Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Tarekat Sebagai Jalan Tasawuf

76 Meskipun silsilah ajaran tarekat ini tampak jelas, namun ada saja kelemahannya seperti terdapat guru yang tidak saling berjumpa secara fisik. Misalnya Abu Yazid al-Bistami tidak bertemu dengan Imam Ja’far as-Sadiq dan Abu Hasan Ali bin Ja’far al-Kharqani tidak berjumpa dengan Abu Yazid al-Bistami, karena dia lahir sesudah Abu Yazid al-Bistami wafat. Kesenjangan ini diakui oleh pengikut tarekat Naqsyabandiah dan hal ini tidak merupakan kendala dalam bertarekat, karena tarekat itu bisa diterima melalui pertemuan rohani. Bagi pengikut tarekat bahwa pemberian dan penerimaan suatu zikir tidak mesti melalui perjumpaan fisik.

c. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah

Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah merupakan gabungan antara Tarekat Qadiriah dan Naqsyabandiyah. Pendirinya adalah Ahmad Khatib Sambas dari kampung Dagang Asam di daerah Sambas, Kalimantan Barat. Dia seorang ulama besar yang mengajar di Mesjidil Haram Makkah dan menjadi imam besar di sana. Dia tinggal di Makkah dan wafat di kota itu pada tahun 1878 M dalam http:www.suryalaya.orgtqn1.html Lebih lanjut lagi situs itu menjelaskan bahwa penyebaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah terjadi kira-kira pada paruh kedua abad ke 19, ketika murid-murid Ahmad Khatib Sambasi kembali dari Makkah ke Indonesia. Murid-murid beliau ini banyak yang menjadi ulama besar diantaranya Syaikh Abdul Karim al-Bantani. Ketika Syaikh Ahmad Khatib wafat 1878, maka kepemimpinan tarekat ini 77 diteruskan kepada Syaikh Abdul Karim al-Bantani dan beserta seluruh keluarganya pindah ke Makkah pada tahun 1876 atas perintah gurunya. Murid Syaikh Ahmad Khatib yang lain adalah Syaikh Ahmad Thalhah yang mengembangkan tarekat tersebut secara mandiri di daerah Cirebon Trusmi. Kemursyidan yang dirintis Syaikh Ahmad Thalhah ini dilanjutkan oleh muridnya antara lain KH Abdullah Mubarak ibn Nur Mubarak. Kemudian dia menyebarkan tarekat itu di wilayah Suryalaya Tasikmalaya. Di tempat tersebut didirikan pondok pesantren sebagai salah satu basis dari Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Jawa Barat. KH Abdullah Mubarak dikenal dengan sebutan Abah Sepuh. Sepeninggal Abah Sepuh kepemimpinan tarekat dilanjutkan oleh putranya K. H. Shahibul Wafa Tajul Arifin yang dikenal dengan panggilan Abah Anom. Kepemimpinannya berjalan hingga sekarang dengan para pengikut yang cukup banyak tersebar di 35 wilayah termasuk di Singapura, Australia, Malaysia dan Brunai Darussalam. Di Pulau Jawa ada lima organisasi Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah yang paling berpengaruh dan berpusat di lima pesanten besar yaitu Pesantren Pagentongan di Bogor, Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya, Pesantren Mranggen di Semarang, Pesantren Rejosa di Jombang dan Pesantren Tebuireng di Jombang.

d. Inti Ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah