Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 6 5
tempat dapat saja tidak diperlukan jika lembaga koordinasi yang ada telah mapan dalam arti
memiliki pemahaman tentang pengelolaan pesisir, dapat menjalankan fungsi koordinasi dengan baik
dan efektif serta memiliki pengalaman yang dapat diandalkan di bidang pengelolaan pesisir.
Agar suatu working group dapat bekerja dengan baik, ada usulan bahwa working group
tersebut perlu diresmikan oleh pimpinan pemerintahan setempat, misalnya dalam bentuk
peraturan daerah Perda. Terbitnya perda ini memberikan landasan bagi working group tentang
susunan working group, tugas dan fungsinya, serta sumber pembiayaan untuk kegiatannya. Perda
semacam ini diperlukan jika pemerintah setempat memerlukan adanya lembaga ‘khusus’ untuk
menangani projek pengelolaan pesisir, atau karena kelembagaan yang ada dianggap belum memiliki
kapasitas yang cukup untuk menangani permasalahan yang baru.
Dalam masa pasca proyek, fungsi-fungsi yang dijalankan oleh working group dapat diadopsi
oleh pemerintah setempat. Pengalaman yang diperoleh para anggota working group merupakan
hal yang sangat penting bagi lembaga koordinasi yang sebenarnya. Persoalan berikutnya adalah
bagaimana pengalaman tersebut dapat dipelajari dan disampaikan kepada pimpinan dan staf
lembaga tersebut.
3. PELEMBAGAAN PENGELOLAAN PESISIR DI TENGAH MASYARAKAT
STAKEHOLDER Upaya melembagakan pengelolaan pesisir
tidak cukup hanya dilakukan dengan membentuk lembaga-lembaga koordinatif, tetapi juga
pendirian kelompok-kelompok kerja khusus dan for um-for um serta pelaksanaan kegiatan
penyebaran infor masipenyuluhan kepada masyarakat luas. Hal ini perlu dilakukan agar
pengelolaan pesisir tersosialisasi atau melembaga di tengah masyarakat umum dan para stakeholder
lainnya. Jika masyarakat dan para stakeholder tersebut memiliki pemahaman akan pentingnya
sumberdaya pesisir dikelola dengan baik, maka mereka akan memberi perhatian terhadap upaya-
upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat daerah ataupun pihak-pihak lain. Perhatian ini
kemudian dapat diaktualisasikan dalam bentuk keprihatinan mereka terhadap permasalahan yang
ada, peran serta aktif mereka dalam proses perencanaan, implementasi dan monitoring pro-
gram-program pengelolaan pesisir. ‘Popularitas’ pentingnya pengelolaan pesisir di tengah
masyarakat secara langsung dan tidak langsung akan menentukan dukungan terhadap pengam-
bilan kebijakan policy yang memprioritaskan pro- gram pengelolaan pesisir dalam agenda
pembangunan daerah. Hal ini sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan setempat
yang melibatkan wakil rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Upaya untuk ‘mempromosikan’ pentingnya pengelolaan pesisir memerlukan strategi ‘outreach
communication ’ yang dapat menjangkau berbagai
jenis kelompok sasaran. Promosi ini secara umum hendaknya bertujuan agar masyarakat umum
menyadari permasalahan yang ada di sekitarnya, membangkitkan kebutuhan penanganan perma-
salahan-permasalahan tersebut, memikirkan cara- cara pemecahannya, dan seterusnya. Promosi
kepada kelompok-kelompok stakeholder tertentu, selain hal-hal di atas juga dimaksudkan untuk
mengajak bagaimana mereka secara berkelompok dapat memberikan kontribusi terciptanya kondisi
pesisir yang ideal yang dapat menguntungkan semua pihak oleh semua pihak. Promosi akan
lebih efektif jika pelakunya adalah anggota masyarakat atau stakeholder yang mengalami
langsung dalam praktek atau proses pengelolaan.
Dalam konteks umur Proyek Pesisir, salah satu isu yang perlu dibahas lebih lanjut adalah
seberapa jauh fungsi yang diperankan oleh lembaga-lembaga working group, baik di tingkat
desa, kabupaten maupun propinsi, yang ada akan berkembang selanjutnya setelah proyek ini selesai.
Hal ini penting untuk dipikirkan karena pemerintah daerah dan stakeholder lokal serta
masyarakat di lokasi proyek diharapkan secara mampu mandiri melaksanakan pengelolaan pro-
gram-program pengelolaan pesisir selanjutnya.
4. PENDANAAN UNTUK IMPLEMENTASI RENCANA