Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2
Kebijakan moneter dan perbankan pemerintahan SBY dan JK yang berkaitan dengan ekspansi keuangan untuk modal pada industri kecil atau usaha kecil
menengah sangat menarik perhatian kita semua terlebih pada dunia usaha. Seperti yang telah kita ketahui diatas bahwa sebenarnya kebijakan ini sangatlah krusial
dalam menangani masalah kemiskinan. Banyak penduduk dunia yang ada di bawah garis kemiskinan absolut dan kebanyakannya berada di negara dunia ketiga
seperti indonesia membutuhkan cara keluar daripadanya, yang cara salah satunya adalah menciptakan lapangan kerja melalui usaha kecil.
Pemerintah Indonesia
dengan sangat antusias bergerak untuk mengembangkan usaha kecil, karena sebenarnya usaha kecillah yang dahulu
ketika krisis moneter 1998 terjadi tidak begitu parah terkena dampak dari krisis tersebut. Usaha besar banyak berjatuhan dan kesulitan dalam menghadapi krisis
sehingga kasus PHK menjadi hal yang wajar dan marak mewarnai dunia ekonomi Indonesia, tetapi usaha kecil malah mampu bertahan dari krisis tersebut. Inilah
yang mendorong pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil, terbukti dengan ditetapkannya regulasi dan kebijakan dari sektor perbankan yang berbeda dan
lebih ekspansif dari sebelumnya, khususnya pada alokasi kredit sektor mikro atau KUK.
Terhitung sejak tanggal 4 Januari 2001. Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan tentang Kredit Usaha Kecil KUK. Melalui
peraturan Bank Indonesia PBI Nomor 32PBI2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang pokok-pokonya meliputi i bank dianjurkan menyalurkan
dananya melalui pemberian KUK, ii bank wajib mencantumkan rencana
3
pemberian KUK dalam rencana kerja anggaran tahunan RKAT, iii bank wajib mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melalui laporan
keuangan publikasi, iv plafon KUK disesuaikan menjadi Rp 500.000.000, per nasabah, v bank yang menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari
Bank Indonesia, dan vi pengenaan sangsi dan insentif dalam rangka pencapaian kewajiban KUK dihapuskan. Tiktik SP dan Abd. Rachman S, 2002, 33
Bagi UKM, sebenarnya terdapat dua sumber permodalan atau pendanaan untuk pengembangan usaha UMKM, yaitu kredit program dan dana perbankan.
Dalam kebijakan kredit perbankan, BI menganjurkan agar perbankan menyalurkan kredit UMKM dengan membuat business plan dalam upaya
menyebar risiko portfolio perkreditan. Selanjutnya, bank diminta untuk mempublikasikannya dalam laporan keuangan publikasi sehingga masyarakat
dapat menilai bank-bank mana yang berpihak terhadap usaha kecil. Abdul Salam 2003 mengungkapkan, bahwa dalam business plan tahun
2002, 14 Bank umum yang menguasai 80 persen aset perbankan nasional systemically important banks dan BPR, telah menetapkan rencana penyaluran
kreditnya kepada sektor UMKM. Total penyaluran Rp 30, 89 triliun, terdiri dari: kredit usaha mikro Rp 4,41 triliun, kredit usaha kecil Rp12,7 triliun dan kredit
kepada usaha menengah sebesar Rp 13,8 triliun. Pada akhir 2002, kenyataan dari business plan tersebut mencapai Rp 35,9
triliun atau 116 persen dari target awal. Untuk tahun 2003, business plan kredit perbankan kepada UMKM mengalami peningkatan menjadi Rp 42,4 triliun, yang
terdiri dari kredit usaha mikro Rp 7,5 triliun 18 persen, kredit usaha kecil Rp
4
15,2 triliun 36 persen dan kredit kepada usaha menengah sebesar Rp 19,7 triliun 46 persen. Sampai triwulan II tahun 2003, kenyataan business plan tersebut telah
mencapai Rp 18,5 triliun atau 43,6 persen. Alokasi KUK semakin tahun semakin meningkat sehingga membuat sektor UKM gembira karenanya.
Kecenderungan pada saat ini memang kebijakan moneter dan perbankan memihak pada sektor UKM dengan mengeluarkan berbagai regulasi guna
meningkatkan kredit usaha kecil KUK. KUK menjadi andalan bagi keberlangsungan sektor UKM, karena tanpa KUK sektor UKM tidak bisa tumbuh
berkembang dan permasalahan ekonomi yang berupa kemiskinan, pengangguran tidak bisa teratasi.
Hal yang demikian merupakan terobosan baru dan menyenangkan bagi pengusaha kecil, dikarenakan selama ini mereka kekurangan modal untuk usaha.
Kesulitan dalam mengakses modal dari berbagai sumber keuangan yang ada baik lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank menjadi masalah
utamanya. Jika kita tinjau dari segi makroekonomi hal ini menjadi berita bagus bagi
makroekonomi Indonesia. Analisis makroekonomi menjelaskan bahwa, jika suntikan atau investasi dinaikan maka akan mempengaruhi keseimbangan
pendapatan nasional sehingga ikut mengalami kenaikan. Hal ini dapat terlihat yaitu jika investasi atau suntikan keatas pengusaha kecil swasta naik, maka akan
mengakibatkan produktifitas berkembang, karena mereka mendapatkan modal usaha tambahan.
5
Pengusaha yang menggunakan dana ini diharapkan mampu untuk menghasilkan pertambahan barang-barang dan jasa, sehingga akan mempengaruhi
kenaikan permintaan agregat atas konsumsi rumah tangga dan selanjutnya akan berpengaruh kepada kenaikan output total sehingga menyebabkan GDP ikut naik
Jika kondisi demikian berjalan terus sampai beberapa tahun kedepan maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sehingga pendapatan
perkapitapun akan semakin tinggi, serta memungkinkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengangguran juga akan mengalami penurunan.
Efek multiplayer seperti inilah yang berasal dari suntikan atau investasi diharapkan akan membantu mengatasi permasalahan pokok ekonomi Indonesia.
Tepat kiranya jika pemerintah dalam ekspansi moneter melalui perbankan titik tekannya ditujukan kepada alokasi KUK dengan tujuan mencapai kenaikan
produktifitas, dan karena KUK adalah langsung dihujamkan kepada kondisi sektor riil ekonomi. Dalam hal ini dapat terlihat pada regulasi perbankan yang
berhubungan dengan KUK. Secara umum menurut Paket Kebijakan 29 Mei 1993 dan didukung dengan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2624KepDir tanggal 29 Mei 1993. Kategori yang dimaksud dengan kredit untuk usaha kecil adalah kredit
yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan platfon kredit maksimum Rp 250 Juta untuk membiayai usaha yang produktif.
Usaha produktif adalah usaha yang dapat memberikan nilai tambah dalam menghasilkan barang dan jasa. Kredit tersebut dapat berupa Kredit Investasi
maupun Kredit Modal Kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki total aset
6
maksimum Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan yang ditempati. Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan platfon kredit sampai dengan
Rp 25 juta biasanya dianggap sebagai kredit kepada usaha mikro. Totok B dan Sigit T, 2006,121
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM Usaha Kecil Menengah selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan sangat penting,
karena sebagian besar jumlah penduduk berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha
kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen, yaitu :
1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
2. Departemen Koperasi dan UKM.
Namun demikian, usaha pengembangan yang telah dilakukan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil
dibandingkan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan kebijakan UKM oleh pemerintah selama orde baru, sedikit saja
yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja dan merupakan janji politik belaka, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih
berpihak kepada pengusaha besar hampir pada semua sektor, antara lain perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri. Industri kecil
menengah atau UKM di jadikan anak tiri pembangunan ekonomi, padahal dari data dan sisi rasionalitas ekonomi, sektor UKM sangat membantu dan menjadi
solusi bagi masalah yang sekarang ini ada dalam perekonomian.
7
Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak dalam sektor pertanian. Pada tahun 1996
data BPS menunjukan jumlah UKM adalah 38,9 juta, dimana sektor pertanian berjumlah 22,5 juta 57,9 , sektor industri pengolahan adalah 2,7 juta 6,9 ,
sektor perdagangan, rumah makan dan hotel adalah 9,5 juta 2,4 dan sisanya bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional BPS data 1998 sebesar
6,2. Tiktik SP dan Abd. Rachman S, 2002, 20 BPS juga menunjukkan bahwa 99,3 dari jumlah unit industri merupakan
industri kecil. Jumlah pekerja yang diserap industri kecil lebih besar dibandingkan
dengan jumlah pekerja yang diserap industri besar yaitu 67:23 seperti yang
terlihat pada tabel 1.1 dan 1.2 di bawah ini:
TABEL 1.1 JUMLAH UNIT INDUSTRI MENENGAHBESAR
DAN INDUSTRI KECIL DI INDONESIA PERIODE 1991-1997
Tahun Industri Skala
MenengahBesar Industri Skala Kecil
Jumlah Persen
1991 16,494 0.66 2,473,765 99.34 2,490,256 100
1992 17,648 0.71 2,474,235 99.29 2,491,883 100
1993 18,219 0.73 2,478,549 99.27 2,496,768 100
1994 19,017 0.74 2,503,529 99.26 2,522,305 100
1995 21,551 0.8 2,641,339 99.2 2,662,662 100
1996 22,997 0.87 2,679,130 99.13 2,702,595 100
1997 23,386 0.71 3,543,397 99.3 3,566,783 100
Sumber : BPS, 1998
8
TABEL 1.2 TENAGA KERJA INDUSTRI MENENGAHBESAR
DAN INDUSTRI KECIL DI INDONESIA PERIODE 1993-1997
Industri Skala MenengahBesar Industri Skala Kecil
Jumlah Pekerja Tahun
Pekerja orang
Bagian Pertumbuhan
Pekerja orang
Bagian Pertumbuhan
Pekerja orang
Bagian
1993 5,574,829 32.38 7.93
7,464,011 67.6 6.1
11,038,820 100
1994 3,813,670 33.2 6.68
7,674,687 66.8 2.8
11,488,357 100
1995 4,174,142 34.2 9.45
8,016,397 65.8 4.45 12,190,539
100 1996 4,214,967 33.8
0.98 8,255,747 66.2
2.98 12,470,714 100
1997 4,170,093 33.25 -1.06
8,371,327 66.7 1.4
12,541,420 100
Sumber : BPS, 1997
Oleh karena itu, pemerintah sudah seharusnya memberikan perhatian yang kusus bagi berkembangnya UKM. Sebenarnya setiap kebijakan pembangunan
ekonomi pemerintah sejak PELITA I punya ciri dan arah yang berbeda-beda tergantung dari situasi dan kondisi ekonomi yang dihadapi bangsa. Termasuk
kebijakan ekonomi tentang KUK Kredit Usaha Kecil dan koperasi. Sejarah perekonomian Indonesia mencatat, bahwa sejak dulu sektor swasta khususnya
adalah pengembangan UKM memang mendapat perhatian yang cukup besar karena memang sudah seharusnya pantas, serta tepat untuk dijadikan skala
prioritas kebijakan ekonomi pemerintahan. Pemerintah pada tanggal 1 Juni tahun 1983 telah mengeluarkan kebijakan
untuk meningkatkan efisiensi dalam memobilisasi dana dengan prinsip profesionalitas serta kemandirian. Kebijakan ini yang diharapkan dapat
9
memantapkan stabilitas moneter guna mendukung proses penyesuaian perekonomian sehingga dapat mendorong sektor swasta bertambah maju.
Pertumbuhan ekonomi meningkat pada tahun 1988 setelah dikeluarkannya Pakto 88 yaitu pada tanggal 27 Oktober 1988, yang diupayakan untuk dapat
menggerakkan dana. Bank-bank menaikkan kredit dan reserves requirement turun menjadi 2 dari 15 sehingga kredit semakin meningkat. Kemudahan perizinan
untuk mendirikan bank menjadi bagian penting dalam sejarah perbankan Indonesia dalam usaha untuk menaikan kredit karena adanya pakto 88.
Insukindro, 1993, 68 Porsi alokasi KUK yang diberikan oleh bank-bank umum yang notabene
memiliki aset paling besar menjadi sangat berarti bagi berkembangya UKM. KUK adalah penentu bagi hidup matinya UKM yang diharapkan menjadi sebuah solusi
bagi masalah perekonomian kini. Tanpa KUK maka UKM akan kehilangan potensi untuk tumbuh dan berkembang dikarenakan support utama berdirinya
UKM adalah KUK, jadi keduanya tidak bisa terlepas. Perkembangan, porsi serta penentu dari alokasi KUK oleh bank-bank umum di Indonesia harus selalu
diperhatikan. Perhatian kepadanya membutuhkan cara-cara khusus dan intensif sehingga selalu terpantau yaitu faktor-faktor dimana situasi dan kondisi yang
menciptakan pengaruh hubungan antara alokasi KUK yang teralokasikan dengan sektor riil ekonomi UKM.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan atau mempengaruhi alokasi KUK dengan demikian layak untuk diteliti. Jika tidak ada penelitian tentangnya
dikhawatirkan alokasi KUK yang sangat penting bagi perekonomian ini ketika
10
terjadi problem, kendala yang menghambat alokasi KUK tidak dapat diketahui apa penyebab sebenarnya, sehingga tidak mampu untuk mencari solusi terbaik
dalam mengatasi masalah yang ada. Penulis berkeinginan untuk meneliti apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi KUK dalam sektor perbankkan. Faktor tersebut adalah; Jumlah dana yang dihimpun oleh bank-bank umum, tingkat bunga kredit dan tingkat
inflasi akan menjadi subjek penelitian penulis. KUK yang teralokasikan dapat terpengaruh oleh jumlah dana yang dihimpun bank karena jika semakin banyak
dana yang diperoleh bank dari masyarakat maka akan semakin banyak pula yang ia alokasikan untuk kredit karena bank ingin mendapatkan keuntungan yang besar.
Tingkat suku bunga juga mempengaruhi KUK karena semakin tinggi tingkat suku bunga maka akan menimbulkan keengganan masyarakat yaitu UKM untuk
meminjam dana jika tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh UKM dari peminjaman dana KUK tersebut. Inflasi juga berpengaruh terhadap KUK
karena jika terjadi inflasi maka bank sentral akan menaikan bunga kemudian berdampak pada penaikan bunga oleh bank-bank umum sehingga bunga KUK
ikut naik, juga dikarenakan jika terjadi inflasi dunia usaha akan mengalami kelesuan sebab permintaan agregat akan turun.
Berdasarkan kepentingan di atas Penulis berkeinginan untuk meneliti dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi KUK. Penelitian
diharapkan bisa dilaksanakan sesegera mungkin karena kepentingannya yang mendesak. Diharapkan dengan penelitian ini semua pihak yang terkait dan
11
berkepentingan dengannya dapat memanfaatkan hasil yang sebesar-besarnya. Penelitian ini oleh penulis dijadikan sebagai skripsi dengan judul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank-Bank Umum di Indonesia Pada tahun 2004:02-2005:12”