kurang berinisiatif untuk meminta bantuan kepada lingkungan sosial ketika menghadapi kesulitan dalam belajar. Menurut Strom (1988) bahwa peran orangtua sangat penting dalam regulasi diri anak dengan cara memonitor tugas akademik mereka secara teratur sehingga tercapai prestasi akademik yang baik.


(22)

Menurut Hoff and Pandey (2008) bahwa kasta yang rendah dipersepsikan sebagai inferior. Secara umum, stigma kasta mereka menandai mereka tidak mampu. Hal ini sesuai dengan penelitian Hoff dan Pandey (2008) mengenai prestasi siswa di India yang menunjukkan adanya perbedaan motivasi antara siswa yang berasal dari kasta tinggi dan kasta rendah, siswa dari kasta rendah memiliki motivasi yang lebih rendah dalam belajar. Individu dari kasta rendah merasa tidak bisa (I can’t) dan tidak berani (I don’t dare). Hal ini disebabkan karena individu kasta rendah memiliki konsep diri dan kepercayaan diri yang rendah, serta kurangnya dukungan dari lingkungan sosial. Menurut Smith (2001) bahwa motivasi merupakan inti dari pengaturan diri dalam belajar, dimana melalui motivasi siswa mau mengambil tindakan dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar. Zimmerman (1990) menambahkan bahwa motivasi dalam self regulated learning menunjukkan efficacy yang tinggi, ketertarikan terhadap tugas, adanya persepsi siswa merasa mampu menyelesaikan tugas, dan adanya potensi akan mencapai kesuksesan serta berani menghadapi kegagalan.

Berdasarkan pengamatan dan hasil komunikasi personal dengan pihak SMK Swasta Raksana 2 diketahui bahwa siswa etnis India Tamil kurang memiliki motivasi dalam proses belajar dibandingkan dengan siswa etnis Batak. Hal ini juga terlihat dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMK Swasta Raksana 2:

” Siswa India Tamil memang tidak menonjol dalam bidang akademik, dimana motivasinya yang rendah, kurang berinisitif untuk bertanya dan cenderung diam saja di kelas kalau sedang belajar”.


(23)

Begitu juga halnya yang diungkapkan oleh salah seorang guru yang mengatakan bahwa:

“siswa etnis Batak cenderung lebih berani bertanya dalam belajar dan mudah mengemukakan pendapat, lebih antusias dan semangat, terlihat motivasinya tinggi dalam belajar. Sedangkan etnis India Tamil, mereka cenderung tidak begitu, tidak terlalu mau bertanya”.

(Komunikasi personal, Senin, 19/11/2012)

Sejalan dengan penjelasan Zimmerman (Elliot,1999) bahwa mencari bantuan sosial merupakan suatu bentuk pengaturan diri dalam belajar, dimana siswa akan meminta bantuan kepada guru dan teman sebaya ketika mengalami kesulitan dalam proses belajar. Selain itu siswa etnis Batak cenderung memantau pencapaian nilai yang akan dicapai dalam setiap mata pelajaran. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh beberapa siswa dalam wawancara:

“ nilai bagus itu penting buat saya, setiap ujian saya berusaha untuk dapat nilai yang bagus gak remedial. Kalau peringkat kelas saya berusaha untuk masuk 10 besar. Dan tiap semester harus makin tinggi lagi rangkingnya. Kalau gak ngerti pelajaran atau ngerjaen PR saya akan bertanya kepada guru, teman atau kakak atau orangtua di rumah yang bisa ngebantuin”.

(Komunikasi personal, Senin, 19/11/2012) “saya selalu berusaha untuk gak remedial di setiap ujian, saya juga buat nilai yang harus saya capai di pelajaran supaya dapat nilai bagus. Kalau ada PR saya langsung ngerjaen malamnya, kalau ada yang gak ngerti biasanya tanya teman atau tanya guru privat”.

(Komunikasi personal, Senin, 19/11/2012)

Berbeda halnya dengan siswa etnis India Tamil, yang terlihat dari komunikasi personal dengan peneliti:

“Saya gak terlalu melihat nilai gitu, yang penting saya udah belajar kalau dapat nilainya rendah kan bisa remedial. Kalau gak ngerti pelajaran biasanya saya males tanya guru, malu juga nanya. Kalau ada PR biasanya ngerjaen malam pas besok mau dikumpul aja kak“.


(24)

“Saya gak pernah buat target nilai kalau mau ujian atau harus juara kelas gak lah, yang penting belajar aja. Kalau gak ngerti pelajaran paling tanya teman aja. Ngerjaen PR biasanya malam mau dikumpul besoknya kak”.

(Komunikasi personal, Senin, 19/11/2012)

Berdasarkan petikan wawancara di atas, terlihat siswa etnis Batak lebih memiliki pengaturan diri dalam proses belajar dibandingkan siswa etnis India Tamil. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan self regulated learningpada siswa etnis Batak dan etnis India Tamil.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan

self regulated learning pada siswa etnis Batak dan etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan self regulated learning


(25)

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah khasanah dalam bidang ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan mengenai perbedaan

self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil. 2) Manfaat Praktis

a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada siswa yang bersangkutan untuk mengetahui dan memahami self regulated learning, sehingga meningkatkan perfoma akademiknya.

b) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah yang bersangkutan mengenai perbedaan self regulated learning siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil.

c) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua yang bersangkutan mengenai self regulated learning siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil.

d) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian berkaitan dengan self regulated learning


(26)

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: Bab I Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penelitian.

Bab II Landasan Teori

Pada bab ini memuat tinjauan teoritis meliputi definisi self regulated learning, faktor-faktor yang mempengaruhi self regulated learning,

strategi self regulated learning, etnis Batak, etnis India Tamil, perbedaan

self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil, dan hipotesis penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan mengenai identifikasi variabel, definisi operasional, populasi, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian serta metode analisa data. Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan penelitian dan saran metodologis serta praktis berkaitan dengan penelitian.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Self Regulated Learning

1. Definisi Self Regulated Learning

Teori sosial kognitif oleh Bandura menyatakan bahwa faktor lingkungan, personal, dan faktor perilaku, memegang peranan penting dalam proses pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Self regulated learning

merupakan suatu proses pengaturan diri dan strategi yang melibatkan metakognisi, motivasional, dan behavioral dalam mengoptimalkan proses pembelajaran (Zimmerman, 1990). Secara metakognisi, siswa membuat perencanaan, mengatur, mengorganisir, mengontrol, dan mengevaluasi tujuan. Siswa bertanggung jawab dalam keberhasilan dan kegagalan, memiliki ketertarikan intrinsik dalam menghadapi tugas yang mengacu kepada motivasional. Serta secara behavioral, siswa mencari bantuan dan masukan, menciptakan lingkungan belajar yang optimal, dan memberikan instruksi serta penguatan terhadap dirinya (Aronson, 2002).

Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) menjelaskan bahwa self regulated learning sebagai suatu proses dimana siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi, perilaku, dan perasaan secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Eggen (2004) menambahkan bahwa siswa yang belajar dengan regulasi diri akan berpikir dan bertindak untuk mencapai tujuan pembelajaran akademik, dengan mengidentifikasi tujuan-tujuannya, menerapkan, dan


(28)

mempertahankan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut, serta mengaktifkan, mengubah, dan mempertahankan cara belajarnya dalam lingkungan.

Strategi self regulated learning mengacu kepada tindakan dan proses yang terarah dalam memperoleh informasi dan keterampilan yang melibatkan persepsi siswa terhadap tujuan, dan bantuan yang digunakan. Siswa yang meregulasi diri dalam belajar akan memilih dan menggunakan strategi self regulated learning

untuk mencapai hasil akademik yang diharapkan yang berdasarkan pada timbal balik dari keefektifan dan keterampilan belajar (Zimmerman, 1990).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self regulated learningmerupakan suatu proses yang melibatkan kognisi, perilaku, dan perasaan individu dalam mencapai tujuan belajar.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi self regulated learning

Berdasarkan perspektif sosial kognitif yang dikemukakan Bandura (Zimmerman, 1989) bahwa self regulated learningditentukan oleh 3 faktor yakni faktor personal, perilaku dan lingkungan :

1) Faktor personal

Self regulated learning terjadi dimana siswa dapat menggunakan proses personal (kognitif) untuk mengatur perilaku dan lingkungan belajar di sekitarnya secara strategis. Faktor personal melibatkan self efficacy yang mengacu kepada penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar. Persepsi


(29)

self-efficacy siswa tergantung kepada empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang yaitu pengetahuan siswa, proses metakognitif, tujuan dan afeksi. Pengetahuan self regualated learning harus memiliki kualitas pengetahuan prosedural dan pengetahuan bersyarat. Pengatahuan prosedural mengacu kepada pengetahuan bagaimana menggunakan strategi, sedangkan pengetahuan bersyarat mengarah kepada pengetahuan kapan dan mengapa strategi tersebut berjalan efektif. Pengetahuan self regulated learning tidak hanya bergantung kepada pengetahuan siswa tetapi juga proses metakognitif pada pengambilan keputusan dan perfoma yang dihasilkan dengan melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar.

Pengambilan keputusan metakognitif tergantung juga kepada tujuan jangka panjang siswa dalam belajar. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk memonitor mereka dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self efficacy

dan afeksi. Afeksi mengacu kepada kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri meliputi kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir dalam mencapai tujuan.

Menurut Cobb (2003), motivasi juga menjadi bagian dari diri individu. Motivasi dibutuhkan siswa untuk melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Siswa cenderung akan mengatur waktu secara efektif dan efisien apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi instrinsik cenderung lebih memberikan hasil positif dalam belajar dan meraih prestasi


(30)

yang baik. Motivasi ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar (ekstrinsik).

Faktor personal melibatkan penggunaan strategi mengatur materi pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan tujuan yang ingin dicapai (goal setting and planning), mencatat hal-hal penting (keeping record and monitoring), serta mengulang dan mengingat materi pelajaran

(rehearsing and memorizing). 2) Faktor perilaku

Mengacu kepada kemampuan siswa dalam menggunakan strategi self-evaluationsehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan mengecek kelanjutan dari hasil umpan balik. Perilaku siswa dalam berperilaku yang berhubungan dengan self regulated learning yaitu observasi diri (self observation), penilaian diri (self-judgment), dan reaksi diri (self-reaction). Komponen tersebut terdiri dari perilaku yang dapat diamati, dilatih dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut dikategorikan sebagai faktor perilaku yang mempengaruhi self regulated learning. Faktor perilaku ini melibatkan penggunaan strategi evaluasi terhadap diri (self-evaluation)dan konsekuensi terhadap diri (self-consequences).

3) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor personal dan perilaku. Mengacu kepada sikap proaktif siswa untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, dan pencarian sumber belajar yang


(31)

relevan. Matsumoto (2008), menambahkan bahwa faktor budaya turut mempengaruhi penerapan self regulated learning. Nilai-nilai budaya yang dianut siswa akan berperan dalam menerapkan self regulated learning agar tercapainya tujuan belajar. Individu yang menerapkan self regulated learning

biasanya menggunakan strategi mencari informasi (seeking information), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan sosial (seeking social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas, atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record).

Pemaparan di atas, menunjukkan bahwa selama proses self regulated learning berlangsung, ada tiga faktor yang dapat berpengaruh. Faktor-faktor tersebut adalah faktor personal, perilaku, dan lingkungan.

3. Strategi Self Regulated Learning

Zimmerman dan Martinez-Pons (Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000), mengembangkan sebuah struktur wawancara yang dilakukan pada siswa. dari wawancara tersebut dihasilkan 14 strategi belajar yang umumnya digunakan oleh seorang self regulated learner, sebagai berikut:

a. Evaluasi terhadap diri (Self evaluation)

Siswa memiliki inisiatif dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas dan kemajuan belajarnya. Siswa memutuskan apakah hal-hal yang telah dipelajari mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini siswa juga membandingkan informasi yang didapat melalui self monitoring dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki.


(32)

b. Mengatur materi pelajaran(Organizing and transforming)

Siswa mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran dan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari. Perilaku ini dapat bersifat covert dan overt.

c. Mengatur dan merancang tujuan (Goal setting and planning)

Siswa mengatur tujuan-tujuan dari pembelajaran dan perencanaan terhadap pengerjaan tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan tugas berkaitan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu siswa untuk menemukan konflik dan meminimalisir tugas-tugas yang mendesak serta fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangkan panjang.

d. Mencari informasi (Seeking information)

Siswa memiliki inisiatif untuk mencari informasi diluar dirinya (nonsosial) ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut.

e. Mencatat hal-hal penting (Keeping records and monitoring)

Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, menyimpan hasil tes, tugas, maupun catatan yang telah dikerjakan.

f. Mengatur lingkungan belajar (Environmental structuring)

Siswa berusaha memilih dan mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.


(33)

g. Konsekuensi terhadap diri (Self consequences)

Siswa mengatur dan menerapkan reward dan punishment dalam mengontrol hasil yang didapat dalam pengerjaan tugas maupun ujian.

h. Mengulang dan mengingat materi (Rehearsing and memorizing)

Siswa berusaha mempelajari materi pelajaran dan mengingat kembali bahan bacaan dengan perilaku overtdan covert.

i. Mencari bantuan teman sebaya(Seeking help from peers)

Siswa meminta bantuan kepada teman sebaya ketika menghadapi masalah berhubungan dengan tugas yang dikerjakan.

j. Mencari bantuan guru(Seeking help from teachers)

Siswa bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar untuk dapat membantu menyelesaikan tugas pembelajaran.

k. Mencari bantuan orang dewasa(Seeking help from adults)

Siswa meminta bantuan orang dewasa (seperti orangtua) yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan dengan pelajaran.

l. Mengulang tugas atau tes sebelumnya (Review test)

Siswa mengulang pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber informasi untuk belajar.

m. Mengulang catatan (Review notes)

Sebelum mengikuti ujian, siswa meninjau ulang catatan sehingga mengetahui topik apa saja yang akan di uji.


(34)

n. Meninjau buku pelajaran (Review textbook)

Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung catatan sebagai sarana belajar.

B. Etnis

1. Pengertian Etnis

Burkey mengungkapkan bahwa etnis merupakan kelompok manusia yang memiliki identitas budaya yang sama meliputi bahasa, tradisi, dan pola tingkah laku (Suryadinata, Arifin & Ananta, 2003). Etnis juga dapat ditentukan berdasarkan persamaan asal-usul yang merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan suatu ikatan. Wilbinson (dalam Koentjaraningrat, 2007) mengatakan bahwa pengertian etnis mencakup warna kulit, asal usul acuan kepercayaan, status kelompok minoritas, kelas stratafikasi, keanggotaan politik, dan program belajar.

Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etnis merupakan suatu kelompok manusia yang terikat berdasarkan persamaan identitas budaya berupa bahasa, tradisi, dan pola tingkah laku serta persamaam asal-usul berupa warna kulit, kepercayaan, dan status kelompok. Tabel 1 menunjukkan persentase sebaran etnis yang ada di Sumatera Utara (Suryadinata, Arifin & Ananta, 2003).

Tabel 1 Komposisi Etnis di Sumatera Utara Tahun 2000

No Etnis Persentase

1 Batak 41,95

2 Jawa 32,62

3 Lainnya 9,72

4 Nias 6,36

5 Melayu 4,92

6 Minangkabau 2,66

7 Banjar 0,97


(35)

Lanjutan Tabel 1

No Etnis Persentase

9 Sunda 0,27

10 Betawi 0,04

11 Bugis 0,03

12 Madura 0,02

Total 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa etnis yang terbanyak di Kota Medan adalah etnis Batak. Sedangkan, etnis lainnya termasuk etnis pendatang seperti India, Cina, dan Arab.

2. Etnis Batak

Kebudayaan Batak merupakan salah satu bagian dari sejarah kebudayaan bangsa Indonesia yang tertua di Sumatera khususnya dan di Indonesia pada umumnya (Junus, 1971). Tanah Batak adalah daerah pedalaman di Sumatera Utara dengan Danau Toba sebagai pusatnya. Etnis Batak khususnya terdiri dari sub etnis yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, dan Batak Angkola Mandailing (Tambunan, 1982). Keunikan karakteristik dari etnis Batak tersebut tercermin dari kebudayaan yang dimiliki baik dari segi agama, mata pencarian, kesenian, dan lain sebagainya. Berdasarkan cerita-cerita suci orang Batak, semua sub-sub suku bangsa memiliki nenek moyang yang satu yaitu Siraja Batak yang tinggal di kaki gunung bukit, yang letaknya disebelah barat Danau Toba. Hal ini berarti orang Batak memiliki konsep bahwa alam beserta isinya diciptakan debata (Ompung) (Koenjtaraningrat, 2007).

Masyarakat Batak adalah salah satu masyarakat yang terus mempertahankan kelestariannya mengikuti garis keturunan bapa (patrilineal).


(36)

Setiap anggota masyarakat mengikuti marga turun-temurun. Marga adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal). Semua individu dari satu marga memakai nama identitas yang dibubuhkan sesudah nama kecilnya, dan nama marga itu merupakan suatu pertanda bahwa orang-orang yang menggunakannya masih mempunyai kakek yang sama, dan ada satu keyakinan bahwa orang-orang yang menggunakan nama marga sama terjalin oleh hubungan darah. Suku batak dalam kebudayaannya selalu memelihara kepribadian sendiri, rasa kekeluargaan tetap terjalin dengan baik, bukan saja terhadap keluarga dekat tetapi juga terhadap keluarga jauh yang semarga (Tambunan, 1982).

Nilai yang dianut pada masyarakat Batak adalah nilai tentang pentingnya ikatan sosial, kekeluargaan, dan kekerabatan (Muhammad, 2011). Konsep dasar kebudayaan Batak adalah Dalihan Na Tolu yang dihayati sebagai sistem kognitif yang memberikan pedoman bagi orientasi setiap orang batak. Pada tahap selanjutnya, Dalihan Na Tolu adalah pengetahuan kolektif yang menentukan persepsi dan defenisi terhadap realitas. Etnis Batak memiliki falsafah hidup yang lebih dikenal dengan 3H yaitu Hamoraon (kekayaan), Hagabeon, (Menikah dan Keturunan) dan Hasangapon (Nama baik). Adapun jalan menuju tercapai kekayaan (hamoraon) dan kehormatan (hasangapon) adalah melalui pendidikan. Dalam hal pendidikan, keluarga etnis Batak dengan yang lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak-anaknya. Pola pengasuhan orangtua etnis Batak selalu mendorong pencapaian akademik pendidikan anak di bidang akademik, berupa dukungan, kontrol, dan kekuasaan, yang terlihat dari kebiasaan orangtua dalam mengarahkan kegiatan anak untuk mencapai prestasi. Orang tua


(37)

etnis Batak selalu menekankan falsafah hidup kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter pekerja keras, gigih, dan selalu berorientasi kedepan (Harahap, 1987).

Setiap orang tua etnis Batak memiliki peran dalam membangun pola pewarisan atau nilai-nilai yang memiliki investasi tersendiri dalam mendidik anak meliputi pemberian doa, nasehat, dan cara pengasuhan, dan modeling dari orangtua dalam bentuk perilaku nyata atau cerita. Pada umumnya, anak yang meraih keberhasilan mendapatkan penghargaan secara terbuka di lingkungan keluarga, gereja, dan kelompok masyarakat. Hal tersebut dengan sendirinya memberikan dampak positif bagi anak untuk menjunjung tinggi dan mengutamakan pendidikan. Keberhasilan suku etnis Batak secara umum tidak didukung oleh kehidupan ekonomi yang mencukupi, namun adanya kegigihan dan kerja keras serta mau berjuang untuk menyelesaikan pendidikan, merubah kehidupan, dan meraih kesuksesan di setiap proses kehidupan. Hal ini dijadikan semangat untuk meraih keberhasilan di bidang pendidikan. Selain itu, prinsip kehidupan orang Batak adalah kewajiban anak untuk patuh kepada orangtua. Dimana kewajiban anak terhadap orangtua baik sebelum maupun sesudah menikah harus tetap berbakti kepada orangtua. Secara kepribadian, orang Batak memiliki sikap dan pembawaan yang agak menonjol dan terkadang dominan dalam beragumentasi dan cenderung memaksakan kehendak dan ingin menang sendiri dalam tingkah laku yang seolah-olah menunjukkan sifat dan ciri khasnya. Begitu juga dengan hubungan sosial yang penting dalam keluarga sesuai dengan etika hubungan sosial saudara laki-laki terhadap saudara perempuan dan


(38)

hubungan suami istri. Kalau ketiga dasar fondasi hubungan dalam keluarga inti dan keluarga besar baik dan harmonis, maka hubungan sosial dalam masyarakat sekelilingnya akan lebih baik dan juga harmonis (Koenjataningrat, 2007).

3. Etnis India Tamil

a. Sejarah etnis India Tamil di Kota Medan

Etnis India Tamil di Indonesia merupakan kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Pada tahun 1863, perkebunan tembakau pertama dibuka di Tanah Deli. Pada saat itu, etnis Melayu yang merupakan penduduk asli di Tanah Deli tidak tertarik pada pekerjaan perkebunan sehingga buruh-buruh dari berbagai daerah dan bangsa seperti Cina, India, dan Pulau Jawa didatangkan dalam jumlah besar oleh pengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja (Bangkaru, 2001).

Kedatangan Etnis India Tamil dibawa oleh Belanda di awal pembangunan industri perkebunan. Etnis ini dijadikan sebagai buruh kasar dan harus bekerja dalam kondisi yang keras di tanah Deli. Ketika kontrak kerja mereka telah selesai dengan Belanda, sebagian orang Tamil dibawa kembali ke India. Namun, kebanyakan dari mereka tetap tinggal di Medan dan lainnya menyebar ke daerah-daerah lain yang ada di Sumatera Utara (Bangkaru, 2001).

Populasi India Tamil diperkirakan berjumlah 67.000 orang. Etnis ini telah tinggal di Medan lebih dari dua generasi bahkan juga tinggal berdampingan dan menikah dengan kelompok etnik lainnya serta telah berwarga negara Indonesia (Bangkaru, 2001). Dalam berhubungan dengan masyarakat luas, etnis India Tamil


(39)

memiliki falsafah hidup yakni “Yathum Ure, Yawerum Kellir” yang berarti bahwa etnis India Tamil harus saling menjaga budaya dan tingkah laku mereka dengan membina hubungan baik dan saling tolong menolong dengan masyarakat dimanapun mereka tinggal sehingga tidak menimbulkan perselisihan yang dapat mengurangi perasaan aman.

Kebanyakan etnis India Tamil bekerja di bidang perdagangan dan beberapa dari mereka juga bekerja menjadi kontraktor dan pegawai pemerintah walaupun dengan jumlah yang masih sedikit (Lubis, 2005). Beberapa isu diskriminasi muncul terhadap etnis India Tamil dimana mereka terkesan “dianaktirikan” oleh pemerintah daerah kota Medan yaitu sulitnya mencari akses lapangan kerja, pembuatan KTP, hingga masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.

b. Kebudayaan etnis India Tamil

Etnis India Tamil merupakan kelompok etnis bangsa Dravida yang memiliki kebudayaan dari India Selatan (Nuriah, 1990). Kebanyakan etnis India Tamil memeluk agama Hindu, tetapi ada juga yang memeluk agama Islam, Kristen, Khatolik, dan Budha (Lausanne, 1989). Etnis India Tamil dapat dengan mudah dikenali dari ciri-ciri fisiknya seperti memiliki kulit yang berwarna hitam atau gelap, dengan jambang atau bulu dada, di samping memiliki gigi yang putih bersih dan juga hidung mancung, berkumis lebat merupakan ciri khas dari etnis India Tamil. Biasanya bagi perempuan Tamil ada ciri-ciri lain yaitu adanya tanda bulat yang diletakkan di dahi dengan warna seperti kuning, merah, hitam, biru, dan lain-lain yang disebut dengan potte(Nuriah, 1990).


(40)

Budaya India Tamil mengenal adanya 4 masa penting kehidupan yakni

brachmacharya yang dimulai sejak individu lahir sampai usia 25 tahun, grhastha

dari usia 26 tahun sampai dengan 50 tahun, sannaya yang dimulai dari usia 51 tahun sampai dengan 75 tahun, dan fase terakhir yakni vanaprastha yang dimulai dari usia 75 tahun keatas. Menurut fase ini, orang yang berada di bawah usia 25 tahun harus mencari pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan mampu mencapai atman yakni pengaturan diri yang baik (Loon & Laal, 2005).

Dalam kehidupannya sehari-hari, etnis India Tamil telah mengikuti kebiasaan lokal Indonesia pada umumnya, makan-makanan Melayu, Batak, Jawa, dan juga Tamil, serta menggunakan pakaian Indonesia sehingga mereka jarang memiliki konflik dengan etnis non India Tamil lainnya. Walaupun demikian, etnis India Tamil masih mempertahankan budaya dan adat istiadat mereka (Mani, 1993).

Etnis India Tamil memiliki berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih dijalankan oleh etnis India Tamil di kota Medan maupun di kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti perayaan Adhi Tiruvilla (upacara tolak bala) dan Navaratri (penghormatan kepada tiga dewi yaitu Dewi Durga, Dewi Laksmi, dan Dewi Saraswathi) (Pina, 2010). Selain itu, etnis India Tamil juga dikenal dengan kesustertaan, yang dibagi ke dalam 3 kelas yakni aksara, musik, dan drama. Bahkan musik dan tarian menjadi suatu tradisi yang dilakukan dalam kegiatan ibadah (Pang & EK Sng, 1991).

Pada kebudayaan India, sifat yang paling kuat ialah susunan kasta. Sistem kasta ini telah ada sejak berabad –abad yang lalu, yang disebut Yati, sedangkan


(41)

sistemnya disebut Varna. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota yaitu melalui kelahiran atau keturunan. Kasta pada masyarakat India tersusun dari atas ke bawah, yaitu sebagai berikut :

a. Brahmana, yaitu kasta para pendeta agama Hindu, yang merupakan lapisan tertinggi pada masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk menguasai kitab suci sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal.

b. Ksatria , yaitu kasta para bangsawan dan tentara. Pendidikan bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan denga pengaturan pemerintahan.

c. Waisya, yaitu kasta para pedagang. Kasta ini dianggap sebagai kelompok lapisan menengah pada masyarakat.

d. Sudra , yaitu kasta yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau rakyat jelata. Pendidikan bertujuan agar individu memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara turun temurun misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat dan sebagainya.

Individu yang berada pada lapisan bawah jarang memiliki cita –cita yang tinggi karena masyarakat akan melecehkannya atau terkadang keberhasilan yang ditempuh seseorang tidak diakui. Dengan demikian, kedudukan yang dimiliki setiap individu sebagai anggota masyarakat relatif bersifat permanen. Begitu pula hubungan yang dilakukan dengan sesama anggota masyarakat yang berlainan lapisan harus dibatasi sesuai dengan kedudukan sosial yang dimiliki. Sistem


(42)

lapisan sosial tertutup ini sering disebut sebagai sistem yang kaku atau ekstrim. Sebagai akibatnya, kemampuan pribadi tidak diperhitungkan dalam menentukan tinggi rendah kedudukan seseorang dalam masyarakat (Waluya, 2007).

Etnis India Tamil mempercayai ajaran Karmaphala atau hukum karma untuk mempertebal keyakinan agar tidak melakukan tingkah laku yang menyimpang. Ajaran ini mengajarkan tentang hubungan antara perbuatan atau tingkah laku manusia itu sendiri. Apabila berbuat jahat atau berfikiran jahat maka akibat buruk yang didapat dan sebaliknya apabila berbuat baik makan kebaikan yang akan didapat. Selain itu, Etnis India Tamil juga percaya bahwa keharmonisan diri dengan alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat hidup tanpa alam sekitar, jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya (Nuriah, 1990).

Etnis India Tamil memiliki falsafah tersendiri dalam hal pendidikan yang berbunyi “kovil la lathe idettie kudi irukke vendham”, artinya jangan tinggal ditempat yang tidak ada madrasahnya. Kesadaran akan pendidikan menjadi ciri dan kecenderungan umum bagi etnis India Tamil. Pendidikan merupakan jembatan yang bisa mengatasi kemiskinan karena lewat pendidikan individu berpeluang melakukan mobilitas (Buana, 2007).

Etnis India mementingkan hal yang bersifat universal, mengecilkan arti individualitas, menganggap kepribadian manusia dari segi subjektif, tuntuk kepada hal universal, serta suka pada pemikiran introspektif dan metafisik (Habib, 2004). Etnis India cukup santai terhadap waktu dan ketepatan waktu, menjunjung


(43)

tinggi intuisi, sikap subjektif, sifat samar, sikap lepas dan mengupayakan penindasan keinginan (Bahm, 2003).

C. Profil SMK SWASTA RAKSANA 2

Pertama kali Yayasan Pendidikan Raksana didirikan pada tahun 1984 oleh Bapak S. Marimutu dan mulai menerima siswa pada tahun 1986. Yayasan Pendidikan Raksana berarti “AGUNG” merupakan yayasan yang turut membantu pemerintah dalam bidang pendidikan yang bersifat nasional tanpa membedakan latar belakang suku, agama, dan ras. Yayasan pendidikan raksana mengelola SMP, SMA, SMK-TI (STM), dan SMK-BM (SMEA) yang siswanya saat ini lebih kurang 3000 orang yang berasal dari hampir semua Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara dan Provinsi lain seperti Nangro Aceh Darussalam dan Provinsi Riau. Saat ini siswa yayasan pendidikan raksana terdiri dari 75% beragama Islam, 20% beragama Kristen dan 5% beragama Hindu dan Budha.

Awalnya pada tahun 2004, SMK Swasta Raksana 2 bernama SMK-BM yang memiliki 5 kompetensi keahlian yaitu adminstrasi perkantoran, akuntansi, rekayasa perangkat lunak, usaha perjalanan wisata, dan akomodasi perhotelan. Kemudian, pada tahun 2012 nama sekolah tersebut berganti menjadi SMK Swasta Raksana 2. Adapaun visi sekolah ini adalah terwujudnya SMK swasta raksana 2 sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan yang menyelenggarakan sistem pembelajaran berstandar nasional yang unggul, dalam rangka mencapai standar internasional. Untuk mewujudkan visinya, terdapat beberapa misi sekolah, antara lain: 1) Menyiapkan peserta didik mampu berkomunikasi dalam


(44)

bahasa inggris dan terampil dibidang keahliannya masing-masing yang berbasis kompetensi. 2) Mengembangkan sumberdaya yang lebih profesional sesuai kompetensi keahliannya masing-masing. 3) Mengubah tamatan dari beban menjadi asset (tamat melamat pekerjaan menjadi tamat di lamar pekerjaan).

SMK Swasta Raksana 2 memiliki keunggulan untuk menjadikan siswa berbudi pekerti luhur, kompeten di bidang keahliannya masing-masing, cakap dan terampil, berkperibadian, mampu berkomunikasi dengan baik, cerdas dan kompetitif, serta mampu bersaing.

SMK Swasta Raksana 2 sangat mengutamakan kedisiplinan dalam mendidik siswa dan juga pencapaian prestasi. Dalam bidang prestasi, SMK Swasta Raksana 2 sudah meraih cukup banyak penghargaan khususnya dalam bidang seni dan juga perlombaan Bahasa Inggris. Adapun kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ini adalah Palang Merah Remaja, pencinta alam, kesenian, olahraga, dan pramuka.

D. PerbedaanSelf Regulated Learningpada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2.

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi self regulated learning. Turingan (2009) mengungkapkan bahwa nilai budaya terhadap pendidikan yang dianut individu akan berpengaruh terhadap self regulataed learning. Hal ini disebabkan karena budaya akan mengarahkan individu dalam berpikir dan berperilaku. Trommsdorff & Friedlmeier (2010) juga menambahkan


(45)

bahwa budaya mempengaruhi keyakinan dan perilaku individu dalam kehidupan sosial, dan berdampak pada perkembangan regulasi diri individu.

Etnis Batak merupakan salah satu etnis asli Indonesia. Etnis Batak menempuh kebudayaan menurut kepribadiannya sendiri dan adanya perubahan zaman tidak mempengaruhi kepribadian tersebut karena etnis Batak di kota pun tetap berpegang teguh kepada filsafat leluhur (Kartika, 2004). Etnis Batak menganut nilai-nilai budaya akan pentingnya pendidikan. Falsafah hidup etnis Batak lebih dikenal dengan 3H yaitu Hamoraon (kekayaan), Hagabeon, (menikah dan keturunan) dan Hasangapon (kehormatan). Adapun jalan menuju tercapai kekayaan (hamoraon) dan kehormatan (hasangapon) adalah melalui pendidikan sehingga keluarga etnis Batak dengan yang lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak-anaknya (Koentjaraningrat,2007). Orang tua etnis Batak selalu menekankan falsafah hidup yang dianut kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter pekerja keras, berani, gigih, dan selalu berorientasi kedepan (Harahap, 1987). Menurut Nurmi (1991) bahwa adanya orientasi ke depan menunjukkan siswa etnis Batak mampu mengevaluasi diri, membuat pengaturan dan perencanaan tujuan dalam proses belajar, serta mengatur strategi dan waktu belajar. Hal ini menunjukkan bahwa individu mampu melakukan pengaturan diri dalam belajar.

Selanjutnya, etnis India Tamil merupakan etnis pendatang dari India Selatan dan merupakan etnis India terbesar di kota Medan (Waspada, Juni 2011). Etnis India Tamil memiliki falsafah yang berbunyi kovil la lathe idettie kudi irukke vendham”, berarti individu etnis India Tamil dituntut untuk tetap


(46)

mengutamakan pendidikan dimanapun berada. Etnis India Tamil meyakini bahwa pendidikan menjadi jembatan yang bisa mengatasi kemiskinan karena lewat pendidikan individu berpeluang melakukan mobilitas (Buana, 2007). Walaupun pendidikan juga menjadi hal yang penting bagi etnis India Tamil, namun keinginan untuk sukses tidak sama dengan etnis Batak. Pada umumnya, etnis Tamil memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan hanya sedikit dari mereka yang memiliki pendidikan formal (Florence, 2008).

Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan juga turut mempengaruhi motivasi individu yang dapat mendukung self regulated learning

seseorang dalam proses belajar. Jika individu dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka akan berkembang hasrat untuk mengatur diri dengan baik sehingga tercapai keberhasilan (Hill & Shelton dalam Martaniah,1998). Cobb (2003) mengungkapkan bahwa motivasi yang dimiliki siswa secara positif berhubungan dengan self regulated learning. Siswa yang memiliki motivasi akan mengerjakan tugas karena memaknai pembelajaran tersebut, serta memahami manfaat pembelajaran sehingga setiap tindakan dan pilihannya ditentukan oleh dirinya sendiri dan tidak melibatkan kontrol dari orang lain (Woolfolk, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (2004) bahwa anak suku Batak memiliki motivasi intrinsik dalam belajar dan mencapai prestasi akademik.


(47)

Pada etnis India Tamil, sistem kasta merupakan salah satu bagian dari budaya Hindu yang membentuk nilai-nilai dan keyakinan individu (Audretsch dan Meyer, 2009). Etnis India Tamil termasuk ke dalam kasta sudra, yaitu golongan kasta terendah. Penelitian Hoff dan Pandey (2008) mengenai prestasi siswa di India menunjukkan adanya perbedaan motivasi antara siswa yang berasal dari kasta tinggi dan kasta rendah, bahwa siswa dari kasta rendah memiliki motivasi yang lebih rendah dalam belajar. Individu kasta rendah cenderung merasa tidak mampu dan tidak berani dalam menghadapi sesuatu. Hal ini menyebabkan etnis India Tamil motivasi yang rendah sehingga kurang mampu melakukan pengaturan diri dengan baik. Cobb (2003) menambahkan bahwa individu yang menilai dirinya mampu melakukan suatu tugas, tujuan atau hambatan akan dapat meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Xu (2010) menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam proses belajar akan dapat mendukung self regulated learning siswa sehingga dicapai prestasi belajar yang baik. Irmawati (2004) mengungkapkan bahwa pola pengasuhan orang tua Batak cenderung mendorong pencapaian akademik anak dibidang pendidikan, berupa dukungan, kontrol, dan kekuasaan, yang terlihat dari kebiasaan orangtua dalam mengarahkan kegiatan anak pada pencapaian prestasi tertentu. Pada etnis India Tamil, orang tua kurang memotivasi anaknya dalam mencapai kesuksesan akademik di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vellymalay (2012) mengenai keterlibatan orangtua dan pencapaian akademik siswa india tamil bahwa orangtua etnis India Tamil kurang memberikan dukungan dan mengarahkan anak ketika


(48)

menghadapi kesulitan dalam pembelajaran dan membantu persiapan menghadapi ujian di sekolah. Hal ini dapat mempengaruhi anak untuk mencapai prestasi akademik yang baik di sekolah.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa terdapat perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2.

E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan menggunakan statistik (Azwar, 2007). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat komparasi yang dimaksudkan untuk mengetahui atau menguji perbedaan dua kelompok atau lebih, yaitu menguji perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Sebelum menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu perlu diidentifikasi variabel-variabel utama yang digunakan dalam penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel tergantung : self regulated learning

2. Variabel bebas : etnis (etnis Batak dan etnis India Tamil)

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu variabel dapat dirumuskan berdasarkan karakterisitik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2007). 1. Self regulated learning adalah kemampuan siswa untuk mengatur belajarnya


(50)

tujuan belajar dengan cara evaluasi terhadap diri, mengatur materi pelajaran, mengatur dan merancang tujuan, mencari informasi, mencatat hal-hal penting, mengatur lingkungan belajar, konsekuensi terhadap diri, mengulang dan mengingat materi, mencari bantuan teman sebaya, mencari bantuan guru, mencari bantuan orang dewasa, mengulang tugas atau tes sebelumnya, mengulang catatan, serta meninjau buku pelajaran.

Self regulated learning diukur dengan menggunakan Skala Self Regulated Learning yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori 14 strategi self regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000). Jika semakin tinggi skor pada skala maka individu memiliki self regulated learning yang semakin baik. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor self regulated learning maka individu memiliki self regulated learning yang kurang baik.

2. Etnis merupakan kelompok manusia yang terikat oleh kesamaan identitas budaya. Etnis siswa pada penelitian ini yaitu:

a. Etnis Batak adalah individu yang terlahir dari orangtua etnis Batak. Batak yang dimaksudkan disini adalah Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, dan Batak Angkola Mandailing.

b. Etnis India Tamil adalah individu yang terlahir dari orangtua etnis India Tamil.


(51)

C. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti (Hadi, 2000). Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 123 orang, yang terbagi atas 95 orang siswa etnis Batak dan 28 orang siswa etnis India Tamil, dengan karakteristik populasi adalah siswa/i etnis Batak dan Siswa/i etnis India Tamil. Mengingat jumlah populasi 123 orang, maka seluruh jumlah populasi tersebut digunakan dalam penelitian ini.

D. Alat Ukur yang Digunakan

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Hadi, 2000). Metode pengumpulan data yang dijadikan alat ukur dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Self Regulated Learning yang dikemukakan oleh Zimmerman yang meliputi 14 strategi self regulated learning yaitu evaluasi diri, mengatur materi pelajaran, mengatur dan merancang tujuan, mencari informasi, mencatat hal-hal penting, mengatur lingkungan belajar, konsekuensi terhadap diri, mengulang dan mengingat materi, mencari bantuan teman sebaya, mencari bantuan guru, mencari bantuan orang dewasa, mengulang tugas atau tes sebelumnya, mengulang catatan, serta meninjau buku pelajaran.

Skala Self Regulated Learning berbentuk skala Likert. Aitem-aitem dalam skala ini merupakan pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), S (Sesuai), dan SS (Sangat Sesuai). Skala


(52)

disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable. Adapun nilai untuk setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 4. Bobot penilaian untuk penyataan

favorable yaitu STS=1, TS=2, S=3, SS=4. Sedangkan, bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu STS=4, TS=3, S=2, SS=1. Adapun blueprint skala penelitian disajikan pada tabel 2.

Tabel 2Blueprint Skala Self Regulated Learningdalam Uji Coba No. Strategi Self Regulated

Learning

Aitem Jumlah Bobot

(%)

Fav Unfav

1 Evaluasi terhadap diri 5, 16, 34 24, 51, 59 6 7.14 2 Mengatur Materi

Pelajaran

6, 35, 52 18, 25, 43 6 7.14

3 Mengatur dan

merancang tujuan

1, 48, 79 19, 36, 46 6 7.14

4 Mencari informasi 17, 26, 37 65, 68, 76 6 7.14

5 Mencatat hal-hal penting

27, 72, 84 8, 60, 73 6 7.14

6 Mengatur lingkungan belajar

7, 54, 58 29, 38, 61 6 7.14

7 Konsekuensi terhadap diri

20, 28, 66 39, 74, 77 6 7.14

8 Mengulang dan

mengingat materi

2, 44, 82 9, 41, 55 6 7.14

9 Mencari bantuan teman sebaya

10, 69, 81 21, 30, 78 6 7.14 10 Mencari bantuan guru 3, 40, 67 11, 22, 83 6 7.14 11 Mencari bantuan orang

dewasa

12, 31, 62 45, 70, 80 6 7.14 12 Mengulang tugas atau

tes sebelumnya

13, 42, 56 32, 63, 75 6 7.14

13 Mengulang catatan 4, 14, 71 49, 53, 64 6 7.14

14 Meninjau buku

pelajaran

15, 33, 50 23, 47, 57 6 7.14

Total 42 42 84 99.96


(53)

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas alat ukur

Azwar (2009) mendefinisikan validitas alat ukur adalah sejauh mana alat ukur tersebut mengukur atribut yang seharusnya diukur. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur lewat pengujian isi tes dengan analisis rasional yang disebut validitas isi (content validity).

Validitas isi adalah sejauhmana aitem-aitem alat ukur dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi terbagi atas validitas muka (face validity) dan validitas logik (logical validity). Validitas muka merupakan validitas yang didasarkan pada penampilan (Azwar, 2009). Peneliti merancang alat ukur dengan tampilan fisik yang sederhana. Petunjuk pengisian dibuat sejelas mungkin agar subjek memahami cara pengisian alat ukur.

Validitas logik mengacu kepada sejauhmana isi tes merepresentasikan ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Hal ini dilakukan dengan analisa lewat pendapat profesional (professional judgment), yang mana aitem-aitem dalam skala dinilai kembali oleh orang yang ahli mengenai variabel yang diteliti. Adapun

professional judgment dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing. 2. Reliabilitas alat ukur

Pengujian reliabilitas terhadap hasil ukur skala psikologi dilakukan jika aitem-aitem yang terpilih lewat prosedur analisis aitem telah dikompilasikan menjadi satu. Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur. Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya (Azwar, 2010).


(54)

Pendekatan reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konsistensi internal, yaitu suatu alat ukur hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada kelompok individu sebagai subjek (single trial administration).Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien reliabilitas Alpha

dari Cronbanch yang akan menghasilkan reliabilitas dari skala self regulated learning. Selain itu, teknik ini juga dipandang memiliki nilai praktis dan efisiensi yang tinggi (Azwar, 2009). Penghitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows.

3. Hasil uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur bertujuan untuk mengetahui apakah pernyataan dalam aitem mudah dan dapat dipahami oleh responden dan melihat apakah alat ukur mampu mengungkap hal yang hendak diukur dengan baik (Azwar, 2010). Setelah alat ukur disusun, maka selanjutnya dilakukan uji coba alat ukur. Uji coba Skala

Self Regulated Learning dilakukan pada 112 siswa SMK Swasta Raksana 1. Adapun blueprint hasil uji coba skala akan dijelaskan pada tabel 3.

Tabel 3 Blueprint Skala Self Regulated LearningSetelah Uji Coba No. Strategi Self Regulated

Learning

Aitem Jumlah Bobot

(%)

Fav Unfav

1 Evaluasi terhadap diri 5, 34 24, 51, 59 5 7.57

2 Mengatur Materi Pelajaran 6, 35 18, 25, 43 5 7.57 3 Mengatur dan merancang

tujuan

79 19, 46 3 4.54

4 Mencari informasi 17, 26 65, 68, 76 5 7.57

5 Mencatat hal-hal penting 27, 72, 84 8, 60 5 7.57

6 Mengatur lingkungan belajar

54 29, 38, 61 4 6.06

7 Konsekuensi terhadap diri 28, 66 39 3 4.54

8 Mengulang dan mengingat materi


(55)

Lanjutan Tabel 3

No. Strategi Self Regulated Learning

Aitem Jumlah Bobot

(%)

Fav Unfav

9 Mencari bantuan teman sebaya

69 21, 78 3 4.54

10 Mencari bantuan guru 40, 67 22, 83 4 6.06

11 Mencari bantuan orang dewasa

12, 62 45, 70, 80 5 7.57

12 Mengulang tugas atau tes sebelumnya

13, 42, 56 32, 63, 75 6 9.09

13 Mengulang catatan 4, 14, 71 49, 53, 64 6 9.09

14 Meninjau buku pelajaran 15, 33, 50 23, 47, 57 6 9.09

Total 30 36 66 99.95

%

Setelah uji coba, ditemukan 18 aitem yang gugur pada Skala Self Regulated Learning sehingga jumlah aitem yang dapat digunakan dalam penelitian berjumlah 66 aitem dengan koefisien korelasi aitem total (rix) memenuhi syarat

(rix0,30). Adapun reliabilitas Aplha (α) alat ukur yang diuji cobakan adalah

sebesar 0,96. Sedangkan, koefisien korelasi aitem-aitem bergerak dari 0,312 hingga 0,726.

Pada skala penelitian yang sebenarnya, peneliti melakukan penomoran aitem yang baru mengingat aitem-aitem yang gugur tidak diikutsertakan lagi dalam skala penelitian sebagaimanan tertera pada tabel 4.

Tabel 4 Perubahan Nomor Aitem Skala Self Regulated Learning

No. Strategi Self Regulated Learning

Aitem Jumlah

Fav Unfav

1 Evaluasi terhadap diri 3 (5), 25 (34) 39(51),17 (24), 45 (59)

5

2 Mengatur Materi

Pelajaran

26 (35), 4 (6) 32(43),12(18), 18 (25)

5 3 Mengatur dan merancang

tujuan

62 (79) 13(19), 35 (46) 3 4 Mencari informasi 11(17), 19 (26) 51(65),54 (68),

60 (76)


(56)

Lanjutan Tabel 4

No. Strategi Self Regulated Learning

Aitem Jumlah

Fav Unfav

5 Mencatat hal-hal penting 20(27),58 (72), 66 (84)

5 (8), 46 (60) 5 6 Mengatur lingkungan

belajar

41 (54) 22(29),27 (38), 47 (61)

4 7 Konsekuensi terhadap

diri

21 (28), 52 (66)

28 (39) 3

8 Mengulang dan

mengingat materi

1 (2), 33 (44), 64 (82)

6 (9), 30 (41), 42 (55)

6 9 Mencari bantuan teman

sebaya

55 (69) 14 (21), 61 (78)

3 10 Mencari bantuan guru 29 (40), 53

(67)

15 (22), 65 (83)

4 11 Mencari bantuan orang

dewasa

7 (12), 48 (62) 34 (45), 56 (70), 63 (80)

5 12 Mengulang tugas atau tes

sebelumnya

8 (13), 31 (42), 43 (56)

23 (32), 49 (63), 59 (75)

6 13 Mengulang catatan 2 (4), 9 (14),

57 (71)

37 (49), 40 (53), 50 (64)

6 14 Meninjau buku pelajaran 10 (15), 24

(33), 38 (50)

16 (23), 36 (47), 44 (57)

6

Total 30 36 66

Keterangan:

( ) angka dalam kurung adalah nomor aitem lama

Blueprint skala self regulated learning setelah penomoran ulang disajikan pada tabel 5.

Tabel 5Blueprint Skala Self Regulated Learningdalam Penelitian No. Strategi Self Regulated

Learning

Aitem Jumlah Bobot

(%)

Fav Unfav

1 Evaluasi terhadap diri 3, 25 39, 17, 45 5 7.57

2 Mengatur Materi

Pelajaran

26, 4 32, 12, 18 5 7.57

3 Mengatur dan merancang tujuan

62 13, 35 3 4.54

4 Mencari informasi 11, 19 51, 54, 60 5 7.57

5 Mencatat hal-hal penting 20, 58, 66 5, 46 5 7.57

6 Mengatur lingkungan belajar

41 22, 27, 47 4 6.06

7 Konsekuensi terhadap diri


(57)

Lanjutan Tabel 5

No. Strategi Self Regulated Learning

Aitem Jumlah Bobot

(%)

Fav Unfav

8 Mengulang dan

mengingat materi

1, 33, 64 6, 30, 42 6 9.09

9 Mencari bantuan teman sebaya

55 14, 61 3 4.54

10 Mencari bantuan guru 29, 53 15, 65 4 6.06

11 Mencari bantuan orang dewasa

7, 48 34, 56, 63 5 7.57

12 Mengulang tugas atau tes sebelumnya

8, 31, 43 23, 49, 59 6 9.09

13 Mengulang catatan 2, 9, 57 37, 40, 50 6 9.09

14 Meninjau buku

pelajaran

10, 24, 38 16, 36, 44 6 9.09

Total 30 36 66 99.95%

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan beberapa tahapan kegiatan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang mendukung dalam penelitian terdiri dari:

a) Survey awal

Peneliti memerlukan informasi awal berkaitan dengan fenomena tentang

self regulated learning siswa dengan melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan guru di SMK Swasta Raksana 2. Hasil wawancara ini memberikan informasi mengenai gambaran self regulated learning siswa serta memberikan informasi mengenai kemungkinan melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.


(58)

b) Pencarian referensi

Pada penelitian ini, peneliti hendak mengukur variabel self regulated learning, sehingga menggunakan teori yang dikemukakan oleh Zimmerman (Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000). Selain itu, peneliti juga menggunakan referensi dari berbagai jurnal penelitian yang mendukung variabel yang hendak diukur.

c) Pembuatan alat ukur

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala self regulated learning

yang disusun berdasarkan 14 strategi self regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000). Penyusunan skala ini dioperasionalkan dalam bentuk aitem-aitem dan kemudian dibuat blue print dari skala tersebut. Selanjutnya, peneliti meminta penilaian ahli yaitu dosen pembimbing untuk melihat apakah aitem-aitem tersebut menggambarkan variabel yang hendak diukur.

d) Permohonan izin melakukan penelitian

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti meminta izin kepada pihak SMK Swasta Raksana 2 dengan membawa surat pengantar dari Fakultas Psikologi USU.

e) Uji coba alat ukur

Setelah alat ukur disusun, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba terhadap alat ukur tersebut. Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 7 Desember 2012 di SMK Swasta Raksana 1 dengan jumlah siswa 112 orang.


(59)

f) Revisi alat ukur

Peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala setelah melakukan uji coba aitem. Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas dan raliabilitasnya, maka kemudian peneliti menyusun aitem-aitem tersebut ke dalam alat ukur yang baru untuk digunakan dalam pengambilan data penelitian. Skala dibuat dalam bentuk buku dan kertas A4 dengan huruf Times New Roman ukuran 14.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah alat ukur direvisi, maka dilaksanakan penelitian subjek yang memenuhi ciri-ciri populasi. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan alat ukur berupa skala self regulated learning. Penelitian di lakukan di SMK Swasta Raksana 2 pada tanggal 7 Januari 2013.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data dari skala self regulated learning,

maka dilakukan pengolahan data dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows versi 16.0.

G. Metode Analisa Data

Keseluruhan analisis data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS version 16.0 for windows. Apabila data berdistribusi secara normal maka metode analisa yang digunakan adalah pendekatan statistika parametrik dengan menggunakan analisis independent sample t-test. Akan tetapi, apabila data tidak berdistribusi normal maka analisa data yang digunakan adalah


(1)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

aitem1 205.76 489.415 .327 . .946

aitem2 205.85 482.323 .504 . .945

aitem3 205.59 489.358 .350 . .946

aitem4 205.67 495.828 .111 . .946

aitem5 205.61 492.256 .227 . .946

aitem6 205.47 493.136 .196 . .946

aitem7 205.97 488.622 .320 . .946

aitem8 205.52 489.481 .315 . .946

aitem9 205.76 489.088 .373 . .945

aitem10 206.05 486.457 .439 . .945

aitem11 206.25 483.780 .467 . .945

aitem12 206.02 483.492 .455 . .945

aitem13 205.86 488.809 .316 . .946

aitem14 206.08 482.272 .434 . .945

aitem15 206.11 488.964 .258 . .946

aitem16 206.40 484.307 .408 . .945


(2)

aitem18 205.93 478.085 .662 . .944

aitem19 205.65 484.885 .423 . .945

aitem20 205.76 487.542 .406 . .945

aitem21 205.93 485.052 .379 . .945

aitem22 205.89 483.702 .481 . .945

aitem23 206.07 477.003 .634 . .944

aitem24 206.02 480.696 .538 . .945

aitem25 205.50 489.154 .368 . .945

aitem26 205.59 486.638 .444 . .945

aitem27 205.93 483.249 .415 . .945

aitem28 205.85 478.378 .573 . .944

aitem29 205.46 489.939 .361 . .945

aitem30 206.09 483.295 .458 . .945

aitem31 205.81 485.170 .500 . .945

aitem32 205.95 484.096 .501 . .945

aitem33 205.79 483.643 .477 . .945

aitem34 206.06 491.185 .195 . .946

aitem35 205.93 473.832 .661 . .944

aitem36 205.73 483.182 .480 . .945

aitem37 205.96 482.367 .498 . .945


(3)

aitem39 205.91 483.213 .435 . .945

aitem40 205.83 480.651 .600 . .944

aitem41 205.54 487.414 .435 . .945

aitem42 206.17 480.339 .502 . .945

aitem43 205.86 484.399 .482 . .945

aitem44 205.84 474.842 .666 . .944

aitem45 205.74 486.014 .438 . .945

aitem46 205.84 475.957 .642 . .944

aitem47 205.86 483.104 .498 . .945

aitem48 206.29 490.242 .239 . .946

aitem49 205.85 489.197 .376 . .945

aitem50 206.06 479.431 .606 . .944

aitem51 206.23 480.784 .521 . .945

aitem52 206.01 486.828 .295 . .946

aitem53 205.70 482.392 .527 . .945

aitem54 205.97 476.065 .672 . .944

aitem55 205.68 486.054 .477 . .945

aitem56 205.96 482.203 .447 . .945

aitem57 205.82 489.525 .274 . .946

aitem58 206.02 484.499 .414 . .945


(4)

aitem60 205.95 477.670 .539 . .945

aitem61 205.99 480.779 .514 . .945

aitem62 205.98 482.033 .473 . .945

aitem63 206.14 480.186 .510 . .945

aitem64 205.92 479.813 .581 . .945

aitem65 205.72 480.087 .543 . .945


(5)

Lampiran 4. Hasil Analisis Data Penelitian

a. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

BATAK .172 28 .034 .901 28 .012

INDIA .201 28 .005 .910 28 .019


(6)

b. Uji Wilcoxon rank-sum test

Test Statisticsa

SRL

Mann-Whitney U 1.017E3

Wilcoxon W 1.423E3

Z -1.889

Asymp. Sig. (2-tailed) .059