Analisis Pengaruh LDR, NIM dan BOPO Terhadap ROA Bank Umum Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Analisis Pengaruh LDR, NIM dan BOPO Terhadap ROA

Bank Umum Indonesia

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Marnov P. P. Nainggolan

050501118

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2009


(2)

ABSTRACT

The Performance of a bank is determined by its ability to manage it self in order to get the maximum profit. The used indicator that how we can see a bank might be had good performance, can be seen through The Bank Soundness.. The aim of this research is to find out wheter The Soundness of commercial bank such as LDR, NIM, BOPO as independent variable have significant effect to ROA as dependent variable to achieve high performance to get a maximum profit for the bank. The Result of this research proves that both overall test and parsial LDR, NIM and BOPO have significant effect to the commercial bank’s ROA with confidant interval at 99 %. The independent variable influences the dependent variable up to 71 % and the 29 % remain is explained by other variable which is not included in the estimation model of this research.


(3)

ABSTRAK

Kinerja suatu bank ditentukan oleh seberapa baiknya suatu bank dalam mengelola usahanya sehingga dapat memperoleh profitabilitas yang maksimal. Dalam usahanya untuk memperoleh profit, dapat dilihat melalui indikator tingkat kesehatan yang akan menentukan kinerja bank dalam memperoleh profit yang maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah dengan melihat Tingkat kesehatan bank umum yang menjadi indikator adalah LDR, NIM, BOPO yang merupakan variabel bebas yang akan menjelaskan pengaruhnya terhadap ROA sebagai variabel terikat dalam mencapai kinerja yang maksimal untuk memperoleh profit bagi bank. Hasil penelitian ini membukt ikan bahwa baik secara bersama-sama maupun parsial LDR, NIM dan BOPO mempunyai pengaruh yang signifikan pada kepercayaan 99 % terhadap ROA bank umum di Indonesia. Variabel bebas mampu menjelaskan 71 % terhadap variabel terikat dan sisanya 29 % merupakan variabel-variabel yang tidak termasuk dalam model estimasi.


(4)

Kata Pengantar

Sungguh betapa indah kasih Allah Bapa di Surga, oleh karena Berkat dan Hikmat yang selalu dianugrahkanNya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Merupakan kewajiban penulis untuk menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana di program Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Pengaruh LDR, NIM, dan BOPO terhadap ROA Bank Umum Indonesia”. Dan melalui penelitian kita sebagai mahasiswa ekonomi tentunya dapat melihat kinerja perbankan terutama bank umum di Indonesia dalam menjalankan usahanya dalam memperoleh keuntungan serta memberi peningkatan juga terhadap perekonomian.

Menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelamahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehinga dapat menambah wawasan pengetahuan penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis menyadari bahwa selama ini begitu banyak dukungan semangat melalui doa maupun bantuan secara materi kepada berbagai pihak sehingga skripsi dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :


(5)

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. A. Samad Zaino, MS sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSP sebagai Dosen Pembanding I. 5. Ibu Ilyda Sudardjat, SSi, M.Si sebagai Dosen Pembanding II.

6. Orangtua yang sangat kusayangi, M.Nainggolan dan N. Br. Simatupang serta keempat abangku Josep, Marudut, Marolop, Marliando yang begitu banyak memberi dukungan doa, semangat dan masukan dalam menyelesaikan skrpsi ini.

7. ”EPO5!!!.. U are unforgetable for me”. God Bless and Thanks all...miz u! 8. Teman-Teman Mahasiswa Kebanggaan Bangsa Fakultas Ekonomi terutama

Ekonomi Salute baik angkatan senior maupun junior , kepada Unit Pelayanan KMK FE USU dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu sebagai pemberi motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.


(6)

Akhirnya, penulis berharap supaya penulisan skrpsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.

Medan, Maret 2009 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ...i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...7

1.3 Hipotesis ...7

1.4 Tujuan Penelitian ...8

1.5 Manfaat Penelitian ...8

BAB II URAIAN TEORITIS ...9

2.1 Pengertian Bank ...9

2.2 Klasifikasi Bank...10

2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank...15

2.4 Neraca Bank ...16

2.5 Penilain Kerja...16

2.6 Kesahatan Bank...18

2.7 Kualitas Kredit...23


(8)

2.8.1 Loan Deosit Ratio...29

2.9 Analisis Rentabilitas...30

2.9.1 Return ON Assets...31

2.9.2 Net Interest Margin...34

2.9.3 BOPO...36

BAB III METODE PENELITIAN ...38

3.1 Ruang Lingkup Penelitian...38

3.2 Jenis Dan Sumber Data...38

3.3 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data...38

3.4 Pengolahan Data……. ...39

3.5 Model Analisis...,...39

3.6 Test Of Godness Of Fit…………...40

3.6.1 Koefisien Determinasi...40

3.6.2 Uji F- Statistik ……….……..40

3.6.3 Uji T- Statistik………...…42

3.7 Uji Penyimpangan Klasik……….44

3.7.1 Multikolinieritas………44

3.7.2 Autokorelasi……….………….44


(9)

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...48

4.1 Gambaran Perekonomian Indonesia………...48

4.2 Perkembangan Perbankan Dalam Perekonomian...50

4.3 Perkembangan Bank Umum ...52

4.4 Perkembangan ROA Bank Umum...54

4.5 Perkembangan LDR Bank Uum... ...56

4.6 Perkembangan NIM Bank Umum……….………..58

4.7 Perkembangan BOPO Bank Umum...60

4.8 Analisis Dan Pembahasan...62

4.8.1 Analisis Dan Pengumpulan Data……..………...62

4.8.2 Interpretasi Model...63

4.8.3 Test Of Godness Of Fit...64

4.8.4 Uji Penyimpangan Klasik...70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...74

5.1 Kesimpulan ...74

5.2 Saran ...76

DAFTAR PUSTAKA...78

Lampiran 1...79

Lampiran 2...80


(10)

Lampiran 4...82 Lampiran 5...83


(11)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

2.1 CAMEL 22

2.2 Kriteria Tingkat Kesehatan 28

4.1 Likuidasi 16 Bank Umum 51

4.2 Jumlah (kantor) Bank Umum Indonesia 53

4.3 Perkembangan Roa Bank Umum Indonesia 55

4.4 Perkembangan LDR Bank Umum 57

4.5 Perkembangan NIM Bank Umum 59

4.6 Perkembangan BOPO Bank Umum 61


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

3.1 Kurva Uji F-Statistik 42

3.2 KurvaUji t-statistik 43

3.3 Uji Durbin – Watson 45

4.1 Uji F-Statisitk 66

4.2 Uji t-statistik terhadap LDR 67

4.3 Uji t-statistik terhadap NIM 68

4.4 Uji t-statistik terhadap BOPO 69


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL

1. Data Variabel Penelitian

2. Hasil Uji Regresi

3. Hasil Uji Multikolinearitas LDR (X1), NIM (X2),

dan BOPO (X3)

4. Hasil Uji Multikolinearitas NIM (X2), LDR (X1),

dan BOPO (X3)

5. Hasil Uji Multikolinearitas BOPO (X3), LDR

(X1), dan NIM (X2)


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perekonomian secara keseluruhan akan memperoleh manfaat dari keberadaan suatu bank. Perekonomian mendapatkan manfaat berupa mekanisme alokasi sumber-sumber dana secara efektif dan efisien. Ini yang dinamakan fungsi intermediasi yang dapat dikatakan bahwa bank merupakan penyalur dana dari unit-unit ekonomi yang mempunyai kelebihan dana kepada unit-unit yang kekurangan dana (Sinungan 1993:3). Dengan proses intermediasi seperti ini, bank sebagai lembaga intermediasi berperan penting dalam mobilisasi dana-dana masyarakat untuk diputar sebagai salah satu sumber pembiayaan utama bagi dunia usaha, baik untuk investasi maupun produksi, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bank juga memberikan pelayanan dalam lalu lintas sistem pembayaran sehingga kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan lancar. Dengan sistem pembayaran yang efisien, aman dan lancar maka perekonomian dapat berjalan dengan baik. Selain itu, bank juga berfungsi sebagai media dalam mentransmisikan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral karena kebijakan moneter sendiri bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi. Karena manfaatnya yang begitu penting bagi perekonomian, maka setiap negara berupaya agar perbankan selalu berada dalam kondisi yang sehat, aman dan stabil.


(15)

Kebijakan perbankan pada dasarnya bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan perbankan juga diarahkan untuk menyehatkan bank, baik secara individu maupun perbankan nasional.

Kebijakan 1 Juni 1983, bank-bank pemerintah diberikan kebebasan untuk menetapkan sendiri suku bunga deposito dan pinjaman untuk sektor-sektor yang tidak berprioritas tinggi. Selain itu, pada tanggal 1 Februari 1985, Bank Indonesia memperkenalkan pula piranti operasi pasar terbuka yang berupa Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Kebijakan moneter diharapkan dapat memberi sumbangan dalam menggairahkan sektor produksi dan ekspor sehingga bisa memelihara posisi neraca pembayaran. Akhirnya hal ini memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Kebijakan yang selanjutnya dikeluarkan oleh pemerintah tampak pada Kebijakan 27 Oktober 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter dan perbankan. Pakto juga memberikan kesempatan bagi berkembangnya lembaga-lembaga keuangan bukan bank (LKBB) dan bank. Ketentuan lain yang berkaitan dengan ini adalah tentang batas maksimum pemberian kredit (Legal Lending Limit) kepada debitur dan debitur group, pemegang saham dan pengurus bank.

Dengan deregulasi perbankan 1988, kebijakan ini telah membuka peluang yang lebih luas dan relatif mudah dalam mendirikan dan memperluas daya jangkuan perbankan dan LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank) dikeranakan syaratnya yang


(16)

begitu mudah. Misalnya kita dapat melihat jumlah bank umum meningkat dari 111 buah bank pada tahun 1988 saat deregulasi dimulai menjadi 240 bank pada tahun 1995 yang merupakan jumlah bank tertinggi sebelum krisis moneter 1997/1998. Namun, setelah krisis jumlah bank umum menurun dari 240 buah di tahun 1995 manjadi 145 bank umum pada tahun 2002 dan pada bulan Juni 2004 jumlah Bank umum yang ada di Indoesia sebanyak 133.

Di samping itu, dikemukakan beberapa ketentuan mengenai pembukaan kantor cabang baru untuk memperluas jaringan usaha bank. Pembukaan kantor yang berstatus kantor cabang harus memperoleh izin dari Menteri Keuangan. Untuk memantapkan dan menindaklanjuti penyempurnaan ketentuan perbankan, dikeluarkan pula Paket Kebijakan 29 Januari 1990 (PAKJAN 1990). Kebijakan tersebut menyempurnakan sistem perkreditan, dengan mengurangi secara bertahap ketergantungan bank kepada kredit likuiditas Bank Indonesia. Langkah yang diambil adalah penyederhanaan mekanisme pemberian pinjaman yang tentunya menjamin tersedianya dana bagi pengusaha kecil dan koperasi.

Kinerja Perbankan Indonesia tentunya tidak lepas dari bagaimana sistem perbankan yang diterapkan oleh pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tentunya memiliki maanfaat dan efek terhadap seluruh perekonomian. Tahun 1997 pemerintah telah mencabut izin usaha 16 bank umum swasta nasional atau dengan kata lain melikuidasi. Tindakan tersebut terpaksa dilakukan pemerintah setelah Bank Indonesia sebagai otoritas moneter pemerintahan melihat perkembangan usaha atau kinerja keenambelas bank tersebut dinilai tidak sehat. Sementara, Bank Indonesia


(17)

telah melakukan berbagai upaya penyelamatan. Diantaranya dengan mengganti Dewan Komisaris atau Direksi Bank, memperbaki kualitas aktiva produktif, mencari investor baru baik asing maupun dalam negeri, meminta pemegang saham untuk menambah modal dan lain sebagainya. Namun, tetap saja tidak mampu menunjukkan kinerja yang semakin baik bagi bank yang bersangkutan. Dengan tindakan tersebut pemerintah berupaya untuk memperbaiki kinerja perbankan nasional, karena jika kondisi ini terus berlangsung maka dapat membahayakan kelangsungan usahanya dan merugikan kepentingan nasabah dan masyarakat.

Tetapi di sisi lain tindakan tersebut merupakan upaya dari pemerintah untuk menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat yang sempat hilang terhadap perbankan nasional. Ada beberapa kriteria yang menjadi dasar pemerintah yang telah melakukan pencabutan ijin usaha 16 bank umum swata nasional. Kriteria-kriteria yang dikemukakan oleh Mentri Keuangan RI Mar’ie Muhammad untuk pencabutan izin usaha Bank antara lain adalah :

1. Asset yang dimiliki bank tidak mencukupi untuk memenuhi kewajibannya (baik jangka pendek maupun jangka panjang).

2. Pendapatan Bank tidak cukup utuk menutup biaya operasional bank. 3. Kemampuan bank untuk menghimpun dana masyarakat semakin besar.

4. Teguran maupun usul-usul perbaikan dari Bank Indonesia kurang ditanggapi oleh para pemilik dan pengurus bank bermasalah.


(18)

Mencermati apa yang telah dilakukan pemerintah dengan melikuidasi bank tersebut, sebenarnya ada dua permasalahan penting yakni masalah likuiditas dan disiplin yang dihadapi bagi bank-bank yang dilikuidasi tersebut. Likuiditas yang buruk terlihat pada ketidakmampuan bank menutup kewajiban dan sebagian bank telah menggunakan dana mahal. Menjaga dan memelihara likuiditas adalah merupakan prinsip bagi sebuah bank dalam menjalankan usahanya. Sedangkan untuk masalah kedisiplinan, bank yang dilikuidasi tersebut kurang disiplin dalam menanggapi teguran dan saran perbaikan dari Bank Indonesia serta tidak patuh dalam mengumumkan laporan keuangan yang dipublikasikan di media massa.

Sementara kinerja yang diperlihatkan perbankan dengan melihat indikator keuangan sangat menentukan kinerja bank tersebut. Kinerja keuangan perbankan dapat dilihat dari beberapa indikator keuangan seperti CAR (Capital Adequacy Ratio) yang merupakan sebagai kecukupan pemenuhan KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) sesuai ketentuan berlaku (Pakmei 29,1993), BOPO sebagai suatu indikator rentabilitas perbankan. LDR (Loan Deposit Ratio) untuk menunjukkan sebagai indikator likuiditas perbankan. Termasuk juga ROA (Return ON Asset) serta NIM (Net Interest Margin).

Besarnya porsi kredit yang disalurkan oleh perbankan dalam aktiva bank menunjukan pentingnya peranan kredit dalam rangka menghasilkan pendapatan bunga (Dahlan Siamat 2004:165). Peningkatan pendapatan/keuntungan dari total aktiva yang dimiliki oleh bank dapat menggambarkan kondisi bank dan kemampuan pengelolaannya. Oleh sebab itu, kredit merupakan aktiva yang paling produktif.


(19)

Menilai suatu kinerja lembaga keuangan sangatlah penting. Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank biasanya menggunakan alat ukur. BI selaku otoritas moneter menetapkan ketentuan standarisasi kemampuan menghasilkan pendapatan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat (Kasmir 2002:44). Ini juga berkaitan dengan efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar (Lukman D.Wijaya 2000:120). Hasil yang diperoleh akan menggambarkan kondisi bank umum dan kemampuan pengelolaanya. Misalnya, bank yang memiliki ROA yang makin tinggi dapat dikatakan semakin efisien, karena tingkat pertambahan laba meningkatkan pertumbuhan aset. Dengan melihat indikator tingkat kesehatan suatu bank kita dapat mengetahui pengaruh terhadap kinerja perbankan itu sendiri, sehingga memberikan profitabilitas secara keseluruhan baik bagi bank tersebut serta dunia perbankan Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian melalui penulisan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh


(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penyusunan penelitian ini penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan, yakni :

1. Bagaimanakah pengaruh LDR (Loan Deposit Ratio) terhadap ROA (Return ON Assets) pada Bank Umum di Indonesia ?

2. Bagaimanakah pengaruh NIM (Net Interest Margin) terhadap ROA (Return ON Assets) pada Bank Umum di Indonesia ?

3. Bagaimanakah pengaruh BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) terhadap ROA (Return ON Assets) pada Bank Umum di Indonesia?

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. LDR (Loan Deposit Ratio) memiliki pengaruh yang positif terhadap terhadap ROA (Return ON Assets).

2. NIM (Net Interest Margin) memiliki pengaruh yang positif terhadap ROA (Return ON Assets).

3. BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) memiliki pengaruh yang negatif terhadap ROA (Return ON Assets).


(21)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan LDR (Loan Deposit Ratio) terhadap ROA (Return ON Assets) pada Bank Umum di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan NIM (Net Interest Margin) terhadap ROA (Return ON Assets) pada Bank Umum di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) terhadap ROA (Return ON Assets) pada Bank Umum di Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi industri perbankan dalam mengelola kinerja perusahaannya.

2. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya, khususnya bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.


(22)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Bank

Bank merupakan lembaga keuangan yang yang menawarkan jasa keuangan seperti kredit, tabungan, pembayaran jasa dan melakukan fungsi-fungsi keuangan lainnya secara professional. Keberhasilan bank ditentukan oleh kemampuan mengidientifikasi permintaan masyarakat akan jasa-jasa keuangan, kemudian memberi pelayanan secara efisien, dan menjualnya dengan harga bersaing (Peter S Rose,1993).

Menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998, bank memiliki pengertian yaitu :

1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

2. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau yang berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


(23)

2.2 KLASIFIKASI BANK 1. Menurut Fungsi :

a. Bank Sentral yaitu bank milik pemerintah yang memegang otoritas moneter, dengan tujuan menjaga kestabilan nilai mata uang dalam negeri.

b. Bank Umum yaitu bank yang menerima simpanan dana masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito serta memberikan kredit dalam jangka pendek dan panjang. Atau bisa dikatakan sering disebut juga Bank Komersil.

c. Bank Perkreditan Rakyat yaitu bank yang hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan di mana ruang lingkup operasinya biasanya terbatas.

2. Menurut Kepemilikan :

a. Bank Pemerintah Pusat yaitu bank yang seluruh sahamnya dimiliki pemerintah pusat.

b. Bank Pemerintah Daerah yaitu bank seluruh sahamnya dimilik oleh pemerintah daerah.

c. Bank Swasta Nasional yaitu bank yang seluruh sahamnya dimiliki pihak swasta nasional.

d. Bank Asing yaitu bank yang seluruhnya sahamnya dimiliki pihak asing, yang membuka kantor cabang di Indonesia sedangkan kantor pusatnya berada di luar negeri.


(24)

e. Bank Campuran yaitu bank yang sebagian sahamnya dimiliki pihak asing dan sebagian dimiliki pihak swasta nasional.

3. Menurut Transaksi Valuta Asing :

a. Bank Devisa yaitu bank yang menggunakan lebih dari satu mata uang dalam transaksi perbankan.

b. Bank Non Devisa yaitu bank yang hanya menggunakan satu mata uang (Rupiah) dalam transaksi perbankan.

4. Menurut PerhitunganBiaya dan Pendapatan :

a. Bank Komersil yaitu bank yang menggunakan sistem bunga sebagai sumber pendapatan dan biaya bank. Penabung pasti memperoleh bunga meskipun bank menderita rugi. Peminjam wajib membayar bunga pinjaman meskipun usahanya rugi.

b. Bank Bagi Hasil (Syariah) yaiu bank yang menggunakan sistem bagi hasil antara penabung (kreditur), peminjam (debitur) dan bank dalam penghitungan biaya dan pendapatan. Keuntungan maupun kerugian suatu usaha akan dibagi secara adil sesuai konstribusi dan kesepakatan bersama.

Pengertian dan klasifikasi bank di atas memberikan tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dana, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik, tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup


(25)

masyarakat. Dan ini menjadi komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.

Untuk pengertian bank umum diatas pada dasarnya merupakan fungsi tambahan bank umum dalam hal pemberian pelayanan atau jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya bank umumlah yang dapat melakukan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan tersebut. Bank umum merupakan bank yang paling banyak dan luas kegiatannya yaitu mencakup :

a. Menghimpun dana dari masyarakat (funding)

Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini juga dikenal dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama rekening atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada adalah sebagai berikut :

1. Simpanan Giro (Demand Deposit)

Simpanan giro merupakan simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Kepada setiap pemegang rekening giro akan diberikan bunga yang dikenal dengan nama jasa giro. Besarnya jasa giro tergantung dari bank yang bersangkutan. Rekening giro biasa digunakan oleh para usahawan, baik untuk perorangan maupun perusahaannya. Bagi bank jasa giro merupakan dana murah karena bunga


(26)

yang diberikan kepada nasabah relatif lebih rendah dari bunga simpanan lainnya.

2. Simpanan Tabungan (Saving Deposit)

Merupakan simpanan pada bank yang penarikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Penarikan tabungan dilakukan menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kuitansi atau kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Kepada pemegang rekening tabungan akan diberikan bunga tabungan yang merupakan jasa atau tabungannya. Sama seperti halnya dengan rekening giro, besarnya bunga tabungan tergantung dari bank yang bersangkutan. Dalam praktiknya bunga tabungan lebih besar dari jasa giro.

3. Simpanan Deposito (Time Deposit)

Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu tertentu (jatuh tempo). Penarikannyapun dilakukan sesuai jangka waktu tersebut. Namun saat ini sudah ada bank yang memberikan fasilitas deposito yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. Jenis depositopun beragam sesuai dengan keinginan nasabah. Dalam praktiknya jenis deposito terdiri dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposito on call.

b. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending)

Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama kegiatan lending. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dilakukan melalui pemberian pinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan nama kredit. Kredit


(27)

yang diberikan oleh bank terdiri dari berbagai macam jenis, tergantung dari kemampuan bank yang menyalurkannya. Demikian pula dengan jumlah serta tingkat suku bunga yang ditawarkan. Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dahulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah selisih dari bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum kredit-kredit yang ditawarkan adalah kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit perdagangan, kredit produktif dan kredit profesi.

c. Memberikan jasa-jasa lainnya (services)

Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini memberikan konstribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi misalnya keuntungan dari Spread based semakin mengecil, bahkan cendrung negative spread (bunga simpanan lebih besar dari bunga kredit). Adapun jasa-jasa bank yang ditawarkan adalah kliring, inkaso, transfer, Letter of Credit (L/C), Safe Deposit Box, Bank Card, menerima setoran-setoran, pembayaran-pembayaran, pasar modal dan jasa-jasa lainnya.


(28)

2.3 Prinsip-prinsip Dasar Operasional Bank Umum a. Biaya Total

Untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan, bank umum harus memberikan balas jasa atau kompensasi. Untuk dana deposito, bank umum memberikan balas jasa bunga deposito, sedangkan untuk pinjaman bank umum harus memberikan balas jasa seperti pendapatan bunga bagi para pemberi pinjaman. Untuk menjalankan kegiatan operasional, bank umum memerlukan dana untuk biaya-biaya operasional. Biaya operasional yang paling utama adalah tenaga kerja dan administrasi. Dengan demikian biaya total yang harus dikeluarkan bank umum adalah biaya dan ditambah biaya operasional.

b. Pendapatan Total

Bank umum memperoleh pendapatan atas dana-dana yang disalurkan berupa bunga yang dibayar debitur dan jasa-jasa yang diberikan bank. Bank umum memperoleh pendapatan berupa fee.

c. Laba

Bank akan memperoleh laba bila pendapatan total (total revenue) lebih besar dari biaya total (total cost). Laba bank akan bertambah besar apabila peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan penambahan biaya total yang lebih kecil. Sekalipun pendapatan menurun, bank dapat saja meningkatkan laba bila penurunan pendapatan tersebut diimbangi dengan penurunan biaya yang lebih besar.


(29)

2.4 Neraca Bank

Untuk mempermudah pemahaman bagaimana bank beroperasi, perlu dipahami sebagaimana halnya dalam neraca perusahaan, neraca bank juga merupakan persamaan dari :

TOTAL ASSET = Kewajiban + Modal

Neraca bank menggambarkan sumber-sumber dana dan penggunaan dana bank. Bank mendapat dana dengan cara menerima simpanan giro, tabungan dan deposito berjangka kemudian mengalokasikannya dengan memberi pinjaman atau membeli surat-surat berharga. Bank memperoleh pendapatan dari bunga kredit atau surat-surat berharga. Agar bank mendapatkan margin, maka tingkat bunga kredit harus lebih tinggi dari biaya yang dibayarkan kepada pemilik dana. Penyaluran dana dalam bentuk kredit mendominasi aset bank. Sementara dana masyarakat merupakan sumber utama dana bank terutama dalam bentuk giro, tabungan dan deposito berjangka.

2.5 Penilaian Kinerja

Kinerja bisa dikatakan seberapa baik hasil yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan atau target yang telah ditetapkan dan yang pada akhirnya untuk dapat mendukung perekonomian sehingga tercapai kesejahteraan. Kinerja perbankan sendiri dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah terjadi krisis perbankan, perhatian pemerintah di berbagai negara termasuk Indonesia terhadap kebijakan pengaturan dan pengawasan bank semakin


(30)

besar. Perhatian tersebut antara lain karena semakin disadari arti penting dan peran strategis sektor perbankan dalam suatu perekonomian. Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat sistemik akan dapat mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu perekonomian. Kajian yang dilakukan Lindgren (1996) menunjukkan bahwa banyak negara yang perekonomian rusak sebagai akibat tidak sehatnya sektor perbankan. Sektor keuangan, terutama di negara-negara berkembang, masih didominasi oleh lembaga perbankan. Di Indonesia, misalnya, menurut Yunus Husein (2003), industri perbankan menguasai sekitar 93% dari total industri keuangan. Dalam kondisi yang demikian, apabila lembaga perbankan tidak sehat dan tidak befungsi secara optimal, maka dapat dipastikan akan berakibat pada terganggunya kegiatan perekonomian. Menurut Andrew Crocket (!997) stabilitas dan kesehatan sektor perbankan sebagai bagian dari stabilitas sektor keuangan yang terkait erat dengan kesehatan suatu perekonomian.

Kinerja perbankan tersebut dapat diukur dengan menggunakan (Kidwell & Peterson, 1981 : 274) :

 Rata-rata tingkat bunga pinjaman  Rata-rata tingkat bunga simpanan  Profitabilitas perbankan

Ketiga ukuran di atas dapat kita uraikan menurut sudut pandang yang berbeda-beda, baik itu dari sudut pandang pemilik (private performance) ataupun dari sudut sosial (social performance). Misalnya,tingkat bunga pinjaman yang rendah akan dinilai baik oleh pemerintah karena dilihat dari sudut pandang sosial, tetapi hal


(31)

ini belum tentu baik jika dilihat dari sudut pandang pemilik sehingga ini yang membuat tingkat bunga pinjaman dan tingkat bunga simpanan menjadi indikator yang lemah dalam penilaian kinerja suatu bank.

Untuk profitabilitas menjadi alat ukur kinerja yang tepat (Gilbert : 1984). Profitabilitas mencerminkan seberapa besar kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan dan ini ditunjukan melalui tingkat kesehatan bank.

2.6 Kesehatan Bank

Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Sama seperti manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank yang tidak sehat, bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi kepada pihak lain juga. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat sebagai pemilik dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat dan bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh nasabahnya.

Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Dalam peraturannya, Bank Indonesia mengatur kualifikasi sektor manajemen dan usaha setiap bank dengan tujuan mengendalikan kompleksitas usaha bank dan risiko yang dimilikinya, sehingga diharapkan terciptanya perbankan yang dapat mengakomodir kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank dan Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasan bank. Dalam


(32)

perkembangannya Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang menyatakan tingkat kesehatan dan berfungsi sebagai alat pengukur atas suatu kondisi laporan keuangan bank pada periode dan saat tertentu sesuai standard yang berlaku.

Peraturan itu dimulai dari Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang menyebutkan beberapa ketentuan adalah sebagai berikut :

1. Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

2. Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

3. Bank wajib memlihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Kemudian peraturan di atas diperlengkap dengan peraturan Bank Indonesia No. 10 tahun 1998 yang menyatakan bahwa tingkat kesehatan suatu bank didasarkan atas :

1. Faktor Permodalan 2. Faktor kualitas Aktiva

3. Faktor Manajemen dengan Penekanan pada Manajemen Umum dan Manajemen Resiko.

4. Faktor Rentabilitas 5. Faktor Likuiditas


(33)

6. Pelaksanaan ketentuan lain yang mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank.

Selanjutnya Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, di mana untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif dan prudent di dunia perbankan Indonesia. Dan peraturan pemerintah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia di atas mengenai alat ukur penilaian tingkat kesehatan perbankan mencakup penilaian faktor CAMEL atau sering disebut Analisis CAMEL yakni :

1. Aspek Permodalan (Capital)

Penilaian pertama adalah aspek permodalan suatu bank. Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yand didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilain tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan BI. Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko. Ketentuan pencapaian CAR yang ditetapkan pemerintah memerlukan waktu, sehingga pemerintahpun memberikan waktu sesuai dengan ketentuan. Apabila sampai waktu yang telah ditentukan, target CAR tidak tercapai, maka bank yang bersangkutan akan dikenai sanksi.

2. Aspek Kualitas Aset (Asset)

Aspek yang kedua adalah mengukur kualitas aspek bank. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah untuk menilai jenis-jenis aset yang dimiliki bank. Penilaian aset oleh Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva


(34)

produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio dapat dilihat dari neraca yang dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.

3. Aspek Kualitas Manajemen (Management)

Aspek yang ketiga meliputi penilaian kualitas manajemen bank. Untuk melihat kualitas manajemen dapat dilihat hari kualitas manusianya dalam mengelola bank. kualitas manusia juga dapat dilihat dari segi pendidikan dan pengalaman para karyawan dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas.

4. Aspek Earning

Merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilakukan dalam suatu periode. Kegunaaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat efiiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat di atas standard yang telah ditetapkan. Penilaian ini meliputi :

a. Rasio Laba terhadap Total Aset (ROA)

b. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) c. Net Interest Margin (NIM)


(35)

5. Aspek Likuiditas (Likuidity)

Aspek kelima penilaian terhadap aspek likuditas bank. Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan mampu membayar semua hutangnya terutama hutang-hutang jangka pendek. Dalam hal ini yang dimaksud hutang-hutang jangka pendek yang ada di bank antara lain adalah simpanan masyarakat seperti simpanan tabungan, giro dan deposito. Dikatakan likuid jika pada saat ditagih bank mampu membayar. Kemudian bank juga harus dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Penilaian dalam aspek ini meliputi :

a. Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancar.

b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank KLBI, giro, tabungan, deposito dan lain-lain.

Tabel 2.1 Faktor-faktor yang Dinilai dan Bobotnya

Faktor yang dinilai Bobot

1. Capital

(Permodalan)

25 % 2. Asset

(kualitas Aktiva produktif)

30 % 3. Management

(Manajement)

25 % 4. Earning

(Rentabilitas)

10 % 5. Liquidity

(Likuiditas)

10 % Sumber:Surat Edaran Bank Indonesia, 30 April 1997


(36)

Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasikan komponen dari masing-masing faktor. Selanjutnya, faktor dan komponen diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank. Penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit (reward system) yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampai 100. Berdasarkan hasil penilaian atas dasar bobot, kemudian ditetapkan 4 predikat tingkat kesehatan bank yaitu :

a. Sehat, jika nilai kredit 81 sampai 100

b. Cukup sehat, jika nilai kredit 66 sampai dengan kurang 81 c. Kurang sehat, jika nilai kredit 51 sampai dengan kurang 66 d. Tidak sehat, jika nilai kredit 0 sampai dengan kurang 51 2.7 Kualitas Kredit

Hidup matinya suatu bank sangatlah dipengaruhi oleh jumlah kredit yang disalurkan dalam suatu periode. Artinya semakin banyak kredit yang disalurkan semakin besar pula perolehan laba (Kasmir :119). Bahkan hampir semua bank masih mengandalkan penghasilan utamanya dari jumlah penyaluran kredit (spread based), di samping dari penghasilan atas fee based yang berupa biaya-biaya dari jasa-jasa bank lainnya yang dibebankan pada nasabah.

Dalam praktiknya banyaknya jumlah kredit yang disalurkan juga harus memperhatikan kualitas kredit tersebut. Artinya semakin berkualitas kredit yang disalurkan atau kredit yang diberikan, akan memperkecil resiko terhadap kemungkinan kredit tersebut bermasalah. Dalam hal ini prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit perlu memperhatikan kualitas kredit. Bukan tidak mungkin


(37)

kredit yang jumlahnya cukup banyak akan mengakibatkan kerugian apabila kredit yang disalurkan tersebut ternyata tidak berkualitas dan mengakibatkan kredit tersebut bermasalah. Oleh karena itu, dalam melepaskan kreditnya agar berkualitas, pihak perbankan perlu memperhatikan dua unsur yaitu sebagai berikut :

1. Tingkat perolehan laba (return), artinya jumlah laba yang akan diperoleh atas penyaluran kredit. Jumlah perolehan laba tersebut terus harus memenuhi ketentuan yang berlaku apabila ingin dinilai baik kesehatannya. 2. Tingkat resiko (risk). Artinya tingkat resiko yang akan dihadapi terhadap

kemungkinan melesetnya perolehan laba bank dari kredit yang disalurkan. Dalam memenuhi tingkat perolehan laba bank agar dikatakan dapat memenuhi kriteria ketentuan yang berlaku, perbankan harus memperhatikan empat faktor seperti di bawah ini agar kesehatan bank dapat diukur sesuai ketentuan tersebut.

1. Tingkat Return ON Assets (ROA) 2. Return ON Equity (ROE)

3. Timing of Return (waktu perolehan laba) 4. Future Prospect (prospek ke dapan)

Selanjutnya, tingkat perolehan laba bank juga harus mengetahui resiko-resiko yang akan dihadapinya. Resiko ini merupakan kondisi dan situasi yang akan dihadapi di masa yang akan datang yang sangat besar pengaruhnya terhadap perolehan laba bank. Secara umum jenis-jenis resiko yang mungkin atau bakal dihadapi meliputi sebagai berikut :


(38)

1. Resiko Lingkungan

Resiko yang berkaitan dengan lingkungan perbankan terutama yang berkaitan dengan lingkungan luar (eksternal) perbankan. Resiko lingkungan terdiri dari resiko ekonomi, resiko kompetisi dan resiko peraturan.

2. Resiko Manajemen

Resiko yang berkaitan dengan resiko dari dalam perusahaan (internal) seperti resiko organisasi, resiko kemampuan dan resiko kegagalan.

3. Resiko Penyerahan

Resiko penyerahan ini juga lebih terpengaruh oleh internal bank seperti resiko operasional, resiko teknologi dan resiko strategik.

4. Resiko Keuangan

Resiko keuangan bekaitan dengan pengaruh internal dan eksternal bank seperti resiko kredit, resiko likuiditas, resiko suku bunga dan resiko internasional.

Untuk menentukan berkualitas atau tidaknya suatu kredit perlu diberikan ukuran-ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit menurut ketentuan sebagai berikut :


(39)

1. Lancar (pas)

Dikatakan lancar apabila :

a. Pembayaran angsuran pokok dan atau bunga tepat waktu. b. Memiliki mutasi rekening yang aktif

c. Bagian dari kredit dijamin dengan agunan tunai (cash collateral). 2. Dalam Perhatian Khusus (special mention)

Dikatakan dalam perhatian khusus apabila :

a. Terdapat tunggakkan pada angsuran pokok atau bunga yang belum melampaui 90 hari.

b. Terjadi cerukan

c. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang disepakati. d. Mutasi Rekening relatif aktif dan didukung oleh pinjaman baru. 3. Kurang Lancar (substandard)

Dikatakan kurang lancar apabila :

a. Terdapat tunggakkan pembayaran angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 90 hari.

b. Sering terjadi cerukan

c. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak lebih dari 90 hari. d. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah.

e. Adanya indikasi masalah pada keuangan debitur. f. Dokumen pinjaman yang lemah.


(40)

4. Diragukan (doubtful)

Dikatakan diragukan apabila :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 180 hari.

b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen. c. Adanya wanprestasi lebih dari 180 hari. d. Terjadi kapitalisasi bunga.

e. Dokumen hukum uang lemah, baik pada perjanjian dan jaminan. 5. Macet (loss)

Dikatakan macet apabila :

a. Terdapat tunggakkan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari.

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.

c. Jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai yang wajar, baik dari segi hukum dan kondisi pasar.

Selanjutnya, dalam hubungannya dengan tingkat kesehatan bank ditetapkan melalui kriteria sebagaai berikut :


(41)

Tabel 2.2

No Kriteria Bobot

1 Permodalan (Capital Adequacy Ratio) 20,0 % 2 Aktiva Produktif

a. Non Performing Loan (NPL) b. Pemenuhan PPAP

12,5 % 7,5 % 3 Rentabilitas

a. Return On Assets b. Return On Equity

10.0 % 10.0 % 4 Likuiditas

a. Loan to Deposit Ratio

b. Pertumbuhan kredit/pertumbuhan dana

15,0 % 5,0 % 5 Efisiensi

a. Beban Operasional/Pendapatan Opersional b. Net Interest Margin (NIM)

10,0 % 10,0 %

T O T A L 100,0 %

2.8 Analisis Likuiditas

Bank dalam melakukan analisis perencanaan likuiditas pertama-tama harus mengidentifikasi kebutuhan utama likuiditas. Kemudian membandingkan kebutuhan tersebut dengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank saat itu. Analisis ini selanjutnya dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya melalui klasifikasikan kas sumber-sumber dana utama bank berdasarkan sifat dananya yang stabil atau tetap dan yang berfluktuasi. Kemudian estimasi masing-masing sumber dana utama bank itu


(42)

serta perlu dianalisis juga fluktuasinya dengan memperkirakan situasi ekonomi, keuangan, bisnis dan persaingan yang ada. Lalu perlu dikelompokan jenis aktiva yang likuid dan tidak likuid. Umumnya bank yang menganut konsep konservatif tidak mamasukkan kredit yang disalurkan sebagai komponen sumber likuiditas. Pengelompokan tersebut dimaksudkan unutuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya dari aktiva lancar yang dimilikinya. Setelah itu, Bandingkan total aktiva lancar dengan dana yang berubah-ubah. Apabila perbandinganya tersebut hasilnya sama dengan satu, berarti keadaan likuiditas seperti ini disebut dengan Balance Liquidity Position.

Ada beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas bank selain yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat suatu rasio umum sebagai indikator likuiditas bank yang disebut Loan Deposit Ratio (LDR).

2.8.1 Loan Deposit Ratio

Loan Deposit Ratio atau bisa diartikan sebagai rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi pinjaman nasabahnya (Julius R.L :23). Rasio ini menggambarkan sejauh mana simpanan digunakan untuk pemberian pinjaman. Semakin besar kredit maka pendapatan yang diperoleh meningkat, karena pendapatan meningkat secara otomatis laba juga akan mengalami kenaikan.

LDR = Kredit Total Deposito


(43)

Rasio yang tinggi menunjukkan suatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau relatif tidak liquid. Sebaliknya rasio yang rendah menunjukan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat untuk memberi isyarat apakah suatu pinjaman masih dapat mengalami ekspansi atau sebaliknya harus dibatasi.

Dalam membicarakan masalah LDR maka yang perlu kita ketahui adalah tujuan penting dari perhitungan LDR. Tujuan perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai seberapa jauh suatu bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan operasinya. Dengan kata lain, LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank.

2.9 Analisis Rentabilitas

Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Analisis rentabilitas juga dimaksudkan untuk mengukur produktivitas aset yaitu kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan aktiva yang dimilikinya dan juga mengukur efisiensi penggunaan modal.

Bank Indonesia menilai kondisi rentabilitas perbankan di Indonesia didasarkan beberapa indikator, yaitu :


(44)

a. Return ON Assets (ROA) atau tingkat Pengembalian Aset

b. Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) c. Net Interest Margin (NIM)

Dalam perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini biasanya dicari hubungan timbal balik antar pos, yang terdapat pada laporan laba rugi ataupun hubungan timbal antarpos, yang terdapat pada laporan laba rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan.

2.9.1 Return ON Assets (ROA)

Menurut Bringham, Roa diartikan sebagai perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan aset total dalam menjalankan usaha selama kurun waktu yang telah ditentukan. Ada tiga unsur pokok yaitu keuntungan, kekayaan dan waktu. Biasanya unsur waktu ini bias dihilangkan dengan anggapan bahwa kurun waktu yang dipakai satu tahun. Dari pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa ROA adalah salah satu alat yang penting dalam menilai kinerja keuangan dari suatu lembaga keuangan. Dilihat dari rumusnya maka semakin tinggi ROA yang diperoleh suatu perusahaan maka dapat diartikan lembaga keuangan tersebut memiliki kinerja keuangan yang makin baik.

Sebenarnya ada suatu pengukuran yang hampir sama dengan ROA yaitu yang disebut dengan ROE (Return ON Equity). ROE merupakan perbandingan antara keuntungan dengan equity (kepemilikan murni) dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Kepemilikan di sini diartikan bahwa seluruh nilai kekayaan dari lembaga


(45)

keuangan dikurangi hutang yang dimilikinya. Jadi merupakan kekayaan murni tanpa hutang dari perusahaan tersebut. Dengan demikian angka ROE selalu lebih tinggi dari ROA dan lebih mencerminkan perkembangan dari kepemilikan yang sebenarnya.

Tidak selamanya suatu perusahaan itu memperoleh keuntungan, ada kalanya mengalami kerugian. Kerugian ini merupakan kebalikan dari keuntungan. Keuntungan akan menambah kekayaan untuk periode berikutnya, sedangkan kerugian akan mengurangi kekayaan periode selanjutnya. Dengan demikian apabila perusahaan mengalami kerugian maka angka ROA maupun ROE yang diperoleh menjadi angka yang negatif, karena saat terjadi kerugian, angka yang dipakai dalam perhitungan ROA dan ROE adalah angka yang negatif.

Terdapat berbagai tehnik analisis dari berbagai rasio keuangan yang dapat dipergunakan untuk melakukan penilaian kinerja suatu bank. Salah satunya yang telah dibahas sebelumnya adalah ROA (Return ON Assets). ROA yaitu rasio antara laba setelah pajak dengan total aset. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan suatu peruasahaan menghasilkan tingkat keuntungan dengan keseluruhan aktiva yang tersedia dalam bank.

ROA = Pendapatan Bersih Setelah Pajak Total Aktiva

x 100 %

Laba bersih setelah pajak adalah laba bersih setelah pajak yang dihasilkan oleh bank di mana tercantum di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh bank. Sedangkan total aset adalah total aktiva yang dimiliki oleh bank yang tercantum dalam laporan keuangan bank tersebut.


(46)

Berdasarkan formula di atas, maka ROA merupakan hasil perkalian antara tingkat profitabilitas bank dengan tingkat efisiensi pengguna aktiva. Bila ROA meningkat berarti tingkat profitabilitas serta efisiensi penggunaan aktiva meningkat juga.

Komposisi Perhitungan ROA 1. Tingkat Profitabilitas

Tingkat profitabilitas dapat dievaluasi dengan mengguanakan indikator margin keuntungan (profit margin)

Profit margin =

Pendapatan Total laba bersih setelah pajak

Profit margin yang semakin besar menunjukkan pertumbuhan laba bersih setelah pajak lebih tinggi dibanding pertumbuhan pendapatan total. Laba bersih setelah pajak akan semakin besar bila selisih positif antara total pendapatan dikurangi dengan total biaya semakin besar. Untuk memperbesar selisih keduanya maka perlu perbaikan di sisi biaya dan pendapatan. Pada pendapatan, bank umum harus meningkatkan jumlah dan kualitas aktiva produktif. Sementara pada biaya, penghematan tanpa menurunkan kualitas pelayanan, karena biaya total terdiri atas biaya bunga dan non bunga. Maka efisiensi penggunaan dana dan penggunaan faktor produksi non dana terutama tenaga kerja sangat dibutuhkan.


(47)

2. Tingkat Penggunaan Aktiva

Ukuran tingkat penggunaan aktiva (asset utilization) adalah rasio antara total pendapatan dengan total aktiva.

Asset Utilization =

Total Asset Total Revenue

Tingkat penggunaan aktiva yang semakin baik disebabkan pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dari pertumbuhan aktiva. Karena itu pendapatan bunga dan non bunga harus ditingkatkan dengan cara memperbanyak dan meningkatkan kualitas aktiva produktif, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas produk jasa-jasa perbankan.

Berdasarkan uraian di atas, walaupun perhitungan ROA sangat sederhana, namun angka yang dihasilkan memberikan gambaran kemampuan pengelolaan atau manajemen bank umum tersebut. Dengan demikian ROA cukup baik digunakan untuk menilai tingkat kesehatan/kinerja bank umum dan tentunya prospek kedepan sebuah bank umum.

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menetapkan angka ROA ≥ 2 %, agar bank umum dapat dikatakan dalam kondisi sehat.

2.9.2 Net Interest Margin (NIM)

Kondisi rentabilitas suatu bank memberikan gambaran peningkatan kesahatan suatu bank yang baik. Rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase/kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh


(48)

modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba. Di sini termasuk juga NIM (Net Interest Margin) yang merupakan indikator rentabilitas sebagai rasio keuangan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Atau dapat dilihat ke dalam bentuk rumusan di bawah ini :

NIM = Pendapatan Bunga – Biaya Bunga Total Aktiva

x 100 %

Ini berkaitan juga dengan aspek Earning. Salah satu aspek penilain tingkat kesehatan suatu bank, di mana kegunaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank bersangkutan. Semakin besar angka rasio ini, tetunya akan semakin baik bagi kesehatan perbankan, karena berhasil memperoleh profitabilitas dalam mengelola aktivanya.

Biaya bunga atau sering disebut juga cost of money yaitu biaya atas dana-dana bank seperti bunga deposito, bunga tabungan, jasa giro dan bunga pinjaman pada Bank Indonesia (bunga kredit likuiditas, bunga pinjaman antar bank dan bunga pinjaman pada pihak ketiga lainnya yang bukan bank. Sedangkan pendapatan bunga merupakan penghasilan/pendapatan terbesar bank yang diperoleh dari bunga setiap jasa-jasa bank yang ada.


(49)

2.9.3 Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

Untuk mengukur efisiensi bank, salah satu indikator yang dipakai adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO). Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional termasuk beban bunga dan pendapatan opersional termasuk pendapatan bunga. Semakin besar rasio BOPO, maka semakin tidak efisien suatu bank. Efisiensi bank dikatakan membaik ditunjukkan oleh penurunan nilai BOPO.

Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Berdasarkan Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001, maka rasio ini dirumuskan :

BOPO = Biaya Operasional Pendapatan operasional

x 100 %

Rasio BOPO (Biaya Opersional terhadap Pendapatan Operasional) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Nilai BOPO (Biaya Opersional terhadap Pendapatan Operasional) yang ideal agar suatu bank dinyatakan efisien adalah 70% - 80%. Bank Indonesia


(50)

menetapkan BOPO ≥ 80% agar sebuah bank umum dapat dikatakan dalam kondisi sehat.

Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya dan hasil bunga.

Secara teoritis, biaya bunga ditentukan berdasarkan perhitungan cost of loanable funds (COLF) secara weighted average cost, sedangkan penghasilan bunga sebagian terbesar diperoleh dari interest income (pendapatan bunga) dari jasa pemberian kredit kepada masyarakat, seperti bunga pinjaman, provisi kredit, appraisal fee, commitment fee, syndication fee dan lain-lain.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis tingkat kesehatan Bank Umum di Indonesia, yakni LDR (Loan Deposit Ratio), NIM (Net Interest Margin) ,BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) dan ROA (Return ON Asset) pada kurun waktu 2004-2008 (dalam bulanan).

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yakni melalui Bank Indonesia kantor Cabang Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Sumatera Utara.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penulisan yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, dan laporan-laporan penelitian ilmiah yang ada hubungan dengan topik yang diteliti. Sedangkan untuk teknik pengumpulan data yang


(52)

dipergunakan adalah melakukan pencatatan secara langsung data perbankan di Indonesia pada kurun waktu 2004-2008 (dalam bulanan).

3.4 Pengolahan Data

Dalam melakukan pengolahan data penelitian, penulis menggunakan program Eviews 4.1.

3.5 Model Analisis

Model Analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Teknik analisis yang digunakan adalah model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square atau OLS).

Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistika yaitu persamaan linier berganda. Model persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y = f ( X1, X2, X3 ) ………...( 1 )

Kemudian fungsi tersebut ditranformasikan ke dalam model persamaan regresi linier berganda dengan spesifikasi menggunakan model semi-log sebagai berikut :

LogY = α + β1X1+ β2X2 +β3X3 + µ ………( 2 ) Di mana :

Y = ROA (Return ON Asset) dalam satuan % = Intercept

β1β2β3 = Koefisien regresi


(53)

X2 = NIM (Net Interest Margin) dalam satuan %

X3 = BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) dalam

satuan %

µ = Term of error

Bentuk hipotesis diatas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: Artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (LDR), maka Y (ROA)

mengalami kenaikan, ceteris paribus.

Artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (NIM), maka Y (ROA)

Mengalami kenaikan, ceteris paribus.

Artinya jika terjadi kenaikan pada X3 ( BOPO), maka Y (ROA)

mengalami penurunan, ceteris paribus.

3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel dependen . Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0< R2≤1).

3.6.2. Uji F-statistik

Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : ∂Y

∂X1

> 0

∂Y ∂X2

> 0

∂Y ∂X3


(54)

2 1

0 :b b

H ≠ ...bk = 0 (tidak ada pengaruh) 0

:b2 =

Ha ... i = 1 (ada pengaruh) Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen

secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F-hitung =

( )

(

R

)

(

n k

)

k R

− − 2 −

2

1

1

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel independen n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan : 0

: 1 2

0 β =β =

H H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel

independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

0 :β1 ≠β2 ≠ a

H Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel

independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(55)

3.6.3. Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : bi = b

Ha : bi ≠b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter

hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal

ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :

t-hitung =

(

)

Sbi b bi


(56)

Dimana :

bi = Koefisien variabel independen ke-i

b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : β =0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Ha : β ≠0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara


(57)

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1. Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung, dan standart error.

Adanya multikolinearity ditandai dengan : • Standard error tidak terhingga

• Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada = 1%, = 5%, = 10% • Membandingkan R2 regresi pertama dengan R2 regresi variabel-variabel

independent • R2 sangat tinggi.

3.7.2. Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial Correlation didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorelasi tidak terdapat didalamnya distribusi atau gangguan i dilambangkan dengan :

(

i : j

)

=0

E µ µ ij

Ada beberapa cara untuk menguji keberadaan autokorelasi, yaitu : 1. Dengan menggunakan atau memplot grafik


(58)

2. Dengan D-W Test (Uji Durbin-Watson)

Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut : Dw-hitung =

− −

2 2 1)

(

t t t

e e e

Dengan hipotesis sebagai berikut : ,

0 :

0 ρ =

H artinya tidak ada autokorelasi ,

0 :ρ ≠

a

H artinya ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai . Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

Gambar 3.3 Kurva Durbin-Watson


(59)

Keterangan :

H0 : Tidak ada korelasi

DW<dl : Tolak H0 (ada korelasi positif)

DW>4-dl : Tolak H0 (ada korelasi negatif)

du<DW<4-du : Terima H0 (tidak ada korelasi)

dl≤Dw<4-du : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive) (4-du)≤Dw≤(4-dl) : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive) 3.8. Defenisi Operasional

1. ROA (Return on Assets) adalah rasio antara pendapatan bersih bank setelah pajak dengan total aktiva yang merupakan indikator pengukuran kemampuan manajemen bank untuk memperoleh profitabilitas secara keseluruhan.

ROA = Pendapatan Bersih Setelah Pajak Total Aktiva

x 100 %

2. LDR (Loan Deposit Ratio) adalah rasio antara kredit (jumlah dana yang disalurkan) dengan total deposito (Simpanan Giro, tabungan, deposito) yang merupakan indikator kemampuan bank dalam mambayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan. LDR = Kredit

Total Deposito x 100 %

3. NIM (Net Interest Margin) adalah rasio antara selisih pendapatan dan biaya bunga dengan total aktiva yang merupakan indikator rentabilitas bank.


(60)

NIM = Pendapatan Bunga – Biaya Bunga Total Aktiva

x 100 %

4. BOPO adalah rasio total biaya operasional (biaya bunga dan biaya operasional lainnya) dengan total pendapatan operasional (pendapatan bunga dan pendapatan operasional lainnya) yang merupakan indikator pengukuran tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya.

BOPO = Biaya Operasional Pendapatan operasional


(61)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Perekonomian Indonesia

Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia. Merupakan sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua yang akan memberikan keuntungan begitu banyak yang berguna bagi pambangunan perekonomian. Oleh karena itu, Indonesia secara keseluruhan baik pertanian dan perniagaan memberikan pengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini. Perekonomian Indonesia tumbuh dengan dinamika sesuai dengan alkuturasi kebudayaan yang terjadi sehingga lkut membuat perubahan sistem-sistem perekonomian yang pernah ada.

Jika melihat gambaran perekonomian Indonesia mulai dari demokrasi liberal dan terpimpin pada era Orde Lama kemudian masuk pada era Orde Baru di mana mulai menunjukan hasil yang baik dengan mengutamakan stabilitas ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima


(62)

tahun). Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat.

Selanjutnya adalah masa reformasi di mana perekonomian lebih diprioritaskan dalam pemulihan dari krisis moneter 1997/1998 yang terjadi saat itu, yang merontokan peekonomian nasional. Salah satunya yaitu dengan Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.

Pemulihan Perekonomian terus dilanjutkan hingga saat ini di mana untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi nasional di segala bidang. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi


(63)

undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

Dalam menuju pembangunan ekonomi nasional, justru perekonomian Indonesia kembali di uji oleh apa yang disebut Krisis Ekonomi Global. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat telah membawa dampak bagi stabilitas perekonomian dunia. Krisis tersebut berawal dari pemberian kredit yang sangat ekspansif (mekanisme Sub Prime Mortgage),sehingga menyebabkan lembaga keuangan dan penjamin simpanan mengalami kerugian. Keadaan tersebut memicu hilangnya kepercayaan kepada lembaga keuangan dan pasar keuangan. Keterikatan sistem keuangan dengan pasar keuangan global pada akhirnya membawa dampak krisis tersebut bagi perekonomian dunia. Sebagai negara yang menjadi bagian dari perekonomian dunia, Indonesia akan terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari krisis keuangan di Amerika Serikat

4.2 Perkembangan Perbankan dalam Perekonomian

Dunia perbankan merupakan hal yang sangat mempengaruhi suatu perekonomian. Karena aktivitas taransaksi keuangan banyak terjadi di sini sehingga perbankan menjadi indikator kemajuan serta perkembangan perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia. Dalam perkembangannya industri perbankan mengalami kemajuan dapat kita melihat melalui deregulasi-deregulasi yang dikeluarkan pemerintah. Krisis perbankan yang terjadi pada akhir 1997 dan awal 1998 kembali telah mendorong pemerintah untuk mengamandemen undang-undang perbankan dengan UU No. 10 tahun 1998. Sejak terjadinya krisis tersebut, serta berdasarkan


(64)

pertimbangan kesehatan perbankan Indonesia, sejumlah bank telah dilikuidasi oleh pemerintah. Yaitu dengan melikuidasi 16 bank swasta yang antara lain adalah :

Tabel 4.1

Likuidasi 16 Bank Swsata

No Nama Bank Berdiri

1. Bank Jakarta 1918

2. South East Asia Bank 1950

3. Sejahtera Bank Umum 1952

4. Bank Pacifik 1958

5. Bank Umum Majapahit 1966

6. Anrico Bank Limited 1966

7. Bank Harapan Sentosa 1969

8. Bank Pinaesaan 1969

9. Bank Industri 1970

10. Bank Anromeda 1989

11. Astria Raya Bank 1990

12. Bank Dwima Semesta 1990

13. Bank Guna Internasional 1990 14. Bank Kosagrha Semesta 1991 15. Bank Citra Hasta Dhana 1993 16. Bank Mataram Dhanarta 1993

Sumber: Info Bank (per Juni 1997)

Sebagaimana diketahui krisis telah mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, terganggunya fungsi intermediasi dan sistem pembayaran. Oleh karena itu dalam menghadapi krisis keuangan global saat ini, berbagai macam perbaikan pada semua sektor mulai dilakukan, sehingga menyebabkan situasi yang ada pada tahun 2008 berbeda dengan situasi pada tahun 1998 pada saat menghadapi krisis.

Berbagai macam capaian dan kemajuan dalam perekonomian, merupakan modal tersendiri bagi Indonesia untuk menghadapi krisis keuangan 2008 dengan


(65)

optimis dan percaya diri sehingga diharapkan tidak lagi menjadi krisis ekonomi serius seperti tahun 1998. Situasi tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jalur di atas 6 %, perekonomian meningkat lebih dari dua kali yang diiringi dengan pendapatan per kapita, sumber pertumbuhan makin bertumpu pada sumber dalam negeri, risiko ekonomi makro makin menurun, serta terutama perbankan yang jauh lebih sehat, dan persiapan menghadapi krisis yang lebih baik.

4.3 Perkembangan Bank Umum

Dalam menjalankan fungsi intermediasi dan memegang kepercayaan masyarakat, bank umum tumbuh menjadi bank komersil yang paling banyak beredar di Indonesia. Bank umum memiliki kegiatan pemberian jasa yang paling lengkap dan dapat beroperasi di seluruh wilyah Indonesia. Dengan adanya deregulasi perbankan tahun 1988 yang membuka peluang dan kemudahan dalam mendirikan dan memperluas daya jangkauan perbankan sehingga semakin banyak bank yang berdiri hingga sekarang. Dapat kita lihat perkembangan jumlah bank dan kantor bank umum di Indonesia dalam tabel di bawah ini :


(66)

Tabel 4.2

Jumlah (Kantor) Bank Umum di Indonesia (1988-2007) Tahun Bank

Persero Bank Pemerintah Daerah Bank Swasta Nasional Bank Asing Dan Campuran Jumlah Bank Umum

JB JK JB JK JB JK JB JK JB JK

1988 7 1.034 27 270 66 631 11 22 111 1.957 1992 7 1.434 27 613 144 2.855 30 63 208 5495 1993 7 1.455 27 639 161 3.036 39 78 234 5.773 1994 7 1.490 27 645 166 3.203 40 86 240 6.590 1995 7 1.635 27 705 165 3.458 41 90 240 6.590 1996 7 1.707 27 745 164 3.964 41 94 239 7.314 1997 7 1.843 27 822 144 4.150 44 100 222 7.860 1998 7 1.875 27 822 144 4.150 44 100 222 7.860 1999 5 1.853 27 825 92 4.150 44 106 208 7.661 2000 5 1.736 26 826 81 3.837 39 101 151 6.500 2003 5 2.072 26 1.003 76 4.529 31 126 138 7.868 2004 5 2.112 26 1.064 72 4.635 30 128 133 7.939 2005 5 2.171 26 1.217 71 4.882 29 136 131 8.406 2006 5 2.548 26 1.217 71 5.154 28 191 130 9.110 2007 5 2.765 26 1.205 71 5.472 28 238 130 9.680 Sumber: Statstik Perbankan Indonesia 1990-2008,BI. (JB=Jumlah Bank ; JK=Jumlah kantor)

Jumlah bank umum telah meningkat demikin pesat dari 111 buah bank pada tahun 1988 saat deregulasi dimulai menjadi 240 buah bank pada tahun 1995, yang merupakan jumlah bank tertinggi sebelum krisis. Namun setelah krisis jumlah bank umum menurun menjadi 138 bank umum pada tahun 2003 dan terakhir berturut-turut turun hingga tahun 2007 menjadi 130 bank umum, hal ini disebabkan karena adanya pembekuan pada bank-bank yang dianggap tidak sehat ataupun karena adanya merger dan likuidasi.


(67)

4.4 Perkembangan ROA Bank Umum

Return on Assets (ROA) menjadi indikator kinerja suatu bank yang mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitas secara keseluruhan mengalami perekembangan yang cukup memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan usaha serta kinerja bank kedepannya. Bank Indonesia sendiri sebagai otoritas moneter menetapkan ROA ≥ 2%, agar suatu bank umum dapat dikatakan dalam kondisi sehat.

Bisa dikatakan pasca krisis moneter tahun 1997/1998 masih mempengaruhi kinerja perbankan Indonesia. Kemampuan bank umum dalam memperoleh profitabilitas melalui ROA menunjukkan angka yang negatif. Menurut data yang dipublikasikan BI sepanjang tahun 2001 hingga awal 2002, ROA menunjukkan nilai yang negatif yaitu dengan rata-rata tiap bulannya sebesar. Namun, mulai tahun berikutnya perkembangan ROA mulai membaik. Untuk tahun 2004 tingkat ROA bank umum menujukkan rata-rata sebesar 2,12 % tiap bulannya. Kemudian untuk tahun 2005, nilai ROA menunjukkan peningkatan dengan tingkat rata-rata sebesar 2,66 %. Lalu pada tahun 2006 mengalami penurunan dengan rata-rata ROA sebesar 1,56 % di setiap bulannya. Selanjutnya, setahun kemudian pada 2007 dan diikuti tahun 2008, ROA bank umum kembali membaik dengan peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi rata-rata 2,1 % tiap bulannya. Berikut adalah tabel perkembangan ROA Bank Umum di Indonesia tahun 2004-2008 (dalam bulanan) :


(68)

Tabel 4.3 ROA BANK UMUM (2004-2008)

Tahun Bulan ke-

ROA

2004 1 0.64% 2004 2 0.68% 2004 3 0.93% 2004 4 1.07% 2004 5 2.04% 2004 6 2.56% 2004 7 2.48% 2004 8 2.88% 2004 9 2.62% 2004 10 2.80% 2004 11 3.42% 2004 12 3.33% 2005 1 1.90% 2005 2 2.14% 2005 3 2.65% 2005 4 2.94% 2005 5 2.06% 2005 6 2.44% 2005 7 2.48%

2005 8 3.14% 2005 9 3.25% 2005 10 2.79% 2005 11 3.50% 2005 12 2.68% 2006 1 2.36% 2006 2 0.96% 2006 3 1.66% 2006 4 1.48% 2006 5 1.43% 2006 6 1.59% 2006 7 1.44% 2006 8 1.48% 2006 9 1.56% 2006 10 1.65% 2006 11 1.67% 2006 12 1.34% 2007 1 1.31% 2007 2 2.14% 2007 3 1.88%

2007 4 2.09% 2007 5 1.84% 2007 6 1.42% 2007 7 1.84% 2007 8 2.35% 2007 9 2.36% 2007 10 2.52% 2007 11 3.11% 2007 12 2.34% 2008 1 1.38% 2008 2 1.31% 2008 3 1.95% 2008 4 1.86% 2008 5 2.32% 2008 6 2.00% 2008 7 1.98% 2008 8 2.49% 2008 9 3.61%

Sumber: Statstik Perbankan Indonesia 2004-2008,BI

Tetapi peningkatan ROA di atas belum melampaui tingkat rata-rata ROA pada tahun 2005 yang merupakan terbesar sepanjang tahun. Namun, dengan perkembangan ROA tersebut, telah memenuhi ketetapan BI tentang batas ROA jika dikatakan dalam


(69)

kondisi sehat. Karena, rata-rata tingkat rasio ROA sebesar 2,1 % tiap tahunnya (waktu penelitan).

4.5 Perkembangan LDR Bank Umum

Sebagai indikator tingkat kesehatan yang menunjukkan kemampuan bank dalam membayarkan kembali penarikan dana yang dilakukan dengan mengandalkan kredit yang diberikan. Sehingga peningkatan rasio LDR (Loan Deposit to Ratio) memberikan keuntungan pada bank umum yang membuat kinerja bank umum semakin baik dan sehat dalam kegiatan operasinya. LDR yang baik adalah sebesar 80 % - 110 %. Jika melebihi 110 % maka akan semakin tinggi juga resiko likuiditasnya (risk liquidity).

Dalam kasus tahun 1997/1998 di mana tingginya kredit macet yang merontokan perbankan, ini memberikan indikasi yang tidak baik terhadap penyaluran kredit saat itu. Karena dinilai tidak berhasil memberikan profitabilitas yang maksimal terhadap kinerja bank umum. Tetapi pemulihan sistem perbankan yang dilakukan pemerintah serta mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada perbankan mulai meunjukkan hasil. Pada tahun 2004, rasio LDR menunjukkan rata-rata tiap bulannya sebesar 53.8 %. Sedangkan untuk untuk tahun 2005 mencatat peningkatan rasio LDR yang rata-rata sebesar 64,4 % tiap bulannya. Kemudian di tahun 2006 kembali terus meningkat dengan rata-rata tiap bulannya sebesar 68,1 %. Berikut adalah tabel perkembangan LDR Bank Umum di Indonesia tahun 2004-2008 (dalam bulanan) :


(70)

Tabel 4.4 LDR BANK UMUM (2004-2008)

Tahun Bulan ke-

LDR

2004 1 49.78%

2004 2 49.50%

2004 3 50.81%

2004 4 51.42%

2004 5 53.30%

2004 6 53.97%

2004 7 53.10%

2004 8 55.49%

2004 9 56.08%

2004 10 56.89%

2004 11 57.73%

2004 12 58.08%

2005 1 58.46%

2005 2 60.60%

2005 3 61.31%

2005 4 61.57%

2005 5 65.42%

2005 6 65.33%

2005 7 65.39%

2005 8 67.04% 2005 9 65.64% 2005 10 67.54% 2005 11 66.65% 2005 12 67.46% 2006 1 67.18% 2006 2 67.52% 2006 3 67.90% 2006 4 68.07% 2006 5 68.62% 2006 6 68.63% 2006 7 68.62% 2006 8 68.27% 2006 9 68.22% 2006 10 67.63% 2006 11 68.26% 2006 12 68.38% 2007 1 67.05% 2007 2 69.69%

2007 3 68.18% 2007 4 68.00% 2007 5 71.04% 2007 6 71.56% 2007 7 72.76% 2007 8 72.49% 2007 9 72.85% 2007 10 73.60% 2007 11 75.53% 2007 12 75.90% 2008 1 75.56% 2008 2 75.62% 2008 3 75.90% 2008 4 77.48% 2008 5 79.96% 2008 6 82.23% 2008 7 80.92% 2008 8 83.43% 2008 9 84.36%

Sumber: Statstik Perbankan Indonesia 2004-2008,BI

Dalam perkembangannya rasio LDR terus membaik di mana pada rahun 2007, peningkatan LDR dengan rata-rata sebesar 71,6 %. Setahun kemudian yaitu tahun 2008, rasio LDR menembus hampir angka 80 % yang merupakan tingkat rasio LDR yang paling baik dan ideal dicapai oleh bank umum sebagai kondisi bank yang sehat.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sritua. 1993. Metodologi Penelitian. Jakarta : UI Press.

Gudjarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Kasmir.2001. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Keenam. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada.

Kasmir 2002. Manajemen Perbankan. Edisi satu. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Manurung, Mandala. 2004. Uang Perbankan dan Ekonomi Moneter. Jakarta : UI

Press.

Nachrowi, Nachrowi Djajal, dan Hardius Usman. 2006. Ekonometrik Untuk Analisis

Ekonomi dan Keuangan. Jakarta : LPFE UI.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan

Eviews Dalam Ekonometrika. Medan : USU Press.

Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan, Kebijakan Moneter dan

Perbankan. Edisi Kelima. Kakarta : Lembaga Penerbit FE UI.

Sinungan, Muchdarsyah. 1994. Strategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun 2000.

Jakarta : Rineka Cipta.

Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Warjiyo, Perry. 2004. Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta:


(2)

Marnov P.P. Nainggolan : Analisis Pengaruh LDR, NIM dan BOPO Terhadap ROA Bank Umum Indonesia, 2009. USU Repository © 2009

Lampiran 1

DATA VARIABEL PENELITIAN

Rasio Pokok Bank Umum di Indonesia

2006 5 1.43%68.62% 98.40%1.95% 2006 6 1.59%68.63% 97.68%2.39% 2006 7 1.44%68.62% 98.58%2.80% 2006 8 1.48%68.27% 100.27%3.17% 2006 9 1.56%68.22% 101.12%3.55% 2006 10 1.65%67.63% 100.33%4.01% 2006 11 1.67%68.26% 100.57%4.34% 2006 12 1.34%68.38% 104.38%4.74% 2007 1 1.31%67.05% 94.69%0.50% 2007 2 2.14%69.69% 79.74%1.08% 2007 3 1.88%68.18% 90.87%1.63% 2007 4 2.09%68.00% 89.18%2.16% 2007 5 1.84%71.04% 84.64%2.67% 2007 6 1.42%71.56% 99.07%3.16% 2007 7 1.84%72.76% 95.02%3.59% 2007 8 2.35%72.49% 92.50%4.16% 2007 9 2.36%72.85% 88.90%4.51% 2007 10 2.52%73.60% 86.44%4.60% 2007 11 3.11%75.53% 87.01%5.29% 2007 12 2.34%75.90% 86.60%5.72% 2008 1 1.38%75.56% 85.43%0.53% 2008 2 1.31%75.62% 77.35%1.04% 2008 3 1.95%75.90% 77.91%1.64% 2008 4 1.86%77.48% 78.99%2.16% 2008 5 2.32%79.96% 79.17%2.63% 2008 6 2.00%82.23% 79.40%3.08% 2008 7 1.98%80.92% 77.54%3.71% 2008 8 2.49%83.43% 76.56%4.14% 2008 9 3.61%84.36% 76.46%4.62% TAHUN BULAN

KE ROA LDR BOPO NIM TAHUN BULAN

KE ROA LDR BOPO NIM

2004 1 0.64%49.78%194.66%0.43% 2004 2 0.68%49.50%153.16%0.94% 2004 3 0.93%50.81%131.76%1.44% 2004 4 1.07%51.42%123.05%1.97% 2004 5 2.04%53.30%103.89%2.52% 2004 6 2.56%53.97% 98.68%3.01% 2004 7 2.48%53.10%100.36%3.47% 2004 8 2.88%55.49% 98.12%3.91% 2004 9 2.62%56.08%101.41%4.46% 2004 10 2.80%56.89%101.61%5.11% 2004 11 3.42%57.73% 94.40%5.56% 2004 12 3.33%58.08% 99.14%5.68% 2005 1 1.90%58.46% 89.95%0.54% 2005 2 2.14%60.60% 97.07%1.02% 2005 3 2.65%61.31% 85.11%1.53% 2005 4 2.94%61.57% 85.06%1.97% 2005 5 2.06%65.42% 94.39%2.44% 2005 6 2.44%65.33% 95.30%2.89% 2005 7 2.48%65.39% 97.20%3.33% 2005 8 3.14%67.04%100.79%3.67% 2005 9 3.25%65.64% 98.71%4.01% 2005 10 2.79%67.54%104.51%4.42% 2005 11 3.50%66.65% 96.83%4.82% 2005 12 2.68%67.46% 98.06%4.89% 2006 1 2.36%67.18% 85.99%0.37% 2006 2 0.96%67.52% 97.95%0.74% 2006 3 1.66%67.90% 98.81%1.15% 2006 4 1.48%68.07% 97.88%1.57%


(3)

Lampiran 2

Hasil Regresi

Dependent Variable: LOG ROA Method: Least Squares

Date: 01/18/09 Time: 01:12 Sample: 01 57

Included observations: 57

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.539441 0.478902 -3.214522 0.0022

LDR -1.840025 0.460573 -3.995083 0.0002

NIM 13.47166 1.921569 7.010762 0.0000

BOPO -1.606428 0.215856 -7.442124 0.0000

R-squared 0.711178 Mean dependent var -3.926130

Adjusted R-squared 0.684264 S.D. dependent var 0.387495 S.E. of regression 0.217735 Akaike info criterion -0.143487 Sum squared resid 2.512646 Schwarz criterion -0.000115

Log likelihood 8.089380 F-statistic 41.45443


(4)

Marnov P.P. Nainggolan : Analisis Pengaruh LDR, NIM dan BOPO Terhadap ROA Bank Umum Indonesia, 2009. USU Repository © 2009

Lampiran 3

Uji Multikolinearitas LDR (X1), NIM (X2) dan BOPO (X3)

Dependent Variable: LOG LDR Method: Least Squares

Date: 03/04/09 Time: 12:18 Sample: 01 57

Included observations: 57

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.062468 0.078351 0.797288 0.4288

NIM 0.347072 0.852184 0.407273 0.6854

BOPO -0.500936 0.070836 -7.071735 0.0000

R-squared 0.496610 Mean dependent var -0.411456

Adjusted R-squared 0.477966 S.D. dependent var 0.133863 S.E. of regression 0.096718 Akaike info criterion -1.782829 Sum squared resid 0.505141 Schwarz criterion -1.675300

Log likelihood 53.81061 F-statistic 26.63632


(5)

Lampiran 4

Uji Multikolinearitas NIM (X2), LDR (X1) dan BOPO (X3)

Dependent Variable: LOG NIM Method: Least Squares Date: 03/04/09 Time: 12:21 Sample: 01 57

Included observations: 57

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.118982 1.553041 -2.008306 0.0496

LDR 0.340471 1.503276 0.226486 0.8217

BOPO -0.865819 0.701853 -1.233618 0.2227

R-squared 0.063829 Mean dependent var -3.728160

Adjusted R-squared 0.029156 S.D. dependent var 0.722434 S.E. of regression 0.711824 Akaike info criterion 2.209224 Sum squared resid 27.36145 Schwarz criterion 2.316753

Log likelihood -59.96289 F-statistic 1.840873


(6)

Marnov P.P. Nainggolan : Analisis Pengaruh LDR, NIM dan BOPO Terhadap ROA Bank Umum Indonesia, 2009. USU Repository © 2009

Lampiran 5

Uji Multikolinearitas BOPO (X3), LDR (X1) dan NIM (X2)

Dependent Variable: LOG BOPO Method: Least Squares

Date: 03/04/09 Time: 12:24 Sample: 01 57

Included observations: 57

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.866453 0.113603 7.627005 0.0000

NIM -0.200595 0.958621 -0.209253 0.8350

LDR -1.359560 0.170672 -7.965933 0.0000

R-squared 0.550188 Mean dependent var -0.048191

Adjusted R-squared 0.533528 S.D. dependent var 0.159908 S.E. of regression 0.109215 Akaike info criterion -1.539803 Sum squared resid 0.644106 Schwarz criterion -1.432274

Log likelihood 46.88439 F-statistic 33.02503