Deskripsi Variabel Penelitian a. Opini Audit

57 Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan maka diperoleh sebanyak 29 auditee sektor manufaktur yang digunakan sebagai sampel dan dikelompokan kedalam dua kelompok atau kategori berdasarkan atas jenis opini audit yang diterimanya, yaitu: kelompok auditee dengan opini audit going concern GCAO dan auditee dengan opini audit non going concern NGCAO.

3. Deskripsi Variabel Penelitian a. Opini Audit

Going Concern Opini audit going concern dalam penelitian ini menjadi variabel dependen yang merupakan variabel dummy. Berdasarkan hasil analisis terhadap laporan auditor independen yang diterima oleh auditee pada tahun-tahun penelitian, dapat diketahui jenis-jenis opini yang diterima masing-masing perusahaan selama periode penelitian. Opini tersebut kemudian digolongkan menjadi dua jenis opini audit yaitu opini audit going concern GCAO dan opini audit non going concern NGCAO. Distribusi auditee sektor manufaktur berdasarkan opini audit yang diterima, ditampilkan dalam tabel 4.3 berikut ini. 58 Tabel 4.3 Distribusi Observasi Berdasarkan Opini Audit 2005 2006 2007 2008 2009 Total Opini Auditee Auditee Auditee Auditee Auditee Auditee GCAO dummy=1 10 34 8 28 8 28 7 24 6 21 39 27 Non GCAO dummy=0 19 66 21 72 21 72 22 76 23 79 106 73 Total 29 100 29 100 29 100 29 100 29 100 145 100 Sumber: Data Sekunder yang Dianalisis Dalam tabel 4.3 diatas, menyajikan mengenai frekuensi data perusahaan yang menerima opini going concern dan yang tidak menerima opini going concern selama tahun penelitian, mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Secara rata-rata dapat dikatakan bahwa 27 perusahaan menerima opini audit going concern atau sebanyak 39 laporan keuangan perusahaan. Hal ini dapat terjadi dimana pada tahun-tahun sebelumnya perusahaan tersebut pernah mengalami diantaranya kerugian operasi yang berulang kali, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya, penunggakan pembayaran deviden, restrukturisasi hutang, pengaduan gugatan pengadilan dan dapat pula keadaan keberlangsungan hidup perusahaan sangat terpengaruh oleh kondisi ekonomi Indonesia sejak tahun sebelumnya yang dijelaskan dalam CALK Catatan Atas Laporan Keuangan. Sedangkan 106 laporan keuangan perusahaan atau 73 dari total sampel tidak menerima opini audit going concern pada 59 perusahaan yang sama. Jadi dapat dikatakan, bahwa dari tahun ke tahun terdapat penurunan jumlah laporan keuangan perusahaan yang menerima opini audit going concern, hal ini terjadi akibat kondisi ekonomi Indonesia yang semakin membaik dari tahun ke tahun.

b. Debt Default

Debt default merupakan kegagalan suatu perusahaan dalam membayar kewajiban hutangnya pada saat jatuh tempo, baik pokok hutangnya maupun bunga hutangnya. Debt default dalam penelitian ini merupakan variabel dummy. Berdasarkan hasil analisis terhadap laporan auditor independen yang diterima oleh auditee pada tahun- tahun penelitian, dapat diketahui status debt default yang diterima masing-masing perusahaan selama periode penelitian. Status tersebut kemudian digolongkan menjadi dua jenis status yaitu satatus default dan non default. Distribusi auditee sektor manufaktur berdasarkan status yang diterima, ditampilkan dalam tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Frekuensi Debt Default Opini Debt Non Going Concern NGC Going Concern GC Total Default 7 17,5 33 82,5 40 100 Non Default 99 94,3 6 5,7 105 100 Sumber: Data Sekunder yang Dianalisis Dari tabel 4.4 menunjukan bahwa perusahaan yang mengalami debt default lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan opini 60 going concern terlihat sebanyak 33 laporan keuangan 82,5 yang mengalami debt default mendapatkan opini going concern dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengalami debt default hanya 7 laporan keuangan atau sekitar 17,5 yang mendapatkan opini going concern. Hal ini juga terjadi pada laporan keuangan yang tidak mengalami going concern Non Going ConcernNGC hanya mayoritas perusahaan yang tidak mengalami debt default-lah yang tidak mendapatkan opini going concern yaitu 99 laporan keuangan atau 94,3 . Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor debt default ini adalah faktor determinan atau penentu bagi pertimbangan auditor dalam memberikan opini going concern. Dari 145 laporan keuangan yang diobservasi dalam penelitian ini, terdapat banyak perusahaan yang mengalami debt default yang diungkapkan disclose dalam paragraf penjelasan pada opini auditor maupun yang dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. Terdapat beberapa alternatif pilihan yang dapat dilakukan oleh para auditee dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya antara lain menjadwalkan kembali jatuh tempo pembayarannya, melakukan langkah penjualan aktiva-aktivanya atau mengkonversi kewajiban dengan asset-aset yang dimiliki atau konversi dengan saham-saham, dan dapat pula meminta kepada para kreditur untuk menghapus bunga dari pokoknya. Dari beberapa alternatif pilihan diatas, mayoritas dari 29 auditee yang mendapatkan opini going concern dalam penelitian 61 ini, cenderung memilih alternatif pilihan untuk melakukan restrukturisasi hutang-hutangnya yaitu dengan penjadwalan kembali reschedule jatuh tempo pembayaran untuk jumlah cicilan pokok dan bunga hutangnya.

c. Opinion Shopping

Opinion Shopping merupakan kondisi yang memungkinkan manajemen untuk berpindah ke auditor lain apabila perusahaannya terancam menerima opini audit going concern. Opinion Shopping dalam penelitian ini merupakan variabel dummy. Berdasarkan hasil analisis terhadap laporan auditor independen yang diterima oleh auditee pada tahun-tahun penelitian, dapat diketahui perusahaan yang melakukan pergantian auditor selama periode penelitian. Opinion shopping tersebut kemudian digolongkan menjadi dua jenis yaitu perusahaan yang melakukan pergantian auditor, dan perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Distribusi auditee sektor manufaktur berdasarkan pergantian auditor, ditampilkan dalam tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Frekuensi Opinion Shopping Opini OS Non Going Concern NGC Going Concern GC Total Ganti Auditor 15 55,6 12 44,4 27 100 Tidak Ganti Auditor 91 77,1 27 22,9 118 100 Sumber: Data Sekunder yang telah diolah 62 Dari tabel 4.5 menunjukan bahwa perusahaan yang mengganti auditor dan menerima opini going concern hanya sebanyak 12 laporan keuangan 44,4, sedangkan yang melakukan pergantian auditor dan menerima opini non going concern jumlahnya lebih banyak yakni sebanyak 15 laporan keuangan 55,6. Hal ini juga terjadi pada laporan keuangan yang tidak mengalami going concern Non Going ConcernNGC mayoritas perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor-lah yang tidak mendapatkan opini going concern yaitu 91 laporan keuangan atau 77,1. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor opinion shopiing tidak memiliki bukan merupakan faktor determinan atau penentu bagi pertimbangan auditor dalam memberikan opini going concern. Hasil dari tabel diatas menunjukan bahwa di Indonesia cenderung tidak menerima opini going concern ketika mempertahankan auditornya. Auditee yang mempertahankan auditornya berharap akan mendapatkan opini non going concern pada laporan keuangannya, hal ini didapatkan auditee dengan cara mengancam akan melakukan pergantian auditor jika auditee menerima opini going concern. Kejadian seperti ini dapat dicegah oleh pemerintah Indonesia dengan cara menetapkan peraturan kepada perusahaan untuk mempertahankan auditor selama beberapa tahun agar tidak terjadi praktek opinion shopping. 63

d. Kondisi Keuangan Perusahaan

Pada variabel kondisi keuangan digunakan analisis rasio keuangan dengan menggunakan metode analisis Altman Z-Score model tahun 1968 dengan persamaan sebagai berikut: Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5 Dimana: Z1 = working capitaltotal asset Z2 = retained earningstotal asset Z3 = earnings before interest and taxestotal asset Z4 = market capitalizationbook value of debt Z5 = salestotal asset Dengan formula Z-Score tersebut daerah ambang batasnya adalah 2,67 dan 1,81 artinya perusahaan yang mempunyai Z-Score diatas 2,67 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai Z-Score dibawah 1,81 diklasifikasikan sebagai perusahaan berpotensi bangrut. Selanjutnya nilai diantara 1,81 dan 2,67 disebut grey area berpotensi sehatbangkrut. Penjelasan mengenai rasio keuangan dengan metode Altman Z- Score adalah sebagai berikut: a. Rasio Likuiditas Merupakan rasio untuk mengukur perbandingan Working Capital Aktiva Lancar – Kewajiban lancar dengan Total Aktiva. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban 64 jangka pendeknya. Yang termasuk dalam aktiva lancar dalam perusahaan manufaktur adalah kas dan setara kas, piutang usaha, persadiaan, pajak dibayar dimuka, biaya dibayar dimuka dan aktiva lancar lain-lain. Sedangkan yang termasuk kewajiban lancar adalah hutang usaha, hutang lain-lain, biaya masih harus dibayar, hutang pajak, hutang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun, uang muka pelanggan yang akan jatuh tempo dalam satu tahun, bagian pinjaman investasi jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam satu tahun dan sebagainya. b. Rasio Profitabilitas: Retained Earnings to Total Asset dan Earnings before Interest and tax to Total Asset 1 Rasio Retained EarningsTotal Asset mengukur kemampuan laba kumulatif dari perusahaan. Rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. 2 Rasio Earnings before Interest and TaxTotal Asset mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan.. c. Rasio Aktivitas: Market Capitalization to Book Value of Debt dan Sales to Total Asset. 1 Rasio Market CapitalizationBook Value of Debt menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban- kewajibannya dari nilai pasar modal sendiri saham biasa. 65 Nilai pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa dibagi market capital. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. 2 Rasio SalesTotal Asset menunjukan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan. Penjualan pada perusahaan manufaktur terdiri dari penjualan ekspor, lokal maupun kepada pihak ketiga. Tabel 4.6. Hasil Analisis Altman Zscore Kategori 2005 2006 2007 2008 2009 Bangkrut 16 55,2 16 55,2 12 41,4 15 51,7 11 37,9 Grey area 3 10,3 1 3,4 5 17,2 4 13,8 4 13,8 Sehat 10 34,5 12 41,4 12 41,4 10 34.5 14 48,3 Total 29 100 29 100 29 100 29 100 29 100 Sumber: Data Sekunder yang telah diolah Dari hasil analisi tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa tingkat kebangkrutan perusahaan yang ada di Indonesia semakin lama semakin membaik, hanya pada tahun 2008 sedikit mengalami kenaikan sebesar 10,3 jika dibandingkan dengan tahun 2007, dari 12 laporan keuangan 41,4 yang mengalami kebangkrutan menjadi 15 laporan keuangan 51,7. Hal ini berarti bahwa krisis global yang terjadi pada tahun 2008 juga mempengaruhi perusahaan di Indonesia. Kondisi keuangan perusahaan dikatakan bermasalah jika perusahaan memiliki beberapa indikator seperti total modal negatif, kerugian tahun berjalan, dan defisit saldo laba tahun berjalan. 66 Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan pula bahwa mayoritas perusahaan yang menerima opini going concern memiliki modal kerja, saldo pendapatan setelah pajak, dan saldo laba ditahan pada tahun berjalan negatif. Hal ini disebabkan karena pada beberapa perusahaan manufaktur memiliki kewajiban atau hutang yang besar yang terjadi akibat transaksi pada masa lalu dan ditambah lagi perusahaan dituntut untuk segera melunasinya pada jangka waktu yang pendek sehingga menyebabkan kemampuan perusahaan dalam menyediakan modal kerja sedikit bahkan cenderung negatif. Modal kerja adalah selisih dari aset lancar dengan kewajiban lancar. Jika modal kerja yang digunakan oleh perusahaan sebagai modal untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan tidak mencukupi negatif, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menjalankan kegiatan operasinya secara normal, yang pada akhirnya berakibat pada kesulitan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan setelah pajak earnings after tax bahkan menyediakan laba ditahan retained earnings untuk periode akuntansi tahun berikutnya.

e. Opini Audit Tahun Sebelumnya

Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau satu tahun sebelum tahun penelitian. Opini audit tahun sebelumnya ini dikelompokkan menjadi dua yaitu auditee dengan opini going concern GCAO dan tanpa opini going concern NGCAO. Variabel ini merupakan variabel dummy, 67 dimana opini audit going concern GCAO diberi kode 1, sedangkan opini audit non going concern NGCAO diberi kode 0. Laporan Auditor Independen masing-masing auditee pada tahun 2005-2009 dianalisis kemudian dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu GCAO1 dan NGCAO0 Tabel 4.7 Frekuensi Opini Audit Tahun Sebelumnya Opini Opini tahun sebelumnya Non Going Concern Audit Opinion NGCAO Going Concern Audit Opinion GCAO Total Non Going Concern Audit Opinion NGCAO 96 97 3 3 99 100 Going Concern Audit Opinion GCAO 10 22 36 78 46 100 Opini tahun sebelumnya yang digunakan menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini, berkaitan dengan variabel debt default yang terjadi pada perusahaan hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan atau ketidakmampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban- kewajibannya yang telah jatuh tempo ditambah lagi dalam jumlah yang sangat material membuat perusahaan mengambil langkah untuk segera merestrukturisasi kewajibannya dengan menjadwalkan kembali jatuh temponya dan menyesuaikan kembali jumlah dari cicilan-cicilan hutang pokok maupun bunganya yang akan terakumulasi pada tahun- 68 tahun berikutnya sampai seluruh kewajibannya lunas atau cicilannya selesai. Pada laporan keuangan terdapat salah satu rasio keuangan yaitu modal kerja yang diperoleh dari selisih antara aset lancar dengan kewajiban lancar, dimana kejadian debt default ini terjadi jumlah kewajibannya akan semakin besar akan menyebabkan modal kerja yang negatif. Modal kerja yang negatif akan menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan operasional pada tahun berjalan. Hal tersebut akan terus berdampak pada laporan keuangan pada tahun berikutnya apabila perusahaan mengalami terus kesulitan dalam melakukan pencicilan hutangnya sampai lunas. Lain halnya ketika perusahaan tersebut mampu meningkatkan penjualan sekaligus mengefisienkan biaya yang terjadi untuk menghasilkan produk sehingga pada akhirnya mampu untuk meningkatkan laba bersih yang dihasilkan guna membayarkan hutang-hutangnya. Pemberian opini going concern pada tahun sebelumnya memiliki kecenderungan yang besar akan diberikan opini yang sama pada tahun berikutnya, apabila kesulitan keuangan terjadi. Tabel 4.7 menunjukan bagaimana opini yang terbit pada tahun sebelumnya berpengaruh besar pada pemberian opini yang sama pada tahun berikutnya dengan jumlah 96 laporan keuangan 97 dibandingkan perusahaan yang sebelumnya mendapatkan opini going concern sebasar 3 laporan keuangan 3. 69

4. Statistik Deskriptif

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pergantian Manajemen, Biaya Audit, Reputasi Audit, Opini Audit dan Kesulitan Keuangan terhadap Pergantian Auditor secara sukarela (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2012-2013)

5 93 109

Pengaruh Kualitas Audit, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Dan Rasio Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 86 82

Pengrauh Likuiditas, Leverage, Kualitas Audit, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 119 108

Pengaruh Kualitas Audit, Profitabilitas, Leverage dan Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Penerimaan Opini Audit Going Conern Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 34 96

Pengaruh audit lag, opini audit tahun sebelumnya, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor

1 12 117

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, DEBT DEFAULT, DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN DI INDONESIA

0 25 54

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, DEBT DEFAULT DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

0 6 25

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, DEBT DEFAULT DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

2 13 73

PENGARUH KUALITAS AUDIT, OPINION SHOPPING, DEBT DEFAULT PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

0 6 74

ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, KUALITAS AUDIT DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Co

0 8 15