2.5.5.4 Kontra Indikasi
Tidak dapat diberikan pada anak yang mendrita sakit berat. Muryunani A, 2010: hal 215 - 222
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kelanjutan dari kerangka teori atau landasan teori yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai, yakni
sesuai dengan apa yang telah ditulis dalam rumusan masalah. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan :
Untuk mengungkap hubungan perilaku ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi, maka kerangka konsep yang digunakan adalah menurut teori
Lawrence Green 1980, akan dilihat bagaimana gambaran predisposing factors yaitu umur, pendidikan dan pekerjaan ibu, pengetahuan dan sikap, akan dilihat
Predisposing Factors: Umur
Pendidikan Pekerjaan
Pengetahuan Sikap
Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi
Enabling Factors: Ketersediaan sarana
pelayanan kesehatan Jarak ke sarana
pelayanan kesehatan
Reinforcing Factors: Dukungan petugas
kesehatan Dukungan keluarga
Universitas Sumatera Utara
juga gambaran dari enabling factors meliputi ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan reinforcing factors
meliputi dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imunisasi merupakan program pemerintah yang senantiasa digalakkan dalam upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit
dengan melakukan vaksinasi secara rutin. Pemberian imunisasi berguna untuk memberikan perlindungan menyeluruh terhadap penyakit yang berbahaya.
Dengan memberikan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal, tubuh bayi dirangsang untuk memiliki kekebalan sehingga tubuhnya mampu bertahan
melawan serangan penyakit berbahaya Anonim, 2010. Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan
menghilangkan penyakit menular yang mengancam jiwa dan diperkirakan untuk mencegah antara 2 dan 3 juta kematian setiap tahun. Hal ini merupakan salah satu
investasi yang paling hemat biaya kesehatan dengan strategi yang telah terbukti yang membuatnya dapat diakses bahkan populasi yang paling sulit
dijangkau dan rentan WHO, 2013. Penelitian epidemiologi di Indonesia dan negara-negara lain, ketika
ada wabah campak, difteri atau polio, anak yang sudah mendapat imunisasi dasar lengkap sangat jarang yang tertular, bila tertular umumnya hanya ringan,
sebentar dan tidak berbahaya. Tetapi anak yang tidak mendapat imunisasi, ketika ada wabah, lebih banyak yang sakit berat, meninggal atau cacat
Soedjatmiko, 2009. Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal
karena campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk
Universitas Sumatera Utara
rejan, 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan dari setiap 200.000 anak, satu akan menderita penyakit polio Proverawati Andhini,
2010. Di dunia, selama dekade United Nations International Children’s
Emergensy Funds UNICEF telah menggalakkan program vaksinasi untuk anak-
anak di negara berkembang dengan pemberian bantuan vaksinasi Dipteria, Campak, Pertusis, Polio, Tetanus, dan TBC. Bila dibandingkan, risiko kematian
anak yang menerima vaksin dengan tidak menerima vaksin kira-kira 1:9 sampai 1:4 Nyarko et.al. 2001 dalam Rukiyah Yulianti, 2010.
Bayi-bayi di Indonesia yang di imunisasi setiap tahun sekitar 90 dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir. Hal itu karena masih ada hambatan
geografis, jarak, jangkauan layanan, transportasi, ekonomi dan lain-lain. Artinya setiap tahun ada 10 bayi sekitar 450.000 bayi yang belum mendapat
imunisasi, sehingga dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisai dasar lengkap. Bila terjadi wabah, maka 2 juta balita yang
belum mendapat imunisasi dasar lengkap akan mudah tertular penyakit berbahaya tersebut, akan sakit berat, meninggal atau cacat. Selain itu mereka dapat
menyebarkan penyakit tersebut kemana-mana bahkan sampai ke negara lain, seperti kasus polio yang sangat merepotkan dan menghebohkan seluruh dunia
Soedjatmiko, 2009. Secara global masih ada 1 dari 4 orang anak yang belum mendapatkan
vaksinasi dan 2 juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I IDAI, 2011: Hal 6.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia pada tahun 2007 campak frekuensi Kejadian Luar Biasa KLB sebanyak 114 dari 2408 kasus, dipteri sebanyak 183 kasus dan 11
meninggal, serta polio sebanyak 1 dari 4 kasus DepKes RI, 2007. Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh
desakelurahan mencapai 100 UCI Universal Child Immunization atau 90 dari seluruh bayi di desakelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap
yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Pencapaian UCI desa kelurahan tahun 2009 masih sangat rendah, yaitu 69,6.
Di Indonesia, cakupan imunisasi dasar pada bayi per September 2014 sebesar 48. Sedangkan berdasarkan cakupan UCI pada tahun 2013 sebesar
80,23, hal ini belum mencapai target rencana strategi Renstra tahun 2013 yaitu sebesar 95 Kemenkes RI, 2013: hal 106.
Berdasarkan Laporan Riskesdas 2013, persentase imunisasi campak pada anak usia 12-13 bulan secara nasional sebesar 82,1. Capaian tersebut belum
memenuhi target 90 yang menjadi komitmen Indonesia pada lingkup regional. Menurut Riskesdas 2013 pada tingkat provinsi, hanya 8 provinsi yang telah
berhasil mencapai target 90 yaitu Yogyakarta sebesar 98,1, Gorontalo sebesar 94,9, Sulawesi Utara 94,4, Bali sebesar 93,5, Jawa Tengah 92,6,
Kepulauan Riau sebeesar 91,9, Nusa Tenggara Barat 90,6, dan Bengkulu 90,2. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara sebesar 70,1. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak provinsi di Indonesia yang belum mencapai target cakupan imunisasi campak yaitu sebesar 90 Kemenkes RI, 2013: hal
104.
Universitas Sumatera Utara
Drop Out Rate imunisasi DPTHB1 – campak di Indonesia pada tahun
2013 sebesar 3,3. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,6. DO Rate DPTHB-1 – campak menunjukkan kecenderungan penurunan
sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 yang artinya semakin sedikit bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kemenkes RI, 2013: hal
106. Berdasarkan angka Provinsi Sumatera Utara, pencapaian UCI tingkat
desakelurahan selama lima tahun terakhir mengalami penurunan yaitu 70,67 tahun 2008 menurun menjadi 69,42 di tahun 2009 menurun menjadi 69,26 di
tahun 2010, 52,53 tahun 2011 dan pada tahun 2013 sebesar 75,78, hasil ini belum mencapai target yang ditetapkan rencana strategi Renstra tahun 2013
sebesar 95 dari seluruh kabupatenkota yang dipantau. Cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi menurut provinsi tahun 2013,
Sumatera Utara sebesar 81,54, hal ini belum mencapai target rencana startegi Renstra 2013 yaitu sebesar 88. Rendahnya Cakupan ini dapat menjadi faktor
predisposisi KLB PD3I di Sumatera Utara sehingga upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB PD3I ini adalah dengan meningkatkan cakupan
imunisasi sampai dengan diatas 95 Depkes RI, 2011. Berdasarkan angka Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2013,
pencapaian UCI tingkat desakelurahan sebanyak 73, campak sebanyak 80,40, dan untuk DO imunisasi sebanyak 83,20 Profil Kesehatan Per Kabupaten,
2013. Reaksi Samping Imunisasi RSI adalah gejala yang sering menyertai
imunisasi. Reaksi lokal maupun sistemik yang tidak diinginkan dapat terjadi pasca
Universitas Sumatera Utara
imunisasi. Sebagian besar hanya ringan seperti demam dan bisa hilang dengan sendirinya atau diobati dengan obat penurun panas. Demam yang tinggi sering
membuat ibu khawatir, rasa khawatir dan ketakutan terhadap efek samping vaksin menjadi lebih dominan dibanding ketakutan dan kekhawatiran terhadap
penyakitnya, padahal akibat penyakit jelas lebih membahayakan dibanding dengan efek imunisasi IDAI, 2011:hal 14.
Menurut penelitian Nur Widyastuti 1998 tentang faktor –faktor yang mempengaruhi drop out hasil cakupan imunisasi terhadap anak sebanyak 946
orang di dapatkan hasil antara lain : hampir seluruh responden 97,6 mengatakan bahwa akibat efek samping yang terjadi setelah pemberian imunisasi
adalah anak menjadi demam. Tentang penyebab demam pada anak setelah imunisasi 26,8 responden menjawab dengan benar sedangkan 73,2 responden
menjawab tidak tahu. Dilaporkan juga responden yang menjawab dengan baik tentang vaksin yang bisa menyebabkan demam DPT dan Campak sebanyak
21,9, yang menjawab DPT saja 17,1, Campak saja 0,1 sedangkan yang tidak tahu atau menjawab salah 56,1.
Status kelengkapan imunisasi pada anak dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam mengimunisasikan anaknya, terutama pada ibu yang memiliki anak usia
bayi sebab pada usia bayi seorang anak bergantung kepada ibunya tidak terkecuali dalam melakukan imunisasi. Perilaku kesehatan merupakan suatu respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan Skinner 1939 dalam
Notoatmodjo, 2007. Perilaku merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan derajat kesehatan, karena status kelengkapan imunisasi pada
Universitas Sumatera Utara
bayi dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam mengimunisasikan ke tempat pelayanan kesehatan.
Menurut penelitian Rozalina 2012, diketahui perilaku ibu sangat dipengaruhi
oleh hubungan
pengetahuan, sikap
dan praktek
dalam mengimunisasikan anakanya.
Rendahnya cakupan imunisasi adalah karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi. ibu juga kurang mendapat dukungan dari suami karena suami
juga tidak mengetahui dengan baik pentingnya imunisasi dan takut anaknya sakit demam pasca imunisasi Novita Dewi Iswandari, 2014.
Menurut Penelitian Eva Yuswinta 2013, distribusi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Desa Kota Pari dari 94 responden, mayoritas ibu tidak
melengkapi imunisasi dasar pada bayi berjumlah 53 orang 56,4 dan minoritas ibu yang mlengkapi imunisasi dasar pada bayi berjumlah 41 orang 43,6.
Berdasarkan target UCI secara nasional untuk tahun 2014 adalah 100 DesaKelurahan Depkes 2010 dapat dilihat pencapaian target UCI di desa Kota
Pari masih 75 yaitu 90 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desa Kota Pari belum tercapai Laporan Puskesmas Kota Pari, 2014.
Dari data diatas cakupan imunisasi belum memenuhi UCI yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 90 secara merata pada bayi di 100 desakelurahan
pada tahun 2014. Walaupun sudah diberikan gratis oleh pemerintah, target UCI di Desa Kota Pari masih dibawah target.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 09 April 2016 di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai
dari 20 anak usia 12-14 bulan, kelengkapan imunisasi yang dilihat dari buku KIA
Universitas Sumatera Utara
cakupan BCG sebanyak 7 orang 35, HB0 sebanyak 5 orang 25, DPT-HB1 sebanyak 12 orang 60, DPT-HB3 sebanyak 8 orang 40, Polio 1 sebanyak
10 orang 50, Polio 4 sebanyak 6 orang 30, dan Campak sebanyak 15 orang 75.
Berdasarkan program Pekan Imunisasi Nasional PIN Polio yang dilaksanakan pada tanggal 08-15 Maret 2016 di Desa Kota Pari, sebanyak 613
bayi yang ditargetkan ternyata hanya 250 bayi 40,78 yang diimunisasikan ke pelayanan kesehatan yang ada di Desa Kota Pari Laporan Puskesmas Kota Pari,
2016. Cakupan pelayanan yang berdampak pada penurunan angka kesehatan
bayi masih menunjukkan nilai yang belum mencapai target cakupan imunisasi nasional, salah satu penyebabnya adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi yang
masih kurang sehingga mempengaruhi sikap ibu dalam melakukan imunisasi dasar lengkap pada bayinya. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan Perilaku Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun
2016.”
1.2 Perumusan Masalah