bahwa di Desa Sempung Polding ini merupakan salah satu desa di Kecamatan Lae Parira yang memiliki lahan sawah yang banyak.
1.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka telah diidentikasi masalah-masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1 Berapa besar pendapatan rumah tangga petani padi sawah di daerah
penelitian? 2
Bagaimana pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian ?
3 Bagaimana akses pangan rumah tangga petani padi sawah di daerah
penelitian?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1 Untuk mengetahui besar pendapatan rumah tangga petani padi sawah di
daerah penelitian 2
Untuk mengetahui pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian
3 Untuk mengetahui bagaimana akses pangan rumah tangga petani padi sawah
di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1
Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan. 2
Sebagai syarat bagi peneliti untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pusataka
2.1.1 Konsep Pangan dan Ketahanan Pangan
Pangan merupakan merupakan komoditas penting dan strategis karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi
setiap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan yakni kecukupan pangan menenetukan kualitas sumber daya
manusia dan ketahanan bangsa. Oleh karena itu untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang
cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam, dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat Sutawi, 2007.
Penggolongan pangan yang digunakan oleh FAO dikenal sebagai Desirable Dietary Pattern Pola Pangan HarapanPPH. Pola Pangan HarapanPPH sebagai
salah satu pendekatan penentuan tingkat pencapaian mutu konsumsi pangan telah mencakup aspek keseimbangan zat gizi dari pola konsumsi pangan rumah tangga.
Kelompok pangan dalam PPH ada sembilan yaitu : 1
Padi-padian adalah pangan yang berasal dari tanaman serelia yang biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti padi, jagung, gandum, sorgum, dan
produk olahan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2 Umbi-umbian adalah pangan yang berasal dari akarumbi yang biasa
dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti singkong, ubi jalar, kentang, sagu, talas, serta produk turunannya.
3 Pangan hewani adalah kelompok pangan yang terdiri daging, telur, susu, dan
ikan serta hasil olahannya. 4
Minyak dan lemak adalah bahan makanan yang berasal dari nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak kedelai, minyak
jagung, minyak kapas serta yang berasal dari hewani yaitu minyak ikan. 5
Buahbiji berminyak adalah pangan yang relatif mengandung minyak baik dari buah atau bijinya seperti kacang mete, kelapa, kemiri maupun wijen.
6 Kacang-kacangan adalah biji-bijian yang mengandung lemak tinggi seperti
kacang tanah, kacang tunggak, kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai serta juga olahannya.
7 Gula terdiri dari gula pasir dan gula merah gula mangkok, gula aren, gula
semut, dan lain-lain serta produk olahannya. 8
Sayuran dan buah adalah sumber vitamin dan mineral yang berasal dari bagian tanaman yaitu daun, bunga, batang, umbi atau buah.
9 Lain-lain adalah bumbu-bumbuan yang berfungsi sebagai penyedap dan
penambah cita rasa pangan olahan Karsin, 2004.
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI menyarankan bahwa angka kecukupan konsumsi energi adalah 2.200 kkalkapitahari. Komposisi konsumsi pangan yang
disarankan adalah energi utama yang berasal dari kelompok padi-padian 50,0, minyak dan lemak 10,0, dan pangan hewani 12,0. Kontribusi kelompok
pangan lainnya umbi-umbian, sayur, dan buah masing-masing 6,0, kacang-
Universitas Sumatera Utara
kacangan dan
gula 5,0,
dan biji
berminyak 3,0
Rachman dan Ariani, 2002.
Ketahanan pangan merupakan suatu wujud dimana masyarakat mempunyai pangan yang cukup di tingkat wilayah dan juga di masing-masing rumah tangga,
serta mampu mengakses pangan dengan cukup untuk semua anggota keluarganya, sehingga mereka dapat hidup sehat dan bekerja secara produktif. Ada dua prinsip
yang terkandung dalam ketahanan pangan, yaitu tersedianya pangan yang cukup dan kemampuan rumah tangga untuk mengakses pangan Anonimus
a
, 2011.
Menurut Dewan Badan Ketahanan Pangan Dewan BKP 2001,ketahanan pangan mengandung perspektif makro, yaitu penyediaan panganyang cukup bagi seluruh
penduduk di tingkat daerah maupun nasional, sertaperspektif mikro, yaitu kemampuan setiap rumahtangga mengakses pangan yangcukup, aman, dan
bergizi, sesuai dengan kebutuhan setiap individu. Ketahananpangan dapat terwujud apabila seluruh penduduk mempunyai akses fisik, sosial danekonomi
terhadap pangan untuk pemenuhan kecukupan gizi yang dibutuhkanguna menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya.
Banyak indikator yang digunakan untuk melihat ketahanan pangan, namun beberapa diantaranya sulit diukur. Indikator yang baik mempunyai ciri cukup
sederhana untuk pengumpulan dan penafsiran, objektif, dapat diukur dengan angka, dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya program.
Seharusnya indikator ketahanan pangan dapat merepresentasikan jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi sesuai norma gizi Suhardjo, 1989.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu indikator untuk melihat ketahanan pangan suatu pangan suatu wilayah adalah ketersediaan pangan yaitu tersedianya pangan dari hasil produksi dalam
negeri danatau sumber lain. Namun, indikator ini masih bersifat makro, karena bisa saja pangan tersedia, tapi tidak dapat diakses oleh masyarakat.Ketersediaan
pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun dinilai belum cukup.Untuk itu diperlukan pemahaman kinerja konsumsi pangan.Indikator
yang dapat digunakan adalah tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan, keduanya menunjukkan tingkat aksesibilitas fisik dan ekonomi tehadap pangan
DKP, 2003.Walaupun pangan tersedia pada suatu wilayah, jika tidak dapat diakses masyarakat maka kinerjanya rendah.Aksesibilitas tersebut
menggambarkan aspek pemerataan dan keterjangkauan.Karena menurut PP No.682002, pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan keseluruh
wilayah sampai tingkat rumah tangga, sedangkan keterjangkauan adalah keadaan dimana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai
dengan kebutuhan untuk hidup yang sehat dan produktif. Karena itu ukuran ketahanan pangan yang akan dikemukakan di sini meliputi pangsa pengeluaran
pangan dan konsumsi energi dan protein.
Secara umum, ketahanan pangan mencukup empat aspek yakni kecukupan suffiency, akses access, keterjaminan security, dan waktu time. Berdasarkan
empat aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang sebagai suatu sistem yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu :
a. Ketersediaan dan stabilitas pangan food avaibility and stability
Komponen ini dipengaruhi oleh sumber daya alam, manusia, dan sosial dan produksi pangan on farm and off farm
Universitas Sumatera Utara
b. Kemudahan memperoleh pangan food accessibility
Akses pangan menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai
dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin dari kemampuan rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan produksi pangan.Hal ini
tergantung pada harga pangan maupun tingkat sumberdaya yang terdapat dalam keluarga yaitu meliputi tenaga kerja dan modal.
c. Pemanfaatan pangan food utilization.
Komponen ini mencerminkan kemampuan tubuh untuk mengolah pangan dan mengubahnya ke dalam bentuk energi yang dapat digunakan untuk menjalankan
aktivitas sehari-hari atau disimpan.Dimensi pemanfaatan pangan meliputi konsumsi pangan dan status gizi Setiawan, 2004.
Secara hakiki ketahanan pangan food security dapat diartikan sebagai terjaminnya akses pangan untuk segenap rumah tangga dan individu setiap waktu
sehingga mereka dapat bekerja dan hidup sehat. Ketahanan pangan ditentukan secara bersama antara ketersediaan pangan dan akses individu atau rumah tangga
untuk mendapatkannya, dimana akses yang dimiliki meliputi akses fisik, sosial, dan akses ekonomi dalam memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan
yang sehatdan produktif dari hari ke hari Nurmala, 2012.
2.1.2 Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah
Rumah tangga petani padi merupakan satu unit kelembagaan yang setiap saat mengambil keputusan produksi, konsumsi, curahan tenaga kerja dan reproduksi.
Rumah tangga petani padi dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi
Universitas Sumatera Utara
yang relevan untuk analisis pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi, maupun tenaga kerja dan mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari
sejumlah sumberdaya yang dimiliki Purwita dkk, 2009.
Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga petani padi dapat dipandang sekaligus sebagai perusahaan pertanian produsen, tenaga kerja, dan
konsumen. Dengan dihadapkan pada proses pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi, dan tenaga kerja maka tujuan yang ingin dicapai
rumah tangga petani dari pengambilan keputusan tersebut masing-masing adalah untuk memaksimumkan profit dan utilitas Purwita dkk,2009.
Akses pangan tingkat rumah tangga merupakan kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara
seperti produksi pangan rumah tangga, persediaan pangan rumah tangga, jual-beli, tukar-menukar barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan pangan.
Rumah tangga petani padi dapat mengakses pangan melalui beberapa cara seperti produksi rumah tangga hasil panen, hasil beternak atau hasil budidaya
perikanan, berburu, mencari ikan atau mengumpulkan pangan yang hidup di alam liar, mendapatkan bantuanpemberian pangan melalui bantuan sosial, bantuan dari
pemerintah, distribusi-distribusi NGO atau food for work project pangan hasil imbalan pekerjaan, serta bartertukar-menukar atau membeli dari pasar
World Food Programme, 2005.
World Food Programme 2005 menjelaskan mengenai pengkajian akandampak krisistekanan terhadap keluarga dalam berbagai kelompok populasiterhadap akses
pangan dan uang yang mereka butuhkan untuk membelipersediaan dan layanan
Universitas Sumatera Utara
pangan maupun nonpangan. Pengkajian inimembutuhkan data-data sebagai berikut:
- Matapencaharian. Aset-aset matapencaharian sumberdaya alam,sumberdaya manusia, secara fisik, sosial, politik dan keuangan dan sistemyang ada politik,
ekonomi, sosial, struktur kekuasaanhukum dapatmempengaruhi aktivitas matapencaharian.
- Konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan yang ditandai olehkeanekaragaman pangan dan frekuensi konsumsi pangan.
- Sumber pangan. Sumber pangan yang berbeda relatif penting, biasanyaberasal pembelian di pasar, produksi sendiri hasil panen, ternak, budidayaperikanan,
memanenmengumpulkan pangan dari alamlingkunganpertemuanhajatan, pemburuan, mencari ikan, dan pemberian termasuk hadiah-hadiah, pinjaman-
pinjaman, program-program bantuan pangan - Sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang berbeda relatif penting, biasanya
berasal dari penjualan hasil panen pangan atau hasil panen yangdiperdagangkan, penjualan ternak atau produk-produk ternak,ketenagakerjaan, penjualan dari
produk-produksumberdaya alam sepertiikan, pangan yang hidup liar di alam, kayu bakar, penjualan lainnya sepertiproduk-produk nonagrikultur hasil kerajinan
rumahtangga, perdagangan, uangpemberian hadiah, kiriman, pinjaman. - Pengeluaran. Pola dan tingkat pangeluaran pangan maupun nonpangan rumah
tangga. Pengeluaran nonpangan yang penting termasuk sewa rumah, air, pelayanankesehatan, pendidikan anak, bahan bakar untuk memasak, dan
pembayaran hutang.
2.1.3 Pengeluaran Rumah Tangga
Universitas Sumatera Utara
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk.Tingkat pengeluaran
rumah tangga terdiri atas dua kelompok yaitu pengeluaran untuk makanan pangan dan bukan makanan nonpangan.Tingkat kebutuhanpermintaan
terhadap kedua kelompok tersebut pada dasarnya berbeda-beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok
masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan,
maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan
yang dibelanjakan untuk bukan makanan BKP Kota Medan, 2010.
Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas
terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi.Keadaaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik
jenuh sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai
tabungan saving atau diinvestasikan BKP Kota Medan, 2010.
Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, dimana perubahan
komposisinya digunakan sebagai petunjuk perubahan tingkat kesejahteraan penduduk BKP Kota Medan,2010.
2.1.4 Pangsa Pengeluaran Pangan
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan sebuah rumah tangga memiliki akses terhadap pangan tercermin pula dalam pangsa pengeluaran rumah tangga untuk membeli makanan atau disebut
Pangsa Pengeluaran Pangan Rachman, dkk, 1996.
Yang dimaksud dengan pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga adalah rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga.
Perhitungan pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan rumus sebagai berikut :
�� = ��
�� ����
Dimana :
PF = Pangsa Pengeluaran Pangan PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga Rpbulan
TP = Total pengeluaran rumah tangga Rpbulan Sinaga dan Nyak Ilham, 2002.
Pangsa pengeluaran pangan merupakan salah satu indikator pangan, makin besar pangsa pengeluaran untuk pangan berarti ketahanan pangan semakin
berkurang.Makin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara pangsa pengeluaran pangan penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya Deaton
dan Muelbauer, 1980.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pola Konsumsi Rumah Tangga
Teori Engel’s menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin rendah persentase pengeluaran konsumsi
makanan.Berdasarkan teori klasik ini, maka suatu rumha tangga bisa dikategorikan sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih
kecil daripada persentase pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya
pendapatan rumah tangga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan nonpangan. Jadi jelas bahwa pendapatan seseorang
sangat menentukan ketahanan pangan Sjirat, 2004.
Dalam teori kesejahteraan, kurva indeferen individu dapat diangkat menjadi kurva indeferen masyarakat, sehingga jika kesejahteraan individu meningkat maka
kesejahteraan masyarakat lokal, regional, dan nasional juga meningkat. Dengan demikian ada hubungan antara pangsa pengeluaran dengan ketahanan pangan.
Perhitungan pangsa pengeluaran pangan rumah tangga adalah sebagai berikut : �� =
�� �� ����
Dimana : PF = Pangsa pengeluaran pangan
PP = Pengeluaran untuk belanja pangan rumah tangga Rpbulan TP = Total pengeluaran rumah tangga Rpbulan
Universitas Sumatera Utara
Apabila hanya menggunakan indikator ekonomi dengan kriteria apabila pangsa pengeluaran pangan tinggi
≥ 60 pengeluaran total, maka kelompokrumah tangga tersebut merupakan golongan yang relatif kurang sejahtera atau keluarga
yang rawan pangan. Sementara itu, apabila pangsa pengeluaran pangan rendah 60 pengeluaran total, maka kelompokrumah tangga tersebut golongan yang
sejahtera atau keluarga yang tahan pangan Rachman, 2005.
2.2.2 Indikator Analisis Akses Pangan Pedesaan
a. Akses Fisik Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai
sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangansesuai norma gizi. Jumlah pangan yang cukup dapat berasal dari kegiatan fisikmelalui produksi
sendiri atau pun dengan membeli.Persediaan pangan wilayah yang mencukupi kecukupan pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut
sangat dibutuhkan untuk menjamin akses panganwilayah tersebut.Pangan harus dapat tersedia secara fisik untuk seluruh anggotakeluarga.Pangan juga harus
tersedia secara terus-menerus dalam suatupasarwarung dimana rumahtangga tidak dapat memproduksi sendiri pangan yang dibutuhkannya Sharma 1992.
Akses fisik akan menentukan apakah sumber pangan yang dikonsumsiakan dapat ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang
oleh tersedianya sarana fisik yang cukup dalam memperoleh pangan.Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh sarana fisik seperti tersedianya sarana
pasar yang cukup dalam mempermudah memperoleh pangan Penny 1990.
Universitas Sumatera Utara
Suatu wilayahdaerah dikatakan akses pangannya tinggi apabila diwilayahdaerah tersebut terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok.Wilayahdaerah
tersebut dikatakan memiliki akses pangan yang sedang apabilatidak memiliki pasar dalam wilayahdaerah tersebut, namun jarak terdekatwilayahdaerah tersebut
dengan pasar pasar yang menjual bahan pangan pokokkurang dari dan atau sama dengan 3 km. Dikatakan akses pangannya rendahapabila jarak terdekat dengan
pasar lebih dari 3 km Deptan, 2007.
2.Akses Ekonomi Akses ekonomi terkait dengan daya beli masyarakat terhadap pangan.Meskipun
secara fisik pangan tersedia namun jika daya beli masyarakatnya rendah maka kemampuan masyarakat tersebut untuk memperoleh pangan juga rendah akses
masyarakat terhadap pangan rendah BKP Kota Medan, 2010. Akses pangan bergantung pada daya beli rumah tangga yang merupakan fungsi
dari akses terhadap mata pencaharian. Ini berarti akses pangan terjamin seiring terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, keterjangkauan
pangan bergantung pada kesinambungan mata pencaharian. Mereka yang tidak menikmati kesinambungan dan kecukupan pendapatan akan tetap miskin. Jumlah
orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak mempunyai akses yang cukup terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin,
semakin rendah daya akses terhadap pangan dan semakin tinggi derajat kerawanan pangan di wilayah tersebut. Indikator ini menunjukkan kemampuan
untuk mendapatkan cukup pangan karena rendahnya kemampuan daya beli atau hal ini menunjukkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dll BKP Kota Medan, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Rumahtangga dapat dikatakan tahan pangan apabila tercukupinyapermintaan akan pangan. Pengukuran operasional atas permintaan akan pangann tersebut dalam
jangka waktu pendek dapat dipakai untuk memonitor aksesekonomi rumahtangga akan pangan, yaitu pendapatanpengeluaran dan hargaSharma 1992.
3. Akses Sosial Akses sosial rumahtangga terhadap pangan merupakan suatu aksescara untuk
mendapatkan pangan yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pangannya melalui berbagai dukungan sosial, seperti bantuandukungan sosial dari
keluargakerabat, tetangga, serta teman. Bantuandukungan dari saudarakerabat, tetangga, atau teman dapat berupa bantuan pinjaman uangpangan, pemberian
bantuan pangan, pertukaran pangan, dan lain sebagainya. Selain dari dukungan sosial, kerawanan pangan berdasarkan akses sosial dapat dilihat dari tingkat
pendidikannya.
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi akses pangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kesempatannya
untuk memperoleh pekerjaanpendapatan yang lebih baik sehingga semakin tinggi pula kemampuan daya belinya semakin tinggi aksesnya terhadap pangan
BKP Sumut, 2010.
2.2.3 Pendapatan Rumah Tangga Petani
Pendapatan petani diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya modal yang dimiliki petani. Pendapatan yang besar mencerminkan tersedianya
Universitas Sumatera Utara
dana yang cukup dalam usahatani. Rendahnya pendapatan menyebabkan menurunnya investasi dan upaya pemupukan modal Soekartawi, 1995.
Penerimaan atau pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau jumlah
produksi dikalikan dengan harga jual rupiah. Pernyataan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
TR = Yx Py
Dimana : TR = Total Penerimaan Rp Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani
Py = Harga Y Rp Rahim dn Hastuti, 2008
Dalam menjalankan suatu usahatani dibutuhkan biaya. Biaya adalah pengorbanan- pengorbanan yang mutlak harus diadakan atau dikeluarkan agar dapat diperoleh
suatu hasil. Untuk menghasilkan suatu baranag dan jasa tentu ada bahan baku, tenaga kerja dan jenis pengorbanan lain yang tidak dapat dihindarkan. Tanpa
adanya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak akan dapat diperoleh hasil Wasis, 1992.
Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani biasanya dibedakan menjadi dua yakni biaya tetap
fixed cost dan biaya tidak tetap variable cost. Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai baiaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya baiaya tetap
Universitas Sumatera Utara
tidak bergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Disisi lain, biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh Soekartawi, 1995.
Cara menghitung biaya tetap adalah : FC =
� Xi. PXi
� �=1
Dimana : FC = Biaya tetap Rp X
i
= Jumlah fisik input yang membentuk biaya tetap PX
i
= Harga input Rp n = jenis input
Rumus diatas juga dapat dipakai untuk menghitung biaya variabel. Karena total biaya TC adalah jumlah dari biaya tetap FC dan biaya tidak tetap VC, maka :
TC = FC + VC Soekartawi, 1995.
Dari biaya tetap fixed cost dan biaya tidak tetap variable cost dapat diperoleh penerimaan dan pendapatan suatu usaha. Penerimaan adalah total produksi yang
dihasilkan dikali dengan harga jual. Sedangkan pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi satu kali periode produksi.
Pendapatan petani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya per usahatani dengn satuan Rp. Rumus menghitung pendapatan petani adalah
sebagai berikut : Pendapatan I = Peneriman R – Biaya Total TC
Penerimaan R = P
y
.Y
Universitas Sumatera Utara
P
y
= Harga Produksi RpKg Y = Jumlah Produksi Kg
Biaya Total TC = Biaya Tetap FC + Biaya Tidak Tetap VC Suratiyah, 2006.
Khusus rumah tangga petani yang biasanya terdapat di pedesaan untuk pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai
petani maupun pekerjaan sampingan dari anggota keluarga yang bekerja Rahim dan Diah, 2008
Pendapatan rumah tangga petani dapat dicari dengan rumus sebagai berikut : Y =
∑ P
n i=1
i
+ ∑ NP
m j=1
j
Dimana : Y = total pendapatan rumah tangga
P = pendapatan rumah tangga dari kegiatan usahatani NP = pendapatan rumah tangga dari kegiatan non usahatani
i = 1 ... n = usahatani di beberapa sub sektor dari anggota rumah tangga j = 1 ...n = non usahatani dari berbagai kegiatan anggota rumah tangga
Rahim dan Diah, 2008.
Dengan ketentuan : Pendapatan rumah tanggapetani dikatakan tinggi apabila pendapatan rumah
tangga petani per bulan lebih tinggi dari Upah Minimum Regional UMR dan sebaliknya dikatakan rendah apabila pendapatan rumah tangga petani per bulan
lebih rendah dari Upah Minimum Regional UMR.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Pemikiran
Akses pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari akses fisik, akses sosial, dan akses ekonomi.Akses fisik dari rumah tangga petani dilihat dari adanya jarak ke
pasar dan ketersediaan pangan di pasar tempat tinggal petani.Akses sosial dari rumah tangga petani dapat dilihat dari tingkat pendidikan petani, dan akses
ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendapatan petani padi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin besar pula kesempatannya untuk memperoleh pekerjaanpendapatan yang lebih baik
sehingga semakin tinggi pula daya belinya semakin tinggi aksesnya terhadap pangan.Secara tidak langsung, bisa dikatakan bahwa tingkat pendidikan
mempengaruhi pendapatannya.
Dari pendapatan petani dapat dilihat besar total pengeluaran rumah tangga yang dipakai untuk membeli kebutuhan akan pangan maupun nonpangan. Tingkat
pendapatan petani yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah tangga petani untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Seiring
makin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan akan makanan akan terpenuhi.
Pengeluaran rumah tangga dibagi menjadi dua yakni pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran untuk nonpangan. Besar pangsa pengeluaran untuk pangan
maupun nonpangan dapat dianalisis dari total pengeluaran rumah tangga tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan gambar : : Menyatakan hubungan
: Menyatakan pengaruh Akses Pangan
Akses Fisik Akses
Ekonomi Akses Sosial
Pendapatan Rumah Tangga
- Jarak Pasar - Ketersediaan Pangan
di Pasar Tingkat
Pendidikan
Total Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran Nonpangan
Pengeluaran Pangan
Pangsa Pengeluaran Pangan
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hipotesis Penelitian