129
Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian
B. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya, Desa Tanjungkerta, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Adapun alasan penetapan lokasi tersebut adalah
berikut ini: Menetapkan lingkup fenomena yang akan diteliti
Menyusun daftar pertanyaan
Pengumpulan data
Tahap deskripsi Analisis Data
Tahap Cluster of Meaning Textural description
deskripsi tekstural Structural description
deskripsi strukstural
Peneliti melaporkan Tahap Horizontalization
130
1. Pondok Pesantren Suryalaya adalah lembaga pendidikan Islam dengan
spesialisasi pengajian, pengamalan dan pengembangan Thariqoh Qadiriyah Naqsyabandiyah TQN yang sudah berjalan lebih dari satu abad 1905-2009.
2. Pesantren ini membina dan mengembangkan terapi penanggulangan kasus
kasus remaja dan masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Barat sampai ke mancanegara dengan tingkat keberhasilan yang signifikan. Atas dasar itu
PBB, International Federation of Non-Government Organisations IFNGO telah menyampaikan penghargaan piagam emas kepada pimpinan pesantren
tersebut pada tanggal 09 Januari 2009 Pikiran Rakyat, 9 Januari 2009 3.
Menurut informasi, respon masyarakat yang antusias untuk mengikuti kegiatan pengajian, khususnya pembinaan ibadah dzikirdo’a sebagai
penyejuk kalbu.
197
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Setelah menelaah bab-bab sebelumnya dan berdasarkan penelitian di lapangan, maka diperoleh temuan-temuan dari data wawancara dan pengalaman-
pengalaman para informan pengamal zikir. Temuan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari motif dan latar mereka, sesuai dengan pengalaman masing-masing
informan, terdapat dua tipe pezikir. Tipe A adalah pezikir normal, tipe B adalah pezikir keterpaksaan. Pezikir karena keteladanan, sekolah, teman dan
pengalaman orang lain termasuk di dalamnya. Sementara pezikir keterpaksaan memang
menjadi pezikir
karena menghadapi
kasus berat
dan dimintadikirimkan orang tua ke pesantren agar sembuh dengan metode zikir
TQN. 2.
Praktek zikir yang diamalkan adalah kalimat thayyibah baikindah atau kalimat ‘ulya excelent, ‘La ilaha illallah’, sebanyak 165 kali setelah
melaksanakan shalat fardhu. Zikir dilakukan secara jahr. Bila sudah dianggap cakap dalam pandangan mursyid, murid melanjutkan zikir dengan khafi, zikir
secara terus menerus mengingat Allah secara halus tersembunyi a.
Lafadz “La Ilaaha Illallah” menjadi bagian dari praktek zikir TQN. Para mursid syaikh mengajarkan itu kepada murid. Ajaran ini dikuatkan oleh