19
20 μL dari larutan induk ditambahkan metanol sampai
volumenya 18 00 μL. Kemudian ditambahkan 200 μL larutan
DPPH. b 2 ppm
40 μL dari larutan induk ditambahkan metanol sampai
volumenya 18 00 μL. Kemudian ditambahkan 200 μL larutan
DPPH. c 3 ppm
6 0 μL dari larutan induk ditambahkan metanol sampai
volumenya 18 00 μL. Kemudian ditambahkan 200 μL larutan
DPPH. d 4 ppm
8 0 μL dari larutan induk ditambahkan metanol sampai
volumenya 18 00 μL.Kemudian ditambahkan 200 μL larutan
DPPH.
3.6 Pengukuran Absorbansi
Semua larutan kontrol, larutan ekstrak daun jeruk nipis dan larutan standar positif vitamin C dikocok menggunakan shaker waterbath dan diinkubasi pada
suhu 37
o
C selama 30 menit dalam keadaan gelap ditutup alumunium foil. Hal ini dilakukan karena radikal DPPH mudah didegradasi oleh cahaya.
Kemudian absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 515 nm.
9
Setelah nilai absorbansinya didapat, dihitung persen hambatan masing-masing larutan dengan menggunakan rumus:
9,19,30
Hambatan = Abs – Abs
sample
x 100 Abs
Setelah didapatkan aktivitas hambatan dicari nilai IC
50
melalui persamaan regresi linier y = a + bx
20
3.7 Manajemen Analis Data Antioksidan
Data antioksidan pada radikal DPPH penghambatan ekstrak daun jeruk nipis dianalisis dan dihitung nilaiIC
50
. Semakin kecil nilai IC
50
berarti aktivitas antioksidan semakin kuat. Pada penelitian ini nilai IC
50
dianalisis dan dihitung mengunakan persamaan regresi linear.
19,30,31
Data hambatan dankonsentrasi larutan digunakan untuk mencari nilai IC
50
dengan persamaan regresi linear y= a + bx, dimana y adalah hambat 50 senilai 50 dan x adalah nilai IC
50
.
9,32
Berikut ini tabel mengenai klasifikasi aktivitas antioksidan menurut Blois:
Tabel 3.1 Klasifikasi aktivitas antioksidan
19,21
:
No. Nilai IC
50
Antioksidan
1. 50 ppm
Sangat kuat 2.
50-100 ppm Kuat
3. 100-150 ppm
Sedang 4.
151-200 ppm Lemah
21
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Ekstraksi Daun Jeruk Nipis
Dari hasil ekstraksi didapatkan 31 gram simplisia dari 500 gram daun jeruk yang dikeringkan. Dimana setelah maserasi didapatkan larutan ekstrak
sebanyak 480 mL. Metode maserasi dipilih karena prosedurnya sederhana, mudah, murah, cepat dan dapat menghindari kerusakan senyawa bioaktif akibat
panas.
28,33
Kemudian setelah dilakukan evaporasi didapatkan ekstrak kental daun jeruk nipis sebesar 3,6 gram. Dalam penelitian ini menggunakan pelarut metanol
karena berdasarkan penelitian sebelumnya, aktivitas antioksidan daun jeruk nipis lebih baik dengan menggunakan pelarut metanol dibandingkan pelarut lainnya.
9
Selain itu, metanol merupakan pelarut polar yang bisa menarik senyawa bioaktif yang bersifat polar seperti flavonoid. Pembuatan ekstrak pada penelitian ini tidak
mengukur kadar air dan kadar abu. Hasil ekstraksi ditentukan oleh luas permukaan dan jenis pelarut. Jenis
pelarut dipilih berdasarkan sifat dari senyawa bioaktif simplisia yang akan diambil.
29
4.2 Absorbansi dan Penghambatan
Hasil ekstraksi daun jeruk nipis selanjutnya diuji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH. Kemudian dibuat larutan kontrol, larutan seri
ekstrak daun jeruk nipis dan larutan seri vitamin C. Setelah diinkubasi akan terlihat secara kualitatif ada tidaknya perubahan warna pada larutan. Berikut ini
gambar yang menunjukan perubahan warna larutan seri ekstrak daun jeruk nipis:
22
Gambar 4.1 Larutan seri ekstrak konsentrasi 25 ppm ,50 ppm,75 ppm,100 ppm
Pada gambar 4.1 terlihat bahwa semakin besar konsentrasi semakin terlihat perubahan warna ungu pekat menjadi lebih pucat. Pada konsentrasi 25 ppm dan
50 ppm terlihat warna ungu yang lebih pekat. Hal ini disebabkan baru sedikit elektron bebas pada DPPH yang diikat oleh antioksidan. Pada konsentrasi 75 ppm
warna larutan menjadi ungu pucat menunjukan lebih banyak elektron yang diikat. Pada konsentrasi 100 ppm terlihat warna kuning keunguan menunjukan bahwa
hampir semua elektron bebas pada DPPH telah berikatan dengan atom hidrogen antioksidan yang ada dalam sampel sehingga mengubah DPPH menjadi DPPH-H
yang sudah kehilangan sifat radikal bebasnya.
19
Vitamin C sebagai antioksidan digunakan sebagai kontrol positif karena terbukti mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat.
9
Berikut ini adalah gambar perubahan warna berbagai larutan seri vitamin C:
Gambar 4.2 Larutan seri vitamin C 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm
25 ppm 50 ppm
75 ppm 100 ppm
1 ppm 2 ppm
3 ppm 4 ppm
23
Pada gambar 4.2 terlihat pada rangkaian seri tabung adanya perubahan warna menjadi lebih pucat, berarti vitamin C sudah memperlihatkan aktivitas
antioksidan pada konsentrasi kecil. Hal ini bisa menunjukan bahwa vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat.
Setelah diamati secara kualitatif, larutan kontrol, larutan seri ekstrak daun jeruk nipis dan larutan seri vitamin C diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang maksimum DPPH yaitu 515 nm. Hal ini untuk mendapatkan nilai absorbansi yang maksimum juga.
9
Kemudian dicari penghambatan masing-masing konsentrasi. Berikut ini nilai absorbansi dan
penghambatan dari setiap konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis dan vitamin C: Tabel 4.1 Nilai absorbansi dan penghambatan ekstrak daun jeruk nipis
No Konsentrasi
ppm Rata-rata nilai
absorbansi Penghambatan
1 25 ppm
0,561 9,3
2 50 ppm
0,472 23,7
3 75 ppm
0,396 36,02
4 100 ppm
0,273 55,89
Larutan kontrol = 0,619 nm
Tabel 4.2 Nilai absorbansi dan penghambatan vitamin C
No Konsentrasi
ppm Rata-rata nilai
absorbansi Penghambatan
1 1 ppm
0,561 9,3
2 2 ppm
0,498 19.5
3 3 ppm
0,389 37,15
4 4 ppm
0,283 54,28
Larutan kontrol = 0,619
Berdasarkan 4.1 dan 4.2 terlihat semakin besar konsentrasi semakin kecil absorbansinya karena semakin besar konsentrasi larutan, aktivitas antioksidan
semakin tinggi. Hal ini ditandai dengan semakin pudarnya warna DPPH dan semakin besarnya nilai penghambatan.