Pesantren dan nilai tradisional Peran Kyai

31 yang kontekstual, integral dan utuh. M. Natsir Al-Muslimun, No. 34Juni, 1987: 55 menambahkan, model pendidikan yang bukan hanya mengajarkan kitab-kitab kuning dan hukum fiqih semata, tetapi juga pemahaman aqidah dan syari’ah secara utuh dalam menyuburkan kepribadian yang Islami. Atas dasar itu maka pesantren merupakan kubu pertahanan mental dari abad ke abad

1. Pesantren dan nilai tradisional

Meskipun pada dekade 1970-an sebagaian besar pendidikan di pesantren khususnya di Jawa Barat mengalami perubahan besar dengan diselenggarakannya sekolah-sekolah umum SLTP – PT. Namun, sistem pendidikan tradisional masih tetap dipertahankan dan dilestarikan. Seperti dikemukakan Abdurahman Wahid bahwa tradisi merupakan warisan yang sangat berharga dari masa lampau, maka harus dilestarikan sejauh mungkin, tanpa menghambat tumbuhnya kreativitas individual Mansur, 2004: 14. Salah satu landasan moralitas di pesantren berprinsip pada motto postulat ”Al muhafadhatu ’alal qodim al shalih, wal akhdu bil jadidi al ashlah” dengan mempertahankan nilai-nilai lama yang positif dan menggali nilai-nilai baru yang lebih positif maslahat. Nilai-nilai hidup yang ditransformasikan kepada para santri berorientasi pada pandangan hidup para ulama kyai sesepuh yang memimpin pesantren tersebut. Pendidikan fiqih sufistik yang mengacu pada konteks nilai-nilai moral kehidupan ukhrowi lebih diutamakan dari kehidupan duniawi. Pengamalan ajaran agama Islam bukan sekedar teori, tapi dipraktekkan dalam perilaku keseharian. Sumber kitab-kitab tasawuf yang memadukan antara fiqih dan amalan- 32 amalan akhlak merupakan pelajaran utama seperti kitab Ihya’ Ulumuddin, Bidayatul Hidayah, Minhajul ’Abidin, Ta’limul Muta’allim dan kitab-kitab lainnya. Nilai-nilai tersebut kemudian menjadi ciri moralitas pendidikan di pesantren yang diserap oleh para santrinya dan menjadi pola pandangan hidup mereka seperti sikap kepatuhan dan ketawadu’an kepada kyai.

2. Peran Kyai

Peranan Kyai dalam kehidupan pesantren amat dominan bahkan dijadikan model dalam kehidupan para santri di pesantren. Kepribadian kyai dipandang sebagai teladan oleh para santri dan masyarakat sekitarnya bahkan dalam lebih luas lagi. Terkadang ada santri yang bermukim untuk beberapa waktu dan berkeliling di beberapa pesantren besar terkenal hanya untuk ber-tabarruk wasilah memperoleh berkah kepada kyai sepuh yang dikunjunginya. Setelah mendapat restu dari kyai yang kharismatik tersebut, baru dia berani memimpin pesantren di daerahnya. Kharisma dan keteladanan kyai merupakan suatu modal sekaligus sebagai model panutan yang dapat mempengaruhi perilaku kepribadian masyarakat Sumantri, 1994 : 21. Bagi para santri, itu sudah jelas. Kepercayaan akan keunggulan dan keutamaan akhlak karimah pribadi kyai inilah salah satu faktor yang dapat mendorong dalam pencapaian keberhasilan pembelajaran para santri. Tanpa kepercayaan, kedisiplinan dan rasa kasih sayang dalam proses pembelajaran antara guru mursyid dan murid, maka akan menemui kesulitan, karena keduanya tidak ada jalinan batiniyah. Sebagaimana sabda Rasul saw, yang muda murid hendaknya 33 menghormati yang tua gurumursyid dan yang tua hendaknya menyayangi yang muda. Kehadiran kyai mursyid di hati para santri murid, baik ketika ada hadir ataupun tidak hadir absen, karena ada jalinan batiniah tersebut, maka para santri tetap merasakan kehadirannya. ”Present in present and present in abstain”. Hal itu seperti yang disampaikan Dahlan 1983 : 12, Rasulullah SAW hadir empat belas abad yang lalu namun ajarannya masih dapat dirasakan, dikenang, ditaati dan diamalkan bahkan kehadirannya selalu dirindukan oleh orang-orang yang beriman. Demikian pula para ulama, kyai sebagai pewaris ilmu nabi sangat dihormati ketika bertawajjuh audiensi dalam proses pembelajaran.

3. Keunggulan Pesantren