Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Prasekolah

Namun hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang dimana ditemukan mayoritas anak dengan perkembangan meragukan 47,1 Hayu, Amalia Kurniati, 2013. Hal ini dikarenakan subjek penelitian tersebut merupakan balita dengan gizi kurang dan memiliki status ekonomi rendah dengan penghasilan orang tua dibawah UMR sedangkan untuk perkembangan anak yang baik dibutuhkan kesehatan dan gizi yang baik dari ibu hamil, bayi dan anak prasekolah Fida Maya, 2012. Penelitian sebelumnya di Taman Kanak- Kanak GMIM Baithani Koha juga memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak Bunaen, Wahongan Onibala, 2013. Dari data yang diperoleh ditunjukkan bahwa 5 dari 9 subjek penelitian berumur 3 tahun mengalami perkembangan meragukanmenyimpang sedangkan hanya 4 dari 15 subjek penelitian berumur 5 tahun yang mengalami perkembangan meragukanmenyimpang. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar umur anak, rasio anak yang mengalami perkembangan meragukanmenyimpang semakin kecil. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Taman Kanak-Kanak dan PAUD di Malang yang menyatakan bahwa faktor umur anak merupakan salah satu resiko terjadinya gangguan tumbuh kembang anak dengan diperoleh hasil keterlambatan perkembangan anak lebih banyak ditemukan pada usia muda Ariani Yosoprawoto, 2012.

5.2.3. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Prasekolah

Setelah dilakukan pengambilan data pada 58 subjek penelitian dan pengolahan data dengan uji statistik fisher’s exact test, diperoleh hasil nilai p value = 0.004 p0.05 yang menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan perkembangan anak prasekolah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Jepara dengan p value =0.001 menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan perkembangan anak Dewi, 2011. Universitas Sumatera Utara Dari data yang diperoleh, ditemukan mayoritas subjek penelitian memiliki status gizi dan perkembangan yang normal 41,4. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di TK Al-Aqsha Desa Bangun Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto, 60,5 subjek penelitian memiliki status gizi dan perkembangan normal Afita, 2015. Penelitian di Puskesmas Purwantoro 1 Wonogiri juga memperoleh hasil yang sama, sebesar 56 anak memiliki status gizi dan perkembangan normal Dewi Arini, 2011. Hasil penelitian menunjukkan 7 dari 8 subjek penelitian dengan gizi kurang memiliki perkembangan yang meragukanmenyimpang dimana 5 orang 8,6 dengan perkembangan meragukan dan 2 orang 3,4 dengan perkembangan menyimpang. Penelitian yang dilakukan di Desa Tahunan Kabupaten Jepara juga memperoleh hasil bahwa anak dengan gizi kurang semua mengalami perkembangan yang meragukanmenyimpang 14 Dewi, 2011. Hasil serupa diperoleh penelitian yang dilakukan di desa Sukojember Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember, 67,9 anak dengan status bawah garis merah memiliki perkembangan yang meragukanmenyimpang 67,9 Arifah, Rahmawati Dewi, 2013. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian di Puskesmas Purwantoro 1 Wonogiri, 14 dari 24 anak dengan gizi kurangburuk memiliki perkembangan yang normal. Hal ini dikarenakan pada penelitian tersebut ditemukan adanya pengaruh orang tua dalam memberikan stimulasi melalui sarana permainan Dewi Arini, 2011. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, mayoritas subjek penelitian dengan gizi lebih memiliki perkembangan yang baik 22,4. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan di Jepara dimana semua anak dengan gizi lebih 4,3 memiliki perkembangan yang meragukanmenyimpang Dewi, 2011. Adanya variasi dari hasil penelitian yang diperoleh disebabkan karena status gizi yang bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Dari penelitian sebelumnya di Spanyol, stimulasi psikososial baik secara internal dalam keluarga bersama ibu maupun eksternal bersama teman-teman sebaya Universitas Sumatera Utara dan lingkungan, merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan anak selain status gizi Henningham Boo, 2010. Komponen utama dalam program stimulasi anak adalah bermain karena anak-anak kebanyakan belajar melalui bermain UNICEF, 2012.. Dari penelitian sebelumnya, diperoleh hasil positif hubungan antara alat permainan edukatif dengan perkembangan anak prasekolah dimana perkembangan 14 dari 17 anak menjadi normal setelah stimulasi dengan permainan tersebut Sain, Ismanto Babakal, 2013. Selain itu, pola asuh orang tua juga mempengaruhi perkembangan anak, dari penelitian sebelumnya 7 dari 8 anak dengan pola asuh orang tua otoriter memiliki perkembangan yang meragukan.menyimpang Rini Nikmah, 2013. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian di Kota Banjarmasin dimana 67,2 anak dengan pola asuh orang tua yang baik, memiliki perkembangan yang normal Hapisah Rusmilawaty, 2015. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa selain status gizi mempengaruhi perkembangan anak, terdapat juga beberapa faktor lain yang harus dipenuhi agar perkembangan anak optimal. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan