dikarenakan kelompok petani di  Desa Ciganjeng  membuat  secara mandiri  pupuk dan  pestisida  sebagai  pengganti  pupuk  dan  pestisida  kimia.  Biaya  tenaga  kerja
juga  tidak  diperhitungkan  karena  kelompok  petani  di  Desa  Ciganjeng  secara swadaya  mengelola  sawah  apung  tersebut,  baik  pada  saat  persiapan  lahan,
persemaian, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.
6.2  Analisis Sensitivitas
Nilai  NPV,  IRR,  Net  BC,  dan  PBP  yang  diperoleh  dari  perhitungan menunjukkan bahwa usahatani sawah apung menguntungkan tetapi hanya sedikit
memberikan  manfaat  tambahan.  Usahatani  sawah  apung  ini  mengandung ketidakpastian  dalam  beberapa  hal,  seperti  perubahan  dalam  produksi  dan
kenaikan harga jual produksi. Perubahan dalam produksi dapat terjadi bila banjir surut  yang  menyebabkan  produksi  tidak  maksimal.  Perubahan  harga  jual  dapat
terjadi  sebagai  akibat  produksi  sampai  tingkat  beras  tidak  hanya  sampai  gabah, karena  pada  kenyataannya  beras  organik  di  Desa  Ciganjeng  per  kilogramnya
berkisar Rp. 9.500,00 sampai Rp. 10.000,00. Untuk mengetahui kepekaan usahatani sawah apung jika terjadi perubahan-
perubahan di atas, perlu dilakukan asumsi terhadap beberapa kemungkinan yaitu: 1.
Terjadi  kenaikan  harga  jual  yang  semula  Rp.  4.500,00kg  menjadi  Rp. 10.000,00kg dan biaya total naik akibat penambahan biaya input berupa biaya
sewa  mesin  giling  tidak  ada  bantuan  pemerintah  dengan  rasio  perubahan gabah menjadi beras 65.
2. Terjadi  kenaikan  harga  jual  yang  semula  Rp.  4.500,00kg  menjadi  Rp.
10.000,00kg dan biaya total naik akibat penambahan biaya input berupa biaya operasional  mesin  giling  mendapat  bantuan  mesin  giling  dari  pemerintah
dengan rasio perubahan gabah menjadi beras 65. 3.
Terjadi  penurunan  produksi  sebesar  5,  harga  jual  naik  akibat  perubahan komoditas  gabah  menjadi  beras  organik  dan  biaya  total  naik  akibat
penambahan  biaya  input  berupa  biaya  sewa  mesin  giling  tidak  ada  bantuan pemerintah dengan rasio perubahan gabah menjadi beras 65.
4. Terjadi  penurunan  produksi  sebesar  5,  harga  jual  naik  akibat  perubahan
komoditas  gabah  menjadi  beras  organik  dan  biaya  total  naik  akibat
penambahan  biaya  input  berupa  biaya  operasional  mesin  giling  mendapat bantuan pemerintah dengan rasio perubahan gabah menjadi beras 65.
Tabel 9 Hasil Skenario Asumsi Sawah Apung
Asumsi NPV
Net BC IRR
PBP Skenario 1
26.673.877,899 1,669
20 3,595
Skenario 2 27.705.149,433
1,474 20
3,541 Skenario 3
22.369.028,834 1,376
17 3,844
Skenario 4 23.400.300,368
1,587 17
3,781
Dari  Tabel  9  didapatkan  hasil  bahwa  setiap  perubahan  yang  terjadi  berupa output  menjadi  beras  organik,  sawah  apung  dinyatakan  layak  karena  seluruh
kriteria  kelayakan  investasi  sesuai  dengan  teori  ekonomi.  Skenario  1  yaitu peningkatan  harga  jual  gabah  menjadi  beras  organik  dan  biaya  total  naik  akibat
penambahan  biaya  input  berupa  biaya  sewa  mesin  giling  tidak  ada  bantuan pemerintah didapatkan NPV sebesar 26.673.877,899 yang artinya manfaat bersih
yang  didapat  sebesar  Rp  26.673.877,899.  Net  BC  sebesar  1,669,  yang  artinya setiap nilai sekarang dari pengeluaran sebesar Rp 1,00 akan memberikan manfaat
sebesar  Rp  1,669.  IRR  bernilai  20,  menunjukkan  bahwa  investasi  pada usahatani sawah apung pada tingkat diskonto 15  layak dan tidak merugikan jika
dijalankan  karena  IRR  lebih  besar  dari  tingkat  diskonto  yaitu  15.  PBP didapatkan hasil  3,595,  yang artinya masa pengembalian investasi dicapai  dalam
waktu 3,595 tahun yang lebih kecil dari umur proyek yaitu 6 tahun.  Secara teori finansial sawah apung dengan asumsi tersebut dinyatakan layak karena nilai NPV
lebih besar dari nol , Net BC lebih besar atau sama dengan  satu, IRR lebih besar atau sama dengan Df, dan PBP lebih kecil dari umur proyek 6 tahun.
Pada  skenario  2  yaitu  peningkatan  harga  jual  gabah  menjadi  beras  organik dan  biaya  total  naik  akibat  penambahan  biaya  input  berupa  biaya  operasional
mesin  giling  mendapat  bantuan  mesin  giling  dari  pemerintah  didapatkan  NPV sebesar
27.705.149,433
yang  artinya  manfaat  bersih  yang  didapat  sebesar  Rp
27.705.149,433
.  Net  BC  sebesar
1,474
,  yang  artinya  setiap  nilai  sekarang  dari pengeluaran  sebesar  Rp  1,00  akan  memberikan  manfaat  sebesar  Rp
1,474
.  IRR bernilai  20,  menunjukkan  bahwa  investasi  pada  usahatani  sawah  apung  pada
tingkat diskonto 15  layak dan tidak merugikan jika dijalankan karena IRR lebih
besar  dari  tingkat  diskonto  yaitu  15.  PBP  didapatkan  hasil
3,541
,  yang  artinya masa  pengembalian  investasi  dicapai  dalam  waktu
3,541
tahun  yang  lebih  kecil dari umur proyek yaitu 6 tahun. Secara teori finansial sawah apung dengan asumsi
tersebut  dinyatakan  layak  karena  nilai  NPV  lebih  besar  dari  nol  ,  Net  BC  lebih besar  atau  sama  dengan    satu,  IRR  lebih  besar  atau  sama  dengan  Df,  dan  PBP
lebih kecil dari umur proyek 6 tahun. Pada  skenario  3  yaitu  penurunan  produksi  sebesar  5,  harga  jual  naik
akibat  perubahan  komoditas  gabah  menjadi  beras  organik  dan  biaya  total  naik akibat penambahan biaya input berupa biaya sewa mesin giling tidak ada bantuan
pemerintah  didapatkan  hasil  NPV  sebesar
22.369.028,834
yang  artinya  manfaat bersih  yang  didapat  sebesar  Rp
22.369.028,834
.  Net  BC  sebesar
1,376
,  yang artinya setiap nilai  sekarang dari pengeluaran sebesar Rp 1,00 akan memberikan
manfaat sebesar Rp
1,376
. IRR bernilai 17, menunjukkan bahwa investasi pada usahatani sawah apung pada tingkat diskonto 15  layak dan tidak merugikan jika
dijalankan  karena  IRR  lebih  besar  dari  tingkat  diskonto  yaitu  15.  PBP didapatkan  hasil
3,844
,  yang  artinya  masa  pengembalian  investasi  dicapai  dalam waktu
3,844
tahun  yang  lebih  kecil  dari  umur  proyek  yaitu  6  tahun.  Secara  teori finansial sawah apung dengan asumsi tersebut dinyatakan layak karena nilai NPV
lebih besar dari nol , Net BC lebih besar atau sama dengan  satu, IRR lebih besar atau sama dengan Df, dan PBP lebih kecil dari umur proyek 6 tahun.
Pada  skenario  4  yaitu  penurunan  produksi  sebesar  5,  harga  jual  naik akibat  perubahan  komoditas  gabah  menjadi  beras  organik  dan  biaya  total  naik
akibat penambahan biaya input berupa biaya operasional mesin giling mendapat bantuan  mesin  giling  dari  pemerintah  didapatkan  hasil  NPV  sebesar
23.400.300,368
yang  artinya  manfaat  bersih  yang  didapat  sebesar  Rp
23.400.300,368
.  Net  BC  sebesar
1,587
,  yang  artinya  setiap  nilai  sekarang  dari pengeluaran  sebesar  Rp  1,00  akan  memberikan  manfaat  sebesar  Rp
1,587
.  IRR bernilai  17,  menunjukkan  bahwa  investasi  pada  usahatani  sawah  apung  pada
tingkat diskonto 15  layak dan tidak merugikan jika dijalankan karena IRR lebih besar  dari  tingkat  diskonto  yaitu  15.  PBP  didapatkan  hasil
3,781
,  yang  artinya masa  pengembalian  investasi  dicapai  dalam  waktu
3,781
tahun  yang  lebih  kecil dari umur proyek yaitu 6 tahun. Secara teori finansial sawah apung dengan asumsi
tersebut  dinyatakan  layak  karena  nilai  NPV  lebih  besar  dari  nol  ,  Net  BC  lebih besar  atau  sama  dengan    satu,  IRR  lebih  besar  atau  sama  dengan  Df,  dan  PBP
lebih kecil dari umur proyek 6 tahun. Skenario diatas didasarkan pada kenyataan yang terjadi di Desa Ciganjeng,
karena petani di Desa Ciganjeng menjual hasil panen hanya sampai tingkat gabah kering,  sedangkan  jika  mencapai  tingkat  beras  harga  jual  akan  lebih  tinggi  dan
kesejahteraan  petani  dapat  meningkat  walaupun  ada  tambahan  pada  biaya operasional  yaitu  sewa  mesin  giling.  Secara  rinci,  hasil  skenario  asumsi  dapat
dilihat pada Lampiran 3.
6.3  Perbandingan Usahatani Sawah Apung dan Sawah Konvensional
Sistem  usahatani  sawah  apung  yang  dikembangkan  di  Desa  Ciganjeng dimulai  sejak  tahun  2012.  Kegiatan  ini  diawali  dengan  keinginan  Ikatan  Petani
Pengendali  Hama  Terpadu  Indonesia  IPPHTI  untuk  memanfaatkan  lahan persawahan  yang  terendam  banjir  setiap  tahunnya  yang  bekerjasama  dengan
Kelompok  Tani  Taruna  Tani  Mekar  Bayu  untuk  mengembangkan  sawah  apung. Sawah  apung  sendiri  menggunakan  sistem  organik  dengan  metode  tanam  SRI
System  of  Rice  Intensification.  Pada  pelaksanaan  penelitian  ini,  pengembangan usahatani sawah apung dengan sistem SRI di Desa Ciganjeng masih dalam tahap
awal karena baru sekali panen yaitu pada tahun 2013. Analisis usahatani dilakukan dengan cara membandingkan usahatani sawah
apung dengan sistem organik dan metode SRI dengan sawah konvensional sistem non  organik.  Usahatani  ini  dianalisis  dengan  cara  mengidentifikasi  penggunaan
sumberdaya  input  hingga  output  yang  dihasilkan,  kemudian  dianalisis  dengan menghitung  tingkat  pendapatan  dari  masing-masing  usahatani  baik  sawah  apung
sistem  organik  metode  SRI  maupun  sawah  konvensional  sistem  non  organik. Perbandingan dalam usahatani sawah apung dan sawah konvensional ini meliputi
perbandingan struktur biaya dan perbandingan pendapatan.
6.3.1  Analisis  Perbandingan  Struktur  Biaya  Usahatani  Sawah  Apung  dan Sawah Konvensional di Desa Ciganjeng Tahun 2013
Total  biaya  merupakan  penjumlahan  dari  keseluruhan  biaya-biaya  yang digunakan  selama  proses  usahatani  dijalankan  pada  setiap  periode  masa  tanam.
Biaya  tersebut  terdiri  dari  biaya  investasi  dan  biaya  operasional.  Biaya  investasi
yang  akan  dianalisis  pada  penelitian  ini  adalah  rakit,  alat-alat  pertanian,  rumah kompos, dan sewa traktor. Sedangkan biaya variabel  yang dianalisis yaitu benih,
irigasi, kompos, pupuk kimia, pestisida nabati, pestisida kimia, biaya tenaga kerja, dan  biaya  panen.  Perbandingan  struktur  biaya  dilakukan  agar  mengetahui
komponen biaya dan besarnya biaya yang dikelurkan pada usahatani sawah apung dan sawah konvensional. Berikut perhitungan biaya dengan luasan satu hektar.
Tabel 10 Perhitungan Biaya Sawah Apung dan Sawah Konvensional
No. Komponen Biaya
Usahatani Sawah Apung Usahatani Sawah
Konvensional Nilai
Presentase Nilai
Presentase 1
Biaya investasi Rakit
5.040.000 46,24
0,00 Alat pertanian
1.015.750 9,32
343.750 4,54
Rumah kompos 250.000
2,29 0,00
Sewa traktor Pajak Lahan
750.000 350.000
9,91 4,63
Sub total 6.305.750
57,86 1.443.750
19,08 2
Biaya operasional Benih
25.000 0,23
178.571 2,36
Sabut kelapa 1.344.000
12,33 0,00
Jerami 1.344.000
12,33 0,00
Pupuk kompos 0,00
750.000 9,91
Pupuk kimia -
Urea 0,00
154.000 2,04
- NPK
0,00 450.000
5,95 -
TSP 0,00
196.000 2,59
- Heksa
0,00 175.000
2,31 Pestisida nabati
200.000 2,18
0,00 Pestisida kimia
- Pastak
0,00 140.000
1,85 Tenaga kerja
- Persiapan Lahan
0,00 800.000
10,57 -
Persemaian 0,00
400.000 5,29
- Penanaman
0,00 800.000
10,57 -
Pemeliharaan 0,00
400.000 5,29
Panen 1.680.000
15,41 1.680.000
22,20 Sub total
4.593.000 42,14
6.123.571 80,92
Total biaya 10.898.750
100,00 7.567.321
100,00
hanya ada di sawah apung
Berdasarkan  perhitungan  dari  data  yang  didapat  di  Desa  Ciganjeng,  biaya dari  usahatani  sawah  apung  memiliki  nominal  yang  lebih  besar  dibandingkan
usahatani  sawah  konvensional  yaitu  Rp  10.898.750,00  dengan  komponen  biaya investasi  Rp  6.305.750,00  57,86  dan  biaya  operasional  sebesar  Rp
4.593.000,00  42,14  dari  total  biaya  usahatani  sawah  apung.  Biaya  total  dari usahatani  sawah  konvensional  adalah  Rp  7.567.321,00  komponen  biayanya
adalah  biaya  investasi  sebesar  Rp  1.443.750,00  19,08  dan  biaya  operasional