Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Organisasi pada dasarnya merupakan sekelompok orang yang bekerja sama dalam struktur dan koordinasi tertentu untuk mencapai serangkaian tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan, organisasi dapat menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada di lingkungannya. Sumber daya tersebut adalah manusia, finansial, fisik dan informasi Griffin, 2002. Sumber daya manusia dipandang sebagai aset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam setiap proses produksi barang dan jasa. Cascio 1998 menegaskan bahwa manusia adalah sumber daya yang sangat penting dalam bidang industri dan organisasi. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya manusia mencakup penyediaan tenaga kerja yang bermutu, mempertahankan kualitas dan mengendalikan biaya ketenagakerjaan. Turnover berpindah kerja karyawan selalu menjadi masalah utama yang dihadapi oleh organisasi tanpa mempertimbangkan lokasi, ukuran, sifat dari bisnis, dan strategi bisnis profit atau non-profit oriented. Seperti yang dikatakan oleh Yin- Fah, Foon, Leong dan Osman 2010 bahwa turnover karyawan merupakan masalah serius terutama di bidang manajemen sumber daya manusia. Ali 2009 juga berpendapat bahwa pengeluaran biaya organisasi akan meningkat jika turnover karyawan yang tinggi tidak terpecahkan. Universitas Sumatera Utara Turnover menurut Rokhmah dan Riani 2005 merupakan salah satu pilihan terakhir bagi seorang karyawan apabila dia mendapati kondisi kerjanya sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkannya. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi perusahaan kehilangan sejumlah karyawan pada periode tertentu, berbeda dengan keinginan pindah kerja turnover intentions yang mengacu kepada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan sebuah perusahaan yang belum diwujudkan dalam tindakan nyata yaitu meninggalkan perusahaan tersebut Wijayanti, 2009. Terjadinya turnover merupakan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh perusahaan. Menurut McShane dan Glinow 2008, turnover merupakan masalah klasik yang sudah dihadapi semenjak adanya revolusi industri. Penelitian Andini 2006 menyebutkan bahwa kondisi lingkungan kerja, upah atau gaji yang diterima, serta adanya kesempatan untuk promosi atau jenjang karir di perusahaan akan mempengaruhi seorang karyawan untuk meninggalkan perusahaan. Kompas Cyber Media 2007 merilis hasil survei Global Strategic Rewards 20072008 yang dilakukan Watson Wyatt yang menemukan bahwa turnover karyawan sudah menjadi masalah perusahaan-perusahaan di Indonesia, karena yang sering terjadi adalah karyawan berprestasi tinggilah yang gampang berpindah perusahaan. Hal ini memberikan dampak yang buruk pada perusahaan karena karyawan berprestasi tinggi bukanlah hal yang mudah didapat. Menurut Zhang dan Zhang 2006 hilangnya karyawan yang memiliki nilai sumber daya manusia yang relatif tinggi dan lebih memilih untuk meninggalkan sebuah organisasi dapat Universitas Sumatera Utara menyebabkan kerugian yang serius, khususnya ketika angka turnover karyawan tinggi. Keluar atau pindahnya karyawan dari pekerjaan terkadang memang benar- benar diharapkan oleh pihak manajemen atau perusahaan. Seperti yang disampaikan Mathis dan Jackson 2006 mengatakan kehilangan beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan, apalagi jika tenaga kerja yang pergi adalah mereka yang kinerjanya rendah. Namun tingkat intensitas turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi, sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibandingkan biaya rekrutmen yang ditanggung perusahaan Toly, 1999. Menurut Suwandi dan Indriantoro 1999 dengan tingginya tingkat turnover pada perusahaan akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Selain menimbulkan berbagai potensi biaya, turnover juga dapat menimbulkan komunikasi yang makin buruk dan gangguan kinerja organisasi Kurniasari, 2005. Karena setiap karyawan yang keluar dari perusahaan akan membawa serta pengalaman, pengetahuan yang telah dikembangkan selama masa kerja Harris, 2000 dan tingkat efisiensi yang telah dimilikinya Atmajawati, 2006. Kasus turnover berkembang meluas dan terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data yang didapatkan mengenai efek negatif dan kerugian yang diakibatkan oleh Universitas Sumatera Utara turnover, tercatat bahwa sektor industri di Amerika Serikat pada dasarnya mengalami kerugian sebanyak 1.5 jam waktu dari gaji yang mereka keluarkan untuk karyawan. Jika diperhitungkan seharusnya perusahaan hanya perlu mengeluarkan 40,000 untuk menggaji karyawannya, namun faktanya perusahaan justru harus mengeluarkan 60,000 untuk merekrut karyawan baru. Dan setiap tahunnya ada sekitar 16.8 karyawan yang melakukan turnover Aamodt, 2007. Sedangkan untuk kasus di Indonesia, fenomena intensi turnover disadari benar oleh akademisi maupun praktisi. Widodo 2010 berpendapat bahwa tingkat turnover di Indonesia tinggi. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Managing Consultant PT. Watson Wyatt Indonesia pada tahun 2006-2007 menunjukkan bahwa turnover untuk posisi terpenting di industri perbankan mencapai 6,3-7,5. Sedangkan turnover pada industri lainnya berkisar antara 0,1-0,74. Di sisi lain menurut hasil survey vibiznews.com pada tahun 2008, tingkat turnover sektor perbankan mencapai 10-11 per tahun, industri migas mencapai 12, dan sektor manufaktur berkisar 8. Menurut hasil survei Hay Group tahun 2012, peningkatan turnover ini disebabkan oleh kembali bertumbuhnya perekonomian dunia. Studi yang dilakukan Hay Group bekerja sama dengan Centre for Economics and Business Research Cebr menemukan bahwa jumlah karyawan yang akan berhenti pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 161,7 juta meningkat 12,9 persen dibanding 2012. Tren ini akan terus meningkat. Rata-rata rasio turnover karyawan dalam 5 tahun ke depan diprediksikan akan meningkat dari 20,6 menjadi 23,4 persen dan jumlah karyawan Universitas Sumatera Utara resign di seluruh dunia pada tahun 2018 akan mencapai 192 juta. Grafik di bawah ini menunjukkan rasio turnover global dan jumlah tenaga kerja Hay Group, 2013. Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa semenjak tahun 2010-2012 tingkat turnover semakin tinggi dan diperkirakan pada tahun-tahun berikutnya akan semakin meningkat juga. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin bertambahnya tingkat turnover dari tahun ke tahun. Menurut Robbins 2006, turnover dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Sebuah bukti mengindikasikan bahwa kepuasan kerja dan intensi untuk keluar dari perusahaan memiliki hubungan yang kuat terhadap perilaku turnover Suhanto, 2009. Dalam studi Hoonakker 2008 menunjukkan bahwa adanya kesempatan pelatihan ketersediaan dan kepuasan terhadap kesempatan pelatihan di perusahaan, peluang kemajuan karir kesempatan promosi, peluang pengembangan misalnya program pengembangan manajemen, pembinaan dari teman sebaya dan supervisor, Universitas Sumatera Utara bimbingan dan keadilan terhadap upah, secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan turnover Huselid, 1995; Vanderberg, Richardson, Eastman, 1999. Selain itu, faktor-faktor seperti tuntutan pekerjaan dan keleluasaan mengambil keputusan Beehr, Glaser, Canali, Wallwey, 2001; ambiguitas peran Baroudi Igbaria, 1995; tantangan Beehr, Glaser, Canali, Wallwey, 2001; dukungan sosial Jawahar Hemmasi, 2006; dan kecocokan antara orang-organisasi Bretz Judge, 1994 juga secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan turnover. Intensi turnover harus disikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan Suartana, 2000. Pekerjaan yang menimbulkan stres merupakan salah satu alasan seseorang untuk beralih pekerjaan. Semakin stress dan semakin rendah kepuasan kerja maka semakin tinggi keinginan seseorang untuk pindah kerja Shader, dkk., 2001. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya berkorelasi positif dengan banyaknya sumber stres stressor pada pekerjaan Hang-yue, Foley Loi, 2005; Podsakof, Lepine, Lepine, 2007. Bullying di tempat kerja merupakan salah satu stressor kerja yang memiliki hubungan terhadap keinginan seseorang untuk meninggalkan pekerjaannya. Seperti yang disampaikan oleh Kivimaki, Virtanen, Vartia, Elovainio, Vahtera, dan Keltikangas-Jarvinen 2003 bullying di tempat kerja dapat dianggap sebagai faktor Universitas Sumatera Utara stres kerja utama, dan penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara bullying dan gangguan mental, terutama depresi. Selain itu, beberapa hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa adanya bullying di tempat kerja memiliki korelasi terhadap keinginan karyawan untuk pindah kerja Ocel Aydin, 2012; Rasool, Arju, Hasan, Rafi, Kashif, 2013. Bullying mencakup berbagai perilaku bermusuhan. Perilaku ini mungkin dinyatakan secara terang-terangan atau diam-diam dan mungkin ditargetkan di tempat kerja atau pada karakteristik pribadi korban Djurkovic, McCormack Casimir, 2008. Menyembunyikan informasi, memberikan deadline yang mustahil bagi korban, menghilangkan tanggung jawab utama dari korban, mengkritik kinerja korban secara permanen, mengisolasi sosial korban, menyebarkan rumor tentang korban, komentar yang mengganggu, serangan terhadap karakteristik pribadi korban dan ancaman kekerasan fisik adalah contoh dari perilaku bullying Einarsen, 2000. Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa perilaku bullying tersebut merupakan hal sepele atau bahkan “normal” dalam tahap kehidupan manusia atau dalam kehidupan sehari-hari. Bullying merupakan perilaku tidak “normal”, tidak sehat dan secara sosial tidak bisa diterima. Hal yang sepele pun kalau dilakukan secara berulang kali pada akhirnya dapat menimbulkan dampak serius dan fatal Rudi, 2010. Bullying telah diidentifikasi sebagai masalah serius dalam konteks tempat kerja. Di banyak negara, serikat buruh, organisasi profesi, dan departemen sumber daya manusia SDM menjadi lebih sadar selama dekade terakhir mengenai perilaku Universitas Sumatera Utara seperti intimidasi, penghinaan publik, serangan nama panggilan, pengucilan sosial, dan kontak fisik yang tidak diinginkan memiliki potensi untuk merusak integritas dan kepercayaan karyawan serta mengurangi efisiensi Niedl, 1996. Bullying memiliki konsekuensi yang merugikan bagi korban. Banyak peneliti telah melaporkan bahwa menjadi target bullying akan menurunkan harga diri Mathiesen dan Einarsen, 2007; Vartia, 2003 dan menghasilkan masalah psikologis seperti rasa takut, cemas, tidak berdaya, depresi dan gangguan stres pasca-trauma Mathiesen dan Einarsen, 2004. Bullying di tempat kerja juga memiliki efek negatif yang luas terhadap organisasi secara keseluruhan. Telah dilaporkan bahwa korban bullying memperlihatkan perilaku organizational citizenship yang kurang Constantino, Domingez Galan, 2006 dan perilaku kerja kontraproduktif yang lebih banyak Einarsen dkk., 2003. Menjadi korban bullying di tempat kerja juga mengurangi kepuasan dan komitmen terhadap organisasi Hoel Cooper, 2000, menurunkan produktivitas Hoel, Einarsen Cooper, 2003, meningkatkan absensi Vartia, 2001, adanya penyakit Kivimaki, Elovainio, dan Vahtera, 2000, juga kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan dan pada akhirnya turnover McCormack, Casimir, Djurkovic Yang, 2009. Pelaku bullying di tempat kerja bisa terjadi pada berbagai kalangan di perusahaan. Dari para pekerja yang merasa pernah di-bully, kebanyakan menunjuk pelakunya adalah bos 48 atau rekan kerja 45. Sekitar 31 mengaku pernah dibully oleh pelanggan dan 26 oleh orang yang sangat tinggi di perusahaan, lebih tinggi dari bos. Sekitar 54 yang pernah di-bully mengaku pernah ditekan oleh orang Universitas Sumatera Utara yang lebih tua, sementara 29 mengaku pelaku bully-nya adalah orang yang lebih muda forum.kompas.com, 2014. Bullying di tempat kerja bukan hal yang baru, bahkan mengalami peningkatan. D i Amerika, data WBI Workplace Bullying Institute menunjukkan bahwa 35 pekerja di perusahaan pernah mengalami bully data tahun 2010, dan 80 di antaranya adalah wanita . Selain itu, dari hasil studi yang dilangsungkan oleh situs karier CareerBuilder di Amerika Serikat tahun 2012, diperoleh bahwa 35 pekerja merasa ditekan bullying di tempat kerja, sementara tahun lalunya hanya 27 saja. Enam belas persen dari para pekerja ini melaporkan bahwa mereka mengalami masalah yang berhubungan dengan kesehatan sebagai akibat dari bullying dan 17 memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan mereka untuk melarikan diri situasi. Berdasarkan masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat peranan bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan.

B. Rumusan Masalah