Latar Belakang The Socio economic development of the buffer zone community of Gunung Ciremai National Park

Kondisi tanah yang subur dan ketersediaan sumberdaya air yang melimpah menjadikan lahan yang subur bagi tumbuhnya berbagai jenis tanaman. Bentuk- bentuk pengembangan kegiatan di daerah penyangga yang dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat sekaligus berperan penting bagi kelestarian kawasan taman nasional dapat diwujudkan melalui pengembangan ekowisata Alikodra 2011 dan konservasi lahan melalui sistem agroforestri, dimana bentuk penggunaan lahan ini sudah lama dipraktekkan oleh masyarakat perdesaan dalam beragam bentuk dan model H de Foresta et al. 2000. Program pengembangan masyarakat di daerah penyangga TNGC telah dilakukan oleh berbagai stakeholder namun belum memberikan hasil yang optimal. Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM telah dilakukan sejak tahun 2001 oleh Perum Perhutani, namun belum dapat mencapai sasaran Yuniandra 2006, pelatihan pemandu ekowisatainterpreter dan pelatihan kerajinan tangan untuk cinderamata telah dilakukan sejak tahun 2009 oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, namun belum dapat diimplementasikan oleh masyarakat dan belum mampu membuat masyarakat menjadi berdaya dan mandiri melalui ketrampilan yang diperolehnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam upaya menjaga kelestarian TNGC, diperlukan adanya pengembangan sosial ekonomi masyarakat daerah penyangga yang dilakukan melalui kegiatan pengembangan masyarakat sesuai dengan potensi taman nasional maupun potensi yang dimiliki oleh masyarakat daerah penyangga, bagi peningkatan kondisi sosial ekonomi dan sikap masyarakat terhadap konservasi TNGC.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan pokok kesejahteraan masyarakat dan kelestarian TNGC yang belum terwujud yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi dan sikap masyarakat terhadap konservasi TNGC pada saat ini ? 2. Apa permasalahan konservasi TNGC yang dihadapi saat ini ? 3. Bagaimana potensi pengembangan sosial ekonomi masyarakat daerah penyangga dalam program ekowisata dan agroforestri untuk mendukung konservasi TNGC ? 4. Bagaimana strategi pengembangan daerah penyangga TNGC khususnya melalui pengembangan ekowisata dan agroforestri ?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah merumuskan pengembangan daerah penyangga, yang mendukung kelestarian TNGC. Adapun tujuan antara dari penelitian ini adalah : 1. Menelaah permasalahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat daerah penyangga TNGC. 2. Melakukan analisis permasalahan konservasi TNGC yang dihadapi saat ini 3. Menganalisis potensi dan melakukan simulasi dinamis pengembangan program ekowisata dan agroforestri di daerah penyangga untuk mendukung konservasi TNGC 4. Merumuskan strategi pengembangan daerah penyangga TNGC khususnya melalui pengembangan ekowisata dan agroforestri.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang konservasi biodiversitas tropika, khususnya yang berbasis pada pengembangan masyarakat. 2. Bagi pengambil kebijakan penelitian ini bermanfaat sebagai dasar dan masukan dalam kebijakan pengembangan daerah penyangga TNGC melalui pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian 3. Bagi masyarakat daerah penyangga TNGC dan dunia usaha, penelitian ini bermanfaat sebagai acuan untuk meningkatkan keterlibatannya dalam pengelolaan TNGC.

1.5 Novelty

Penelitian tentang pengembangan daerah penyangga hingga saat ini masih berbasis pada peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat. Umar 2004 melihat dari sisi valuasi ekonomi agroforestri, Upe 2005 meneliti tentang kesesuaian lahan serta kelayakan usaha pada beberapa pola penggunaan lahan di daerah penyangga, dan Basuni 2005 mengkaji mengenai inovasi institusi daerah penyangga. Beberapa penelitian mengenai pengembangan masyarakat, dapat dilihat fokus kajian seperti yang telah dilakukan oleh Hibbard dan Tang 2004 dengan fokus pada kolaborasi antara pemerintah, lembaga semi pemerintah, NGO dan masyarakat lokal, serta pengembangan peran wanita pada konservasi mangrove. Pengembangan kapasitas masyarakat dalam kepemimpinan, aksi bersama dan hubungan antar organisasi dilakukan oleh Bessant 2005, keuntungan-keuntungan partisipasi bagi anggota masyarakat dan para pelaksana untuk keberlanjutan proses community development Schafft and Greenwood 2003, upaya community development melalui partisipasi pemerintahan, kesejahteraan sosial dan infrastruktur lingkungan Beard 2007, serta pengembangan masyarakat dengan fokus pada kolaborasi antar stakeholder melalui sharing pendanaan sosial Bowen 2005. Penelitian pengembangan sosial ekonomi masyarakat daerah penyangga ini selain bertujuan untuk meningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat, juga mengkaji mengenai sikap masyarakat sebagai faktor penting yang harus diperhatikan dalam upaya mencari dukungan masyarakat untuk upaya konservasi taman nasional. Kebaruan dari penelitian ini adalah bagaimana tujuan peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat dicapai melalui pengembangan program yang bersumber dari potensi taman nasional dan potensi masyarakat daerah penyangga dengan mempertimbangkan aspek sikap masyarakat terhadap konservasi taman nasional, serta melalui strategi pengembangan masyarakat yang lebih memperhatikan aspek kemandirian masyarakat. Muara dari strategi ini adalah terwujudnya kelestarian taman nasional dan kesejahteraan masyarakat daerah penyangga.

1.6 Kerangka Pemikiran

Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan taman nasional memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah MacKinnon 1993; Alikodra 2011 karena adanya berbagai keterbatasan sumber daya dan akses informasi, sehingga mereka banyak bergantung kepada kawasan hutan. Namun ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan taman nasional dapat menurunkan fungsi sosial dan ekologi taman nasional Machlis dan Tichnell 1985, karena daya dukung ekologi kawasan sangat terbatas, sedangkan keinginan manusia tidak terbatas. Oleh karena itu agar kelestarian taman nasional dapat terwujud, maka pendekatan pembangunan yang dapat diimplementasikan adalah melalui peningkatan kapasitas sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan, sebagai kompensasi terhadap masyarakat lokal karena kehilangan akses dengan sumberdaya di daerah inti Poore Sayer 1988. Peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan masyarakat, karena menurut MacKinnon, et al. 1993 kelestarian taman nasional sangat tergantung pada dukungan masyarakat sekitar. Apabila masyarakat memandang pelestarian taman nasional sebagai penghalang, maka akan menggagalkan upaya pelestarian, dan jika upaya pelestarian dianggap sebagai sesuatu yang memberi manfaat, maka masyarakat setempat akan melindungi kawasan tersebut. Agar kelestarian kawasan taman nasional tetap terjaga, maka program yang dikembangkan untuk peningkatan sosial ekonomi masyarakat dilakukan di daerah penyangga, sesuai dengan fungsinya yaitu untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan taman nasional sekaligus bermanfaat bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat perdesaan di sekitarnya Meffe dan Carroll 1994. Pengembangan daerah penyangga taman nasional yang dilaksanakan dengan bersumber pada potensi taman nasional dan potensi daerah penyangga, berpedoman pada Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya, mengatur tentang bentuk-bentuk pemanfaatan yang bisa dilakukan di dalam taman nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang mengatur tentang bentuk pemanfaatan jasa lingkungan, Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam no 44KPTSDj-VI1997 tentang Petunjuk Teknis Pengembangan Daerah Penyangga, serta Surat Edaran Mendagri No. 660.1269VBangda tahun 1999 tentang Pengelolaan Daerah Penyangga. Pengembangan masyarakat daerah penyangga merupakan proses yang dirancang untuk menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih maju, dimana kegiatan ini dilakukan dengan mengedepankan pemanfaatan sumber-sumber yang ada dalam masyarakat serta dilakukan sesuai kemampuan dan kekuatan masyarakat Ife dan Tesoriero 2008. Peran para pihak adalah membantu jika sumber kekuatan dan kemampuan masyarakat tidak tersedia. Pengembangan daerah penyangga yang berbasis pada pengembangan sosial ekonomi masyarakat ini bertumpu pada dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, dengan fokus pada peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. Sikap masyarakat yang mendukung terhadap upaya konservasi TNGC diharapkan terwujud seiring dengan meningkatnya kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sikap yang mendukung akan dapat mengurangi tekanan terhadap kawasan TNGC, sehingga peningkatan luas penutupan hutan TNGC yang merupakan indikasi kelestarian taman nasional dapat terwujud. Berdasarkan potensi yang ada, penelitian ini memfokuskan kegiatan pengembangan sosial ekonomi masyarakat melalui program-program yang mampu menyeimbangkan antara kepentingan kelestarian dan kepentingan ekonomi bagi masyarakat, yaitu melalui program ekowisata dan agroforestri. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian modifikasi dari Poore and Sayer 1988; Ife dan Tesoriero 2008; MacKinnon 1993 Potensi Taman Nasional Daerah Penyangga 1. Potensi biofisik 2. Potensi sosial ekonomi masyarakat Pengembangan sosial ekonomi masyarakat daerah penyangga melalui ekowisata dan agroforestri Sikap masyarakat terhadap konservasi TNGC feedback Kesempatan kerja dan pendapatan -ekowisata -agroforestri Rendahnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Luas penutupan hutan TNGC Kerusakan taman nasional

BAB II. METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitiandilaksanakan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai TNGC wilayah kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat pada bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Mei 2011. 2.2 Penentuan Contoh 2.2.1 Penentuan Wilayah Daerah Penyangga dan Desa Contoh Taman Nasional Gunung CiremaiTNGC terletak di dua kabupatenyaituKabupaten MajalengkadanKabupaten Kuningan, berbatasandengantujuhkecamatan, 18 desa di KabupatenMajalengkadantujuhkecamatan 27desa di KabupatenKuningan. Daerah penelitian ini dibatasi hanya di wilayah Kabupaten Kuningan didasarkan atas empat alasan; 1 56,3 luas kawasan TNGC termasuk dalam wilayah kabupaten Kuningan, 2 60 dari seluruh desa di daerah penyangga dan 64 dari jumlah penduduk di daerah penyangga TNGC berada di Kabupaten Kuningan, 3 Desa-desa di daerah penyangga TNGC yang termasuk dalam zona merah rawan ancaman dan gangguan sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Kuningan serta 4 Luas lahan kritis kawasan TNGC, 60 termasuk dalam wilayah Kabupaten Kuningan Balai TNGC dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan 2010. Pemilihan lima desa contoh yang terletak di daerah penyangga TNGC merupakan desa-desa yang potensial dikembangkan untuk ekowisata dan agroforestri. Penentuanlima desacontohdilakukansecarapurposive sampling, yaitu 1 desa Cisantana dengan obyek wisata Bumi perkemahan, 2 desa Manis Kidul dengan obyek wisata Pemandian Cibulan, dan 3 desa Pajambon dengan obyek wisata air terjun Lembah Cilengkrang, serta potensi agroforestri yaitu 1 desa Karangsari, 2 desa Seda, dan 3 desa Pajambon Gambar 2.