Hukum Acara Pada Pengadilan Agama

58 hukum perwakafan. Pengertian dari Kompilasi Hukum Islam itu sendiri adalah : rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama fiqih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun kedalam satu himpunan. 73 Himpunan tersebut yang dinamakan dengan kompilasi. Kebutuhan akan adanya KHI sebagai hukum materil bagi Peradilan Agama sudah sejak lama menjadi bahan pemikiran. Para tokoh yang sangat peduli terhadap pelaksanaan hukum Islam di Indonesia terus mengusahakan agar KHI ini dapat menjadi undang-undang, sehingga statusnya menjadi kuat sebagai pegangan dalam melaksanakan hukum Islam di Indonesia.

2. Hukum Acara Pada Pengadilan Agama

Di dalam kehidupan bermasyarakat, tiap-tiap orang memiliki kepentingannya masing-masing dan berbeda satu sama lain. Dan tidak jarang kepentingan mereka saling bertentangan yang pada akhirnya menimbulkan sengketa. Adapun yang dimaksud dengan kepentingan adalah segala hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata yang diatur dalam hukum perdata materil. Disamping hukum perdata materil terdapat pula hukum perdata formal atau yang disebut dengan hukum acara perdata, yaitu seluruh kaidah hukum yang menetukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materil. Hukum acara ini terdiri dari rangkaian cara-cara 73 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1992, hal. 14 Universitas Sumatera Utara 59 bertindak di depan pengadilan mulai dari memasukkan gugatan atau permohonan sampai kepada putusan. Terdapat tiga aspek struktural yang melekat pada badan-badan peradilan yang kesemuanya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ketiga aspek tersebut adalah susunan pengadilan, kekuasaan pengadilan, dan hukum acara yang berlaku. Mengenai hukum acara yang berlaku dalam lingkungan Pengadilan Agama diatur dalam bab IV pasal 54 sampai pasal 105 Undang-undang nomor 7 tahun 1989. Dalam pasal 54 disebutkan hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan Umum kecuali yang telah diatur secara khusus. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa terdapat hukum acara perdata yang secara umum berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama, dan ada pula hukum acara yang hanya berlaku pada pengadilan dalam Peradilan Agama. Menurut Wirjono Projodikoro hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Pada dasarnya hukum acara itu merupakan proses penerimaan, pemeriksaan, penyidangan, pemutusan dan penyelesaian perkara yang diajukan kepadanya. “Berkenaan dengan hal itu, maka hukum acara Peradilan Agama merupakan suatu cara untuk Universitas Sumatera Utara 60 melaksanakan hukum Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.” 74 Hukum acara yang khusus diatur dalam Undang-undang Peradilan Agama meliputi tiga bagian. “Bagian yang pertama merupakan ketentuan yang bersifat umum yaitu mengenai asas-asas peradilan, penetapan dan putusan pengadilan, dan upaya hukum banding dan kasasi. Bagian kedua mengatur mengenai pemeriksaan sengketa perkawinan yang meliputi perkara cerai talak, cerai gugat, dan cerai dengan alasan zina. Dan bagian yang ketiga mengatur tentang biaya perkara.” 75 Dalam Peradilan Agama terdapat dua bentuk perkara yang dapat diajukan yaitu perkara permohonan dan perkara gugatan. Perkara permohonan merupakan perkara yang tidak mengandung unsur sengketa, yang diajukan oleh seseorang kepada pengadilan untuk dimintakan ketetapan sesuatu hak bagi dirinya atau tentang kedudukan hukum tertentu. Orang yang mengajukan permohonan disebut dengan pemohon, dan produk hukum yang dihasilkan adalah penetapan beschikking. Dalam perkara permohonan tidak ada pihak lawan. Pihak lawan atau termohon diperlukan hanya untuk didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan, oleh karena termohon mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan pemohon. Terhadap permohonan itu hakim mengeluarkan suatu penetapan atau lazim disebut dengan putusan declaratoir yang hanya bersifat menetapkan atau menerangkan saja. Penetapan ini merupakan pernyataan dari hakim yang dituangkan 74 Cik Hasan Bisri, Op cit. 75 Ibid Universitas Sumatera Utara 61 dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang yang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonanvoluntair. Hakim hanya memberikan jasa-jasanya sebagai tenaga tata usaha negara. Sedangkan gugatan merupakan suatu perkara yang mengandung sengketa atau konflik diantara para pihaknya. Dalam suatu gugatan terdapat pihak yang merasa dirinya dirugikan atau merasa haknya dilanggar oleh pihak lain. Pihak yang mengajukan gugatan disebut dengan penggugat, dan yang digugat disebut dengan tergugat. Dalam perkara gugatan, hakim benar-benar berfungsi sebagai pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan. Ia mengadili para pihak yang bersengketa dan memutus pihak mana yang benar. Jenjang pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama terdiri atas Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kota atau ibukota kabupaten, dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya mencakup wilayah propinsi. Susunan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama diatur dalam Undang- undang nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2006 pasal 9 yaitu : 1. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris dan jurusita. 2. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari pimpinan, anggota, panitera, sekretaris. Universitas Sumatera Utara 62 Ketentuan ini menunjukkan bahwa unsur-unsur Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama hampir seluruhnya sama, kecuali jurusita yang hanya ada pada Pengadilan Agama. Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman judicial power di Indonesia dilaksanakan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara yang berpucuk pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara tertinggi. Keempat lingkungan peradilan tersebut memiliki cakupan dan batasan kekuasaan masing-masing sesuai dengan yurisdiksi yang diberikan oleh undang-undang. Kekuasaan pengadilan pada masing-masing lingkungan terdiri atas kekuasaan relatif relative competentie. Kekuasaan relatif berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan, baik pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding. Artinya cakupan dan batasan kekuasaan relatif pengadilan ialah meliputi daerah hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 76 Sedangkan kekuasaan mutlak pengadilan berkenaan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama memiliki kekuasaaan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan umat Islam. Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama mengalami perluasaan terutama sejak berlakunya Undang-undang nomor 1 tahun 1974, kemudian mengalami penyeragaman sejak berlakunya Undang-undang nomor 7 tahun 1989, sebagaimana yang tertera dalam pasal 49 sampai dengan pasal 53. 76 Ibid Universitas Sumatera Utara 63 Dalam pasal 49 dinyatakan : Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang- orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah dan ekonomi syariah. Kewenangan Peradilan Agama tersebut berdasar atas asas personalitas ke-Islaman, yaitu yang dapat ditundukkan ke dalam kekuasaan lingkungan Peradilan Agama, hanya mereka yang beragama Islam. 77 Asas personalitas ke-Islaman dalam bidang perdata kewarisan, meliputi seluruh golongan rakyat beragama Islam. Dengan perkataan lain, dalam hal terjadi sengketa kewarisan bagi setiap orang yang beragama Islam, kewenangan mengadilinya tunduk dan takluk pada lingkungan Peradilan Agama, bukan ke lingkungan Peradilan Umum. Jadi, luas jangkauan mengadili lingkungan Peradilan Agama ditinjau dari subjek pihak yang berperkara, meliputi seluruh golongan rakyat yang beragama Islam tanpa terkecuali. 78 Dalam bidang kewarisan kekuasaan pengadilan Agama mencakup empat hal yaitu penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris dari harta peninggalan itu, dan pelaksanaan pembagian dari harta peninggalan tersebut. Bahwa sistem hukum kewarisan Islam mempunyai karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan sistem hukum lainnya misalnya civil law dan common law. Sifat khas dan karakteristik hukum kewarisan Islam ini tampak pada masalah perorangan faraid atau kuantum yaitu bagian yang tertentu yang diperuntukkan bagi orang-orang tertentu dan dalam keadaan tertentu, pengaturannya sedemikian rupa sehingga menonjol sekali faktor keadilannya. Kemudian pada variasi pengurangan perolehan karena adanya faktor-faktor tertentu, atau bagian ahli waris dipengaruhi oleh kehadiran ahli waris lainnya. Demikian pula adanya metode pemecahan kasus- 77 Sulaikin Lubis, Wismar ‘Ain Marzuki dan Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008, hal.109 78 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun1989, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 147-148. Universitas Sumatera Utara 64 kasus kewarisan dengan aul dan rad yang dijumpai hanya dalam hukum kewarisan Islam. 79 Proses administrasi perkara di Pengadilan Agama secara singkat adalah sebagai berikut : 1. Penggugat atau kuasanya datang ke bagian pendaftaran perkara di Pengadilan Agama, untuk menyatakan bahwa ia ingin mengajukan gugatan. Gugatan dapat diajukan secara lisan maupun tulisan. 2. Penggugat wajib membayar uang muka biaya atau ongkos perkara pasal 121 ayat 4 HIR. 3. Panitera pendaftaran menyampaikan gugatan kepada bagian perkara, sehingga gugatan secara resmi dapat diterima dan didaftarkan dalam buku register perkara. 4. Kemudian gugatan diteruskan kepada ketua Pengadilan Agama dan diberi catatan mengenai nomor tanggal perkara, dan penentuan hari sidangnya. 5. Lalu ketua pengadilan menentukan majelis hakim yang akan mengadili. 6. Hakim ketua atau anggota majelis hakim yang akan memeriksa perkara tersebut memeriksa kelengkapan surat gugatan. 7. Setelah semuanya terpenuhi dan lengkap maka panitera memanggil penggugat dan tergugat dengan membawa surat panggilan sidang yang patut. 8. Semua proses pemeriksaan perkara dicatat dalam berita acara persidangan. Setelah proses administrasi selesai dilakukan dan setelah permohonan atau gugatan diajukan maka tahap berikutnya adalah pemeriksaan dan pembuktian. Pada 79 Tahir Azhary, Bunga Rampai Hukum Islam Kumpulan Tulisan, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, hal.1-16 Universitas Sumatera Utara 65 dasarnya pemeriksaan perkara di pengadilan dilaksanakan dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum. Persidangan tersebut dilaksanakan oleh hakim majelis yang terdiri dari hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan didampingi oleh panitera pengganti. Adapun tahap-tahap pemeriksaan perkara dalam persidangan secara umum, terutama perkara gugatan ialah sebagai berikut : 1. Tahapan sidang pertama, hakim membuka persidangan kemudian dilanjutkan dengan menanyakan identitas para pihak, pembacaan surat gugatan atau permohonan, lalu hakim akan menganjurkan untuk melakukan perdamaian kepada para pihak. 2. Tahapan replik dan duplik. Dalam tahap ini dilakukan pembacaan surat gugatan atau permohonan, tanggapan atas gugatan yang diajukan, kemudian jawaban atas tanggapan tergugat replik dan selanjutnya replik tersebut dijawab kembali oleh tergugat duplik. 3. Tahapan pembuktian. Dalam tahap ini para pihak mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi yang akan memperkuat surat gugatan atau permohonannya bagi penggugat, dan juga memperkuat jawaban atau bantahan bagi tergugat. Semua alat bukti diserahkan kepada majelis. Pembuktian ini merupakan salah satu cara untuk meyakinkan hakim terhadap kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam gugatan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat untuk menyanggah apa yang dikemukakan penggugat. Universitas Sumatera Utara 66 4. Tahap penyusunan kesimpulan. Dalam tahap ini para pihak diperkenankan mengajukan kesimpulan. 5. Tahap musyawarah majelis hakim. Musyawarah yang dilakukan oleh majelis hakim dilakukan secara tertutup dan rahasia. 6. Tahap pengucapan keputusan yang dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Keputusan pengadilan pada dasarnya merupakan penerapan hukum terhadap suatu peristiwa, dalam hal ini perkara yang memerlukan penyelesaian melalui kekuasaan negara. Terdapat tiga unsur dalam keputusan pengadilan, yaitu pertama, dasar hukum yang dijadikan rujukan dalam keputusan pengadilan. Kedua, proses pengambilan keputusan pengadilan. Unsur ketiga sangat tergantung pada unsur pertama dan kedua, yang berbentuk keputusan pengadilan yang merupakan suatu produk dari proses yang mengacu kepada dasar hukum yang berlaku dan mengikat. Universitas Sumatera Utara 67 BAB III LEMBAGA-LEMBAGA YANG BERWENANG MENGELUARKAN PENETAPAN AHLI WARIS

A. Tinjauan Umum mengenai Ahli Waris

Kata ahli waris yang secara bahasa berarti keluarga tidak otomatis ia dapat mewarisi harta peninggalan saudaranya yang meninggal dunia. Berdasarkan sebab- sebab menerima warisan ahli waris dalam hukum Islam ada dua golongan yaitu ahli waris nasabiyah ialah karena hubungan darah, dan ahli waris sababiyah yang timbul karena hubungan perkawinan yang sah. Apabila dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima atau besarnya bagian yang diterima ahli waris, dapat dibedakan menjadi : 80 1. Ahli waris ashab al-furud, yaitu ahli waris yang menerima bagian yang telah ditentukan besar kecilnya, seperti 12, 13, atau 16. Pada umumnya ahli waris ashab al-furud adalah perempuan, sementara ahli waris laki-laki yang menerima bagian tertentu adalah bapak, atau kakek dan suami. Selain itu menerima bagian sisaashabah. 2. Ahli waris ashabah, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa setelah harta dibagikan kepada ahli waris ashab al-furud. Sebagai penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak seluruh harta warisan, terkadang sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali karena habis diambil ahli waris ashab al-furud. Didalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang terdekatlah yang terlebih dahulu menerimanya. Konsekuensi cara pembagian seperti ini maka ahli waris ashabah yang peringkat kekerabatannya berada dibawahnya tidak mendapatkan bagian. Dasar pembagian ini adalah perintah Rasulullah SAW ”...berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, kemudian sisanya untuk ahli waris laki-laki yang utama ...” Adapun macam-macam ahli waris ashabah ada tiga macam yaitu pertama ashabah binafsih ialah ahli waris yang karena kedudukan dirinya sendiri berhak menerima bagian ashabah, ahli waris kelompok ini semuanya adalah laki-laki. 80 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal.49 67 Universitas Sumatera Utara 68 Kedua ashabah bilghair ialah ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli waris lain yang telah menerima bagian sisa. Apabila ahli waris penerima sisa tidak ada maka ia tetap menerima bagian tertentu tidak menerima ashabah. Ketiga ashabah ma’alghair ialah ahli waris yang menerima bagian ashabah karena bersama ahli waris lain yang bukan penerima bagian ashabah, apabila ahli waris lain tadi tidak ada maka ia menerima bagian tertentu. 3. Ahli waris zawi al-arham, yaitu ahli waris karena hubungan darah, tetapi menurut ketentuan Al-Qur’an tidak berhak menerima warisan sepanjang ada ahli waris ashab al-furud dan ashabah. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ketentuan ahli waris diatur dalam QS. An-Nisa’ ayat 11-12, dimana telah diatur secara tegas siapa ahli waris ashab al-furud dan siapa ahli waris ashabah. Dengan demikian ahli waris yang tidak termasuk di dalam ayat tersebut berarti tidak berhak menerima warisan, dan mereka itu adalah zawi al-arham. 81 Adapun mengenai cara pembagian warisan kepada zawi al-arham terdapat tiga prinsip, yang kemudian menjadi nama golongan yaitu : 82 1. Prinsip al-qarabah yaitu menggunakan prinsip jauh dekatnya hubungan kekerabatan. 2. Prinsip al-tanzil yaitu menempatkan ahli waris zawi al-arham pada kedudukan ahli waris yang menyebabkan mereka mempunyai hubungan dengan si mati. 3. Prinsip al-rahim yaitu memandang bahwa semua ahli waris zawi al-arham adalah keluarga, masing-masing memiliki hak yang sama dalam mendapatkan warisan. Apabila dilihat dari hubungan kekerabatan atau jauh dekatnya, sehingga yang dekat lebih berhak menerima warisan dari yang jauh dapat dibedakan : 1. Ahli waris hajib, yaitu ahli waris yang dekat yang dapat menghalangi yang jauh, atau karena garis keturunannya menyebabkannya menghalangi orang lain. 2. Ahli waris mahjub, yaitu ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat menerima warisan jika yang menghalanginya tidak ada. 81 Ibid 82 Ibid Universitas Sumatera Utara 69 Apabila dirinci ahli waris yang dapat mewarisi seseorang yang telah meninggal dunia seluruhnya ada 25 orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki- laki dan 10 oang dari pihak perempuan. Ke dua puluh lima orang inilah yang akan mendapat harta pusaka peninggalan si pewaris secara berurutan menurut ketentuan hukum yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul, yaitu sebagai berikut : 83 1. Ahli waris dari pihak laki-laki a. Anak laki-laki b. Anak laki-laki dari anak laki-laki cucu laki-laki c. Bapak d. Kakek, dan terus keatas e. Saudara laki-laki seibu-sebapak f. Saudara laki-laki sebapak g. Saudara laki-laki seibu h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu-sebapak i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak j. Paman yang seibu-sebapak dengan bapak k. Paman yang sebapak dengan bapak l. Anak laki-laki dari paman yang sebapak dengan bapak m. Anak laki-laki dari paman yang seibu-sebapak dengan bapak n. Suami o. Laki-laki yang memerdekakan budak 2. Ahli waris dari pihak perempuan a. Anak perempuan b. Anak perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah c. Ibu d. Nenek dari pihak ibu, dan terus keatas e. Nenek dari pihak bapak, dan terus keatas f. Saudara perempuan seibu-sebapak g. Saudara perempuan sebapak h. Saudara perempuan seibu i. Istri j. Perempuan yang memerdekakan budak 83 Mukhlis Lubis,Op cit, hal.11-12 Universitas Sumatera Utara 70 Apabila dalam suatu kasus seluruh pihak yang akan mewariskan itu baik laki-laki maupun perempuan berkumpul semua, maka yang menerima warisan hanya lima saja yaitu: a Ayah b Anak laki –laki c Suami atau istri d Ibu e Anak perempuan Sebagaimana hukum waris lainnya, hukum waris Islam juga mengenal pengelompokan ahli waris kepada beberapa kelompok keutamaan, misalnya anak lebih utama dari cucu, ayah lebih utama kepada anak dibandingkan dengan saudara, ayah lebih utama kepada si anak dibandingkan dengan kakek. Kelompok keutamaan ini juga dapat disebabkan kuatnya hubungan kekerabatan, misalnya saudara kandung lebih utama dari saudara seayah atau seibu, sebab saudara kandung mempunyai dua garis penghubung sedangkan saudara seayah atau seibu hanya dihubungkan oleh satu garis. Adapun kelompok keutamaan ahli waris dapat dikelompokkan sebagai berikut: 84 a. Kelompok keutamaan pertama terdiri dari : 1 Anak laki-laki dan perempuan, atau zawil faraid atau sebagai zawil qarabat beserta mawali mendiang anak laki-laki dan perempuan 2 Orang tua ayah dan anak sebagai zawil faraid 84 Penetapan Ahli Waris, http:www.renungan.indah.web.id201105penetapan-ahli- waris.html, diakses tanggal 17 September 2012 Universitas Sumatera Utara 71 3 Janda dan duda sebagai zawil faraid b Kelompok keutamaan kedua terdiri dari : 1 Saudara laki-laki dan perempuan, atau sebagai zawil faraid atau zawil qarabat beserta mawali bagi mendiang-mendiang saudara laki-laki dan perempuan dalam kalalah. 2 Ayah sebagai zawil qarabat dalam hal kalalah. 3 Ibu sebagai zawil faraid. 4 Janda dan duda sebagai zawil faraid. c Kelompok keutamaan ketiga terdiri dari : 1 Ibu sebagai zawil faraid. 2 Ayah sebagai zawil qarabat. 3 Janda dan duda sebagai zawil faraid. d Kelompok keutamaan keempat terdiri dari : 1 Janda dan duda sebagai zawil faraid. 2 Mawali untuk ibu. 3 Mawali untuk ayah. Dengan adanya kelompok keutamaan di antara para ahli waris ini dengan sendirinya menimbulkan akibat adanya pihak keluarga yang tertutup atau terhalang oleh ahli waris yang lain.

B. Lembaga-lembaga Yang Berwenang Mengeluarkan Penetapan Ahli Waris 1.

Penetapan Ahli Waris yang Dikeluarkan Oleh Pengadilan Negeri Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 20 tahun 1999 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kehakiman, maka Pengadilan Negeri banyak menyelesaikan masalah-masalah tentang ketetapan waris. Ketetapan waris yang dikeluarkan oleh Universitas Sumatera Utara 72 Pengadilan Negeri berlaku untuk semua golongan penduduk Indonesia yang menundukkan diri pada ketentuan-ketentuan hukum perdata BW. Asalkan ada permohonan yang diajukan ke Pengadilan Negeri untuk dibuatkan penetapan atau surat keterangan waris, maka pengadilan akan mengeluarkannya tanpa melihat perbedaan atau penggolongan penduduk seperti yang termuat dalam pasal 131 IS dan 163 IS Indische Straatsregeling tentunya dengan memenuhi persyaratan atau dokumen-dokumen yang diperlukan. Penetapan waris dari Pengadilan Negeri ini sejalan dengan Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Agraria Nomor Dpt.12631269, tertanggal 20 Desember 1969, yang menyatakan tentang kewenangan Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Notaris dan LurahCamat dalam mengeluarkan keterangan hak waris. Untuk orang Indonesia yang menundukkan dirinya pada hukum perdata BW, maka surat keterangan hak warisnya dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri. Dalam buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tahun 2004, disebutkan mengenai akta di bawah tangan tentang keahliwarisan, yaitu akta yang dibuat oleh para ahli waris, di mana mereka membuat surat pernyataan bahwa diri mereka adalah ahli waris dan dengan menyebutkan kedudukan masing-masing dalam hubungan keluarga dengan pewaris. 85 Pernyataan tersebut dapat dimintakan untuk disahkan oleh notaris maupun ketua Pengadilan Negeri. Setelah dibacakan dan dijelaskan di hadapan para pihak 85 Mahkamah Agung, Pedoman Tugas dan Administrasi Pengadilan, Buku II Edisi Revisi, Jakarta, 2005, hal. 108. Universitas Sumatera Utara 73 oleh ketua Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk, kemudian barulah tandatangan mereka disahkan. Surat pernyataan waris tersebut hanya berlaku untuk satu keperluan tertentu saja dan harus dicantumkan dalam surat tersebut. Dengan demikian surat pernyataan waris yang dibuat oleh para ahli waris dan disahkan oleh pengadilan berkekuatan sebagai akta di bawah tangan.

2. Penetapan Waris yang dikeluarkan Oleh Pengadilan Agama

Dokumen yang terkait

Analisa Yuridis Penetapan Ahli Waris Berdasarkan Hukum Waris BW (Putusan Pengadilan Negeri Jember No. 67/Pdt.G/2011/PN.Jr)

5 33 10

ANALISA YURIDIS PENETAPAN AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM WARIS BW (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember No. 67/Pdt.G/2011/PN.Jr)

2 49 18

Ayah Sebagai Pengasuh Bagi Anak Yang Belum Mumayyiz (Analisis Putusan Perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS)

0 5 0

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Munasakhah Dalam Perspektif Hukum Waris Islam (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Medan No. 77 Pdt.P 2009 Pa Mdn)

0 2 17

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Munasakhah Dalam Perspektif Hukum Waris Islam (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Medan No. 77 Pdt.P 2009 Pa Mdn)

0 0 2

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Munasakhah Dalam Perspektif Hukum Waris Islam (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Medan No. 77 Pdt.P 2009 Pa Mdn)

0 1 28

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Munasakhah Dalam Perspektif Hukum Waris Islam (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Medan No. 77 Pdt.P 2009 Pa Mdn)

0 3 34

BAB II PROSES UNTUK MENDAPATKAN PENETAPAN AHLI WARIS A. Tinjauan Umum Tentang Pewarisan 1. Pengertian Pewarisan a. Pengertian Hukum Waris Perdata - Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

0 1 46

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

2 4 20

ANALISA HUKUM PENETAPAN AHLI WARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN NOMOR 1229PDT.G2010PAMDN) TESIS

1 4 16