poligami dalam rumah tangganya dan pengetahuan tentang poligami yang mereka ketahui di Desa Sukanalu ini.
1.8 Kendala-kendala di Lapangan
Hal pertama dan utama yang menjadi kendala penulis di lapangan yaitu bahasa. Penulis tidak tahu bahasa Karo, sementara penduduk di sana lebih menyukai bahasa
Karo sebagai bahasa sehari-harinya, sementara penggunaan bahasa Indonesia mereka tidak selancar bahasa Karo, karena itu penggunaan bahasa Indonesia untuk komunikasi
sehari-hari sesama mereka tidak pernah dilakukan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka penulis selalu membawa guide yaitu teman penulis sendiri yang sangat mengerti
bahasa Karo sebagai perantaraan penulis dengan orang-orang yang ingin penulis jumpai. Dari keadaan yang seperti itu tampak bahwa orang-orang yang penulis jumpai
lebih merespon teman penulis dari pada penulis sendiri. Hal ini membuat penulis sedih. Tapi hal itu merupakan awal dimana penulis harus bisa mengatasi kesulitan itu dengan
cara tetap melakukan komunikasi walaupun harus menggunakan bahasa Indonesia agar penulis tidak kelihatan canggung di hadapan mereka.
Selanjutnya yang menjadi kendala yaitu para informan kunci yang usianya diatas 80-an yang juga merupakan pelaku poligami sudah sangat jarang ditemukan, karena
mereka sudah meninggal. Dan keluarganya sangat tertutup sekali dengan kehadiran orang asing seperti penulis yang hendak melakukan penelitian. Untuk itu penulis
mencari laki-laki yang berpoligami yang usianya sekitar 50-an keatas yang ditunjukkan oleh kepala desa dan dari informasi teman penulis sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Hal lain yang bisa membuat penulis tersenyum sendiri yaitu tentang Kepala Desa sebagai pemimpin formal dan informal dimana beliau sama sekali tidak mengetahui asal
usul terjadinya desa, dan masalah poligami yang dulunya marak dilakukan, sampai keadaan penduduk di desa ini sangat sedikit yang beliau ketahui. Informasi mengenai
desa ini banyak penulis dapatkan dari penduduk yang telah berusia lanjut, sampai penduduk yang berada di luar lokasi penelitian. Namun penulis harus tetap bisa
menghargai dan memandangnya sebagai kepala desa yang dipercayai oleh warganya. Karena bagaimanapun peran kepala desa cukup mempunyai andil sebagai akses penulis
untuk bisa bertemu dengan calon-calon informan yang sesuai dengan kriteria yang penulis tetapkan.
Dalam melakukan penelitian tak jarang penulis mengalami kesulitan-kesulitan, yaitu berupa sikap diacuhkan, pengusiran secara halus, sampai pembatalan janji
wawancara yang dilakukan sepihak oleh informan yang telah penulis hubungi terlebih dahulu. Biasanya penulis melakukan penelitian ke Desa Sukanalu yaitu pada waktu sore
sampai malam hari. Karena pada waktu-waktu itulah, rata-rata penduduk desa yang bekerja sebagai petani sudah ada di rumahnya setelah dari pagi hingga siang hari
bekerja ke sawah atau ladang. Penulis sama sekali tidak pernah tinggal dirumah sekretaris desa, walaupun telah
mendapat ijin sebelumnya dari pihak yang bersangkutan. Karena penulis merasa takut akan cerita-cerita mistik yang ada di desa tersebut. Yaitu bahwa warga laki-lakinya mau
mengguna-gunai orang asing yang datang ketempat itu. Setiap kali selesai melakukan penelitian penulis langsung pergi untuk menginap ke rumah keluarganya teman penulis
di Desa Tiga Panah. Lalu esoknya kembali lagi ke lokasi penelitian begitu seterusnya.
Universitas Sumatera Utara
Selama berada di Desa Sukanalu penulis selalu berusaha sesopan mungkin dan seramah mungkin agar tidak ada pihak-pihak merasa kecawa atas kehadirann penulis.
Walaupun kadang-kadang penulis merasa bahwa banyak sekali mata-mata yang memandang sinis dan tajam kepada penulis, khususnya laki-laki yang masih berusia
muda atau sebaya dengan penulis. karena menurut informasi yang penulis dengar bahwa di desa itu masih banyak penduduk yang memiliki ilmu-ilmu yang berbau mistik
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM