18
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pengujian efek toksisitas subkronik secara oral terhadap mencit
jantan dan betina, pengamatan meliputi gejala toksik, berat badan, konsumsi makanan, kematian, pengukuran kadar ureum, kreatinin, SGPT dan SGOT,
kemudian dilakukan pemeriksaan secara makroskopik dan mikroskopik organ hati mencit.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
– alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat – alat gelas,
neraca listrik, aluminium foil, oral sonde, seperangkat alat bedah, neraca hewan, spuit, mikroskop.
3.1.2 Bahan – bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol pecut kuda, akuades, formalin 10, natrium CMC, etanol 96 , hematoksilin, eosin.
3.2 Hewan Penelitian
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan dan betina sebanyak 32 ekor yang dibagi menjadi 4 kelompok. Sebelum
pengujian, mencit diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7-14 hari. Hewan diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi. Sebelum dilakukan
Universitas Sumatera Utara
19 penelitian telah diperoleh surat rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan
dari Komite Etik Penelitian Hewan FMIPA USU Lampiran 2, halaman 23.
3.3 Pembuatan Suspensi CMCNa 0,5 bv
Sebanyak 0,5 g CMC Na dimasukkan ke dalam lumpang yang berisi air panas sebanyak 10 ml, dibiarkan selama 15 menit sehingga menggembang digerus
hingga diperoleh massa yang transparan, lalu diencerkan dengan akuades. Kemudian dimasukan ke dalam wadah, cukupkan dengan akuades hingga 100 ml.
3.4 Pengelompokan Hewan Uji dan Pemberian Sediaan Uji
Hewan uji yang digunakan yaitu mencit Mus musculus yang sehat sebanyak 32 ekor yang dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan, tiap kelompok
terdiri dari 8 ekor mencit, yaitu 4 ekor mencit jantan dan 4 ekor mencit betina. elompok 1 sebagai kontrol, kelompok 2,3 dan 4 sebagai kelompok perlakuan.
Pembagian kelompok hewan uji sebagai berikut : kelompok 1 : Kontrol, diberi larutan suspensi CMC-Na 0,5 bv
kelompok 2 : Perlakuan, diberikan EEPK dengan dosis 200 mgkg bb kelompok 3 : Perlakuan, diberikan EEPK dengan dosis 400 mgkg bb
kelompok 4 : Perlakuan, diberikan EEPK dengan dosis 800 mgkg bb Sediaan uji diberikan secara oral menggunakan oral sonde setiap hari
selama 28 hari dan dilakukan pengamatan.
Universitas Sumatera Utara
20
3.5 Pengamatan Toksisitas Subkronik
Sediaan uji diberikan secara oral setiap hari selama 28 hari. Setelah diberikan sediaan uji, 1 jam kemudian dilakukan pengamatan selama 2 jam.
Pengamatan yang terjadi berupa gejala-gejala toksik dan gejala klinis seperti perilaku fisik tremor, salivasi, diare, lemas, gerak-gerik hewan seperti berjalan
mundur dan menggunakan perut Rasyid, 2012. Adapun cara pengamatannya, yaitu:
1. Salivasi Pengeluaran salivasi mencit yang telah diberi ekstrak etanol pecut kuda
dibandingkan dengan kontrol, menggunakan kertas saring. 2. Diare
Pengeluaran tinja mencit yang telah diberi ekstrak etanol pecut kuda dibandingkan dengan kontrol, menggunakan kertas saring.
3. Tremor Hewan yang telah diberi ekstrak etanol pecut kuda, diamati tremor atau
tubuh hewan bergetar. 4. Lemas
Hewan yang telah diberi ekstrak etanol pecut kuda diamati aktivitasnya secara umum.
5. Gerak-gerik hewan Hewan yang telah diberi ekstrak etanol pecut kuda diamati gerak -
geriknya seperti berjalan mundur dan berjalan menggunakan perut.
Universitas Sumatera Utara
21
3.5.1 Berat Badan
Mencit ditimbang setiap hari selama 28 hari untuk menentukan volume sediaan uji yang akan diberikan. Sedangkan jumlah makanan yang dikonsumsi
ditimbang setiap seminggu sekali. Perubahan berat badan dianalisis seminggu sekali. Pada akhir penelitian, hewan yang masih hidup diotopsi BPOM RI.,
2011.
3.5.2 Kematian Hewan
Kematian mencit diamati dari hari pertama sampai hari ke 28 dan mencit yang mati selama waktu pemberian sediaan uji segera diotopsi BPOM RI., 2011.
3.5.3 Pengukuran kadar SGPT dan SGOT
Pada akhir periode pemberian sediaan uji semua mencit yang masih hidup diotopsi. Hewan didislokasi lehernya kemudian darah diambil melalui jantung
intra cardiac secara perlahan-lahan menggunakan alat suntik steril sebanyak 1-3 ml. Sebanyak 1 ml darah dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifuge dan
didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit, kemudian dipindahkan ke dalam tangas es dan segera disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm
hingga dihasilkan serum yang bening. Serum dipisahkan, kemudian diperiksa kadar SGPT dan SGOT dengan menggunakan alat sprektrofotometer.
Penetapan kadar SGPT dan SGOT dengan cara sejumlah 100 µl serum uji direaksikan dengan 1000 µl pereaksi uji untuk pemeriksaan SGPT dan SGOT
dalam tabung reaksi 5 ml, dihomogenkan dengan bantuan vortex. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada suhu 37°C tepat setelah menit ke 1, 2, dan 3
pada panjang gelombang 340 nm. Hal yang sama dilakukan terhadap blanko
Universitas Sumatera Utara
22 preaksi+akuades. Kadar SGPT dan SGOT dapat ditentukan dengan menghitung
rata-rata selisih absorbansi sampel permenit dikalikan faktor 1745.
3.5.4 Makroskopik Organ Hati
Mencit yang mati segera diotopsi dan dilakukan pengamatan terhadap organ hati. Pengamatan meliputi warna, permukaan dan konsistensi organ hati
secara visual.
3.5.5 Histopatologi Organ Hati
Organ yang diperiksa secara histopatologi adalah hati. Organ yang sudah dipisahkan segera dimasukkan dalam larutan dapar formalin 10 dan dibuat
preparat histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Prosedur pembuatan preparat histopatologi: a. Organ yang akan diperiksa direndam didalam larutan dapar formalin 10
pada suhu kamar. b. Organ dipotong, pemotongan dilakukan pada lobus terbesar hati.
c. Untuk menghilangkan sisa formalin dilakukan pencucian dengan air mengalir.
d. Dilakukan proses dehidrasi dengan etanol 70, 80, 90, etanol absolut. Kemudian dilanjutkan dengan penjernihan menggunakan xilen sebanyak tiga
kali selama 1 jam. e. Proses penanaman. Caranya: sampel direndam dengan parafin cair pada suhu
60 – 70
o
C selama 2 jam. f.
Dilakukan pencetakan dan dibiarkan membeku, kemudian blok parafin dipotong dengan menggunakan alat mikrotom dengan ketebalan irisan 5 - 7
Universitas Sumatera Utara
23 µm. Setelah memperoleh potongan yang bagus, potongan tersebut
ditempelkan pada kaca obyek. Sayatan organ yang telah menempel pada kaca obyek segera diletakkan pada permukaan pemanas dengan suhu 56 - 58° C
selama kurang lebih 10 detik, sehingga organ meregang dan menempel pada kaca obyek sambil diatur jangan sampai organ berkerut atau melipat.
Selanjutnya preparat disimpan dalam suhu kamar untuk dilakukan pewarnaan.
g. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan hematoksilin-eosin. Pertama sediaan direndam dengan larutan xilen untuk proses deparafinasi masing-
masing selama 12 menit. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan merendam preparat dalam etanol 70, 80, 90, etanol absolut selama 5
menit, dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya direndam dengan larutan hematoksilin selama 5 menit, dicuci dengan air mengalir, dilakukan
pewarnaan dengan eosin. Kemudian, dicelupkan ke dalam etanol 70, 80, 90, dan etanol absolut masing-masing selama 10 menit. Terakhir
dimasukkan kedalam xilen selama 12 menit. Preparat diamati dibawah mikroskop.
3.6 Analisis Data
Data jumlah hewan uji yang mati dianalisa secara statistik menggunakan SPSS dengan metode One Way Analysis of Variance ANOVA dilanjutkan
dengan uji post hoc Tukey untuk mengetahui perbedaan signifikan berat badan, konsumsi makanan, serta kadar SGPT dan SGOT .
Universitas Sumatera Utara
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Bahan Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor menyebutkan
bahwa tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan pecut kuda Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl Lampiran 1, halaman 23. Ekstrak etanol pecut kuda
diperoleh dari penguji sebelumnya yang telah melakukan uji toksisitas akut Citra, 2014.
4.2 Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Pecut Kuda EEPK
Pengamatan terhadap uji toksisitas subkronik EEPK dilakukan setiap hari selama 28 hari meliputi perilaku fisik, jumlah kematian hewan, jumlah makanan,
berat badan, kadar ureum, kreatinin, SGPT, SGOT, makropatologi dan gambaran histopatologi organ hati.
4.2.1 Hasil pengamatan gejala toksik
Hasil pengamatan terhadap perilaku fisik hewan uji dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Universitas Sumatera Utara