BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan
Pada saat melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa tahapan dalam proses pengumpulan data. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :
a. Tahap Awal
Pada tahap awal, peneliti meminta izin kepada bagian pendidikan guru Bp di sekolah STM dan SMK untuk mengadakan kegiatan penelitian di lingkungan sekolah.
Setelah memperoleh izin, kemudian peneliti memperoleh data-data tentang responden, yaitu para murid di Sekolah STM Teladan dan SMKN 8.
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai dengan penyebaran kuesioner kepada para responden selama jangka waktu seminggu hari, yakni dimulai sejak tanggal 3 Nopember sd 7
Nopember 2009. Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah sebanyak 97 buah. Kuesioner ini dibagikan kepada 40 orang murid SMKN 8 dan 57 orang murid STM
Teladan . Responden dipilih secara acak dalam penelitian ini. Pada saat pengisian kuesioner
peneliti membimbing para responden dalam pengisian data. Ini dilakukan agar para responden dapat mengisi data-data yang ada di kuesioner dengan baik.
4.2 Teknik Pengolahan Data
Setelah peneliti berhasil mengumpulkan data dari para responden, maka peneliti melakukan proses pengolahan data dari kuesioner yang telah diisi oleh para
Universitas Sumatera Utara
responden. Adapun tahapan-tahapan pengolahan data yang telah diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Penomoran kuesioner, yaitu kuesioner-kuesioner yang telah diisi oleh para
responden dikumpulkan, lalu diberi nomor urut sebagai tanda pengenal 01- 97.
b. Editing, yaitu proses pengeditan jawaban para responden dengan tujuan untuk
memperjelas setiap jawaban yang meragukan dan menghindari terjadinya kesilapan pengisisan data ke dalam kotak kode yang telah disediakan.
c. Coding, yaitu proses pemindahan jawaban-jawaban dari para responden ke
kotak-kotak kode yang telah tersedia dalam kuesioner berupa bentuk angka skor.
d. Inventarisasi tabel, yaitu data mentah yang diperoleh dimasukkan ke dalam
lembar Foltron Cobol FC, sehingga memuat keseluruhan data dalam suatu kesatuan.
e. Tabulasi data, proses pemasukan data dari Foltron Cobol FC ke dalam tabel.
Tabulasi ini terbagi atas tabulasi tunggal. Sebaran data dalam tabel secara rinci meliputi kategori frekuensi, persentase, dan selanjutnya dianalisa.
4.3.1 Karakteristik Responden Tabel 4.1 sampai dengan tabel 4. 9 memaparkan karakteristik responden.
Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden
Sumber: Kuesioner P.1F.C.3
No Jenis kelamin F
1. Laki-laki
47 48.5
2. Perempuan
50 51.5
Total 97
100
Universitas Sumatera Utara
Menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin pria sebanyak 47 orang 48.5 dan yang berjenis kelamin wanita sebanyak 50 orang 51.5. Data ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah wanita. Hal ini dapat terlihat dari jumlah responden wanita adalah sebanyak 50 orang 51.5.
Tabel 4.2. Usia Responden
Sumber: Kuesioner P.2F.C.4
Berdasarkan tabel di atas jumlah responden yang berusia 16 tahun adalah 22
orang 22.7 dan responden yang berusia 16-18 tahun adalah 62 orang 63.9 dan responden yang berusia 18 tahun sebanyak 13 orang 13.4 disini terlihat bahwa
responden yang berusia 16-18 tahun lebih mendominasi dan dianggap mewakili dari pada definisi remaja itu sendiri
Tabel 4.3. Agama Responden
Sumber: Kuesioner P.3F.C.5 Dari tabel agama responden di atas terlihat bahwa responden yang menganut agama
Islam berjumlah 53 orang 5.4, responden yang menganut agama Kristen Protestan adalah 35 orang 36.1, dan agama Kristen Katolik berjumlah 7 orang 7.2 dan
responden yang beragama hindu adalah 2 orang 2.1 .disini agama budha
No Usia F
1
16 Tahun
22 22.7
2
16-18 Tahun
62 63.9
3
18 Tahun
13 13.4
Total
97 100
No Agama
F
1 Islam
53 54.6
2 Kristen protestan
35 36.1
3 Kristen katolik
7 7.2
4 Hindu
2 2.1
Total 97
100
Universitas Sumatera Utara
berjumlah 0, dapat dilihat disini agaa responden mayoritas adalah pemeluk agama islam.
Tabel 4.4. Pekerjaan Ayah Responden
Sumber: Kuesioner P.4F.C.6 Pekerjaan ayah responden adalah 13 orang 13.4 adalah pegawai negri dan
7 orang 7.1 adalah karyawan swasta 2 orang 2.1 TNI POLRI dan 56 orang 57.1 adalah WiraswastaPedagang dan 6 orang 6.2 Guru Pengajar disini
terlihat bahwa mayoritas pekerjaan ayah responden adalah wiraswasta pedagang hal ini di sebabkan sulitnya mencari pekerjaan dan dengan
berwirawsata dapat menjanjikan dari segi ekonomi dan kebutuhan serta menjauhkan dari berbagi kemungkinan PHK
Tabel 4.5. Pekerjaan Ibu Responden
Sumber: Kuesioner P.5F.C.7 Pekerjaan Ibu responden adalah Pegawai Negri adalah 2 oarang 2.1 dan
Karyawan Swasta adalah 2 orang 2.1 dan Wiraswasta Pedagang adalah 56 orang 57.7 dan 3 orang 3.1 sebagai Guru Pengajar dan lain-lain sebanyak 34 orang
No Pekerjaan Ayah F
1 Pegawai negeri
13 13.4
2 Karyawan swasta
7 7.1
3 TNI POLRI
2 2.1
4 Wiraswasta Pedagang
56 57.1
5 Guru Pengajar
6 6.2
6 Lain-lain
13 13.4
Total 97
100
No Pekerjaan Ibu F
1 Pegawai negeri
2 2.1
2 Karyawan swasta
2 2.1
3 Wiraswasta Pedagang
56 57.7
4 Guru Pengajar
3 3.1
5 Lain-lain
34 35.1
Total 97
100
Universitas Sumatera Utara
35.1 mayoritas pekerjaan ibu juga adalah Wiraswasta Pedagang. Dengan Berwiraswasta Pedagang waktu yang diperoleh lebih flexibel dalam mengurus
keluarga dan rumah tangga.
Tabel 4.6. Tingkat Pendidikan Ayah Responden
Sumber: Kuesioner P.6F.C.8 Tingkat Pendidikan Ayah adalah SD adalah sebanyak 16 orang 16.5 dan
SMP adalah 21 orang 2.1 dan SMA Sederajat berjumlah 51 orang 52.6 Akademi berjumlah 2 orang, dan responden yang berpendidikan Sarjana
berjumlah 7 orang 7.2 Tingkat pendidikan dapat menentukan sikap atau pandangan seseorang
terhadap suatu objek. Kesamaan tingkat pendidikan akan memiliki kecenderungan yang sama dalam memberi makna, kesan dan sikap terhadap suatu objek. Pendidikan
pun mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan
Tabel 4.7. Tingkat Pendidikan Ibu Responden
Sumber: Kuesioner P.7F.C.9
No. Pendidikan Ayah F
1 SD
16 16.5
2 SMP
21 21.6
3 SMASederajat
51 52.6
4 Akademi
2 2.1
5 Sarjana S1, S2, dll
7 7.2
Total 97
100
No. Pendidikan Ibu F
1 SD
13 13.4
2 SMP
27 27.8
3 SMASederajat
50 51.5
4 Akademi
4 4.1
5 Sarjana S1, S2, dll
3 3.1
Total 97
100
Universitas Sumatera Utara
Tingkat pendidikan Ibu adalah SD 13 orang 13.4 dan SMP berjumlah 27 orang 27.8, SMASederajat Berjumlah 50 orang 51.1, Akademi 4 orang
4.1 dan Sarjana berjumlah 3 3.1 tingkat pendidikan ibu mayoritas adalah SMA yang masih berdasarkan pada streotipe bahwa perempuan tidaklah harus memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini di sebabkan bahwa perempuan akan menikah dan mengurus rumah tangga dan suami.
Tabel 4.8.
Jumlah Saudara Kandung Responden No. Pendidikan
F
1 Satu orang
11 11.3
2 Dua orang
20 20.6
3 Dua orang
65 67.0
4 Tidak ada
1 1.0
Total
97 100
Sumber: Kuesioner P.8F.C.10 Jumlah saudara kandung responden sebanyak 11 orang 11.3 yang
memiliki saudara sebanyak 1 orang dan 20 responden 20.6 yang memiliki saudara sebanyak dua orang dan 65 orang 67.0 yang memiliki saudara lebih dari dua
orang Hal ini dapat mempengaruhi komunikasi diantara keluarga mereka. Tetapi meskipun jumlah anggota keluarga banyak mereka harus mempunyai hubungan baik
dan jumlah responden 1 orang 1.0 yang tidak memiliki saudara kandung atau anak tunggal.
Tabel 4.9. Status Responden dalam Keluarga
No. Status Anak F
1 Sulung
26 26.8
2 Bungsu
22 22.7
3 Tunggal
7 7.2
4 Tengah
42 43.3
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.9F.C.11
Universitas Sumatera Utara
Status respenden dalam keluarga adalah sebanyak 26 orang 26.8 anak pada posisi sulung, dan 22 orang 22.7 yang berada pada posisi bungsu dan sebanyak 7
orang 7.2 yang berada di posisi anak tunggal dan 42 responden 43.3 anak berkedudukan sebagai anak tengah
Anak menempati kedudukan yang khas, yang pada umumnya menunjukkan tipe-tipe yang khas pula dibandingkan satu dengan lainnya cntoh seperti apa
perlakuan dan pembagian peran yang di berikan pada anak sulung, bungsu atau tengah.
4.3.2 Analisis Data Penelitian • Tabel 4.10 sampai dengan tabel 4.13 Pola Komunikasi Equality
4.3.3 Pola Komunikasi Persamaan Equality Pattern
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama.
Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide- ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka,
langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan interpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi
pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi
pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam
pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah,
dan sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah
Universitas Sumatera Utara
diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan
nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual
akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan seimbang.
Untuk melihat pada pola komunikasi equality dalam menanamkan nilai Gender pada remaja Penulis menganalisis sebagai berikut:
Tabel 4.10. Tugas Harian dibagikan secara sama
pada tiap anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan
Sumber: Kuesioner P.10F.C.12 Dalam tabel ini terlihat bahwa 63 orang responden 64.9 sangat setuju dan
20 responden 20.6 sangat setuju dan 3 orang 3.1 responden yang masih ragu- ragu dan 11 responden 11.3 tidak setuju.
Dalam tabel terlihat responden menyatakan respon positifnya terhadap pembagian tugas harian yang dibagikan secara sama pada tiap anggota keluarga baik
laki-laki maupun perempuan. Salah satu alasan responden untuk memberikan respon positifnya terhadap pembagian tugas harian yang dibagikan sama pada tiap anggota
keluarga tanpa memandang jenis kelamin adalah bahwa tidak ada salahnya laki-laki mengerjakan pekerjaan perempuan ataupun sebaliknya, terlebih responden adalah
siswa SMK yang memiliki bidang keahlian yang berbeda. Sebagai contoh siswi SMK Negeri 8 Medan tidak keberatan untuk melakukan pekerjaan laki-laki seperti mencuci
No. Pernyataan F
1 Sangat Setuju
63 64.9
2 Setuju
20 20.6
3 Ragu-Ragu
3 3.1
4 Tidak Setuju
11 11.3
Total 97
100
Universitas Sumatera Utara
Sepeda Motor karena hal ini biasa mereka lakukan dirumah, sebaliknya siswa STM Teladan Tembung tidak keberatan untuk melakukan pekerjaan perempuan seperti
memasak, mereka tidak berkeberatan untuk melakukan pekerjaan tersebut dirumah untuk menggantikan tugas ibu apabila ibu sedang sakit atau ada keperluan sehingga
tidak bisa memasak dirumah. Namun 3.1 responden masih ragu-ragu bahkan 11.3 responden
menyatakan tidak setuju terhadap pembagian tugas harian yang sama pada tiap anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan. Dengan alasan bahwa tugas
harian seperti memasak, mencuci piring lebih cocok dilakukan perempuan sedangkan pekerjaan berat seperti angkut-angkut lebih cocok dikerjakan oleh laki-laki. Bahkan
ada anggapan bahwa tugas harian yang merupakan tugas rumah tangga adalah merupakan tanggungjawab perempuan sedangkan tugas laki-laki adalah mencari
nafkah.
Tabel 4.11. Bila ada masalah keluarga, saya selalu mendiskusikan jalan keluarganya
bersama-sama, baik dengan laki-laki maupun perempuan
Sumber: Kuesioner P.11F.C.13 Berdasarkan Tabel di atas responden yang sangat setuju adalah 59 orang
60.8 dan responden yang setuju adalah 29 orang 29.9 dan responden yang ragu-ragu berjumlah 5 orang 5.2 dan tidak setuju berjumlah 4 orang 4.1
Dalam tabel terlihat sekitar 90 responden menyatakan melakukan komunikasi dalam keluarga mereka, dengan membuka diri untuk mengungkapkan
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
59 60.8
2 Setuju
29 29.9
3 Ragu-Ragu
5 5.2
4 Tidak Setuju
4 4.1
Total 97
100
Universitas Sumatera Utara
pengalaman yang telah dialaminya. Bertukar pikiran untuk membicarakan masalah- masalah yang dihadapai oleh anggota keluarganya.
Namun terdapat 5 responden menyatakan ragu-ragu dan 4 responden menyatakan tidak setuju, masih ada keluarga responden tidak bertukar pikiran untuk
membuka dirinya terhadap permasalahan atau pengalaman yang sedang dihadapinya. Karena sebagian anak ada yang merasa nyaman membicarakan masalah pribadinya
terhadap saudara perempuan atau terhadap ibunya. Ada juga anak yang merasa nyaman membicarakan masalah pribadinya terhadap saudara laki-laki atau terhadap
ayahnya sehingga memilih-milih kepada siapa dia merasa percaya untuk membicarakan masalah pribadi.
Tabel 4.12. Semua anggota keluarga dipandang setara, tidak ada yang lebih rendah
atau lebih tinggi, baik terhadap laki-laki maupun perempuan
Sumber: Kuesioner P.12F.C.14 Dari tabel dapat dilihat 47 orang 48.5 Responden yang setuju dan 30
orang 30.9 yang setuju dan 8 orang responden 8.2 yamng masih ragu dan 12 orang responden 12.4 yang tidak setuju.
Pada tabel sekitar 85 responden mengatakan bahwa dalam keluarganya semua anggota keluarga dipandang setara, tidak ada yang lebih rendah atau lebih
tinggi, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Hal ini menandakan bahwa komunikasi dalam keluarga berjalan secara merata tanpa adanya perbedaan.
No. Pernyataan F
1 Sangat Setuju
47 48.5
2 Setuju
30 30.9
3 Ragu-Ragu
8 8.2
4 Tidak Setuju
12 12.4
Total 97
100
Universitas Sumatera Utara
Namun 5 responden menyatakan ragu-ragu dan 10 menyatakan tidak setuju. Hal ini dikarenakan semua anggota keluarga dalam keluarga responden tidak
dipandang setara yang artinya terdapat dominasi oleh salah satu pihak dalam keluarga.
Tabel 4.13. Leluasa membicarakan topik apapun dengan semua anggota
keluarga, baik dengan laki-laki maupun perempuan No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
40 41.2
2 Setuju
14 14.4
3 Ragu-Ragu
18 18.6
4 Tidak Setuju
25 25.8
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.13F.C.15 Pada tabel 40 responden 41.2 menyatakan sangat setuju dan 14 responden
14.4 mengatakan setuju dan merasa leluasa membicarakan topik apapun dengan anggota keluarga, baik dengan laki-laki maupun perempuan.
Komunikasi yang efektif dalam keluarga dapat terjalin apabila diantara anggota keluarga dapat saling bertukat pikiran dan mengungkapkan informasi, berterus treang
terhadap hal-hal yang menyenangkan ataupun yang tidak menyenangkan dengan anggota keluarga lain, baik masalah keluarga atau masalah yang berkenaan dengan
pribadi masing-masing dan adanya keleluasaan untuk membicarakan topik apapun dengan semua anggota keluarga tanpa memperhatikan laki-laki maupun perempuan
Namun 18.6 atau 18 orang responden yang menyatakan ragu-ragu dan sekitar 25 orang 25.8 menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keleluasaannya dalam
membicarakan topik apapun dengan semua anggota keluarga, baik dengan laki-laki maupun perempuan. Hal ini dikarenakan responden menganggap bahwa pembicaraan
mengenai topik-topik tertentu lebih leluasa mereka bicarakan dengan saudara kandung yang sama jenis kelaminnya.
Universitas Sumatera Utara
• Tabel 4.14 sampai dengan tabel 4.17 Pola Komunikasi Balanced Split 4.3.4 Pola Komunikasi Seimbang Terpisah
Balance Split Pattern
Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Tiap
orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerjamencari nafkah untuk keluarga dan
istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak
tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum
konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi
dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.
Untuk melihat pola komunikasi Balance Split dalam menanamkan nilai Gender pada remaja maka penulis menganalisa sebagai berikut:
Tabel 4.14. Terjadi pembagian peran yang berbeda dalam keluarga, seperti
ayah bekerja, ibu merawat anak atau memasak No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
55 56.7
2 Setuju
21 21.6
3 Ragu-Ragu
7 7.2
4 Tidak Setuju
14 14.4
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.14F.C.16 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang sangat setuju sebanyak
55 oarang 56.7 dan responden yang setuju 21 orang 21.6 responden yang ragu berjumlah 7 orang 7.2 dan responden yang tidak setuju berjumlah 14 orang
Universitas Sumatera Utara
14.4. Hal ini dapat dinyatakan bahwa di dalam keluarganya tidak terdapat peran yang berbeda dalam keluarga, yang artinya dalam keluarga tersebut tidak hanya ayah
yang bekerja melainkan ibu pun bekerja. Walaupun Ibu bekerja diluar rumah tetapi dia tidak melupakan tugas rumah tangganya, sehingga ibu memiliki dua peranan,
yaitu sebagai pencari nafkah dan juga sebagai Ibu Rumah Tangga. Demikian juga ayah meskipun bekerja tetap meluangkan waktu membantu pekerjaan rumah tangga.
Tabel 4.15. Tiap anggota dalam keluarga saya dinilai memiliki kemampuan
sendiri-sendiri baik laki-laki maupun perempuan No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
66 68.0
2 Setuju
15 15.5
3 Ragu-Ragu
8 8.2
4 Tidak Setuju
8 8.2
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.15F.C.17 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 66 responden 68.0 sangat
setuju dan 15 responden yang setuju 15.5 dan 8 orang 8.2 yang masih ragu dan 8 orang 8.2 yang tidak setuju. Yang menyatakan bahwa dalam keluarganya
tiap orang dinilai memiliki kemampuan sendiri-sendiri, baik laki-laki maupun perempuan, bahwa mereka merasa tiap anggota keluarga dinilai memiliki kemampuan
sendiri-sendiri di bidang masing-masing baik anak perempuan maupun anak laki-laki, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan rasa percaya diri anak baik di lingkungan
keluarga maupun di luar lingkungan keluarga seperti di sekolah
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.16. Bila ada masalah, masing-masing anggota keluarga mengambil
keputusan sendiri-sendiri karena masalah tidak dipandang sebagai masalah bersama baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
17 17.5
2 Setuju
5 5.2
3 Ragu-Ragu
15 15.5
4 Tidak Setuju
60 61.9
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.16F.C.18 Dari tabel diatas sebanyak 17 orang 17.5 responden yang sangat
setuju dan 5 oran 5.2 yang setuju, 15 orang 15.5 yang ragu-ragu dan sebanyak 60 orang 61.9 yang tidak setuju. Disini terlihat jelas bahwa
mayoritas responden tidak setuju jika pengambilan keputusan dilakukan secara sendiri-sendiri dan untuk 17 0rang 17.5 yang sangat setuju dalam
pengambilan keputusan dilakukan secara masing-masing dikarenakan ada beberapa hal yang terkadang dalam pengambilan keputusan harus dilakukan
secara sendiri dalam penyelesaian masalahnya, tanpa campur tangan orang lain.
Tabel 4.17. Sifat anggota keluarga lebih individualis karena masing-masing
sibuk dengan kegiatan sendiri-sendiri, baik laki-laki maupun perempuan No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
29 29.9
2 Setuju
3 3.1
3 Ragu-Ragu
16 16.5
4 Tidak Setuju
49 50.5
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.17F.C.19 Dalam tabel di atas dapat dilihat sebanyak 29 orang 29.9 responden sangat
setuju, dan 3 orang 3.1 dan 16 16.5 yang masih ragu-ragu , 49 50.5 responden yang tidak setuju.
Universitas Sumatera Utara
Disini terlihat jelas bahwa jumlah responden yang sangat setuju berjumlah 29 orang 29.9 sangat setuju dan 3 orang 3.1. Hal ini terjadi karena kedua orang
tua responden bekerja sehingga anak-anak dalam hal ini responden merasa bahwa mereka kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya yang mengakibatkan sifat
anggota keluarga lebih individualis karena setiap orang memiliki wilayahnya masing- masing.
Namun 16 16.5 yang masih ragu-ragu , 49 50.5 responden yang tidak setuju. menyatakan bahwa dalam keluarganya tidak terdapat sifat individualis diantara
anggota keluarga, walaupun orang tua bekerja namun kebersamaan dan keharmonisan keluarga tetap terjaga
• Tabel 4.18 sampai dengan tabel 4.25 Pola Komunikasi Unbalanced Split 4.3.5 Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah
Unbalanced Split Pattern
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi
ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain
orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara
membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi
tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali
untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak
Universitas Sumatera Utara
lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.
Untuk melihat pola komunikasi Unbalanced Split dalam menanamkan nilai Gender pada remaja, maka penulis menganalisis sebagai berikut
Tabel 4.18. Ada satu orang laki-laki yang mendominasi dalam keluarga saya
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
31 32.0
2 Setuju
6 6.2
3 Ragu-Ragu
19 19.6
4 Tidak Setuju
41 42.3
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.18F.C.20 Pada tabel di atas jumlah responden yang sangat setuju akan adanya satu orang
laki-laki yang mendominasi 31 32.0 dan 6 orang responden yang setuju 6.2, 19 responden yang masih ragu-ragu 19.6 dan 41 42.3 responden yang tidak
setuju . Sebanyak 32 responden menyatakan bahwa dalam keluarganya terdapat
laki-laki yang mendominasi. Laki-laki yang mendominasi dalam keluarga biasanya adalah ayah sebab ayah berperan sebagai kepala keluarga yang memiliki hak untuk
menetapkan aturan dalam keluarga. Namun 42 responden menyatakan bahwa dalam keluarganya tidak terdapat dominasi oleh seorang laki-laki. Tiap anggota keluarga
dipandang sama dan keluarga menetapkan nilai kesetaraan pada tiap anggota keluarga, tidak ada yang menganggap lebih pintar, lebih baik atau lebih dari yang
lainnya, sehingga menimbulkan komunikasi dalam keluarga berjalan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.19. Ada satu orang perempuan yang mendominasi dalam keluarga saya
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
34 35.1
2 Setuju
5 5.2
3 Ragu-Ragu
16 16.5
4 Tidak Setuju
42 43.3
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.19F.C.21
Berdasarkan tabel diatas jumlah responden yang
Sangat Setuju
34 35.1 dan responden yang
Setuju berjumlah
5 orang 5.2 dan responden yang masih
Ragu-Ragu berjumlah
16 orang 16.5 dan responden yang tidak setuju 42 orang 43.3. Mayoritas responden sekitar 43 yang menyatakan bahwa dalam keluarganya tidak
terdapat dominasi oleh satu orang perempuan. Dalam keluarga mereka lebih menyukai pembagian peran dalam keluarga
seperti ayah mencari nafkah dan ibu megurus rumah tangga serta lebih mengutamakan nilai kesetaraan dalam keluarga.
Tabel 4.20.
Dalam keluarga saya, nilai lebih yang ada pada seorang laki-laki seperti berpenghasilan lebih besar, berpenampilan lebih menarik, menyebabkan seseorang lebih dominan
dalam keluarga
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
31 32.0
2 Setuju
4 4.1
3 Ragu-Ragu
21 21.6
4 Tidak Setuju
41 42.3
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.20F.C.22 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang Sangat Setuju 31 orang
32.0dan responden yang Setuju adalah 4 orang 4.1 dan responden yang masih Ragu-Ragu 21 orang 21.6 dan responden yang Tidak Setuju berjumlah 41 orang
42.3
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 32 responden menyatakan dalam keluarganya terdapat pemilahan terhadap laki-laki yang berpenghasilan lebih besar, berpenampilan lebih
menarik menyebabkan seseorang itu lebih dominan dalam keluarga “nilai lebih” yang dijadikan tolak ukur untuk dijadikannya seseorang dominan dalam keluarga akan
menimbulkan jarak diantara anggota keluarga. Sebab jarak menunjukkan kedekatan seorang anggota keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya. Orang yang dominan tersebut bisa saja ayah, kakak laki- laki atau adik laki-laki, namun biasanya peran dominan dalam keluarga khususnya
untuk kaum laki-laki diperankan oleh ayah. Dari data di atas, sebanyak 42 responden menyatakan bahwa dalam
keluarganya tidak terdapat pemilahan terhadap laki-laki yang memiliki “nilai lebih” seperti berpenghasilan lebih besar, berpenampilan lebih menarik yang
menyebabkan seseorang tersebut menjadi dominan dalam keluarganya. Keluarga ini lebih mengutamakan adanya kesamaan nilai pada setiap anggota keluarga.
Tabel 4.21.
Dalam keluarga saya, nilai lebih yang ada pada seorang perempuan, seperti berpenghasilan lebih besar, berpenampilan
lebih menarik menyebabkan seseorang itu lebih dominan dalam keluarga
No. Pernyataan F
1
Sangat Setuju 24
24.7
2
Setuju 4
4.1
3
Ragu-Ragu 20
20.6
4
Tidak Setuju 49
50.5
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.21F.C.23 Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memilih Sangat
Setuju adalah 24 orang 24.7 dan yang Setuju berjumlah 4 orang 4.1 yang masih Ragu-Ragu berjumlah 20 orang 20.6 dan yang Tidak Setuju 49 orang
50.5. Disini terlihat bahwa responden yang tidak setuju merupakan mayoritas
Universitas Sumatera Utara
yaitu 50 hal ini di sebabkan di dalam rumah tangga tidak ada yang mendominasi, kalaulah adanya yang mendominasi dapat di sebabkan oleh berbagai faktor bisa saja
suami atau ayah yang takut pada istri yanhg menyebabkan ibu atau kakak perempuan lebih mendominasi
Tabel 4.22. Anggota keluarga saya cenderung membiarkan seorang laki-laki untuk
mendominasi seperti memenangkan setiap argumen No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
22 22.7
2 Setuju
2 2.1
3 Ragu-Ragu
23 23.7
4 Tidak Setuju
50 51.5
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.22F.C.24 Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah responden yang memilih
Sangat Setuju adalah
22 orang 22.7 dan responden yang
memilih Setuju
2 orang 2.1
Ragu- Ragu
23 orang 2.1
dan responden tidak Setuju
50 orang 51.5. sekitar 21 responden menyatakan ragu-ragu, 2.1 responden menyatakan bahwa
dalam keluarganya setiap anggota keluarganya cenderung membiarkan seorang laki- laki biasanya ayah untuk mendominasi seperti memenangkan setiap argumen. Ketika
berkomunikasi, anggota keluarga yang mendominasi ini menuntut pendapatnya untuk diterima oleh anggota keluarga lainnya. Orang yang mendominasi tersebut merasa
pendapatnya lebih baik daripada yang lainnya. Dari data di atas sekitar 51 responden menyatakan bahwa dalam keluarganya tidak
terdapat dominasi oleh seorang laki-laki misalnya ayah, sehingga angota keluarga lain memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan argumennya terhadap suatu
masalah yang dihadapi keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.23. Anggota keluarga saya cenderung membiarkan seorang perempuan untuk
mendominasi seperti memenangkan setiap argumen No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
20 20.6
2 Setuju
3 3.1
3 Ragu-Ragu
25 25.8
4 Tidak Setuju
49 50.5
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.23F.C.25 Pada tabel sekitar 25 responden menyatakan ragu-ragu, 3 responden
menyatakan bahwa dalam keluarganya setiap anggota keluarganya cenderung membiarkan seorang perempuan seperti Ibu, kakak perempuan, atau adik perempuan
namun biasanya dominasi seorang perempuan diperankan oleh seorang Ibu untuk mendominasi seperti memenangkan setiap argumen. Hal ini terjadi karena Ibu
berpendidikan lebih tinggi sehingga anggota keluarga lain menganggap bahwa ibu yang paling tahu dan paling pintar, sehingga setiap argumen yang dilontarkan Ibu
dianggap paling benar. Semua anggota keluarga dipandang memiliki kesamaan baik laki-laki
maupun perempuan sehingga tidak terdapat dominasi oleh pihak yang dapat mengakibatkan pihak lain merasa tersudut dan terasingkan.
Tabel 4.24. Komunikasi dalam keluarga saya masih bersifat timbal balik, namun
diwarnai dominasi oleh seorang laki-laki No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
36 37.1
2 Setuju
3 3.1
3 Ragu-Ragu
28 28.9
4 Tidak Setuju
30 30.9
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.24F.C.26
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel terdapat 28 responden menyatakan ragu-ragu, dan 37 responden menyatakan dalam keluarganya komunikasi masih bersifat timbal balik,
namun diwarnai dominasi oleh seorang laki-laki, biasanya ayah sebab ayah sebagai kepala rumah tangga yang memiliki hak untuk menetapkan aturan dalam keluarga,
Walaupun dominasi ayah dalam keluarga pada proses komunikasi ini tidak begitu disukai oleh anggota keluarga lainnya khususnya bagi anak-anak, namun mau tidak
mau harus turut terhadap ketetapan tersebut sebab apabila tidak menuruti akan disebut sebagai anak pembangkang. Pada situasi seperti ini ketidakadilan gender akan sangat
dirasakan kaum perempuan, sebab perempuan tidak memiliki hak yang sama dengan laki-laki.
Dari data di atas sebanyak 30 responden menyatakan bahwa di dalam keluarganya proses komunikasi terjadi secara timbal balik namun tidak didominasi
oleh salah satu pihak, setiap anggota keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapatnya baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga proses
komunikasi dapat berjalan dengan lebih baik.
Tabel 4.25. Komunikasi dalam keluarga saya masih bersifat timbal balik, namun diwarnai
dominasi oleh seorang perempuan No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
20 20.6
2 Setuju
3 3.1
3 Ragu-Ragu
25 25.8
4 Tidak Setuju
49 50.5
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.25F.C.27 Pada tabel di atas terdapat 25 responden yang menyatakan ragu-ragu,
sebanyak 3.1 responden menyatakan dalam keluarganya komunikasi masih bersifat
Universitas Sumatera Utara
timbal balik, namun diwarnai dominasi oleh seorang perempuan, biasanya Ibu sebab seorang ibu apabila mendominasi dalam kegiatan komunikasi biasanya disebut
cerewet lain halnya apabila ayah yang mendominasi hal tersebut dianggap biasa. Hal ini dikarenakan adanya stereotip peran perempuan bahwa seorang perempuan harus
mengikuti kata-kata suaminya sedangkan stereotip peran laki-laki dalam rumah tangga adalah sebagai kepala rumah tangga sekaligus pemimpin dalam rumah tangga.
dominasi ibu dalam keluarga khususnya dalam proses komunikasi bisa terjadi karena tingkat pendidikan ibu lebih tinggi sehingga ibu merasa paling tahu terhadap segala
hal. Dari data di atas sebanyak 50 responden menyatakan bahwa di dalam
keluarganya proses komunikasi terjadi secara timbal balik namun setiap anggota keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapatnya terhadap
suatu masalah. Sebagaimana dikatakan Mulyana bahwa “komunikasi yang dilakukan dalam keluarga untuk memperbaiki hubungan di antara anggota keluarga itu sendiri”.
Mulyana, 1990:23.
• Tabel 4.26 sampai dengan tabel 4.33 Pola komunikasi Monopoly 4.3.6 Pola Komunikasi Monopoli
Monopoly Pattern
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan
umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat
atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari
pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara
Universitas Sumatera Utara
menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat
keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menaggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.
Untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi monopoli dalam menanamkan nila Gender pada remaja, maka penulis menganalisa sebagai berikut:
Tabel 4.26.
Dalam keluarga saya laki-laki dipandang sebagai pemegang kekuasaan No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
40 41.2
2 Setuju
5 5.2
3 Ragu-Ragu
10 10.3
4 Tidak Setuju
42 43.3
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.26F.C.28 Pada tabel diatas terdapat 10 responden menyatakan ragu-ragu, dan
sebanyak 46 responden menyatakan bahwa dalam keluarganya, laki-laki biasanya ayah dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Ayah dipandang sebagai pemegang
kekuasaan karena ayah sebagai kepala keluarga yang memiliki hak untuk menetapkan aturan dalam keluarga, seperti memberitahukan kepada anggota keluarga apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan khususnya kepada anak-anaknya. Dari data diatas sebanyak 43 rasponden menyatakan bahwa dalam
keluarganya laki-laki tidak dipandang sebagai pemegang kekuasaan, artinya walaupun ayah berperan sebagai kepala rumah tangga namun bukan berarti ayah sebagai
pemegang kekuasaan penuh dalam keluarga. Dalam keluarga ini walaupun ayah sebagai kepala rumah tangga namun menanamkan nilai-nilai demokrasi dalam
Universitas Sumatera Utara
keluarga serta mengutamakan persamaan hak dalam keluarga tanpa melupakan kewajibannya sebagai bagian dari tanggungjawab setiap anggota keluarga.
Tabel 4.27. Dalam keluarga saya Perempuan dipandang sebagai pemegang kekuasaan
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
13 13.4
2 Setuju
4 4.1
3 Ragu-Ragu
23 23.7
4 Tidak Setuju
57 58.8
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.27F.C.29 Pada tabel terdapat 23 responden menyatakan ragu-ragu dan sebanyak 4
responden menyatakan bahwa dalam keluarganya, perempuan biasanya Ibu dipandang sebagai pemegang kekuasan. Namun hal ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak
wajar sebab peran stereotip tradisional bagi perempuan adalah kelak akan menikah dan berumah tangga, mengurus anak, dan harus taat terhadap suami. Berdasarkan hal
tersebut maka peranan ibu dalam keluarga akan berpengaruh terhadap anak, yang apabila ibu berperan sebagai pemegang kekuasaan dalam keluarga, maka anak akan
menyerap peranan tersebut dan tidak menutup kemungkinan peranan tersebut akan diikuti oleh anak pada saat anak beranjak dewasa dan berumah tangga.
Pada tabel di atas sebanyak 58 responden menyatakan bahwa dalam keluarganya perempuan tidak dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Keluarga
lebih menitik beratkan pada kesamaan dan kesetaraan yang menghindari adanya pengkotak-kotakan kekuasaan dalam keluarga yang dapat mengakibatkan hubungan
keluarga menjadi kaku. Sehingga nilai yag ditanamkan keluarga adalah mengakui adanya kesamaan dan kesetaraan setiap anggota keluarga tanpa memandang jenis
kelamin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.28. Komunikasi dalam keluarga saya yang berasal dari laki-laki lebih berupa
instruksi yang harus dilaksanakan No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
43 44.3
2 Setuju
4 4.1
3 Ragu-Ragu
26 26.8
4 Tidak Setuju
24 24.7
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.28F.C.30 Sebanyak 26 responden menyatakan ragu-ragu, 48 responden menyatakan bahwa
komunikasi berasal dari laki-laki biasanya ayah lebih berupa instruksi yang harus dilaksanakan.
Seorang ayah misalnya menyukai perempuan yang feminin maka ayah akan mendorong putrinya untuk menyesuaikan diri dengan stereotip peran perempuan yang
tradisional, dan menunjukkan persetujuannya bila mereka tampak berupaya untuk menyesuaikan diri. Begitu pula pada anak laki-laki yang ditekan untuk masuk sekolah
jurusan otomotif, padahal jurusan tersebut tidak sesuai dengan minat dan kemampuannya. Begitulah komunikasi yang berlangsung dalam keluarga yang mana
komunikasi dalam keluarga yang berasal dari ayah lebih berupa instruksi yang harus dilaksanakan.
Dari tabel di atas 24 responden menyatakan bahwa komunikasi yang berasal dari ayah tidak hanya berupa instruksi yang harus dilaksanakan. Setiap anggota keluarga
dilibatkan dalam proses komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.29. Komunikasi dalam keluarga saya yang berasal dari perempuan lebih berupa
instruksi yang harus dilaksanakan No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
37 38.1
2 Setuju
3 3.1
3 Ragu-Ragu
30 30.9
4 Tidak Setuju
27 27.8
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.29F.C.31 Pada tabel di atas terlihat jelas bahwa responden yang sangat setuju berjumlah
37
orang
38.1
Setuju
3 orang 3.1 dan responden yang masih
Ragu-Ragu berjumlah
30 orang30.9. Responden yang
Tidak Setuju berjumlah
27 orang 27.8. Disini terlihat jelas bahwa 38 responden setuju bahwa Komunikasi dalam
keluarga berasal dari perempuan lebih berupa instruksi yang harus dilaksanakan, hal ini disebabkabn sudah melekatnya streotipe pada perempuan ibu image bahwa ibu
lebih cerewet dan mendominasi di dalam keseharian hal ini dikarenakan ibu yang lebih dominan dan keseharianya di dalam mengurus rumah tangga . komunikasi yang
berasal dari Ibu yang merupakan instruksi yang harus dilaksanakan disini maksudnya adalah mengenai tugas sehari-hari, yang mana Ibu menginstruksikan kepada anggota
keluarga mengenai tugas sehari-hari yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota keluarga.
Dari data diatas, responden yang menyatakan ragu-ragu sebanyak 30 responden 31 dari 90 responden yang artinya responden merasa ragu serta
bimbang apakah komunikasi yang terjadi dalam keluarganya yang berasal dari perempuan lebih berupa isntruksi yang harus dilaksanakan.
Pada tabel masih terlihat adanya responden yang menyatakan tidak setuju sebanyak 27 responden 28, komunikasi dalam keluarganya yang berasal dari
Universitas Sumatera Utara
perempuan tidak hanya berupa instruksi yang harus dilaksanakan, komunikasi itu sendiri dilakukan untuk mempererat hubungan antar anggota dalam keluarga
Tabel 4.30. Laki-laki yang berkuasa dalam keluarga saya memiliki hak penuh untuk
mengambil keputusan sehingga yang lain tidak berhak mengeluarkan pendapat
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
15 15.5
2 Setuju
2 2.1
3 Ragu-Ragu
16 16.5
4 Tidak Setuju
64 66.0
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.30F.C.32 Pada tabel dapat dilihat responden yang menyatakan sangat setuju sebanyak
15 orang 15.5, yang menyatakan setuju sebanyak 2 orang 2.1. Ini artinya bahwa dalam keluarganya laki-laki yang berkuasa memiliki hak penuh untuk
mengambil keputusan sehingga yang lain tidak berhak mengeluarkan pendapat ketika berkomunikasi orang yang berkuasa ini menuntut kepada anggota keluarga lain
supaya pendapatnya diterima. Pada tabel diatas masih terdapat responden yang menyatakan ragu-ragu
sebanyak16 orang 16.5 yang menyatakan tidak setuju sebanyak 64 orang 66, yang artinya bahwa dalam keluarganya, anggota keluarga bersedia untuk
mendengarkan masukan-masukan dari anggota keluarga lainnya. Orang tua mendengarkan masukan-masukan dari anak-anaknya, begitu pula sebaliknya anak-
anak mendengarkan masukan dari orang tua sehingga dalam menyelesaikan masalah tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan, baik di rumah ataupun di
sekolah. Meskipun pendapat yang dirasakan berbeda pandangannya, keluarga mereka mendengarkannya sebagai bahan masukan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.31. Perempuan yang berkuasa dalam keluarga saya memiliki hak penuh untuk
mengambil keputusan sehingga yang lain tidak berhak mengeluarkan pendapat
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
16 16.5
2 Setuju
5 5.2
3 Ragu-Ragu
13 13.4
4 Tidak Setuju
63 64.9
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.31.C.33 Pada tabel di atas berjumlah 16 orang responden 16.5 yang menyatakan
sangat setuju, 5 responden 5.2 yang menyatakan setuju, artinya dalam keluarga mereka peran perempuan biasanya ibu berkuasa untuk mengambil keputusan sehingga
yang lain tidak berhak mengeluarkan pendapat. Dari tabel menunjukkan bahwa responden yang menyatakan ragu-ragu
sebanyak 13 responden 13.4, yang menyatakan tidak setuju sebanyak 63 responden 64.9, dan yang menyatakan artinya dalam keluarga responden prinsip
kesamaam dan kesetaraan lebih dutamakan. Kesamaan ini juga menyangkut kepada keterlibatan anggota keluarga untuk
berbicara mengungkapkan informasi atau pendapatnya. Tabel 4.32.
Laki-laki yang berkuasa dalam keluarga saya memerintahkan pada yang lain apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
47 48.5
2 Setuju
8 8.2
3 Ragu-Ragu
9 9.3
4 Tidak Setuju
33 34.0
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.32F.C.34
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel di atas sebanyak 47 responden 48.5 yang menyatakan sangat setuju, 8 responden 8.2 yang menyatakan setuju, 9 responden 9.3 menyatakan
ragu-ragu, sebanyak 33 responden 34.0, menyatakan tidak setuju. Dari data di atas mayoritas responden menyatakan sangat setuju yaitu
sebanyak 47 responden 48.5 Dari data di atas bisa kita lihat bahwa mayoritas responden sangat setuju, apabila laki-laki yang berkuasa dalam keluarga
memerintahkan pada anggota keluarga lain mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sebab hak dan kebebasan perempuan dalam keluarga ini akan terkekang,
walaupun laki-laki yang berkuasa dalam keluarga biasanya adalah ayah, namun apabila ayah terlalu memaksakan aturannya untuk dipatuhi oleh seluruh anggota
keluarga lainnya hal tersebut akan berdampak tidak baik terhadap perkembangan psikis dan mental anak bila ayah mengehendaki mereka tidak usah sekolah tinggi-
tinggi, maka kemungkinan besar anak akan mandeg karena tidak mau dan tidak terbiasa melawan orang tua.
Tabel 4.33.
Perempuan yang berkuasa dalam keluarga saya memerintahkan pada yang lain apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
35 36.1
2 Setuju
8 8.2
3 Ragu-Ragu
17 17.5
4 Tidak Setuju
37 38.1
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.33F.C.35 pada tabel di atas sebanyak 35 responden 35 yang menyatakan sangat setuju, 8
responden 8.2 yang menyatakan setuju, 17 responden 17.5 menyatakan ragu- ragu, sebanyak 37 responden 38.1, menyatakan tidak setuju,
Universitas Sumatera Utara
Dari data di atas mayoritas responden menyatakan tidak setuju yaitu sebanyak 37 responden 38.1 hal ini dikarenakan peran perempuan dalam keluarga
terutama Ibu diharapkan sebagai pemberi kasih sayang dan perhatian kepada anggota keluarga khususnya kepada anak..
• Tabel 4.34 samapai dengan tabel 4.8 Penerapan dalam kehidupan sehari- hari
4.3.7 Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
Penerapan gender pada remaja dalam kehidupan sehari-hari bergantung dari pola komunikasi apa yang diterapkan dalam keluarganya. Serta dipengaruhi oleh
bagaimana cara keluarga dalam menanamkan nilai-nilai gender tersebut sebab keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak dalam kehidupannya.
Maka dari itu Penulis menganalisis penerapan gender dalam kehidupan sehari- hari remaja sebagai berikut:
Tabel 4.34. Saya menghargai keberadaan lawan jenis
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
65 67.0
2 Setuju
25 25.8
3 Ragu-Ragu
7 7.2
4 Tidak Setuju
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.34F.C.36 Pada tabel di atas sebanyak 65 responden 67. yang menyatakan sangat
setuju, 25 responden 25.8 yang menyatakan setuju, 7 responden 7.2 menyatakan ragu-ragu, dan tidak ada satupun yang menyatakan tidak setuju. Dari data
di atas bisa kita simpulkan bahwa mayoritas responden menghargai keberadaan lawan jenisnya. remaja menghargai keberadaan lawan jenisnya sebagai pelaksanaan dari
salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dilalui oleh remaja.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.35. Saya mengakui lawan jenis juga memiliki kelebihannya sendiri-sendiri
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
68 69.4
2 Setuju
25 25.5
3 Ragu-Ragu
2 2.0
4 Tidak Setuju
2 2.0
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.35F.C.37 Pada tabel diatas sebanyak 68 responden 69.4 yang menyatakan sangat
setuju, 25 responden 25.5 yang menyatakan setuju, 2 responden 2 menyatakan ragu-ragu, sebanyak 2 responden 2, menyatakan tidak setuju.
Ini artinya mayoritas responden mengakui lawan jenis memiliki kelebihannya sendiri-sendiri, ketidakadilan gender terjadi karena salah satu jenis
kelamin merasa dirinya paling hebat, hal ini biasa terjadi pada kaum laki-laki, yang mana mereka merasa kedudukannya lebih tinggi daripada perempuan, sebab
perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah.
Tabel 4.36. Untuk anak laki-laki, saya bersedia memasak, mencuci. Untuk anak perempuan
saya bersedia membersihkan halaman No.
Pernyataan F
1 Sangat Setuju
46 47.4
2 Setuju
12 12.4
3 Ragu-Ragu
14 14.4
4 Tidak Setuju
25 25.8
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.36F.C.38 Pada tabel dapat dilihat 46 responden 47.4 yang menyatakan sangat setuju,
12 responden 12.4 yang menyatakan setuju, 14 responden 14.4 menyatakan ragu-ragu, sebanyak 25 responden 25.8, menyatakan tidak setuju.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden yang bersedia melakukan tugas-tugas yang dipandang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, seperti laki-laki
Universitas Sumatera Utara
memasak, perempuan mengerjakan tugas laki-laki seperti membersihkan halaman, lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak bersedia melakukan tugas-
tugas tersebut. Walaupun hal ini bertentangan dengan stereotip peran perempuan.
Tabel 4.37. Untuk anak laki-laki, saya tidak berkeberatan bekerja dibidang seni,
pengajaran. Untuk anak perempuan saya tidak berkebaratan bekerja dibidang industri, komputer, dsb.
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
58 59.8
2 Setuju
12 12.4
3 Ragu-Ragu
15 15.5
4 Tidak Setuju
12 12.4
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.37F.C.39 Pada tabel dapat dilihat 58 responden 59.8 yang menyatakan sangat
setuju, 12 responden 12.4 yang menyatakan setuju, 15 responden 15.4 menyatakan ragu-ragu, sebanyak 12 responden 12.4, menyatakan tidak setuju.
Dari data diatas mayoritas responden menyatakan kesediaannya untuk bekerja pada bidang yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.
Tabel 4.38. Saya merasa kedudukan saya lebih tinggi dari lawan jenis
No. Pernyataan
F
1 Sangat Setuju
29 29.9
2 Setuju
4 4.1
3 Ragu-Ragu
20 20.6
4 Tidak Setuju
44 45.4
Total 97
100
Sumber: Kuesioner P.38F.C.40 Pada tabel dapat dilihat 29 responden 29.9 yang menyatakan sangat setuju,
4 responden 4.1 yang menyatakan setuju, 20 responden 20.6 menyatakan ragu- ragu, sebanyak 44 responden 45.4 menyatakan tidak setuju.
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan tidak setuju lebih banyak dibandingkan dengan responden yang menyatakan setuju
mengenai kedudukannya lebih tinggi dari lawan jenis. Masih banyaknya responden yang menyatakan setuju bahwa kedudukannya lebih tinggi dari lawan jenis hal ini
dipengaruhi oleh peran stereotip laki-laki dan perempuan. Dan pandangan bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki.
4.4 Pembahasan
Setelah peneliti menganalisis setiap data dari kuesioner maka akan dijabarkan hasil dari penelitian yang menggunakan metode diskriptif dengan responden yang
berjumlah 97 orang yang berasal dari siswa dan siswi STM Teladan dan SMKN8 Medan dari 97 responden mayoritas responden adalah berjenis kelamin perempuan
dapat dilihat pada tabel P.1F.C 3 yaitu sebanyak 50 orang 51.5 dan mayoritas responden rata-rata berusia 16-18 tahun yang dianggap sudah mewakili dari definisi
remaja itu sendiri dapat dilihat pade tabel , P.2F.C 4 yaitu berjumlah 62 orang 63.9 dengan mayoritas agama responden adalah pemeluk agama islam.
Pola Komunikasi Persamaan Equality Pattern
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama.
Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide- ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka,
langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan interpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi
Universitas Sumatera Utara
pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama.. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti
film yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak.
Untuk melihat pada pola komunikasi equality dalam menanamkan nilai Gender pada remaja Penulis menganalisis sebagai berikut; dalam tabel P.10F.C 12
bahwa responden sangat setuju akan adanya kesetaraan di dalam pembagian tugas harian baik diantara perempuan dan laki-laki yaitu berjumlah 63 orang 64.9 dalam
tabel terlihat responden menyatakan respon positifnya terhadap adanya pembagian tugas harian yang dibagikan secara sama tanpa memandang jenis kelamin baik laki-
laki dan perempuan dan 90 responden menyatakan melakukan komunikasi dalam keluarga mereka , dengan membuka diri untuk mengungkapkan permasalahan dan
bertukar pikiran untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh anggota keluarganya.
Dan 85 responden dapat dilihat pada tabel P.12F.C 14 responden yang setuju dan mengatakan bahwa dalam keluarganya semua anggota di pandang setara,
tidak ada yang dipandang lebih rendah dan lebih tinggi baik di antara laki-laki dan perempuan. Dan 54 responden mengatakan sangat setuju dengan keleluasaan dalam
membicarakan topik apapun dengan anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan
Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah Unbalanced Split Pattern
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi
Universitas Sumatera Utara
ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain
orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara
membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi
tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali
untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta
pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan. Untuk melihat pola komunikasi Unbalanced Split dalam menanamkan nilai
Gender pada remaja, maka penulis menganalisis, pada tabel P.14F.C 16 responden yang setuju terjadinya pembagian peran yang berbeda dalam keluarga, seperti ayah
bekerja dan ibu merawat anak berjumlah 76. Dan 81 responden setuju bahwa tiapa anggota dalam keluarga dinilai memiliki kemampuan sendiri-sendiri baik
perempuan maupun laki-laki dan tidak meyetujui bila masing-masing keluarga mengambil keputusan masing-masing sebanyak 60 orang 61.9 serta memiliki sifat
yang individualis, walaupun sibuk dengan kegiatan masing-masing keluarganya tidak memiliki sikap yang individualisme.
Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah Unbalanced Split Pattern
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi
Universitas Sumatera Utara
ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain
orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara
membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi
tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali
untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta
pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan. Untuk melihat pola komunikasi Unbalanced Split dalam menanamkan nilai
Gender pada remaja, maka penulis menganalisis sebagai berikut, bahwa sebanyak 32 responden yang menyatakan bahwa dalam keluarganya terdapat laki-laki yang
mendominasi. Laki-laki yang mendominasi tersebut adalah ayah sebab ayah berperan sebagai kepala keluarga yang memiliki hak untuk menetapkan peraturan namun
sebanyak 42 yang menyatakan tidak adanya dominasi di dalam keluarganya, tiap anggota keluarga dipandang setara.
Mayoritas responden sekitar 43 yang menyatakan bahwa didalam keluarganya tidak terdapat dominasi oleh satu orang perempuan dan lebih menyukai
pembagian peran dalam keluarga contoh ayah bekerja dan ibu mengurus rumah serta lebih mengutamakan kesetaraan dalam keluarga
Pola Komunikasi Monopoli Monopoly Pattern
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan
Universitas Sumatera Utara
umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah
mengetahui siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara
baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang
dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang
kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan
kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menaggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.
Untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi monopoli dalam menanamkan nila Gender pada remaja, maka penulis menganalisa sebagai berikut, dapat dilihat
pada tabel P.26F.C 28 bahwa sebanyak 46 menyatakan bahwa dalam keluarganya laki-laki biasanya ayah dipandang sebagai pemegang kekuasaan karna ayah sebagai
kepala keluarga memiliki hak untuk menetapkan aturan dan pada tabel P.27F.C28 bahwa didalam keluarganya perempuan tidak dipandang sebagai pemegang
kekuasaan. Keluarga lebih menitik beratkan pada kesamaaan dan kesetaraan.
Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
Penerapan gender pada remaja dalam kehidupan sehari-hari bergantung dari pola komunikasi apa yang diterapkan dalam keluarganya. Serta dipengaruhi oleh
bagaimana cara keluarga dalam menanamkan nilai-nilai gender tersebut sebab keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak dalam kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
Maka dari itu Penulis menganalisis penerapan gender dalam kehidupan sehari- hari remaja sebagai berikut, bahwa 90 responden setuju dan dapat disimpulkan
bahwa mayoritas responden menghargai keberadaan lawan jenis dan 95 responden mengakui lawan jenis mereka memiliki kelebihanya masing-masing, dan 60
responden bersedia melakukan tugas-tugas yang dipandang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya seperti laki-laki memasak dan perempuan mengerjakan tugas laki-laki
yaitu membersihkan halaman. Dan dari tabel P.37F.C 39 sebanyak 70 responden meyatakan kesediaanya
untuk bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan jenis kelaminya contoh anak perempuan bekerja di bidang industri dan otomotif yang identik dengan laki-laki dan
sebaliknya. Dan dapat dilihat dari tabel P.38F.C40 yaitu 66 para responden yang tidak setuju merasa bahwa kedudukanya lebih tinggi dari lawan jenis.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis dan interpretasi dari hasil penelitian maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Pola komunikasi Equality dalam menanamkan nilai gender pada remaja
merupakan pola yang paling ideal karena landasan komunikasi yang terjadi dalam keluarga didasarkan pada kesetaraan antara anggota-anggotanya
komunikasi dalam keluarga berjalan dengan jujur, bebas dan terbuka. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan. Dalam pola ini,
tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga sama. Tiap orang dianggap
sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan, keterbukaan satu sama lainnya berdasarkan pada kesetaraan.
2. Pola komunikasi Balance Split dalam menanamkan nilai gender pada remaja
dapat menciptakan suasana yang kondusif karena pola ini menonjolkan individualitas tiap anggota keluarga. Melalui pola ini remaja mampu
mewujudkan dirinya, dan tidak ditekan untuk mengikuti stereotip gender yang berlaku pada umumnya.
3. Pola komunikasi Unbalanced Split dalam menanamkan nilai gender pada
remaja, menekankan pada seseorang yang memiliki nilai lebih untuk mendominasi keluarga sehingga dapat menimbulkan penanaman stereotip
gender yang berat sebelah pada salah satu jenis kelamin. Pola ini dapat menimbulkan ketidakadilan pada salah satu jenis kelamin yang dianggap tidak
Universitas Sumatera Utara