menolak banyak sekali unsur-unsur adat lokal, tetapi mempertahankan sebagian lain dan kemudian diberi warna Islam. Salah satu adat yang masih dipertahankan
kaum santri adalah sekitar selamatan. Yang dimaksud selamatan di sini adalah mendoakan orang yang telah meninggal dan bisaanya diakhiri oleh jamuan
makan-makan oleh keluarga berkabung baik pada saat meninggalnya maupun setelahnya seperti selamatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari,
dan haul. Dalam ritual itu bisaanya dibacakan tahlil, suatu ritus dalam bahasa Arab yang intinya membaca kalimat “La ilah-a illa ‘l-Lah”, dengan maksud
berdoa untuk kebahagian orang yang telah meninggal. Dalam hal kesenian, sejalan dengan kearaban yang ada dalam kitab-kitab
yang dipelajari, maka kaum santri juga menerima dengan antusias berbagai kesenian yang berbau Arab. Yang paling umum mereka tampilkan adalah qasidah-
qasidah mengenai kehidupan Nabi seperti karangan Diba’i dan Barzanji. Segi lain yang membedakan kaum santri dengan kaum lainya adalah
dalam hal berpakaian. Songkok atau tutup kepala secara umum dianggap sebagai pakaian kaum santri. Sarung juga merupakan pakaian yang dianggap sebagi
simbol kaum santri sehingga tidak jarang kaum santri disebut sebagai “kaum sarungan”.
11
B. PENGERTIAN INDUSTRIALISASI
B.1. Pengertian Industrialisasi
Menurut Henry Fratt sebagimana dikutip oleh Nurcholish Madjid, industrialisasi didefinisikan sebagai proses perkembangan teknologi oleh
11
Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, h. 37
penggunaan ilmu pengetahuan terapan. Ditandai dengan ekspansi besar-besaran dengan menggunakan tenaga permesinan, untuk tujuan pasaran yang luas dari
barang-barang produsen maupun konsumen, melalui angkatan kerja yang terspesialisasikan dengan pembagian kerja, seluruhnya disertai oleh urbanisasi
yang meningkat.
12
Tekanan yang akan digambarkan sebagai acuan untuk penelitian ini adalah industri yang mempunyai tekanan pada proses perubahan sosial, yaitu perubahan
susunan kemasyarakatan dari suatu sistem pra-industrial agraris, misalnya ke sistem sosial industrial. Masyarakat industrial menuntut dan melahirkan nilai-
nilainya sendiri yang tidak dapat dihindarkan. Dikehendaki atau tidak industrialisasi pasti melahirkan tata nilai yang kebanyakan tidak dikenal oleh
masyarakat non-industrial. Jock Young menyimpulkan tujuh nilai formal yang mendasari masyarakat industrial.
1 Kesenangan yang tertunda;
2 Perencanaan kerja atau tindakan masa mendatang;
3 Tunduk terhadap aturan-aturan birokratis;
4 Kepastian, pengawasan yang banyak terhadap kedetailan, dan
sedikit terhadap pengarahan; 5
Rutin dan dapat diramalkan; 6
Sikap instrumental terhadap kerja, dan 7
Kerja keras yang produktif dinilai sebagai kebaikan.
13
12
Nurkholis Madjid, Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan, Bandung : Mizan, 1987, hal. 140
13
Madjid, Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan, h. 128
Nilai-nilai di atas adalah adalah nilai yang berlaku pada waktu kerja yang diakui sah oleh masyarakat dan setiap orang diharuskan bertindakdengan
mengikuti ketentuan-ketentuannya. Namun nilai-nilai tersebut menjadikan manusia menjadi layaknya mesin atau dehumanisasi. Dan dehumanisasi adalah
penderitaan sekalipun sifatnya immaterial. Maka dalam masyarakat industrial selu ada kecenderungan untuk dapat bebas dari kondisi tersebut. Penyaluran keinginan
tersebut secara resmi seperti hari libur, cuti, atau waktu senggang. Jadi ada dua nilai yang dianut oleh seseorang dalam masyarakat industrial,
yang resmi selama waktu kerja dan tidak resmi selama waktu senggang. Dapat pula dikatakan norma-norma resmi adalah publik life dan nilai-nilai waktu
senggang adalah norma dalam private life. Atau ringkasnya, orang taat kepada aturan publik life untuk dapat menikmati nilai-nilai private life. Adapun perubahan
nilai-nilai waktu senggang kepada nilai-nilai waktu kerja digambarkan secara sederhana oleh Herbert Marcuse sebagai berikut:
dari nilai waktu senggang Ke nilai waktu kerja
kepuasan yang segera di dapat kenikmatan
kesenangan sikap reseptif
tidak ada tekanan Kepuasan yang tertunda
Pengekangan kenikmatan Garapan atau kerja
Sikap produktif Ketertiban dan keamanan
B.2. Industri Mempengaruhi Masyakat
Industri dalam arti luas, industri yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pengaruh yang
diberikan tersebut dapat berupa nilai-nilai dan pengaruh fisik terhadap
masyarakat. Berbicara industri adalah berbicara masalah proses mekanisasi yang berdampak pada skala luas produksi besar-besaran, spesialisasi dan pembagian
kerja dengan merambah berbagai bidang seperti pertanian, energi, komunikasi, transportasi, dan lain-lain.
Menyertai perubahan di bidang ekonomi terjadi pula perubahan yang komplek dalam kelompok sosial dan proses sosial. Pada tahap proses
indusstrialisasi bisaanya bergandengan dengan urbanisasi dan peningkatan mobilitas penduduk. Terdapat pula perubahan yang penting dalam adat kebisaaan
dan moral masyarakat yang mempengaruhi penggolongan primer maupun sekunder, dimana penggolongan sekunder memainkan peranan yang sangat
besar.yang sangat menonjol adalah pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh status pekerjaan, keahlian-keahlian para pekerja, terhadap kehidupan keluarga dan
kedudukan wanita, terhadap tradisi-tradisi dan terhadap konsumsi barang.
14
Industri member input terhadap masyarakat sehingga membentuk sikap dan tingkahlaku yang tercermin dalam sikap bekerja. Weber mengatakan bahwa
dengan adanya teknologi baru, diperlukan suatu nilai yang akan mengembangkan masyarakat menjadi masyarakat kapitalis tradisional; demikian juga jika hendak
membangun masyarakat kapitalis modern diperlukan nilai-nilai tertenu. Masyarakat pada umumnya harus menerima posisi mereka baik dalam struktur
industri maupun struktur sosial yang lebih luas lagi. Karena tingkat produksi tergantung pada tingkat konsumsi , masyarakat harus dibujuk untuk membeli
berbagai jenis barang dan jasa yang diproduksi oleh pihak industri.
15
Mereka
14
Nurkholis Madjid, Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan, hal. 140
15
S.R Parker, dkk., The Socilogy Of Industri Penerjemah G. Kartasapoetra ttp : Bina Aksara, 1985, hal. 93
memiliki fungsi untuk memproduksi berbagai jenis barang dan jasa sekaligus meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa hasil produksi. Usaha dalam
meningkatkan produksi dan konsumsi melibatkan nilai-nilai dalam tingkat “masyarakat makro”. Jika ada perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, walaupun
hal itu bersifat lokal ia akan melahirkan perubahan dalam industri. Seperti contoh di kampung Panyawungan, dengan merebaknya industri textile di kampung
tersebut, biaya hidup di kampung tersbut menjadi sangat tinggi, dan hal itu menyebabkan permintaan kenaikan gaji oleh buruh atau penambahan jam kerja
sebagai alternatif. Selain itu industri juga memiliki dampak pada perubahan fisik dalam
masyarakat. Akibat yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya industri bisa dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini seperti terjadi di wilayah kampung
Panyawungan Kedatangan industri menjadikan kampung ini bukan lagi kampung yang hanya mengantungkan hidupnya dari bertani yang sifatnya subtantif tapi
telah berevolusi menjadi masyarakat yang mempunyai banyak wilayah lapangan kerja, seperti menjadi buruh industri, penyedia jasa bagi pihak industri maupun
buruh industri, dan lain-lain. Industri juga telah menjadikan harga tanah di wilayah ini menjadi sangat mahal. Kampung Panyawungan juga menjadi
kampung sebagai penampung tenga kerja yang jumlahnya sangat fantastis, maka tidak heran apabila interaksi dengan berbagai macam budaya yang berbeda
menjadikan masyarakat kampung Panyawungan kini tidak lagi bisa disamakan dengan keadaan masyarakat 30 tahun yang lalu.
B.3. Industri mempengaruhi Politik
Salah satu persoalan kekuasaan yang sangat relevan untuk masyarakat modern adalah hubungan antara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan kekuasaan politis. Di dalam sebuah masyarakat yang menjadi modern, perkembangan ilmu pengetahuan, teknolgi dan juga industri tidak terjadi dalam
lingkungan yang terbatas melainkan meluas kedalam kehidupan yang luas. Merujuk pada pemikiran Habermas, dalam tanggapan kritisnya terhadap
Aldous Huxley, Habermas setuju bahwa hubungan antara dunia ilmu pengaetahuan dan dunia kehidupan sosial itu terdapat dalam identitas ilmu
pengetahuan dengan kekuasaan, tetapi Habermas berpendapat bahwa hubungan kedua dunia itu tidak langsung. Kita tidak dapat begitu saja mempengaruhi dunia
kehidupan sosial dengan membawa hipotesa-hipotesa atau teori-teori ilmiah. Hal itu karena perbedaan kedua dunia tersebut. Dunia ilmu pengetahuan adalah
sturuktur-struktur hasil rekontruksi yang halus, dunia yang serba teratur dan dapat di kuantifikasi, dunia yang terbuka bagi pengalaman yang dapat di uji secara
intersubjektif. Sedangkan dunia pengalaman sehari-hari atau disebut “dunia kehidupan sosial” adalah dunia pengalaman pribadi, dunia tempat manusia lahir,
hidup, mati, dunia tempat mausia mencintai, membenci, kalah, menang, harapan dan putus asa. Dunia ilmu pengetahuan itu dingin, tenang penuh abstraksi-
abttraksi halus, padat dengan klaim-klaim universal. Sedangkan dunia kehidupan sosial itu bergoalak, konkrit, padat dengan pengalaman-pengalaman unik.
16
16
F. Budi Hardiman, Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik dan Post Modernisme Menurut Jurgen Habermas, Yogyakarta : Kanisius, 1993, hal. 123
Untuk menyatukan kedua kehidupan berbeda tersebut, menurut Habermas dibutuhkan sebuah medium, yaitu penrapan teknisnya teknologi. Ketika
pengetahuan ilmiah menjadi pengetahuan teknolgis, menurut Habermas, sifat kekuasaan dari ilmu pengetahuan menjadi efektif dalam dunia kehidupan. Dalam
hal ini informasi-imformasi ilmiah ini dipakai untuk memperluas control teknis kita. Jadi pengetahuan tentang fisika atom, misalnya, tanpa penerapanya menjadi
teknologi atom, tidak memiliki konsekwensi bagi penafsiran atas dunia kehidupan kita.
Dalam masyarakat industri dewasa ini pengetahuan teknis yang dihasilkan lewat penerapan ilmu pengetahuan menjadi teknologi telah merasuki apa yang
disebut Habermas sebagai “kesadaran praktis” kita. Yang diacu oleh istilah ini adalah adalah kesadaran yang muncul melalui interaksi intersubjektif dalam
masyarakat, seperti: nilai-nilai, etika, pemahaman-diri, tafsiran kultural, dan seterusnya.
Pengetahuan teknis bukan lagi soal teknik-teknik pertukangan tradisional, melainkan sudah memperoleh bentuk informasi ilmiah yang dapat dipakai untuk
teknologi. Habermas melihat bahwa dalam kemajuan teknis macam ini, tradisi- tradisi kebudayaan yang semula mengontrol tingkah laku sosial tidak lagi bisa
begitu saja mendifinisikan pemahaman-diri masyarakat modern.
17
Seperti dikatakan di atas, bahwa industri erat kaitanya dengan ekonomi, dan seiring kemajuannya juga tidak lepas dari proses sosial. Berbeda dengan
Habermas yang menilik kontelasi antara industri dan politik dari sisi ilmu terapan,
17
F. Budi Hardiman, Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik dan Post Modernisme Menurut Jurgen Habermas, Yogyakarta : Kanisius, 1993, hal. 123
Kuntowijoyo melihat konstelasi antara industri dengan politik dengan menggunakan analisa ekonomi politik. Dalam bukunya “Paradigma Islam:
interpretasi untuk aksi 2001”, Kuntowijoyo menggambarkan tentang kuatnya modal swasta timur asing khususnya Cina dalam proses industrialisasi kontek
Indonesia sangat menonjol. Bahkan sebagian dari usaha mereka dapat menyaingi usaha pemerintah. Akibatnya kaum menengah pribumi tergeser posisinya dalam
usaha yang membutuhkan modal besar dan organisasi besar. Organisasi Sarekat Islam adalah organisasi yang berorientasi ekonomi politik dan mencoba melawan
dominasi swasta asing. Pasca 1965, pembangunan industri pada khususnya dan ekonomi pada
umumnya, masih juga ditangani oleh pemerintah bersama modal swasta. Namun terdapat pendatang baru yang memasuki sektor usaha padat modal ini dari
kalangan birokrat dan militer. Tentu saja hal itu disambut baik oleh pihak swasta dengan harapan mendapatkan jaminan keamanan dari kekuatan sosial macam PKI
atau radikalisme Islam.
18
Sebaliknya, pihak pemerintah membutuhkan dana untuk melakukan kegiatan politik-politiknya yang didukung oleh pihak pemilik modal.
Singkatnya kancah maupun perjalanan politik bangsa kita juga tidak bisa lepas dari pengaruh industri.
Pandangan Habermas dan Kuntowijoyo di atas, sengaja penulis kemukakan karena menurut penulis hal ini cukup relevan dengan permasalahan
yang akan diteliti oleh penulis. Industri sebagai konsekuensi kemajuan dari terapan ilmiah dan industri juga berkaitan langsung dengan hukum ekonomi,
18
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, Bandung : Mizan, 1991, hal. 176
dengan sendirinya akan membentuk kesadaran interaksi intersubjektif dalam masyarakat. Masyarakat baik segi-segi nilai maupun fisik, dalam segi nilai,
industri akan menghasilkan masyarakat yang berorientasi pada materialis, hubungan fungsional, modern, kompetitif, rasional dan heterogen. Sedangkan kita
ketahui bahwa pesantren utamanya salafy adalah lembaga yang memproduksi nilai-nilai seperti kesederhanaan, kebersamaan, tradisional, religius, homogen,
akhlak dan nilai-nilai luhur.
19
Dari perbedaan kedua kutub dari nilai-nilai, etika, pemahaman-diri, dan tafsiran cultural tersebut akan mempengaruhi bentuk dari
interaksi intersubjektif dalam masyarakat.
C. AGAMA DAN POLITIK