Tabel 19. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Luar Keluarga Petani Sampel
Keterangan Petani Pengguna Pupuk
Kompos Petani Pengguna Pupuk Kimia
Menggunakan TKDK
Menggunakan TKLK
Menggunakan TKDK
Menggunakan TKLK
Pengolahan Lahan
- 45 petani
- 45 petani
Penanaman 1 petani
44 petani 2 petani
43 petani Penyemprotan
Pestisida 23 petani
22 petani 45 petani
- Pemanenan
1 petani 44 petani
- 45 petani
Sumber: Lampiran 6,7,8,dan 9 Berdasarkan Tabel 19 di atas, diketahui bahwa untuk pengolahan lahan
baik petani pengguna pupuk kompos maupun pupuk kimia semua menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan petani tidak mempunyai traktor
sendiri untuk mengolah lahan sehingga petani harus menyewa traktor orang lain. Untuk penanaman, diantara total 90 petani sampel hanya 3 petani saja yang
menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Untuk penyemprotan, sebanyak 68 petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan 22 petani menggunakan
tenaga kerja luar keluarga. Untuk pemanenan, hanya 1 orang petani saja yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan 89 petani menggunakan tenaga
kerja luar keluarga. Maka dapat disimpulkan bahwa petani sampel lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dibandingkan tenaga kerja dalam
keluarga.
4.3.3. Penggunaan Benih Jagung
Petani jagung di Desa Bangun Panei tidak seragam dalam penggunaan benih. Berdasarkan penelitian, petani sampel pengguna pupuk kompos lebih
banyak menggunakan benih jenis lokal, sedangkan petani pengguna pupuk kimia
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak menggunakan benih hibrida. Berikut ini merupakan data penggunaan benih jagung di daerah penelitian.
Tabel 20. Penggunaan Benih Jagung Petani Sampel Pengguna Pupuk Kompos dan Pupuk Kimia
Jenis Benih
Petani Pengguna Pupuk Kompos
Petani Pengguna Pupuk Kimia
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Lokal 29
64,45 4
8,89 Hibrida
16 35,55
41 91,11
Total 45
100 45
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel 20 diatas, diketahui bahwa petani sampel pengguna
pupuk kompos lebih dari setengah jumlah petani atau sekitar 64,45 menggunakan benih jenis lokal, sedangkan petani sampel pengguna pupuk kimia
hampir seluruhnya atau 91,11 menggunakan benih jenis hibrida.
4.3.4. Penggunaan Pupuk
Pupuk yang digunakan oleh petani sampel terdiri dari pupuk kimia dan pupuk kompos. Dibandingkan dengan rekomendasi atau anjuran penggunaan
pupuk yang ditetapkan oleh penyuluh pertanian di desa penelitian, maka penggunaan pupuk petani sampel masih jauh dari yang diharapkan. Khusus untuk
penggunaan pupuk kompos, petani sampel telah menggunakan pupuk melebihi anjuran yang ditetapkan. Jumlah penggunaan pupuk yang digunakan oleh petani
sampel dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 21. Perbandingan Rekomendasi Pupuk yang Dianjurkan dengan Rata-Rata Penggunaan Pupuk Petani Sampel di Desa Bangun
Panei per Hektar
Jenis Pupuk
Pengguna Pupuk Kompos Pengguna Pupuk Kimia
Anjuran Penggunaan
kg Pemakaian Pupuk
kg Anjuran
Penggunaan kg
Pemakaian Pupuk kg
Range Rata-
Rata Range
Rata- Rata
Urea
450 7,5 – 250
82,28 450
83 - 1.250 299,19
Phonska
100 62,5 - 250
122 100
83 – 833 255,54
Kompos
150 3.000 -
6.562,5 4.949,5
NPK 15 - 250
115 47 - 312,5
161,88 KCL
139 – 417 278
TSP 278
278
SP-36 83 - 100
91,5 83 – 250
183,87 ZA
30 30
125 125
Sumber: Lampiran 3 dan 4
Universitas Sumatera Utara
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Perbandingan Produksi Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia per Musim Tanam
Hasil analisis produksi, biaya, dan pendapatan usahatani jagung petani pengguna pupuk kompos dan pupuk kimia di Desa Bangun Panei Kecamatan
Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun disajikan pada Tabel 22 berikut.
Tabel 22. Rata–Rata Produksi, Biaya, dan Pendapatan Petani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dan Pengguna Pupuk Kimia per
Musim Tanam dengan Perhitungan Biaya Riil
Uraian Satuan
Petani Pengguna Pupuk Kompos
Petani Pengguna Pupuk Kimia
1. Penerimaan
Rpha 14.140.463
13.971.481 -
Produksi kgha
4.702 4.691
- Produktivitas
kgha 10.510
14.851 -
Harga Rpkg
3.019 2.984
2. Biaya Total
Rpha 6.250.374
7.345.100 a.
Biaya Tetap Rpha
86.067 124.078
- Pajak
Rpha 11.111
7.500 -
Sewa Lahan Rpha
27.778 55.556
- Penyusutan Alat
Rp 47.178
61.022 b.
Biaya Variabel Rpha
6.164.307 7.221.022
- Biaya Benih
Rpha 436.000
1.045.846 -
Biaya Tenaga Kerja Rpha
2.954.923 2.865.355
- Biaya Pupuk
Rpha 2.102.032
2.575.563 -
Biaya Pestisida Rpha
201.148 265.185
- Biaya Pemipilan
Rpkg 470.204
469.073 3.
Pendapatan Rpha
7.890.089 6.626.381
Sumber: Analisis Data Primer, 2014
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis uji beda rata-rata untuk produksi jagung pengguna pupuk kompos dan pupuk kimia dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini:
Tabel 23. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Produksi Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia
F Sig.
t df
Sig. 2-tailed
Produksi Equal variances
assumed 1.930
.168 -.061
88 .951
Equal variances not assumed
-.061 87.994
.951
Sumber: Lampiran 19 Pada tabel di atas diperoleh nilai signifikansi uji F yaitu 0,168 0,05
artinya sampel memiliki varians yang homogen, maka nilai-nilai yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada baris Equal variances assumed. Pada tabel di atas
diperoleh nilai t hitung = -0,061. Dengan demikian t hitung = -0,061 terletak didalam range -1,98 sampai +1,98 didalam daerah penerimaan H
yang artinya hipotesis H
diterima dan hipotesis H
1
ditolak yaitu tidak ada perbedaan nyata antara produksi jagung pengguna pupuk kompos dengan pengguna pupuk kimia.
Berdasarkan pada tabel 22, rata-rata produksi jagung petani pengguna pupuk kompos sebesar 4.702 kgha sedangkan produksi rata-rata petani jagung
pengguna pupuk kimia sebesar 4.691 kgha. Artinya petani jagung pengguna pupuk kompos memiliki produksi lebih tinggi 11 kgha dibandingkan petani
jagung pengguna pupuk kimia. Selisih ini sangat kecil sehingga secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antara produksi jagung pengguna pupuk
kompos dengan pengguna pupuk kimia. Dilihat dari produktivitas, diperoleh bahwa produktivitas rata-rata
pengguna pupuk kompos lebih rendah dibandingkan produktivitas rata-rata
Universitas Sumatera Utara
pengguna pupuk kimia. Dimana produktivitas rata-rata pengguna pupuk kompos sebesar 10.510 kgha sedangkan pengguna pupuk kimia sebesar 14.851 kgha.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purtikoningrum 2009 bahwa produktivitas padi yang menggunakan pupuk organik lebih rendah
dibandingkan yang tanpa menggunakan pupuk organik.
5.2. Perbandingan Biaya Usahatani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia per Musim Tanam dengan
Perhitungan Biaya Riil
Hasil analisis uji beda rata-rata untuk biaya usahatani jagung pengguna pupuk kompos dan pupuk kimia yang menggunakan perhitungan biaya riil dapat
dilihat pada Tabel 24 berikut ini:
Tabel 24. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Biaya Usahatani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia dengan
Perhitungan Biaya Riil F
Sig. t
df Sig. 2-tailed
Biaya Equal variances
assumed 3.426
.068 3.971
88 .000
Equal variances not assumed
3.971 65.556
.000
Sumber: Lampiran 20 Pada tabel di atas diperoleh nilai signifikansi uji F yaitu 0,068 0,05
artinya sampel memiliki varians yang homogen, maka nilai-nilai yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada baris Equal variances assumed. Pada tabel di atas
diperoleh nilai t hitung = 3,971. Dengan demikian t hitung terletak di luar range -1,98 sampai +1,98 di luar daerah penerimaan H
yang artinya hipotesis H
Universitas Sumatera Utara
ditolak dan hipotesis H
1
diterima yaitu ada perbedaan nyata antara biaya usahatani jagung pengguna pupuk kompos dengan pengguna pupuk kimia.
Pada tabel 22 diperoleh rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani jagung pengguna pupuk kompos sebesar Rp 6.250.374ha, sedangkan rata-rata
biaya yang dikeluarkan oleh petani jagung pengguna pupuk kimia sebesar Rp 7.345.100ha. Artinya petani jagung pengguna pupuk kimia mengeluarkan
biaya Rp 1.094.726ha 14,9 lebih banyak dibandingkan petani jagung pengguna pupuk kompos.
Tingginya biaya yang dikeluarkan oleh petani jagung pengguna pupuk kimia disebabkan oleh:
1. Biaya Benih
Petani pengguna pupuk kimia rata-rata mengeluarkan biaya untuk membeli benih sebesar Rp 1.045.846ha, sedangkan petani pengguna pupuk kompos
rata-rata mengeluarkan biaya untuk membeli benih sebesar Rp 436.000ha. Perbedaan ini dikarenakan petani pengguna pupuk kimia rata-rata
menggunakan benih jenis hibrida dengan harga Rp 56.000kg, sedangkan petani pengguna pupuk kompos rata-rata menggunakan benih jenis lokal
dengan harga Rp 4.000kg. 2.
Biaya Pupuk Petani pengguna pupuk kimia rata-rata mengeluarkan biaya untuk membeli
pupuk sebesar Rp 2.575.563ha, sedangkan petani pengguna pupuk kompos rata-rata mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk sebesar Rp 2.102.032ha.
Perbedaan ini dikarenakan harga pupuk kimia jauh lebih tinggi dibandingkan harga pupuk kompos. Walaupun petani pengguna pupuk kompos tetap
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pupuk kimia, namun penggunaan pupuk kimia tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan petani pengguna pupuk kimia.
3. Biaya Pestisida
Rata-rata biaya pestisida yang dikeluarkan petani pengguna pupuk kimia sebesar Rp 265.185ha sedangkan petani pengguna pupuk kompos rata-rata
mengeluarkan biaya pestisida sebesar Rp 201.148ha. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati 2012
bahwa biaya usahatani jagung yang dikeluarkan oleh petani pengguna pupuk organik jauh lebih rendah dibandingkan dengan petani pengguna pupuk non
organik.
5.3. Perbandingan Pendapatan Usahatani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia per Musim Tanam dengan
Perhitungan Biaya Riil
Hasil analisis uji beda rata-rata untuk pendapatan usahatani jagung pengguna pupuk kompos dan pupuk kimia yang menggunakan perhitungan biaya
riil dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini:
Tabel 25. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Pendapatan Usahatani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia dengan
Perhitungan Biaya Riil F
Sig. t
df Sig. 2-tailed
Pendapatan Equal variances
assumed .324
.571 -3.039
88 .003
Equal variances not assumed
-3.039 86.938 .003
Sumber: Lampiran 21
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel di atas diperoleh nilai signifikansi uji F yaitu 0,571 0,05 artinya sampel memiliki varians yang homogen, maka nilai-nilai yang digunakan
adalah nilai yang terdapat pada baris Equal variances assumed. Pada tabel di atas diperoleh nilai t hitung = -3,039. Dengan demikian t hitung terletak di luar range
-1,98 sampai +1,98 di luar daerah penerimaan H yang artinya hipotesis H
ditolak dan hipotesis H
1
diterima yaitu ada perbedaan nyata antara pendapatan usahatani jagung pengguna pupuk kompos dengan pengguna pupuk kimia.
Berdasarkan pada tabel 22, diperoleh rata-rata perbedaan pendapatan tersebut sebesar Rp 1.263.708ha. Rata-rata pendapatan jagung petani pengguna
pupuk kompos lebih tinggi dibandingkan dengan petani pengguna pupuk kimia, dimana pendapatan rata-rata petani jagung pengguna pupuk kompos sebesar
Rp 7.890.089ha, sedangkan pendapatan rata-rata petani jagung pengguna pupuk kimia sebesar Rp 6.626.381ha.
Tingginya pendapatan yang diperoleh petani jagung pengguna pupuk kompos dikarenakan oleh:
1. Biaya usahatani yang lebih rendah dibandingkan petani pengguna pupuk
kimia. 2.
Penerimaan yang lebih tinggi, yang dikarenakan harga jual rata-rata yang diterima petani pengguna pupuk kompos lebih tinggi yaitu sebesar
Rp 3.019kg, sedangkan harga jual rata-rata yang diterima petani pengguna pupuk kimia sebesar Rp 2.984kg.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati 2012 bahwa pendapatan petani jagung pengguna pupuk organik lebih tinggi
dibandingkan yang tidak menggunakan pupuk organik.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Riskiardi 2001 yang meneliti tentang peningkatan pendapatan petani dengan usahatani sistem pertanian organik
menunjukkan bahwa pendapatan petani usahatani sistem pertanian organik lebih tinggi dibanding dengan non organik. Hal itu dikarenakan total biaya produksi
yang dikeluarkan dari usahatani sistem pertanian organik lebih rendah dibandingkan total biaya produksi yang dikeluarkan dari usahatani sistem
pertanian non organik, walaupun produksi yang dihasilkan dari pertanian organik lebih rendah dari anorganik, akan tetapi harga jual dari pertanian organik lebih
tinggi dari pertanian anorganik.
5.4. Perbandingan Biaya Usahatani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia per Musim Tanam dengan
Perhitungan Opportunity Cost
Hasil analisis produksi, biaya, dan pendapatan usahatani jagung petani pengguna pupuk kompos dan pupuk kimia di Desa Bangun Panei Kecamatan
Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun dengan perhitungan opportunity cost disajikan pada Tabel 26 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 26. Rata–Rata Produksi, Biaya, dan Pendapatan Petani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dan Pengguna Pupuk Kimia per
Musim Tanam dengan Perhitungan Opportunity Cost
Uraian Satuan
Petani Pengguna Pupuk Kompos
Petani Pengguna Pupuk Kimia
4. Penerimaan
Rpha 14.140.463
13.971.481 -
Produksi kgha
4.702 4.691
- Produktivitas
kgha 10.510
14.851 -
Harga Rpkg
3.019 2.984
5. Biaya Total
Rpha 7.582.053
8.723.171 c.
Biaya Tetap Rpha
1.309.567 1.323.522
- Pajak
Rpha 12.500
12.500 -
Sewa Lahan Rpha
1.250.000 1.250.000
- Penyusutan Alat
Rp 47.178
61.022 d.
Biaya Variabel Rpha
6.272.486 7.399.649
- Biaya Benih
Rpha 436.000
1.045.846 -
Biaya Tenaga Kerja Rpha
3.063.102 3.043.982
- Biaya Pupuk
Rpha 2.102.032
2.575.563 -
Biaya Pestisida Rpha
201.148 265.185
- Biaya Pemipilan
Rpkg 470.204
469.073 6.
Pendapatan Rpha
6.558.410 5.248.310
Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Hasil analisis uji beda rata-rata untuk biaya usahatani jagung pengguna
pupuk kompos dan pupuk kimia yang menggunakan perhitungan opportunity cost dapat dilihat pada Tabel 27 berikut ini.
Tabel 27. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Biaya Usahatani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia dengan
Perhitungan Opportunity Cost
F Sig.
t df
Sig. 2-tailed
Biaya Equal variances
assumed 5.781
.018 4.098
88 .000
Equal variances not assumed
4.098 58.217
.000
Sumber: Lampiran 22
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel di atas diperoleh nilai signifikansi uji F yaitu 0,018 0,05 artinya sampel memiliki varians yang heterogen, maka nilai-nilai yang digunakan
adalah nilai yang terdapat pada baris Equal variances not assumed. Pada tabel di atas diperoleh nilai t hitung = 4,098. Dengan demikian t hitung terletak di luar
range -1,98 sampai +1,98 di luar daerah penerimaan H yang artinya hipotesis
H ditolak dan hipotesis H
1
diterima yaitu ada perbedaan nyata antara biaya usahatani jagung pengguna pupuk kompos dengan pengguna pupuk kimia.
Pada tabel 26, diperoleh rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh petani jagung pengguna pupuk kompos sebesar Rp 7.582.053ha, sedangkan rata-rata
biaya yang dikeluarkan oleh petani jagung pengguna pupuk kimia sebesar Rp 8.723.171ha. Artinya petani jagung pengguna pupuk kimia mengeluarkan
biaya Rp 1.141.118ha 13,08 lebih banyak dibandingkan petani jagung pengguna pupuk kompos.
Berdasarkan perhitungan opportunity cost, terdapat selisih total biaya dengan perhitungan biaya riil. Untuk petani pengguna pupuk kompos dengan
perhitungan biaya riil, total biaya usahatani yang dikeluarkan rata-rata sebesar Rp 6.250.374ha, sedangkan dengan perhitungan opportunity cost, total biaya
rata-rata yang dikeluarkan meningkat menjadi Rp 7.582.053ha. Untuk petani pengguna pupuk kimia dengan perhitungan biaya riil, jumlah total biaya yang
dikeluarkan rata-rata sebesar Rp 7.345.100ha, sedangkan dengan perhitungan opportunity cost, total biaya rata-rata menjadi Rp 8.723.171ha.
Universitas Sumatera Utara
5.5. Perbandingan Pendapatan Usahatani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia per Musim Tanam dengan
Perhitungan Opportunity Cost
Hasil analisis uji beda rata-rata untuk pendapatan usahatani jagung pengguna pupuk kompos dan pupuk kimia yang menggunakan perhitungan
opportunity cost dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini:
Tabel 28. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Pendapatan Usahatani Jagung Pengguna Pupuk Kompos dengan Pengguna Pupuk Kimia dengan
Perhitungan Opportunity Cost
F Sig.
t df
Sig. 2-tailed
Pendapatan Equal variances
assumed .524
.471 -3.064
88 .003
Equal variances not assumed
-3.064 87.561 .003
Sumber: Lampiran 23 Pada tabel di atas diperoleh nilai signifikansi uji F yaitu 0,471 0,05
artinya sampel memiliki varians yang homogen, maka nilai-nilai yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada baris Equal variances assumed. Pada tabel di atas
diperoleh nilai t hitung = -3,064. Dengan demikian t hitung terletak di luar range -1,98 sampai +1,98 di luar daerah penerimaan H
yang artinya hipotesis H ditolak dan hipotesis H
1
diterima yaitu ada perbedaan nyata antara pendapatan usahatani jagung pengguna pupuk kompos dengan pengguna pupuk kimia.
Berdasarkan pada tabel 26, diperoleh rata-rata perbedaan pendapatan tersebut sebesar Rp 1.310.100ha. Rata-rata pendapatan jagung petani pengguna
pupuk kompos lebih tinggi dibandingkan dengan petani pengguna pupuk kimia, dimana pendapatan rata-rata petani jagung pengguna pupuk kompos sebesar
Universitas Sumatera Utara
Rp 6.558.410ha, sedangkan pendapatan rata-rata petani jagung pengguna pupuk kimia sebesar Rp 5.248.310ha.
Dengan menggunakan perhitungan opportunity cost, pendapatan yang diterima petani akan semakin kecil karena biaya yang dikeluarkan lebih besar
dibandingkan dengan perhitungan biaya riil. Pada perhitungan biaya riil, pendapatan yang diperoleh petani pengguna pupuk kompos rata-rata sebesar
Rp 7.890.089ha atau terdapat selisih Rp 1.331.679ha dengan perhitungan opportunity cost. Sedangkan untuk petani pengguna pupuk kimia, dengan
perhitungan biaya riil, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 6.626.381ha dan dengan perhitungan opportunity cost pendapatan petani pengguna pupuk kimia
menurun menjadi Rp 5.248.310ha
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan