1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat.
1
Baik tidaknya suatu masyarakat ditentukan oleh baik tidaknya keadaan suatu keluarga umumnya pada
masyarakat tersebut. Oleh karena itu, apabila kita menghendaki terwujudnya suatu masyarakat yang baik dan tertib mulailah dari keluarga. Dari institusi keluarga
inilah akan lahir anak-anak yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Dalam kaitannya dengan pembentukan dan pembekalan terhadap generasi-
generasi baru ini maka orang tua yang ada di dalam keluarga tersebutlah yang secara kodrati diserahi tanggung jawab untuk mendidik mereka.
Bagi seorang muslim pendidikan anak ini merupakan tanggung jawab yang sangat penting. Mendidik dan mengajar anak bukan merupakan hal yang
mudah, bukan pekerjaan yang dapat dilakukan serampangan, dan bukan pula hal yang bersifat sampingan. Mendidik dan mengajar anak ini sama kedudukannya
dengan kebutuhan pokok dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang mengaku dirinya memeluk agama yang hanif ini.
2
Bahkan mendidik dan mengajar anak merupakan tugas yang harus dan mesti dilakukan oleh setiap orang
tua karena perintahnya datang dari Allah sebagaimana yang tersimpulkan dari makna firmanNya:
1
Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, h. 2
2
Jamaal Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak: Teladan Rasulullah SAW, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005. Cet. I, h. 23
2
ا ً ر َル ْ ﻢُﻜﻴ ِﻠ ْﻫَأ َ و ْ ﻢُﻜ َ ﺴُﻔْـﻧَأ اﻮُﻗ اﻮُﻨ َ ﻣآ َ ﻦﻳ ِﺬﱠﻟا ﺎ َﻬﱡـﻳَأ َ レ ...
ﱘﺮﺤﺘﻟا
:
٦
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… Q.S. At Tahrim: 6
3
Hal tersebut merupakan peringatan kepada kita agar ketika di dunia sungguh-sungguh dalam mengajarkan dan mengawasi keluarga dan anak-anak
kita, jangan sampai tergelincir pada perbuatan-perbuatan yang melanggar ketetapan agama.
Berdasarkan survey di SMPI Yapkum Depok diketahui bahwa banyaknya kedua orang tua siswa yang bekerja dari pagi sampai sore hari. Sehingga
perhatian mereka terhadap pembentukan akhlak anak kurang maksimal. Konsekuensi dari kurangnya perhatian orang tua ini, pembentukan akhlak siswa
kurang optimal yang mengakibatkan perilaku dan emosional mereka cenderung labil. Apabila tidak dibekali dengan pembinaan keagamaan yang kuat sejak dini,
dikhawatirkan ketika mereka menghadapi zaman globalisasi, mereka tidak mampu menahan godaan yang menghampirinya. Untuk itu peran orang tua sangat
dibutuhkan, terutama pada anak masa pubertas. Masa Pubertas sering juga disebut masa transisi dari sautu tahapan masa
kanak-kanak menuju masa dewasa. Biasanya mulai usia 14 tahun pada anak laki- laki dan usia 12 tahun pada anak wanita. Biasanya anak berada dalam jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA.
4
Masa pubertas ini biasanya anak ingin mencoba hal-hal baru yang belum pernah mereka temukan sebelumnya. Dan juga pada masa ini anak mulai
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa memperdulikan disekitarnya, serta pada masa pubertas ini mereka mulai merasa ingin bebas, tidak ada aturan yang
membelenggu mereka.
3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1999, h. 951
4
Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak Pada Ibadah, Jakarta: Almahira, 2004, h. 48
3
Masa terpenting untuk sebuah pendidikan adalah masa kanak-kanak, yang merupakan masa terpanjang dalam kehidupan manusia. Dengan itu diperlukan
adanya pendidikan akhlak, sehingga ketika mereka beranjak dewasa, mereka sudah terbiasa dengan akhlak yang baik. Oleh karena itu orang tua selaku
pendidik pertama memiliki peran yang sangat menentukan dalam membentuk anak agar memiliki kepribadan yang baik.
Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia al- akhlaq
al-mahmudahal-karimah dan
akhlak tercela
al-akhlaq al-
madzmumahqabihah. Akhlak mulia adalah yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, sedang akhlak tercela adalah akhlak yang harus kita jauhi
jangan sampai kita praktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
5
Akhlak itu tumbuh dan berkembang dari pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh anak-anak sejak ia lahir. Pembinaan akhlak tidak dapat terjadi hanya
melalui pengertian-pengertian tanpa adanya latihan, pembiasaan dan contoh- contoh yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam dengan berangsur-
angsur sesuai dengan pertumbuhan kecerdasannya, sesudah itu, barulah si anak diberikan pengertian-pengertian tentang akhlak. Pertumbuhannya baru dapat
dikatakan mencapai kematangannya pada usia 13-21 tahun. Dalam upaya menjaga diri dan keluarga, tidak ada jalan lain kecuali orang
tua secara penuh bertanggung jawab, menanamkan pendidikan agama Islam kepada anak-anaknya, sehingga dari hasil didikan itu akan terbentuk kepribadian
yang religius, yang terasah kefahamannya dan dapat diaktualisasikan di dunia nyata, serta kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya,
sehingga wewenang lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara pendidikan yang
diperoleh dari keluarga dengan lembaga pendidikan tersebut, sehingga sekolah merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga.
5
Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, Yogyakarta: Debut Wahana Press FISE UNY, 2009, h. 21-22
4
Sejalan dengan pentingnya perhatian orang tua terhadap akhlak anak terutama masa pubertas yang berada dalam jenjang SMP, penulis tertarik untuk
mengkajinya melalui penelitian ilmiah dengan judul: “Pengaruh Perhatian Orang Tua Terhadap Akhlak Siswa Kelas VIII SMPI Yapkum Depok”.
B. Identifikasi Masalah