Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap negara memiliki risiko terkena dampak krisis. Penanganan dampak krisis membutuhkan regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penanganannya dapat dipastikan akan berbeda, sebagaimana dampak krisis ekonomi yang juga berbeda. Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental ekonomi sebuah negara salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak tepat. Dan salah satunya berkaitan dengan posisi bank sentral yang memiliki kewajiban mengatur kebijakan moneter. Bank sentral tentu akan memiliki kekuatan intervensi dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, misalnya kredit macet. Sektor industri yang dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah industri manufaktur. Pada akhir tahun 1997, krisis ekonomi yang terjadi masih menyisakan sedikit permasalahan yang membuat pertumbuhan sektor ini bergerak lambat. Permasalahan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh iklim usaha yang belum kondusif, penguasaan teknologi yang masih 2 lemah, dan kualitas sumber daya manusia masih belum memadai; sedangkan faktor eksternal muncul dari para pesaing di pasar internasional yang menawarkan produk sejenis. Pada era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat yang ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan manufaktur baru yang memproduksi produk sejenis. Setiap perusahaan selalu berusaha merebut pasar global untuk memaksimalkan profit dan nilai perusahaan. Pada era globalisasi ini, perusahaan yang mampu memanfaatkan seluruh sumber dayanya secara efisien dan efektif akan memenangkan persaingan. Sebaliknya, perusahaan yang tidak mampu memanfatkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif, tidak mampu bersaing di pasar global. Semua perusahaan manufaktur di Indonesia dalam era globalisasi selayaknya berusaha untuk memproduksi barang berkualitas tinggi dengan biaya rendah dalam rangka meningkatkan daya saing baik dipasar domestik maupun pasar global. Jika perkembangan perusahaan manufaktur tersebut tidak didukung oleh pengawasan yang ketat, maka hal ini dapat menimbulkan banyak permasalahan dalam dunia manufaktur seperti penyalahgunaan penyaluran kredit yang akhirnya menjadi kredit macet atau default terhadap hutang, sehingga perusahaan manufaktur tersebut mengalami masalah likuiditas yang parah, akibatnya menjadikan perusahaan tersebut mengalami pailit dilikuidasi dan akhirnya mengganggu kelangsungan hidup perusahaan tersebut going concern. 3 Struktur modal dalam perusahaan menggambarkan masalah yang menyangkut komposisi pendanaan yang digunakan perusahaan, yaitu penentuan berapa banyak utang yang digunakan untuk mendanai aktivanya. Bila semua dana yang digunakan untuk mendanai aktiva perusahaan berasal dari pemilik dalam bentuk saham biasa, perusahaan tidak terikat pada kewajiban tetap berupa bunga. Bunga adalah biaya tetap keuangan yang harus dibayar dan ditambahkan pada biaya tetap keuangan yang harus dibayar. Jadi, suatu perusahaan yang menggunakan utang akan lebih berisiko dari pada perusahaan tanpa utang, karena selain mempunyai risiko bisnis, perusahaan yang menggunakan utang mempunyai risiko keuangan. Keberadaan entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan ekonomi, yang dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup going concern usahanya melalui asumsi going concern. Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan peringatan dini akan kegagalan keuangan keuangan perusahaan. Opini audit atas laporan keuangan menjadi salah satu pertimbangan yang penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Hal ini membuat auditor mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mengeluarkan opini audit going concern yang konsisten dengan keadaan sesungguhnya Santosa dan Linda, 2007:142. Auditor memiliki peranan penting dalam menjembatani antara kepentingan investor dan kepentingan perusahaan. Data dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen akan dipercaya oleh pemakai laporan 4 keuangan apabila laporan keuangan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan auditor diungkapkan melalui opini audit. Selain itu, peran auditor diperlukan untuk mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan, sehingga para pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan investasi dengan benar. Auditor juga bertanggung Jawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya going concern dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit SPAP seksi 341, 2001. Saat ini, auditor harus mengemukakan secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian setelah pelaporan. Masalah timbul ketika banyak terjadi kesalahan opini audit failures yang dibuat oleh auditor menyangkut opini going concern. Beberapa penyebabnya antara lain, masalah self-fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going concern yang muncul ketika auditor khawatir bahwa opini going concern yang dikeluarkan dapat mempercepat kegagalan perusahaan yang bermasalah Venuti, 2007:2. Meskipun demikian, opini going concern harus diungkapkan dengan harapan dapat segera mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah. Ramalan bahwa suatu perusahaan akan bangkrut atau tidak, termasuk dalam salah satu komponen atas keputusan tentang going concern. Akibatnya, jika suatu perusahaan dinyatakan dalam kategori bangkrut oleh model keputusan tersebut, hal ini akan membantu kepastian dalam opini auditor yang berkaitan dengan kelangsungan hidup suatu bisnis Petronela, 2004:46 5 Mutchler et al, 1997 dalam Praptitorini dan Indira 2007:2 menemukan bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadinya kebangkrutan secara signifikan berkorelasi dengan probabilitas kebangkrutan dan variabel lag laporan audit serta informasi berlawanan yang ekstrim contrary information, seperti default. Jika default ini telah terjadi atau proses negosiasi tengah berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor mungkin cenderung untuk mengeluarkan opini going concern. Dampak yang tidak diharapkan dari opini going concern yang tidak diinginkan tersebut mendorong manajemen untuk mempengaruhi auditor dan menimbulkan konsekuensi negatif dalam pengeluaran opini going concern. Geiger et al 1998:25 menemukan bukti terjadinya peningkatan pergantian auditor yang mengeluarkan opini going concern pada perusahaan financial distress. Kondisi tersebut memungkinkan manajemen untuk berpindah ke auditor lain apabila perusahaannya terancam menerima opini audit going concern. Fenomena seperti ini disebut opinion shopping. Lennox 2000:336 dalam penelitiannya berpendapat bahwa perusahaan yang mengganti auditor switching auditor menurunkan kemungkinan mendapatkan opini audit yang tidak diinginkan, daripada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang berhasil dalam opinion shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat unqualified opinion dari auditor baru. Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur 6 yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan. Dan kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif, status going concern tetap dapat diprediksi. Alasan penulis menggunakan industri manufaktur adalah karena industri manufaktur memiliki jumlah perusahaan yang listing paling banyak dibandingkan sektor-sektor lain, serta meningkatnya barang impor mengakibatkan industri manufaktur kian tersungkur karena lemahnya pengusaan dan penerapan teknologi, rendahnya kualitas sumber daya manusia dan mahalnya biaya produksi sehingga sulit bersaing dengan produk impor. Tahun 2009, BPS Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa manufaktur hanya tumbuh 2,1 persen, jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan neraca perdagangan manufaktur Indonesia terhadap China mengalami defisit sebesar USD 4996,8 Juta Latif, 2010:2. Keterpurukan ini menyebabkan industri manufaktur sulit meningkatkan labanya atau merugi sehingga mendapatkan opini audit going concern. Sedangkan alasan mengapa mengambil periode penelitian 2005 hingga 2009 adalah, karena pada periode tersebut terdapat gejolak ekonomi seperti krisis moneter, krisis global dan pascapemberlakuan ASEAN Free Trade Area ACFTA yang mengakibatkan meningkatnya barang impor sehingga pertumbuhan industri manufaktur berjalan lambat, serta mengetahui trend perkembangan opini audit going concern sebelum krisis keuangan global, semasa krisis global dan pasca pemberlakuan ACFTA. 7 Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Praptitorini dan Indira 2007. Perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu: 1. Tahun pengamatan. Pada penelitian sebelumnya dimulai dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2002, sedangkan pada penelitian ini dimulai pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. 2. Variabel independen yang digunakan oleh penelitian sebelumnya yaitu Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping. Sedangkan penilitian ini meneliti tentang variabel independen yaitu Debt Default, Opinion Shopping, dan kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya. Penelitian ini menghilangkan variabel kualitas audit karena kesimpulan dari penelitian sebelumnya menjalaskan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit Going Concern. Berdasarkan pernyataan diatas dalam penyusunan karya akhir ini, penulis sangat tertarik untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi opini going concern perusahaan. Maka dari itu penulis memutuskan untuk mengangkat judul “ Analisis Pengaruh Debt Default, Opinion Shopping, Kondisi Keuangan Perusahaan, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern” 8

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pergantian Manajemen, Biaya Audit, Reputasi Audit, Opini Audit dan Kesulitan Keuangan terhadap Pergantian Auditor secara sukarela (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2012-2013)

5 93 109

Pengaruh Kualitas Audit, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Dan Rasio Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 86 82

Pengrauh Likuiditas, Leverage, Kualitas Audit, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 119 108

Pengaruh Kualitas Audit, Profitabilitas, Leverage dan Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Penerimaan Opini Audit Going Conern Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 34 96

Pengaruh audit lag, opini audit tahun sebelumnya, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor

1 12 117

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, DEBT DEFAULT, DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN DI INDONESIA

0 25 54

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, DEBT DEFAULT DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

0 6 25

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, DEBT DEFAULT DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

2 13 73

PENGARUH KUALITAS AUDIT, OPINION SHOPPING, DEBT DEFAULT PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

0 6 74

ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, KUALITAS AUDIT DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Co

0 8 15