Pencegahan Tersier Hubungan HIVAIDS dengan Narkoba

25 b.1 Merupakan pendekatan yang fleksibel dan tidak konvensional, di luar lingkungan sosial dan formal kesehatan b.2. Meningkatkan akses, motivasi, dan dukungan bagi pemakai zat adiktif b.3 Menggapai pemakai zat adiktif yang tidak dalam penanganan, meningkatkan rujukan untuk penanganan, dan mereduksi perilaku pemakaian zat adiktif ilisit UNODC, 2003: hal.9 Kemenkes RI, 2014.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah mereduksi bahaya yang timbul dari masalah- masalah penyalah guna narkoba dan adiksi, termasuk tindakan terapi dan rehabilitasi, sampai seminimal mungkin menggunakannya atau bahkan tidak menggunakan sama sekali Kemenkes RI, 2014.

2.3 Hubungan HIVAIDS dengan Narkoba

HIVAIDS masih menjadi salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia. Kasus HIV semakin hari bukan semakin kecil tetapi semakin besar. Pola penularan HIV berdasarkan faktor risiko tidak mengalami perubahan dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan faktor risiko, infeksi HIV dominan terjadi pada heteroseksual diikuti kelompok lain-lain, penasun dan LSL Kemenkes RI, 2014. Penularan HIVAIDS paling tinggi terjadi melalui hubungan seksual dan IDU Penasun. Penggunaan NAPZA narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif melalui jarum suntik atau lebih sering dikenal dengan IDU Injecting Drug User atau obat yang disuntikkan menjadi sebuah tren baru dan menjadi pemicu kasus-kasus HIVAIDS. Sebagian besar pengguna narkoba menggunakan Universitas Sumatera Utara 26 narkoba melalui jarum suntik. Pemakaian jarum suntik secara bergantian antar pengguna meningkatkan kerentanan penularan HIV BKKBN, 2012. Human Immunodeficiency Virus menular melalui cairan darah. Pada saat jarum suntik yang tidak steril dipakai, maka virus masih bertahan hidup pada jarum. Selanjutnya virus masuk ke dalam pembuluh darah pengguna baru jarum suntik bekas dan akhirnya berkembang biak di dalam tubuh pengguna baru. Pengguna napza suntik menghadapi dua risiko untuk terkena HIVAIDS. Pertama, melalui jarum dan alat suntik yang tercemar yang digunakan secara bersama- sama. Kedua, melalui hubungan seksual terutama bagi mereka yang melakukannya dengan lebih dari satu pasangan BKKBN, 2012. Berdasarkan efeknya pada sistem saraf pusat pemakai narkotika, psikotrofika dan obat-obatan terlarang, secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu efek stimulan, efek depresan, dan efek halusinogen. Narkoba dengan efek stimulan dapat merangsang sistem saraf pusat dan meningkatkan kegairahan segar dan bersemangat yang memicu keinginan bagi pemakainya untuk melakukan seks bebas. Jenis narkoba yang paling banyak disalahgunakan adalah ganja, shabu, pil koplo dan ekstasi. Narkotika dengan efek stimulan seperti ekstasi dan shabu, dikonsumsi di tempat hiburan bersama banyak kawan. Inilah yang mendorong pemakainya lebih intens berinteraksi secara fisik, dan menyebabkan seks bebas BNN, 2014. Seks bebas adalah hubungan seksual yang di lakukan di luar pernikahan secara bebas biasanya akibat pergaulan bebas dan umumnya dilakukan para remaja. Remaja yang telah terjerumus ke dalam pergaulan bebas merupakan Universitas Sumatera Utara 27 pemicu utama terjadinya penyalahgunaan narkoba. Seks bebas dan Narkoba berkaitan erat dalam permasalahan remaja. Berdasarkan data tentang seks bebas dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI menyatakan sebanyak 32 remaja usia 14-18 tahun di kota-kota besar di Indonesia Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah berhubungan seks. Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi Jaid, 2014.

2.4 Pengetahuan