1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kehidupan tahun pertama di perguruan tinggi merupakan dunia baru bagi individu yang beralih status dari siswa sekolah menengah menjadi
mahasiswa. Mereka umumnya merasakan perbedaan dan mengalami banyak perubahan pada masa awal memasuki dunia perkuliahan. Menurut Gunarsa
2004, individu yang baru saja beralih status menjadi mahasiswa mengalami perbedaan dalam hal sistem pendidikan perguruan tinggi meliputi sistem
pengajaran, disiplin, serta hubungan antara mahasiswa dengan dosen. Selain dalam hal akademik, perubahan juga terjadi pada hubungan sosial. Hal
tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang mahasiwa tahun pertama angkatan 2016 pada tanggal 15 September 2016 di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mahasiswa tahun pertama dalam wawancara tersebut memaparkan bahwa dirinya merasakan perbedaan pada
masa awal perkuliahan dan mengalami perubahan dalam hal-hal kompleks seperti sistem belajar, lingkungan pergaulan, dan aktivitas sehari-hari.
Perbedaan dan perubahan yang dialami tersebut, jika tidak diatasi dengan baik oleh mahasiswa tahun pertama dapat menyebabkan masalah-
masalah seperti menimbulkan perasaan tertekan pada individu Duffy Atwater, 2005; Friedlander, Reid, Shupak, Cribbie, 2007; Thurber
Walton, 2012. Hal ini ditemukan pula dalam hasil wawancara yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan oleh peneliti dimana sebanyak delapan dari sepuluh orang mahasiswa tahun pertama mengakui bahwa dirinya masih mengalami
perasaan tertekan dan cemas karena perbedaan dan perubahan yang terjadi dalam tahun pertama perkuliahan hingga memengaruhi prosesnya mengikuti
perkuliahan. Hal tersebut dialami mahasiswa tahun pertama yang menghadapi norma dan budaya baru, teman baru, tugas yang banyak, dan perubahan lain
pada gaya hidup menuntut waktu dan pengaturan diri yang lebih baik dibandingkan pada saat masa sekolah menengah atas.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut pula, diketahui mahasiswa tahun pertama belum menemukan cara belajar yang efektif sehingga merasa
kewalahan dengan tugas kuliah yang menumpuk dan membutuhkan tenaga serta waktu yang ekstra untuk menyelesaikannya. Mereka mencemaskan
ujian-ujian, bermasalah saat berbicara di depan kelas, dan semakin merasa tertekan karena kesulitan dalam mengatur waktu antara mengerjakan tugas
dengan kegiatan lain seperti kegiatan keorganisasian dan kegiatan komunitas kampus. Hal ini membuat mereka takut mengalami kegagalan di perguruan
tinggi. Gerdes dan Mallinckrodt 1994 menyatakan bahwa kegagalan dalam memenuhi tuntutan-tuntutan universitas menjadi masalah paling umum bagi
mahasiswa untuk menarik diri dari pendidikan di perguruan tinggi. Tidak hanya itu, dari hasil wawancara tersebut juga diketahui bahwa
enam dari sepuluh mahasiswa mengalami kesulitan untuk bergaul karena merasa cemas dengan lingkungan barunya. Ahkam 2004 memaparkan data
dari Unit Bimbingan Konseling Mahasiswa UBKM Universitas Negeri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Makassar tahun 2001-2003 yang menunjukkan bahwa permasalahan yang paling sering dikonsultasikan oleh mahasiswanya berupa perasaan rendah diri
dalam situasi baru, kurang percaya diri dalam kegiatan di kelas, kesulitan bergaul di dalam maupun di luar kampus, sulit menyesuaikan diri dengan
dosen, menyelesaikan kuliah melebihi waktu yang seharusnya, hingga drop out
. Data lain juga dimuat oleh mediaindonesia.com pada tahun 2016 dan kabarkampus.com pada tahun 2015 bahwa jumlah mahasiswa yang
mengalami drop out di Universitas Tadulako Sulawesi Tengah dan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya terbilang tinggi akibat gagal
menyesuaikan diri dengan tuntutan perkuliahan seperti kurangnya kemampuan bersosialisasi serta beradaptasi dengan lingkungan dan
perubahan pola belajar. Dalam menghadapi situasi terkait perbedaan dan perubahan itu,
mahasiswa tahun pertama dituntut untuk dapat menyesuaikan diri di perguruan tinggi agar mampu menguasai lingkungan sosial barunya,
mengembangkan orientasinya terhadap institusi tempat dirinya berkuliah, menjadi anggota yang produktif dalam lingkup perguruan tinggi, dan
menyesuaikan diri dengan peran serta tanggung jawab barunya Credé Niehorster, 2012; Gall, Evans, Bellerose, 2000.
Penyesuaian diri di perguruan tinggi merupakan sebuah respon psikososial pada diri mahasiswa dalam menanggapi perubahan-perubahan
yang terjadi di lingkungan sekitarnya, yang dapat menjadi sumber stress dan memerlukan serangkaian keterampilan coping Baker, McNeil, Siryk,
1985. Baker dan Siryk 1986 mengemukakan empat dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi yang meliputi penyesuaian akademik academic
adjustment , penyesuaian sosial social adjustment, penyesuaian personal-
emosional personal-emotional adjustment, dan kelekatan institusional institutional-attachment. Berdasarkan pendapat tersebut, mahasiswa tahun
pertama dikatakan telah melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi ketika mampu beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan akademik perkuliahan
yang cenderung lebih besar dibandingkan saat SMA, mampu berintegrasi dengan lingkungan sosial yang baru di kalangan kampus, mulai muncul
kelekatan secara emosional dengan perguruan tingginya, dan mampu melalui kecemasan serta stress akibat tuntutan lingkungan perkuliahan.
Mahasiswa tahun pertama yang mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan lebih mudah untuk berkembang secara optimal sesuai
potensi yang dimilikinya sehingga tujuan dalam menempuh pendidikan tercapai. Hal ini didukung dengan penelitian-penelitian yang menunjukkan
penyesuaian di perguruan tinggi yang baik pada mahasiswa tahun pertama berpengaruh dalam pencapaian akademik yang baik pula serta ketahanan
mahasiswa dalam berkuliah Baker Siryk, 1986; Beyers Goossens, 2003; Credé Niehorster, 2012. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan adanya
hubungan negatif antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dengan tingkat stress dan kecenderungan drop out Baker Siryk, 1986; Beyers
Goossens, 2003; Crede Nichorster, 2012; Friedlander et al., 2007. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi,
mahasiswa tahun pertama akan cenderung terhindar dari stress akibat perubahannya yang dapat menghambat proses menempuh pendidikan di
perguruan tinggi. Oleh karena itu, penyesuaian diri di perguruan tinggi yang baik dirasa cukup penting bagi para mahasiswa tahun pertama.
Menyadari pentingnya penyesuaian diri di perguruan tinggi, para peneliti terdahulu telah melakukan penelitian-penelitian terkait guna
mengetahui faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi itu sendiri. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
bahwa penyesuaian diri di perguruan tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor demografis seperti etnis, jenis kelamin, usia dan status generasi Bernier,
Larose, Boivin, Soucy, 2004; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Schneider Ward, 2003, persepsi dukungan sosial Friedlander et al., 2007;
Hertel, 2010; Schneider Ward, 2003 dan persepsi hubungan mahasiswa dengan orangtua Orrego Rodriguez, 2001; Schnuck Handal, 2011.
Selain itu, penyesuaian diri juga dapat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan emosi Adeyemo, 2005; Durán, Extremera, Rey, Fernández-
Berrocal, Montalbán, 2006; Parker, Summerfeldt, Hogan, Majeski, 2004; Petrides, Sangareau, Furnham, Frederickson, 2006, karakter
kepribadian atau trait Rice, Vergara, Aldea, 2006; Schnuck et al., 2011, serta evaluasi diri atau core self-evaluation yang meliputi stabilitas emosi,
harga diri atau self-esteem, efikasi diri atau self-efficacy, dan locus of control Aspelmeier, Love, McGill, Elliott, Pierce, 2012; Credé Niehorster,
2012; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Hickman, Bartholomae, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
McKenry, 2000; Pritchard, Wilson, Yamnitz, 2007; Toews Yazedjian, 2007.
Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan, peneliti melihat locus of control
sebagai sebuah variabel yang perlu dilihat hubungannya dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi. Hal ini mengacu pada
pernyataan bahwa locus of control menjadi faktor yang penting dalam menentukan bagaimana mahasiswa baru akan menyesuaikan diri melalui
pemaknaan situasi menekan di perguruan tinggi Crede Nichorster, 2012; Kammeyer-Mueller, Judge, dan Scott 2009. Rotter 1966 mengungkapkan
seorang individu dapat memaknai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai hal yang bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri locus of
control internal, atau memaknai peristiwa tersebut sebagai hal yang terjadi
karena pengaruh dari luar dirinya seperti takdir dan pengaruh orang lain locus of control eksternal. Individu dengan locus of control internal
diketahui cenderung memaknai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai hal yang dapat dikendalikan Lefcourt, 1991. Dalam konteks
kehidupan di perguruan tinggi, pemaknaan terhadap tuntutan di perguruan tinggi juga akan dilakukan oleh mahasiswa tahun pertama sebelum
menentukan bagaimana cara mahasiswa tersebut merespon tuntutan itu sendiri. Mahasiswa tahun pertama yang memaknai tuntutan di perguruan
tinggi sebagai hal yang dapat dikendalikan, atau disebut memiliki locus of control
internal, akan memutuskan tindakan yang efektif dalam menghadapi situasi tersebut dan mempertimbangkan konsekuensinya. Dengan kata lain,
mahasiswa dengan locus of control internal akan cenderung merespon tuntutan tersebut dengan berusaha menyesuaiankan dirinya di perguruan
tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti berfokus pada faktor locus of control
internal. Locus of control
merupakan sebuah kecenderungan yang bersifat dinamis dan dapat berubah seiring bertambahnya usia individu Crandall,
Katkovsky, Crandall, 1965. Penelitian yang dilakukan oleh Crandall, Katkovsky, dan Crandall 1965 menunjukkan semakin bertambahnya usia
individu maka kecenderungan locus of control yang dimilikinya semakin internal sesuai dengan tingkat kedewasaan individu tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa locus of control merupakan faktor yang masih dapat dikembangkan pada diri individu. Oleh karena itu, dengan menguji hubungan
antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi maka dapat diketahui peran locus of control internal terhadap penyesuaian diri di
perguruan tinggi. Penelitian-penelitian terdahulu terkait locus of control internal pada
mahasiswa telah menunjukkan kaitan locus of control internal terhadap karakteristik individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan
tinggi Abouserie, 1994; Aspelmeier et al., 2012; Caplan, Henderson, Henderson, Fleming, 2002; Findley Cooper, 1983; Gifford, Briceno-
Perriott, Mianzo, 2006; Janssen Carton, 1999; Martin Dixon, 1994; Roddenberry Renk, 2010; Rose, Hall, Bolen, Webster, 1996; Warehime
Foulds, 1971. Akan tetapi, penelitian-penelitian yang dilakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebelumnya hanya menunjukkan hubungan locus of control internal dengan salah satu dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi seperti penyesuaian
akademik atau penyesuaian sosial saja. Di sisi lain, tuntutan yang terjadi di perguruan tinggi tidak hanya berasal dari dimensi akademik maupun sosial
saja, melainkan meliputi dimensi personal-emosianal dan komitmen terhadap institusi perkuliahan seperti teori yang dikemukakan oleh Baker dan Syrik
1986. Mahasiswa tahun pertama dikatakan berhasil melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi apabila telah memenuhi keempat dimensi tersebut dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Akan tetapi, pengukuran penyesuaian diri di perguruan tinggi secara menyeluruh meliputi keempat dimensi tersebut
belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini bermaksud untuk menguji hubungan antara locus of control
internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama secara lebih komprehensif dengan menggunakan pengukuran yang
meliputi keempat dimensi penyesuaian diri dari Baker dan Syrik 1986.
B. RUMUSAN MASALAH